Anda di halaman 1dari 26

PERBANDINGAN KONSTITUSI ANTARA NEGARA INDONESIA DAN

NEGARA KOREA SELATAN


(Ditinjau dari Segi Bentuk Negara, Struktur Ketatanegaraan, Hak Asasi
Manusia, dan Prosedur Perubahan Konstitusi )

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori dan Perbandingan Konstitusi
Kelas Hukum Penyelenggaraan Negara
Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.H

Disusun Oleh:

Muhamat Irfan Taufik 176010100111001


Fery Nuriawan 176010100111005
Sinda Eria Ayuni 176010100111011

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

1
A. LATAR BELAKANG
Negara merupakan suatu organisasi yang terdiri atas unsur rakyat, wilayah,
pemerintah dan pengakuan dari negara lain. Menurut hukum internasional semua
negara adalah sama, seberapa besar atau kecil, kaya atau miskin, kuat atau lemah
tidak akan mempengaruhi hakikat dari negara itu sendiri. Setiap negara memiliki
hak dan kewajiban masing-masing namun tidak semua negara mempunyai bentuk
negara yang sama, Perbedaan bentuk ini menyebabkan berbeda pula cara
penyelenggaraan sistem pemerintahan atau suatu sistem dalam negara. Bagaimana
urusan dalam suatu negara adalah urusan negera itu sendiri.
Menjalankan peran sebagai suatu negara, pada abad ke XXI hampir
seluruh negara memiliki konstitusi. Konstitusi menurut Herman Heller adalah
mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan
dan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat.1 Kebanyakan konstitusi
dijalankan oleh negara yang menganut prinsip negara hukum, sebab konstitusi
merupakan instrumen dari negara hukum.2
Di dunia terdapat dua macam konstitusi yaitu konstitusi tertulis dan
konstitusi tidak tertulis. Konstitusi tertulis disebut sebagai Undang-Undang Dasar
yang dalam Belanda disebut dengan Grondwet, sedangkan tidak tertulis disebut
dengan konvensi yaitu kebiasaan ketatanegaraan atau aturan dasar yang timbul
dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.3 Tujuan dibentuknya
konstitusi adalah agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang dapat
merugikan banyak pihak dan tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia.
Olehnya kedudukan konstitusi bagi suatu negara dalam telaah hukum
merupakan suatu kajian penting terutama dalam melihat relasi hubungan antara
negara dan konstitusi serta perkembangannya dalam praktik ketatanegaraan suatu
negara. Hal ini dikarenakan konstitusi itu sendiri bagi suatu negara lahir sebagai
usaha untuk melaksanakan dasar negara. Dasar negara memuat norma-norma
ideal, yang penjabarannya dirumuskan dalam pasal-pasal konstitusi yang
1
Anwar C. Teori dan Hukum Konstitusi Paradigma Kedaulatan dalam UUD 1945 (Pasca
perubahan), Implikasi dan Implementasi pada Lembaga Negara. 2011. Malang: Intrans
Publishing. Hlm 19
2
Ibid hal 18
3
Ibid

2
merupakan satu kesatuan utuh, dimana di dalam konstitusi tercantum substansi
pengaturan sistem ketatanegaraan yang dianutnya. Singkatnya, dasar negara
merupakan pondasi bagi berdirinya suatu negara, sumber pelaksanaan kehidupan
ketatanegaraan atau sumber segala peraturan yang ada di dalam suatu negara.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat
didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam
suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber
legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan
raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah
yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan
kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya.
Dalam sejarah ketatanegaraan suatu negara, umumnya konstitusi
digunakan untuk mengatur dan sekaligus untuk membatasi kekuasaan negara. C.F.
Strong menegaskan bahwa tujuan suatu konstitusi adalah membatasi tindakan
sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan
menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.4 Oleh karena itu, maka
dengan sendirinya dinamika ketatanegaraan suatu bangsa atau negara sangat
ditentukan pula oleh dinamika perjalanan sejarah konstitusi negara yang
bersangkutan, karena dalam konstitusi itulah dapat dilihat sistem pemerintahan,
bentuk negara, sistem kontrol antara kekuasaan negara, jaminan hak-hak warga
negara dan tidak kalah penting mengenai pembagian kekuasaan antar unsur
pemegang kekuasaan negara seperti kekuasaan pemerintahan (eksekutif),
kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif.5
Dengan kerangka demikian, untuk memahami format ketatanegaraan suatu
negara yang ditentukan dalam konstitusinya, maka metode yang dapat digunakan
adalah dengan pendekatan studi analisis konstitusi dan perbandingan.
Perbandingan konstitusi merupakan sebuah upaya untuk membandingkan
konstitusi. Jadi, perbandingan konstitusi berisi satu perbandingan mengenai
4
Soewoto Mulyosudarmo, Pembaharuan Ketatanegaraan Melalui Perubahan Konstitusi,
(Malang: Asosiasi Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur dan In-TRANS, 2004), h. ix
5
C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Kajian Tentang Sejarah dan Bentuk-
Bentuk Konstitusi Dunia, Terjemahan SPA Teamwork, (Bandung: Nuansa-Nusamedia, 2004),
h. 16.

3
konstitusi terutama dari berbagai negara untuk kemudian agar lebih memahami
apa dan bagaimana konstitusi pada masing-masing negara itu berlaku.
Menurut Ellydar Chaidir, objek utama kajian teori konstitusi adalah
konstitusi suatu negara. Adapun yang akan menjadi penekanan pembahasan
adalah ruang lingkup konstitusi dan esensi dari konstitusi tersebut dalam suatu
negara.6 Lebih jauh dikemukakan oleh Hendarmin Ranadireksa bahwa ruang
lingkup pengkajian konstitusi paling tidak adalah: (i) prinsip-prinsip dasar HAM,
(ii) lembaga-lembaga negara, dan (iii) kejelasan batasan fungsi dan kewenangan
lembaga negara.7
Hampir tidak ada negara yang tidak memiliki konstitusi saat ini. Artinya
konstitusi merupakan hal yang mutlak ada dalam sebuah negara, kendati bisa jadi
tidak tertulis. Dengan fakta demikian, maka mengakaji perbandingan konstitusi
antara satu negara dengan naegara lain pendekatan perbandingan (comparative
approach), tentunya akan memberikan banyak manfaat bagi pengembangan teori
perandingan konstitusi dan penerapannya dalam sistem ketatanegaraan dalam
suatu negara.
Oleh karena itu tulisan ini hendak membahas perbandingan konstitusi
antara Negara Indonesia dan Negara Republik Korea Selatan, ditinjau dari bentuk
negara (bentuk pasal dan bunyinya), struktur ketatanegaraan, pengaturan HAM
(jenis HAM yang diatur) dan Cara perubahan konstitusinya.

B. PEMBAHASAN

6
Ellydar Chaidir dan Sudi Fahmi, Hukum Perbandingan Konstitusi, (Yogyakarta: Total Media,
2010), h. 187.
7
Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h.
iv-v.

4
1. Bentuk Negara
Negara merupakan suatu bentuk organisasi, lembaga ataupun badan
tertinggi yang memiliki kewenangan untuk mengatur prihal yang berhubungan
dengan kepentingan masyarakat banyak dan memiliki kewajiban untuk
mensejahterakan, melindungi dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu
berkaitan dengan tugas wajib yang dilakukan oleh alat-alat perlengkapan negara
dalam kewenangan pelaksanannya ditentukan salah satunya oleh bentuk suatu
negara itu sendiri. Bentuk negara merupakan batas antara peninjauan secara
sosiologis dimana apabila negara dilihat secara keseluruhan tanpa melihat isinya
dan sebagainya, disebut peninjauan secara yuridis apabila negara hanya dilihat
dari isi atau strukturnya. Teori bentuk negara bermaksud membahas sistem
penjelamaan politis daripada unsur negara. Di dunia secara garis besar terdapat
dua bentuk negara yaitu:
a. Negara kesatuan
Negara kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk
mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat
memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar. Hubungan
antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara
langsung. Pada negara kesatuan terdapat hanya satu konstitusi, satu kepala negara,
satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen. Pemerintah pusat memegang
wewenang tertinggi dalam segala aspek pemerintahan. Ciri utama negara kesatuan
adalah supremasi parlemen pusat dan tidak ada badan-badan lain yang berdaulat.
Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu sentralisasi
dan desentralisasi.8
b. Negara Serikat
Negara serikat adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa
negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Negara-negara bagian boleh
memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet
sendiri, yang berdaulat dalam negara serikat adalah gabungan negara-negara

8
Nita Ariyani. Perbandingan Konstitusi Negara Indonesia Dengan Negara Swiss Berdasarkan Prosedur
Perubahan Konstitusi, Bentuk.Jurnal Kosmik Hukum Vol. 17 No.2 Juni 2017. Hlm 122

5
bagian yang disebut negara federal. Setiap negara bagian bebas melakukan
tindakan ke dalam, asal tidak bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke
luar (hubungan dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah
federal. Ciri-ciri negara serikat/ federal yaitu:
1) Tiap negara bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan
menteri (kabinet) demi kepentingan negara bagian;
2) Tiap negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak
boleh bertentangan dengan konstitusi negara serikat.
Hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur melalui
negara bagian, kecuali dalam hal tertentu yang kewenangannya telah diserahkan
secara langsung kepada pemerintah federal.9
Kemudian menurut C.F Strong terdapat lima kriteria untuk melihat bentuk
Negara yaitu:
a. Melihat bangunan negara itu apakah ia negara kesatuan atau negara
serikat.
b. Melihat bagaimana konstitusinya
c. Mengenai badan eksekutif apakah ia bertanggungjawab kepada parlemen
atau tidak atau disebutkan badan eksekutif yang sudah tentu jangka
waktunya
d. Mengenai susunan dan kedudukan badan perwakilannya
e. Hukum yang berlaku, ius constitutum atau hukum nasionalnya10
Berkaitan dengan perbandingan berdasarkan bentuk negara maka dapat
ditelaah dari konstitusi Indonesia dan konstitusi Korea Selatan.
1.1. Konstitusi Indonesia
Bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, hal tersebut berdasarkan pada
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: “negara Indonesia ialah Negara
Kesatuan yang berbentuk republik.” penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan
berdasar pasal 18 UUD 1945 yang menghendaki dilaksanakannya asas
desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan juga asas pembantuan dalam pelaksanaan
dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
1.2. Konstitusi Korea Selatan
9
Ibid., Hlm 122
10
Abu Daud Busroh. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara. 2010. Hlm, 61

6
Berdasarkan konstitusi Republic of Korea atau Korea Selatan pada
Chapter I: General Provisions Article 1 number (1) The Republic of Korea shall
be a democratic republic. Negara Korea selatan adalah kesatuan yang berbentuk
republik demokratis.
Bentuk negara yang dimiliki oleh Indonesia dan Korea Selatan adalah
Kesatuan, yang membedakan adalah Korea selatan menganut sistem republik
demokratis, Menekankan pada kebebasan individu dengan mengabaikan
kepentingan umum, kekuasaan pemerintah dibatasi oleh undang-undang. Kepala
pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri dan Presiden menjabat
sebagai kepala negara.
Menurut Duguit, jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak
waris atau keturunan maka bentuk negaranya adalah monarchie dan kepala
negaranya disebut raja atau ratu, apabila kepala negara dipilih melalui suatu
pemilihan umum untuk masa jabatan yang ditentukan maka bentuk negaranya
adalah republik dan kepala negaranya adalah seorang Presiden.11 Sedangkan
Aristoteles menjelaskan bahwa bentuk negara republik dapat dilihat dari kriteria
sifat pemerintahan negara, dimana repubik senantiasa memperhatikan kepentingan
umum atau rakyat dan tidak hanyak ditunjuk kepntingan pemegang kekuasaan
saja.12 Sehingga dapat disimpulkan bahwa negara republik adalah suatu bentuk
negara atau pemerintahan yang dikepalai oleh seorang presiden dimana
pemerintah senantiasa mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingan
sang penguasa itu sendiri.
PERBANDINGAN INDONESIA KOREA SELATAN
Bentuk Negara Bentuk negara Indonesia Berdasarkan konstitusi
adalah kesatuan, hal Republic of Korea atau
tersebut berdasarkan pada Korea Selatan pada
Pasal 1 ayat (1) UUD Chapter VIII: Local
1945 yang berbunyi: Autonomy
“negara Indonesia ialah  Article 117
Negara Kesatuan yang 1. Local governments
berbentuk republik.” shall deal with
administrative matters
11
Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara.1983. Hlm 167
12
Soehino, Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty. 1996. Hlm, 27.

7
pertaining to the welfare
of local residents,
manage properties, and
may enact provisions
relating to local
autonomy, within the
limit of laws and
regulations
2. The types of local
governments shall be
determined by law.
 Article 118
1. A local government
shall have a council.
2. The organization and
powers of local councils,
and the election of
members; election
procedures for heads of
local government bodies;
and other matters
pertaining to the
organization and
operation of local
governments shall be
determined by law.
Dari adanya wewenang
yang diberikan kepada
pemerintah daerah dapat
disimpulkan bahwa
negara Korea Selatan
adalah kesatuan yang
berbentuk republik
demokratis.

2. Strukur Kenegaraan
Salah satu ciri dari sebuah negara hukum adalah adanya pembatasan
kekuasaan dalam penyelenggaraan kekeuasaan negara. Pembatasan tersebut
dilakukan dengan mengunakan hukum sebagai instrumen pembatasanya yang
kemudian menjadi ide dasar paham konstitusionalisme modern. Olehnya konsep

8
negra hukum juga disebut dengan negara konstitusional (constitusional statate),
yaitu negara yang dibatasi oleh konstitusi.13
Mengenai muatan atau isi dari suatu konstitusi menurut Mr. J.G
Steenbeek, sebagaiman dikutip sri soemantri dalam desertasinya menggambarkan
secara lebih jelas apa yang seharusnya menjadi isi dari konstitusi. Pada umumnya
suatau konstitusi berisi tiga hal pokok, yaitu:14
Pertama: adanya jamiminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga
negaranya, Kedua: ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat
fundamental, Ketiga: adanya pembagian dan pembatasan kekusaan tugas dan
ketatanegaran yang juga bersiafat fundamental
Dengan demikian, ketentuan-ketentun dalam setiap konstitusi merupakan
hasil dari penjabaran dari ketiga pokok masalah tersebut. Mengenai susunan atau
struktur kenegaraan, pembagaian dan pembatasan kekuasaan negara berkaitan
langsung dengan tugas dan fungsi penyelenggaraan negara yang melatarbelakangi
dibentuknya suatu lembaga. Secara singkat, teori dan praktik pengelompokan
fungsi-fungsi tersebut dimulai jauh sebelum Montesquieu memperkenalkan teori
Trias Politika. Pemerintahan Perancis pada abad ke-XVI telah membagi fungsi
kekuasaan yang dimilikinya ke dalam lima bagian khusus, yaitu fungsi
diplomacie, fungsi defencie, fungsi financie, fungsi justicie, dan fungsi policie.
Fungsi-fungsi tersebut kemudian dikaji kembali oleh John Locke dan dipersempit
menjadi tiga fungsi kekuasaan, yaitu fungsi legislatif, eksekutif dan federatif,
dengan menempatkan fungsi peradilan15 dalam kekuasaan eksekutif.
Montesquieu kemudian mengembangkan pendapat tersebut dengan
berpendapat bahwa fungsi federatif merupakan bagian dari fungsi eksekutif dan
fungsi yudisial perlu dipisahkan tersendiri. Sehingga, Trias Politica Montesquieu
terdiri atas fungsi eksekutif, fungsi legislatif dan fungsi yudisial. Ketiga fungsi
tersebut kemudian dilembagakan dalam tiga organ negara untuk menjalankan

13
Jimly Asshiddqie., Pengantar Hukum Tata Neagara , (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2013),
hlm 281
14
Sri Soemantri, prosedur dan perubahan konstitusi, dalam Dahlan Thaib, Jazim Hamidi,
Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2012)
15
Gunawan A Tahuda, Komisi Negara Independen, Genta Press, Yogyakarta, 2012, Hlm 52

9
fungsi masing-masing yaitu pemerintah, parlemen dan pengadilan. Namun,
seiring dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya sistem
pemerintahan di seluruh dunia serta dengan muncul dan berkembangnya doktrin
welfare state (negara kesejahteraan) maka ketiga organ negara sederhana tersebut
mulai berkembang dengan dibentuknya berbagai lembaga-lembaga negara baru.16
2.1. Struktur kenagaran Indonesia dalam konstitusi Negara
Indonesia (Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945)
2.1.1. Kekuasaaan Eksekutif
Dalam konstitusi Indonesia cabang Kekuasaan
pemerintahan dipegang oleh presiden yang dibantu oleh
wakil presiden dan para menteri dalam menjalankan fungsi
pemerintahan. Presiden mempunyai kedudukan sebagai
kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara.
Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima
tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk
satu kali masa jabatan. Presiden dan wakil presiden sebelum
menjalankan tugasnya bersumpah atau mengucapkan janji
dan dilantik oleh ketua MPR dalam sidang MPR. Setelah
dilantik, presiden dan wakil presiden menjalankan
pemerintahan sesuai dengan program yang telah ditetapkan
sendiri. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden dan
wakil presiden tidak boleh bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945 selanjutnya disingkat dengan UUD NKRI 1945.
Presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan
sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam
Pembukaan UUD NKRI 1945.

2.1.2. Kekuasan Legeslatif

16
Ibid, Hlm 53

10
Kekuasaan legeslatif dalam konsitusi negara Indonesia
dipegang oleh tiga lembaga yaitu Majelis Permusyrawan
Rkyat17 (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat18 (DPR) dan
Dewan Pewakilana Daerah (DPD)19, dan yang kesemuanya
memiliki kewenangan berbeda dalam menjalankan
kekeuasaan legeslatif serta Badan Pengawas Keuangan
(BPK)20.
2.1.3. Kekuasaan yudikatif
kekuasaan yudikatif dalam UUD NKRI 1945 dijalankan
oleh lembaga Mahkamah Agung (MA)21 dan Mahkamah
Kostitusi (MK)22 Serta Komisi Yudisial (KY)23
2.2. Struktur kenagaran Korea Selatan dalam Korea (Republic of)'s
Constitution of 1948 with Amendments through 1987
2.2.1. Kekeuasan Eksekutif24
Lembaga Eksekutif di korea selatan dijalankan oleh
seorang Presiden25 yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan
umum untuk masa jabatan lima tahun dengan sekali masa
jabatan dan setelahnya tidak dapat dipilih kembali dan
dibantu oleh Perdana Menteri (PM)26 yang ditunjuk oleh
17
Pasal 2 jo Pasal 3 UUD NKRI 1945
18
Pasal 19, jo pasal 20, jo pasal 20A, jo Pasal 21, Jo pasal 21, jo pasal 22, jo pasal 22A, jo
pasal 22B UUD NKRI 1945
19
Pasal 22C, Jo Pasal 22D UUD NKRI 1945
20
Menurut Jimly Assiddqie, BPK termasuk dalam organ negara cabang kekuasaan legeslatif
hal ini dikaranakan fungsi pengawasan terhadap kenuangan yang melekat pada BPK, Jimly,
Jimly Assiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD
Tahun 1945, Maklah, Disampaikan pada seminar pembangunan hukum nasional VIII, yang di
selenggrakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak
Asasi Manusia RI, Denpasar: 14-18 Juli 2003.
21
Pasal 24, Pasal 24A UUD NKRI 1945
22
Pasal 24, Pasal 24C
23
Pasal 24B.
24
Kekuasaan Eksekutif dalam kontitusi Republik Korea Seatan termuat dalam bab IV, yang
terdiri dari 2 bgian, pertama Presiden, Kedua cabang eksekuti yang terdiri dari sub baigian
pertama Perdana Menteri, subbagian kedua Dewan Negara, subbagian ketiga kmentrian
eksekutif
25
Part 1 The President, article 66-article 85 Korea (Republic of)'s Constitution of 1948 with
Amendments through 1987.
26
Part 2: The Executive Branch, Section 1: The Prime Minister and Members of the State
Council, Article 86- Article 87 Korea (Republic of)'s Constitution of 1948 with Amendments

11
presiden dengan peretujuan The National Assembly Majelis
Nasioanal (MN). Dalam menjalankan kekuasaan eksekutif
tersebut Presiden sebagai kepala negara dan perdana
menteri sebagai kepala pemerintahan dan dibantu oleh
State Council Dewan Negara (DN).27
2.2.2. Kekusaan Legeslatif
Kekuasaan Legeslatif di korea selatan dipegang dan
dijalankan oleh The National Assembly Majelis Nasional,
lembaga legeslatif di korea selatan ini menganut sistem satu
kamar hal ini dikaranakan hanya satu lembaga negara yang
mempunyai kewenanang dalam bidang legeslatif yaitu
Majelis Nasional dengan masa jabatan empat tahun. Majelis
Nasional dipimpin oleh salah satu orang ketua dan dua
orang wakil ketua yang dipilih para anggota MN, anggota
MN tidak boleh kurang dari 200 orang.28
2.2.3. Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan yudikatif di korea selatan hampir sama dengan
di Negara Indonesia, yakni dipegang oleh dua lembaga the
Supreme Court Mahkamah Agung (MA)29, dan The
Constitution Court Mahkamah Konstitusi (MK)30, yang
keduanya memiliki kewenangan berbeda dalam
menjalankan fungsi yudikatif.
PERBANDINGAN INDONESIA KOREA SELATAN
Struktur Kenegaran Kekuasaan Eksekutif

through 1987.
27
Section 2: The State Council, Article 88 -Article 93Korea (Republic of)'s Constitution of
1948 with Amendments through 1987.
28
Article 40- Article 65 Korea (Republic of)'s Constitution of 1948 with Amendments through
1987.
29
Article 101- Article 110 Korea (Republic of)'s Constitution of 1948 with Amendments through
1987.
30
Article 111- Article 113 Korea (Republic of)'s Constitution of 1948 with Amendments through
1987.

12
1. Presiden dan Wakil 1. Presiden
Presiden (Pasal 4 – pasal (article 66-article 85
16 UUD NKRI 1945) Korea (Republic of)'s
2. Menteri Constitution of 1948
(Pasal 17 UUD NKRI with Amendments
1945) through 1987)
2. Perdana Menteri
(Article 86- Article 87
Korea (Republic of)'s
Constitution of 1948
with Amendments
through 1987)
3. The State Council
(Dewan Negara)
(Article 88- Article 93
Korea (Republic of)'s
Constitution of 1948
with Amendments
through 1987

Kekuasaan Legeslatif
1. MPR 1. The National
(Pasal 2 jo Pasal 3 Assembly (Majelis
UUD NKRI 1945) Nasional)
2. DPR (Article 40- Article 65
(Pasal 19, jo pasal 20, Korea (Republic of)'s
jo pasal 20A, jo Pasal Constitution of 1948 with
21, Jo pasal 21, jo pasal Amendments through
22, jo pasal 22A, jo 1987)
pasal 22B UUD NKRI
1945)
3. DPD
(Pasal 22C, Jo Pasal
22D UUD NKRI 1945)

Kekuasaan Yudikatif

13
1. MA 1. The Supreme Court
(Pasal 24, Pasal 24A
UUD NKRI 1945) (Mahkamah Agung)
(Article 101- Article
2. MK
(Pasal 24, Pasal 24C 110 Korea (Republic of)'s
UUD NKRI 1945) Constitution of 1948 with
3. KY
(Pasal 24B UUD NKRI Amendments through
1945) 1987)
2. The Constitution
Court (Mahkamah
Konstitusi)
(Article 111- Article
113 Korea (Republic of)'s
Constitution of 1948 with
Amendments through
1987)

3. Hak Asasi Manusia


Manusia sejak di dalam kandungan telah memiliki hak asasi yang harus
dijunjung tinggi dan diakui oleh semua orang. Tidak ada perbedaan penerimaan
hak manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Sebab semua manusia itu sama dan
sederajat, manusia dilahirkan bebas serta memiliki martabat atas dasar itulah
manusia harus diperlakukan secara adil dan beradab. HAM bersifat universal,
artinya berlaku untuk semua manusia tanpa membeda-bedakannya berdasarkan
atas ras, agama,suku dan bangsa etnis.
Menurut John Locke, hak asasi manusia merupakan hak-hak individu yang
sifatnya kodrat, dimiliki oleh setiap individu sejak lahir dan hak tersebut harus
diakui oleh negara dalam rangka menghargai, menghormati dan menjunjung
tinggi nilai-nilai dan martabat manusia yang terkandung dalam dirinya.31 Konsep
Hak Asasi Manusia (HAM) sebenarnya dapat dilacak secara teologis dari
hubungan manusia dengan sang pencipta, keberdaannya sebagai prima facie,
berkonsekuensi pada kerelatifan pengetahuan manusia dan pengetahuan tersebut
memberikan pemahaman bahwa manusia diciptakan langsung dengan hak yang

31
Soewargo K, Latar Belakang, Sejarah Dan Perkembangan Hak-Hak Asasi Manusia. Jurnal Mimbar
Hukum Tahun 1992 Vol. V. Hlm 235

14
tidak dapat dipisahkan.32 Seperti hak untuk hidup, dimana tidak ada satupun
kecuali Tuhan yang dapat membatalkan kehidupan manusia yang diberikan
Tuhan.
Sejarah perjuangan hak asasi manusia diawali dari penandatanganan
Magna Charta di Inggris pada tahun 1215 oleh Raja John Lackland walaupun
piagam ini belum menekankan pada perlindungan hak asasi manusia, sebab dari
isinya hanya melindungi kepentingan kaum bangsawan dan gereja. Lalu tercatat
pula Petition Of Rights pada tahun 1628 oleh Raja Charles berisi pertanyaan-
pertanyaan mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh
para bangsawan kepada raja di depan parlemen. Setelah itu perjuangan mengenai
HAM juga dibuktikan dengan lahirnya Bill of Rights pada tahun 1689 sebagai
hasil darri pergolakan politik yang disebut the Glorious Revolution yang
mencerminkan kemenangan parlemen atas raja. Berlandasakan atas itu kemudian
banyak para sarjana yang melahirkan pemikiran mengenai konsep HAM dan
perlindungan HAM di dunia.33
Pada 10 Desember 1948, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM) disepakati oleh seluruh anggota PBB sebagai norma dan dasar pijakan
hukum internasional. Selanjutnya, berbagai instrumen Hak Asasi Manusia (HAM)
telah disepakati sebagai panduan bersama penegakkan HAM. Perkembangan
wacana konsep HAM melalui instrumen-instrumen tersebut terkadang
memunculkan isu seperti kedaulatan nasional, universalisme dan partikularisme,
gender, hak anak sampai pada isu tentang mana yang lebih penting antara hak-hak
sipil dan politik dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
HAM lahir dari hak kodrati, sedangkan hak lain lahir dari hukum positif
yang ditentukan oleh pembentukan hukum atau undang-undang dasar. Hak-hak
dasar (fundamental rights) ini yang diatur dalam konstitusi 34. Kedudukan dan
posisi hak asasi manusia merupakan hal yang sangat penting dalam suatu negara

32
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, Jakarta: SInar Grafika, 2012, hlm
199
33
Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Jilid II. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi RI. 2006. Hlm 86
34
I Dewa Gede Atmadja. Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia sesudah Perubahan
UUD 1945. Malang: Setara Press, 2012. Hlm 189

15
yang menganut sistem demokrasi, tujuan diadakannya hak asasi ialah untuk
melindungi rakyat agar tidak mendapat perilaku yang sewenang-wenang oleh
penguasa. Pada negara demokrasi tindakan sewenang-wenang sedikit banyak
tidak hanya dilakukan oleh penguasa namun hubungan hukum diantara sesama
warga negara juga memungkinkan untuk terjadinya pelanggaran terhadap hak
pada sesama manusia lainnya.
Perbandingan Hak Asasi Manusia antara Indonesia dengan Korea selatan
dapat dijabarkan bahwa Indonesia sebagai negara demokratis melihat HAM tidak
semata-mata bersifat individual melainkan terkait dengan kewajiban sosial warga
negara sehingga menurut tafsiran hukum Indonesia, HAM tidak akan dapat
dilaksanakan jika tidak disertai kewajiban asasi. Penggunaan istilah HAM juga
tidak ditemukan secara eksplisit dalam pembukaan, batang tubuh maupun
penjelasannya. Pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya
dicantumkan hak dan kewajiban warga negara. Pendapat itu didukung oleh
Mahfud MD, yaitu:
“UUD NRI Tahun 1945 tidak berbicara apapun tentang HAM universal
kecuali dua hal yaitu sila keempat Pancasila yang meletakkan asas
kemanusiaan yang adil dan beradab dan Pasal 29 yang menderivasikan
jaminan kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agama dan
beribadah. Selebihnya UUD NRI Tahun 1945 hanya berbicara tentang hak
warga negara atau HAM partikularistik. Antara HAM dan Hak Warga
Negara adalah suatu hal yang berbeda, HAM mendasarkan diri pada
paham secara kodrati manusia yang tidak bisa dipindah sedangkan hak
warga negara hanya diperoleh ketika seseorang memiliki status sebagai
warga negara. Hal ini memberi kesan bahwa Pembukaan dan batang tubuh
UUD NRI Tahun 1945 tidak memberikan perlindungan HAM tetapi lebih
memiliki keinginan untuk membatasi HAM, hanya mengenai sekadar hak
warga negara yang itupun ditentukan dalam UU yang dibuat oleh Lembaga
legislatif”35

Dimasukannya ketentuan tentang HAM kedalam beberapa pasal UUD


NRI Tahun 1945 setelah perubahan meskipun tidak terdapat istilah HAM pada
bab-bab konstitusi apabila dicermati rumusan HAM itu sebagai contoh terdapat
dalam Pasal 28 UUD 1945 setelah perubahan yang berbunyi “kemerdekaan
berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
35
Ibid., Hlm 196

16
ditetapkan dengan undang-undang” dari rumusan tersebut dapat ditafsirkan
secara tekstual bahwa HAM adalah suatu hak yang ditetapkan oleh undang-
undang dan tanpa hukum positif tidak ada HAM apabila penafsiran tekstual itu
dianut maka HAM dapat direduksi menjadi hak yang ditetapkan oleh UU36.
Dimuatnya ketentuan tentang HAM secara terbatas dan dibatasi dengan
UU mengakibatkan terjadinya reduksi oleh pembuat UU sehingga warga negara
seolah-olah mendapat sisa hak yang diambil oleh pemerintah, bukan sebaliknya
dan itu cenderung bersifat ambigu, maka dari itu perlindungan terhadap HAM
sering terjadi persoalan, dimana HAM secara pribadi dilanggar dengan alasan
yang paling dipentingkan terlebih dahulu adalah hak masyarakat sebagai satu
keesatuan yang berlindung dalam kata “kepentingan umum” sementara ukuran
kepentingan umum tidak pernah jelas seperti apa sehingga identik dengan
kepentingan pemerintah.
Korea Selatan juga merupakan suatu negara kesatuan dimana hak asasi
manusia juga diakui dan di lindungi oleh negara yang dalam penulisan ini akan
dibagi menjadi hak sipil dan hak politik serta hak ekonomi, hak sosial dan hak
budaya yang telah dijamin pada konstitusi Korea Selatan Tahun 1987, yaitu:
1. Hak sipil
1) Hak asasi
2) Hak privasi
2. Hak Politik
1) Hak untuk berunding
2) Hak kebebasan berpendapat
3) Hak pilih
3. Hak Ekonomi
1) Hak untuk memilih pekerjaan
2) Hak untuk bekerja
4. Hak Sosial
3) Hak untuk memiliki properti

4) Hak Pendidikan
36
Ibid., Hlm 194

17
5) Hak untuk hidup yang layak

6) Hak atas kesehatan

5. Hak Budaya
Perbandingan Indonesia Korea Selatan
Hak Asasi Hak Sipil dan Politik Hak Sipil
Manusia 1. Hak atas persamaan 1. Hak asasi Pasal 10
kedudukan dalam hukum 2. Hak privasi pasal
dan pemerintahan, Pasal 27 16-18
Ayat (1). Hak Politik
2. Hak berserikat dan 1. Hak untuk
berkumpul, mengeluarkan berunding Pasal 12
pikiran dengan lisan dan ayat 5
tulisan, Pasal 28. 2. Hak kebebasan
3. Hak dalam usaha berpendapat pasal 19
pembelaan negara, Pasal 30. 3. Hak pilih pasal 24
Hak ekonomi, sosial dan budaya Hak EKOSOB
1. Hak atas pekerjaan dan 1. Hak untuk memilih
penghidupan yang layak, pekerjaan Pasal 15
Pasal 27 Ayat (2). 2. Hak untuk bekerja
2. Hak memeluk dan pasal 32
beribadah sesuai dengan 3. Hak untuk memiliki
ajaran agama, Pasal 29 Ayat properti pasal 23
(2). ayat 1 dan 2
3. Hak mendapat pengajaran, 4. Hak Pendidikan
Pasal 31. pasal 31
4. Hak menikmati dan 5. Hak untuk hidup
mengembangkan yang layak pasal 34
kebudayaan nasional dan 6. Hak atas kesehatan
daerah, Pasal 32. pasal 37
5. Hak di bidang perekonomi, 7. Hak beragama Pasal
Pasal 33. 20
6. Hak fakir miskin dan anak 8. Hak berkumpul dan
terlantar dipelihara oleh berserikat Pasal 21
negara, Pasal 34. 9. Hak persamaan
didepan hukum
Pasal 27-28

4. Prosedur Perubahan Konstitusi

Prosedur Perubahan Konstitusi sebagian besar negara konstitusi


mencantumkan prosedur perubahan konstitusi dan hanya sebagian kecil negara

18
yang tidak mencantumkan prosedur perubahan tersebut dalam konstitusinya.
Obyek utama dari sebuah proses perubahan konstitusi adalah konstitusi itu
sendiri. Sehingga ketika berbicara terkait perubahan konstitusi, perlu dipahami
terlebih dahulu bentuk daripada konstitusi yang akan dirubah. Hal ini bermaksud
untuk mengetahui proses perubahan yang akan dilakukan terhadap konstitusi itu
sendiri.

Bentuk konstitusi yang pada umumnya dipahami ialah konstitusi tertulis


atau konstitusi tidak tertulis. Namun menurut C.F. Strong, pembedaan konstitusi
yang demikian merupakan pembedaan yang keliru. Dasar pembagian yang
sebenarnya dilihat dari bentuk konstitusi itu sendiri adalah apakah konstitusi itu
fleksibel ataukah kaku. Seluruh dasar pembedaan ini terletak pada apakah proses
pembuatan-hukum konstitusional sama atau tidak dengan proses pembuatan
hukum biasa.37

Konstitusi fleksibel merupakan sebuah konstitusi yang dapat diubah tanpa


melalui prosedur khusus. Pengujian konstitusi fleksibel berkisar pada persoalan
cara amandemen. Jika cara pengesahan hukum konstitusional sama dengan cara
pengesahan undang-undang biasa yang bukan termasuk karakter konstitusional,
maka konstitusi tersebut fleksibel.38 Hal ini sama saja dengan adanya kekuasaan
yang tidak terbatas dari parlemen selaku pelaksana kekuasaan legislatif.

Konstitusi kaku memerlukan prosedur khusus untuk melakukan perubahan


atau amandemen. Ciri utama konstitusi kaku justru karena adanya pembatasan
terhadap kekuasaan lembaga legislatif oleh sesuatu hal di luar kekuasaan
lembaga itu. Dalam hal perubahan konstitusi, metode utama untuk melakukan
amandemen konstitusional terhadap konstitusi kaku ada empat cara: pertama,
amandemen yang dilaksanakan oleh lembaga legislatif menurut batasan-batasan
istimewa; kedua, amandemen yang dilaksanakan oleh rakyat melalui referendum;
ketiga, amandemen konstitusional khusus negara federal yang perubahannya
37
C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, Nusa Media, Bandung, Ctk.
Sepuluh, hlm.
90.
38
Ibid.hlm. 189

19
wajib disetujui oleh sebagian atau seluruh unit federasi; dan keempat,
amandemen yang dilakukan dengan konvensi-konvensi istimewa untuk tujuan
itu.39

Melakukan suatu peubahan konstitusi, pada dasarnya tidak hanya


dilakukan melalui suatu proses amandemen. K.C.Wheare mengatakan bahwa
perubahan konstitusi sulit untuk digambarkan atau dinilai, terutama karena ia
tidak statis. Cara-cara perubahan konstitusi dapat dilakukan melalui mekanisme
proses amandemen formal, mekanisme proses keputusan yudisial, dan melalui
terbentuknya adat dan kebiasaan.40

Secara umum, proses amandemen dalam sebagian besar konstitusi modern


dimaksudkan untuk melindungi satu atau lebih dari empat tujuan berikut:
pertama, konstitusi hanya boleh diubah dengan pertimbangan yang matang, dan
bukan karena alasan sederhana atau secara serampangan; kedua, rakyat mesti
diberi kesempatan mengemukakan pendapat mereka sebelum dilakukan
perubahan; ketiga, dalam sistem federal, kekuasaan unit-unit dan pemerintah
pusat tidak bisa diubah oleh satu pihak; keempat, hak individu atau masyarakat –
misalnya, hak minoritas bahasa, agama, atau kebudayaan – mesti dilindungi.
Dalam sebagian konstitusi, hanya satu dari pertimbangan diatas yang
diperhatikan; dalam konstitusi lain dua atau tiga bahkan keempatnya
diperhatikan. Bisa jadi ada beberapa konstitusi yang “kaku” yang proses
amandemennya tidak bisa dijelaskan secara substansial oleh satu atau lebih dari
keempat pertimbangan diatas.41

2.1. Prosedur Perubahan Konstitusi Negara Indonesia

Perubahan konstitusi di Indonesia diatur dalam Pasal 37 UUD NKRI


Tahun 1945. Dalam pasal tersebut dijelaskan terkait pihak yang diberi
kewenangan, aturan dalam melakukan perubahan, serta larangan dalam proses
perubahan. Jika dikaitkan dengan cara perubahannya maka UUD NKRI Tahun
39
Ibid. hlm. 209
40
K.C. Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern, Pustaka Eureka, Surabaya, 2005, hlm. 129.
41
bid. hlm. 132.

20
1945 dapat dimasukan sebagai undang-undang dasar yang kaku, sebab untuk
mengubahnya tidak dapat dilakukan dengan cara perubahan undang-undang
biasa.42

Hal ini di karenakan bahwa usulan perubahan Undang-Undang Dasar


dalam proses sidang yang diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari anggota
Majelis Permusyawaran Rakyat. Selain perubahan untuk mengubah Undang-
Undang Dasar, harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Sedangkan untuk mengubah Undang-Undang Dasar
dilakukan dengan persetujuan dari sekurang-kurangnya lima puluh persen
ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawatan Rakyat.

2.2. Prosedur Perubahan Konstitusi di Korea Selatan

Kata constitution berasal dari kata bahasa latin “constitutiones” yang


berarti peraturan dan ketentuan atau dari kata “constitutum” yang berati Undang-
Undang, hukum dekrit atau keputusan. Sementara itu, dibeberapa negara Eropa
Kontinental (Belanda dan Belgia) digunakan istilah Grondwet = Undang-Undang
Dasar.

Istilah constitutie dijumpai juga dalam bahasa Belanda yang diberi arti
Undang-Undang Dasar. Sementara dalam bahasa jerman disebut Grundgesetz
(Grund = Dasar dan Geset = Hukum atau Undang-Undang). Demikian pula dalam
bahasa Perancis dibedakan antara Droit Constitutionnelle dan Loi
Constitutionelle.43 Istilah pertama identik dengan pengertian konstitusi sedangkan
yang kedua adalah Undang-Undang Dasar dalam arti yang tertuang dalam naskah
tertulis.

Perubahan atas konstitusi Korea Selatan yang terdapat dalam Pasal 128, Pasal
129, dan Pasal 130, berbunyi bahwa perubahan konstitusi, dalam proses
mengamendemenkan konstitusi mayoritas dari anggota Majelis Nasional atau Presiden

42
Mahfud MD, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,
2001, hlm.141.
43
Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung, hlm. 9-10

21
mengajukan usulan amandemen terhadap konstitusi sebelum dihadapkan ke publik oleh
Presiden selama dua puluh hari atau lebih. Majelis Nasional dalam memutuskan
amandemen yang sudah diajukan dalam waktu enam puluh hari setelah pengumuman
publik, dan Majelis Nasional membutuhkan waktu untuk mendapatkan suara serentak
dari dua pertiga atau lebih dari anggota Majelis Nasional. Setela amandemen diusulkan
untuk konstitusi harus menyerahkan kepada refendum nasional selambat-lambatnya tiga
puluh hari setelahnya akan ditentukan oleh lebih dari setengah semua suara yang
diberikan oleh lebih dari setengah pemilih berhak untuk memilih dalam pemilihan
anggota Majelis Nasional. Ketika amandemen yang di udsulkan ke konstitusi menerima
persetujuan yang ditentukan dalam ayat (2), amandemen konstitusi harus
meneyelesakan, dan Presiden harus mengumumkan tanpa penundaan.

PERBANDINGAN INDONESIA KOREA SELATAN


Prosedur Perubahan  Pasal 37 UUD NKRI  Pasal 128
Konstitusi Tahun 1945. 1. A proposal to amend
Perubahan Undang- the Constitution
Undang Dasar dalam shall be introduced
proses sidang yang either by a majority
diajukan oleh sekurang- of the total members
kurangnya 1/3 dari of the Nationals
anggota Majelis Assembly or by the
Permusyawaran Rakyat. President.
Selain perubahan untuk 2. Amendments to the
mengubah Undang- Constitution for the
Undang Dasar, harus extension of the term
dihadiri oleh sekurang- of office of the
kurangnya 2/3 dari President or for a
anggota Majelis change allowing for
Permusyawaratan the reelection of the
Rakyat. Sedangkan untuk President shall not
mengubah Undang- be effective for the
Undang Dasar dilakukan President in office at
dengan persetujuan dari the time of the
sekurang-kurangnya lima proposal for such
puluh persen ditambah amendments to the
satu anggota dari seluruh Constitution.
anggota Majelis Amendments to the
Permusyawatan Rakyat. Constitution for the
extension of the term
of office of the
President or for a

22
change allowing for
the reelection of the
President shall not
be effective for the
President in office at
the time of the
proposal for such
amendments to the
Constitution.
 Pasal 129
Proposed amendments
to the Constitution
shall be put before the
public by the President
for twenty days or
more.
 Pasal 130
1. The National
Assembly shall
decide upon the
proposed
amendments within
sixty days of the
public
announcement, and
passage by the
National Assembly
shall require the
concurrent vote of
two thirds of the total
members of the
National Assembly.
2. The proposed
amendments to the
Constitution shall be
submitted to a
national referendum
not later than thirty
days after passage by
the National
Assembly, and shall
be determined by
more than one half of
all votes cast by
more than one half of
voters eligible to vote

23
in elections for
members of the
National Assembly.
When the proposed
amendments to the
Constitution receive the
concurrence prescribed in
Paragraph (2), the
amendments to the
Constitution shall be
finalized, and the
President shall
promulgate it without
delay.

C. KESIMPULAN
Korea Selatan dan Indonesia memiliki kesamaan bentuk negara yaitu
Republik. Dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintahan yang mempunyai
kekuasaan dan wewenang tertinggi dalam melaksanakan pemerintahan. Sistem
pemerintahan Korea Selatan menggunakan sistem presidensial campuran dengan
demokrasi liberal, dimana keputusan dalam setiap urusan di musyawarahkan oleh
Majelis Nasional dan diambil dengan suara terbanyak. Kekuasaan legislatif di
pegang oleh Majelis Nasional, sebuah lembaga legislatif dengan sistem
unikameral. Sedangkan Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil dan
kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, di Indonesia kekuasaan legislatif
dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Muatan Hak asasi Indonesia
dan Korea Selatan juga mengatur mengenai hak sipil dan politik serta hak
ekonomi, sosial dan budaya. Mengenai konstitusi Indonesia dan Korea Selatan
kedua negara tersebut memiliki konstitusi yang rigid, dikatakan rigid karena
perubahan mensyaratkan tata cara khusus yang berbeda dengan perubahan
undang-undang. Tata cara khusus yang berbeda tersebut dalam makna syarat yang
sulit dari perubahan undang-undang biasa.

DAFTAR PUSTAKA
Abu Daud Busroh. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara. 2010.

24
Anwar C. Teori dan Hukum Konstitusi Paradigma Kedaulatan dalam UUD 1945
(Pasca perubahan). Implikasi dan Implementasi pada Lembaga Negara.
2011. Malang: Intrans Publishing.
C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, Nusa Media, Bandung, Ctk.
Sepuluh.
C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Kajian Tentang Sejarah dan
Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia, Terjemahan SPA Teamwork, (Bandung:
Nuansa-Nusamedia, 2004).
Ellydar Chaidir dan Sudi Fahmi, Hukum Perbandingan Konstitusi, (Yogyakarta:
Total Media, 2010).
Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik, (Bandung:
Fokusmedia, 2007).
Gunawan A Tahuda, Komisi Negara Independen, Genta Press, Yogyakarta, 2012.
I Dewa Gede Atmadja. Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia
sesudah Perubahan UUD 1945. Malang: Setara Press, 2012.
Jimly Asshiddqie., Pengantar Hukum Tata Neagara , (Jakarta:Raja Grafindo
Persada, 2013).
Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Jilid II. Jakarta: Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. 2006.
K.C. Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern, Pustaka Eureka, Surabaya, 2005.
Nita Ariyani. Perbandingan Konstitusi Negara Indonesia Dengan Negara Swiss
Berdasarkan Prosedur Perubahan Konstitusi, Bentuk.Jurnal Kosmik
Hukum Vol. 17 No.2 Juni 2017.
Mahfud MD, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,
2001.
Soehino, Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty. 1996.
Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara.1983.
Soewargo K, Latar Belakang, Sejarah Dan Perkembangan Hak-Hak Asasi
Manusia. Jurnal Mimbar Hukum Tahun 1992.

25
Soewoto Mulyosudarmo, Pembaharuan Ketatanegaraan Melalui Perubahan
Konstitusi, (Malang: Asosiasi Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur dan
In-TRANS, 2004).
Sri Soemantri, prosedur dan perubahan konstitusi, dalam Dahlan Thaib, Jazim
Hamidi, Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi (Jakarta:Raja
Grafindo Persada, 2012).
Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung.
Artikel dan Jurnal
Menurut Jimly Assiddqie, BPK termasuk dalam organ negara cabang kekuasaan
legeslatif hal ini dikaranakan fungsi pengawasan terhadap kenuangan
yang melekat pada BPK, Jimly, Jimly Assiddiqie, Struktur
Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945,
Maklah, Disampaikan pada seminar pembangunan hukum nasional VIII,
yang di selenggrakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI, Denpasar: 14-18
Juli 2003.
Kekuasaan Eksekutif dalam kontitusi Republik Korea Seatan termuat dalam bab
IV, yang terdiri dari 2 bgian, pertama Presiden, Kedua cabang eksekuti
yang terdiri dari sub baigian pertama Perdana Menteri, subbagian kedua
Dewan Negara, subbagian ketiga kmentrian eksekutif

26

Anda mungkin juga menyukai