Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara yaitu suatu tempat yang di dalamnya di diami oleh banyak orang yang mempunyai
tujuan hidup yang bermacam-macam dan berbeda-beda antara satu orang dengan orang yang
lain. Suatu tempat dapat disebut dengan Negara jika mempunyai 3 unsur terpenting yang
harus ada didalamnya yaitu wilayah, pemerintah,rakyat
Ketiga unsur tersebut harus ada dalam suatu Negara. Jika salah satu dari unsur tersebut
tidak ada maka tempat tersebut tidak dapat dinamakan Negara. Ketiga unsur tersebut saling
melengkapi dalam suatu Negara. Unsur yang lainnya yang juga harus dimiliki oleh suatu
Negara adalah pengakuan dari Negara lain. Pengakuan dari Negara lain harus dimiliki oleh
suatu Negara supaya keberadaan Negara tersebut diakui oleh Negara-negara lain.
Setelah suatu Negara terbentuk maka Negara tersebut berhak membentuk undang-undang
atau konstitusi.Konstitusi di Indonesia sudah ada sejak zaman dahulu bahkan sebelum
kemerdekaan Indonesia, konstitusi telah ada yang berfungsi mengatur kehidupan
bermasyarakat yang disebut dengan adat istiadat yang ada karena kesepakatan dari suatu
masyarakat yang terlahir dan dipakai sebagai pengatur kehidupan bermasyarakat.Adat istiadat
mempunyai suatu hukum yang dinamakan hukum adat. Pada jaman dahulu walaupun belum
ada undang-undangseperti halnya sekarang, tetapi kehidupan masyarakat sudah diatur dengan
adat istiadat dan yang melanggar adat istiadat akan dikenakan suatu hukum yang telah
masyarakat setempat sepakati yaitu hukum adat.
Dalam reformasi menuntut dilakukannya amandemen atau mengubah UUD 1945 karena
yang menjadi causa prima penyebab tragedi nasional mulai dari gagalnya suksesi
kepemimpinan yang berlanjut kepada krisis sosial-politik, bobroknya managemen negara
yang mereproduksi KKN, hancurnya nilai-nilai rasa keadilan rakyat dan tidak adanya
kepastian hukum akibat telah dikooptasi kekuasaan adalah UUD Republik Indonesia 1945.
Itu terjadi karena fundamen ketatanegaraan yang dibangun dalam UUD 1945 bukanlah
bangunan yang demokratis yang secara jelas dan tegas diatur dalam pasal-pasal dan juga
terlalu menyerahkan sepenuhnya jalannya proses pemerintahan kepada penyelenggara
negara. Akibatnya dalam penerapannya kemudian bergantung pada penafsiran siapa yang
berkuasalah yang lebih banyak untuk legitimasi dan kepentingan kekuasaannya. Dari dua kali
kepemimpinan nasional rezim orde lama (1959 1966) dan orde baru (1966 1998) telah

membuktikan hal itu, sehingga siapapun yang berkuasa dengan masih menggunakan UUD
yang all size itu akan berperilaku sama dengan penguasa sebelumnya.
Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah
mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada
hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai kontrak sosial baru antara
warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam
sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya
perubahan sistem dan kondisi negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis
dengan relasi lembaga negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi
menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat
menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa.
Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen
bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945. Bagaimana
cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya serta dalam situasi
seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik dan terpenting dari
proses perubahan konstitusi itu. Karena dari sini akan dapat terlihat apakah hasil dicapai telah
merepresentasikan kehendak warga masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi
pembentukan wajah Indonesia kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis,
sesuai dengan nilai keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan negara ?
2. Apa pengertian dan klasifikasi dari konstitusi ?
3. Bagaimana hubungan anatara Negara dan Konstitusi ?
C. Tujuan
Dapat mengetahui tentang sistem negara dan konstitusi Negara Indonesia. Lalu dapat
mengetahui sistem konstitusi

BAB II
PEMBAHASAN
1.1

Pengertian Negara

Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok


manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui
adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau
beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya. Secara umum negara dapat diartikan
sebagai suatu organisasi utama yang ada di dalam suatu wilayah karena memiliki
pemerintahan yang berwenang dan mampu untuk turut campur dalam banyak hal dalam
bidang

organisasi-organisasi

lainnya.

1.

Terdapat beberapa elemen yang berperan dalam membentuk suatu negara, yaitu:
Masyarakat
Masyarakat atau rakyat merupakan suatu individu yang berkepentingan dalam suksesnya

2.

suatu tatanan dalam pemerintahan.


Wilayah
Suatu negara tidak dapat berdiri tanpa adanya suatu wilayah. Disamping pentingnya unsur
wilayah dengan batas-batas yang jelas, penting pula keadaan khusus wilayah yang

3.

bersangkutan
Pemerintahan
Pemerintahan memiliki kekuasaan atas semua anggota masyarakat yang merupakan
penduduk suatu negara dan berada dalam wilayah negara. Ada empat macam teori mengenai
suatu kedaulatan, yaitu teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan hukum dan

4.

2.2

kedaulatan rakyat.
Pengakuan Internasional (secara de facto maupun de jure)

Pengertian Konstitusi
Kata Konstitusi berarti pembentukan, berasal dari kata kerja yaitu constituer
(Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi
mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang
negara. Belanda menggunakan istilah Grondwet yaitu berarti suatu undang-undang yang
menjadi dasar dari segala hukum.
Konstitusi pada umumnya bersifat kondifaksi yaitu sebuah dokumen yang berisian
aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam
pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen
tertulis (formal). Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus
diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan,
kebijakan dan distibusi maupun alokasi. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok
(fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara. Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu
konstitusi tertulis (Written Constitution) dan konstitusi tidak tertulis (Unwritten Constitution).

Ini diartikan seperti halnya Hukum Tertulis (geschreven Recht) yang termuat dalam
undang-undang dan Hukum Tidak Tertulis (ongeschreven recht) yang berdasar adat
kebiasaan.
Pada umumnya hukum bertujuan untuk mengadakan tata tertib untuk keselamatan
masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah
masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari
hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat
dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri. Konstitusi juga memiliki tujuan yang hampir sama
deengan hukum, namun tujuan dari konstitusi lebih terkait dengan:
1. Berbagai lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya masing-masing.
2. Hubungan antar lembaga negara.
3. Hubungan antar lembaga negara (pemerintah) dengan warga negara (rakyat).
4. Adanya jaminan atas hak asasi manusia.
5. Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan jaman.
Semakin banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam suatu konstitusi tidak menjamin
bahwa konstitusi tersebut baik. Di dalam praktekna, banyak negara yang memiliki lembagalembaga yang tidak tercantum di dalam konstitusi namun memiliki peranan yang tidak kalah
penting dengan lembaga-lembaga yang terdapat di dalam konstitusi. Bahkan terdapat hak-hak
asasi manusia yang diatur diluar konstitusi mendapat perlindungan lebih baik dibandingkan
dengan yang diatur di dalam konstitusi. Dengan demikian banyak negara yang memiliki
aturan-aturan tertulis di luar konstitusi yang memiliki kekuatan yang sama denga pasal-pasal
yang terdapat pada konstitusi.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas
kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu
menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika
yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya
suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang
merupakan kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya.
Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan
berlakunya suatu konstitusi. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan
Parlementer (President Executive and Parliamentary Executive Constitution), oleh Sri
Soemantri, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) tidak termasuk kedalam golongan
konstitusi Pemerintahan Presidensial maupun pemerintahan Parlementer . Hal ini dikarenakan
di dalam tubuh UUD 45 mengndung ciri-ciri pemerintahan presidensial dan ciri-ciri

pemerintahan parlementer. Oleh sebab itu menurut Sri Soemantri di Indonesia menganut
sistem konstitusi campuran.
Dalam buku K.C. Wheare Modern Constitution (1975) mengklasifikasi konstitusi
sebagai berikut:
1) Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis (written constitution and unwritten
constitution)
2) Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid constitution). Konstitusi
fleksibelitas merupakan konstitusi yang memiliki ciri-ciri pokok:
o Sifat elastis, artinya dapat disesuaikan dengan mudah .
o Dinyatakan dan dilakukan perubahan adalah mudah seperti mengubah undang- undang.

3) Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi (Supreme and not

supreme constitution). Konstitusi derajat tinggi, konstitusi yang mempunyai kedudukan


tertinggi dalam negara (tingkatan peraturan perundang-undangan). Konstitusi tidak derajat
tinggi adalah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan seperti yang pertama.
4) Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and Unitary Constitution).
Bentuk negara akan sangat menentukan konstitusi negara yang bersangkutan. Dalam
suatu negara serikat terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintah federal (Pusat) dengan
negara-negara bagian. Hal itu diatur di dalam konstitusinya. Pembagian kekuasaan seperti itu
tidak diatur dalam konstitusi negara kesatuan, karena pada dasarnya semua kekuasaan berada
di tangan pemerintah pusat.
5) Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive
and Parliamentary Executive Constitution).
Dalam sistem pemerintahan presidensial (strong) terdapat ciri-ciri antara lain:
1.

Presiden memiliki kekuasaan nominal sebagai kepala negara, tetapi juga memiliki

kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan.


2. Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih.
3. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat memerintahkan
pemilihan umum.

Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas
kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu
menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat.
Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku
tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power
yang merupakan kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya.
Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan
berlakunya suatu konstitusi.
Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ pemerintahan
yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian constituent power berkaitan pula
dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang lebih
tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu
sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau
peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku
universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah UndangUndang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh
bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Dengan ciri-ciri konstitusi yang disebutkan oleh Wheare Konstitusi Pemerintahan
Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and Parliamentary
Executive Constitution), oleh Sri Soemantri, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) tidak
termasuk kedalam golongan konstitusi Pemerintahan Presidensial maupun pemerintahan
Parlementer . Hal ini dikarenakan di dalam tubuh UUD 45 mengndung ciri-ciri pemerintahan
presidensial dan ciri-ciri pemerintahan parlementer. Oleh sebab itu menurut Sri Soemantri di
Indonesia menganut sistem konstitusi campuran.
Sejarah Lahirnya Konstitusi di Indonesia
Sebagai negara yang berdasarkan hukum, tentu saja Indonesia memiliki konstitusi yang
dikenal dengan Undang-undang Dasar 1945. Eksistensi Undang-undang Dasar 1945 sebagai
konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang sangat panjang hingga akhirnya diterima
sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia. Dalam sejarahnya,
Undang-undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945sampai 16 Juni 1945 oleh Badan

Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggotakan


21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang
anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing
1 wakil dari Kalimantan,Maluku, dan Sunda Kecil. Badan tersebut (BPUPKI) ditetapkan
berdasarkan Maklumat Gunseikan Nomor 23 bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika
pada 29 April 1945 (Malian, 2001: 59). Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang
bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka yang kemudian dikenal dengan nama
Undang-undang Dasar 1945 (UUD45). Para tokoh perumus itu antara lain dr. Radjiman
Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran
Soerjohamidjojo, Soetarjo Kartomidjojo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap
Tjwan Bing, Dr. Mohammad Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas
(Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr.
Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH. Hamidan (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul
Wachid Hasyim, dan Mr. Mohammad Hassan (Sumatra).
Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD 1945) bermula dari janji Jepang
untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari. Janji
tersebut antara lain berisi sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan Asia
Timur Raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia
dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Tentara Dai Nipon serentak
menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk
mengakhiri kekuasaan pemerintahan Belanda.
Sejak saat itu, Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara
muda serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua
bidang, sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri
sebagai bangsa Asia Timur Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah
penjajah yang selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa
Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur tentara sekutu, Jepang tak lagi ingat
akan janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia
lebih bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai
saat kemerdekaan tiba.
Setelah kemerdekaan diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya
tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan. Sehingga lengkaplah
Indonesia menjadi sebuah negara yang berdaulat. Pada tanggal 18 Agustus 1945
atau sehari setelah ikrar kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa


keputusan sebagai berikut:
1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari
Rancangan Undang-Undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22
Juni 1945;
2. Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya
diambil dari RUU yang disusun oleh Panitia Perancang UUD tanggal 16 Juni 1945;
3. Memilih ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir.Soekarno sebagai Presiden
dan wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil Presiden;
4. Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional;
Dengan terpilihnya Presiden dan wakilnya atas dasar Undang-undang Dasar 1945
itu, maka secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah negara, sebab syarat
yang lazim diperlukan oleh setiap negara telah ada yaitu adanya:
a. Rakyat, yaitu warga negara Indonesia;
b. Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari Sabang hingga
Merauke yang terdiri dari 13.500 buah pulau besar dan kecil; c. Kedaulatan yaitu sejak
mengucap proklamasi kemerdekaan Indonesia;
d. Pemerintah yaitu sejak terpilihnya Presiden dan wakilnya sebagai pucuk
pimpinan pemerintahan negara;
e. Tujuan negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila;
f. Bentuk negara yaitu negara kesatuan.
Perubahan Konstitusi
Perubahan konstitusi merupakan suatu hal yang menjadi perdebatan panjang,
terutama berkaitan dengan hasil-hasil yang diperoleh dari proses perubahan itu
sendiri. apakah hasil perubahan itu mengganti konstitusi yang lama ataukah hasil
perubahan itu tidak menghilangkan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari konstitusi yang lama.
Dalam sistem ketatanegaraan modern, paling tidak ada dua sistem yang
berkembang dalam perubahan konstitusi yaitu renewal (pembaharuan) dianut di
negara-negara Eropa Kontinental dan amandement (perubahan) seperti dianut di
negara-negara Anglo-Saxon. Sistem perubahan konstitusi dengan model renewal
merupakan perubahan konstitusi secara keseluruhan sehingga yang diberlakukan

adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan. Di antara negara yang menganut
sistem ini antara lain Belanda, Jerman, dan Perancis.
Sedangkan perubahan yang menganut sistem amandement, adalah apabila suatu
konstitusi diubah (di-amandement), maka konstitusi yang asli tetap berlaku.
Dengan kata lain hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau lampiran yang
menyertai konstitusi awal. Di antara negara yang menganut sistem ini antara lain
adalah Amerika Serikat.
Adapun cara yang dapat digunakan untuk mengubah Undang-Undang Dasar atau
konstitusi melalui jalan penafsiran, menurut K.C. Wheare ada 4 (empat) macam
cara, yaitu melalui:
1. Beberapa kekuatan yang bersifat primer (some primary forces);
2. Perubahan yang diatur dalam konstitusi (formal amandement);
3. Penafsiran secara hukum (judicial interpretation);
4. Kebiasaan yang terdapat bidang ketatanegaraan (usage and convention).
Sementara itu, menurut Miriam Budiardjo, ada 4 (empat) macam prosedur dalam
perubahan konstitusi, yaitu:
1. Sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat, misalnya dapat
ditetapkan quorum untuk sidang yang membicarakan usul perubahan undangundang
dasar dan jumlah minimum anggota badan legislatif untuk menerimanya;
2. Referendum atau plebisit;
3. Negara-negara bagian dalam negara federal (misal Amerika Serikat; dari 50
negara-negara bagian harus menyetujui);
4. Musyawarah khusus (special convention). Pendapat yang hampir sama diungkapkan oleh
C.F. Strong. Ia mengatakan bahwa
prosedur perubahan konstitusi ada 4 (empat) macam cara perubahan, yaitu:
1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan
tetapi menurut pembatasan-pembatasan tertentu;
2. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh rakyat melalui suatu referendum;
3. Perubahan konstitusi dan ini berlaku dalam negara serikat yang dilakukan oleh
sejumlah negara-negara bagian;
4. Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh
suatu lembaga negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Kelsen yang menurutnya perubahan konstitusi
dapat dilakukan dengan 2 model, yaitu:

1. Perubahan yang dilakukan di luar kompetensi organ legislatif biasa yang


dilembagakan oleh konstitusi tersebut, yaitu suatu organ khusus yang hanya
kompeten untuk mengadakan perubahan-perubahan konstitusi;
2. Dalam sebuah negara federal, suatu perubahan konstitusi bisa jadi harus disetujui
oleh dewan perwakilan rakyat dari sejumlah negara anggota tertentu.
Perubahan Konstitusi di Indonesia
Dalam Undang-undang Dasar 1945, terdapat satu pasal yang berkenaan dengan
cara perubahan UUD, yaitu Pasal 37 yang menyebutkan:
(1) Untuk mengubah UUD sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota MPR
harus hadir;
(2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota
yang hadir.
Pasal tersebut mengandung tiga norma, yaitu:
1. Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai lembaga tertinggi
negara;
2. Bahwa untuk mengubah UUD, kuorum yang harus dipenuhi sekurang-kurangnya
adalah 2/3 dari seluruh jumlah anggota MPR;
3. Bahwa putusan tentang perubahan UUD adalah sah apabila disetujui oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota MPR yang hadir.
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 37 ini, jika dihadapkan pada klasifikasi yang
disampaikan oleh K.C. Wheare, merupakan bentuk konstitusi bersifat tegar,
karena selain tata cara perubahannya yang tergolong sulit, juga karena
dibutuhkannya suatu prosedur khusus yakni dengan cara by the people through a
referendum. Kesulitan perubahan tersebut tampak semakin jelas di dalam praktik
ketatanegaraan Indonesia, dengan diberlakukannya Ketetapan MPR No.
IV/MPR/1983 jo UU No. 5 Tahun 1985 yang mengatur tentang Referendum.
Akan tetapi kesulitan perubahan konstitusi tersebut, menurut K.C. Wheare
memiliki motif-motif tersendiri, yaitu:
1. Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak
secara serampangan dan dengan sadar (dikehendaki);
2. Agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya sebelum
perubahan dilakukan;
3. Agar dan ini berlaku di negara serikat kekuasaan negara serikat dan kekuasaan

negara-negara bagian tidak diubah semata-mata oleh perbuatan-perbuatan


masing-masing pihak secara tersendiri;
4. Agar hak-hak perseorangan atau kelompok seperti kelompok minoritas agama atau
kebudayaannya mendapat jaminan.
Melihat realitas dan kondisi UUD 1945, terutama dengan mengacu pada Pasal 37,
sekalipun termasuk dalam kategori konstitusi yang sulit dilakukan perubahan,
tetapi sebenarnya terdapat peluang dan kemungkinan dilakukannya perubahan
terhadap UUD 1945. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah apakah
perubahan itu bersifat total (renewal) ataukah hanya amandemen.
Sebagian pakar ketatanegaraan menghendaki perubahan UUD 1945 dilakukan
secara total yakni membentuk konstitusi baru yang menggantikan UUD 1945.
Kelompok ini berargumentasi bahwa UUD 1945 isinya sudah tidak sesuai dengan
kondisi politik dan ketatanegaraan di Indonesia, sehingga dibutuhkan konstitusi
baru pengganti UUD 1945.
Sementara sebagian pakar lainnya menghendaki UUD 1945 tetap dipertahankan
dan hanya dilakukan amandemen pasal-pasal yang tidak sesuai dan menambahkan
dengan pasal-pasal yang baru. Pendapat kelompok ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa dalam UUD 1945 terdapat pembukaan yang jika pembukaan
itu diubah, maka itu berarti mengubah konsensus politik tertinggi. Bahkan ada
pendapat lain yang ekstrim yang menguatkan perlunya sistem amandemen
dilakukan terhadap UUD 1945 adalah jika pembukaan diubah, maka pada
dasarnya tindakan itu telah membubarkan negara Indonesia yang diproklamasikan
pada 17 Agustus 1945. Dengan argumentasi ini, maka yang paling mungkin adalah
melakukan perubahan UUD 1945 dengan sistem amandemen seperti yang
dilakukan di Amerika Serikat.

2.3. Hubungan Antara Negara Dan Konstitusi Di Indonesia


Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang merupakan norma tertinggi.
Sebagai dasar negara, Pancasila dapat disebut norma dasar, norma pertama, norma
fundamental negara, atau pokok kaidah negara yang fundamental dan cita hukum yang
menjadi sumber pembentukan konstitusi. Konstitusi yang merupakan norma hukum di bawah

dasar negara bersumber dan berdasar pada dasar negara ini, meliputi hukum dasar tertulis,
yaitu undangundang dasar, serta hukum dasar tidak tertulis, yaitu konvensi. Penjelasan atau
penjabaran (perwujudan) dasar negara ke dalam aturan hukum yang pertamatama dilakukan
melalui konstitusi. Hubungan dasar negara Pancasila dengan konstitusi UUD 1945 dapat
dilihat pada Pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuh UUD 1945. Pembukaan UUD 1945
yang menunjukkan suasana kebatinan negara memuat asas kerohanian negara, asas politik
negara, asas tujuan negara, dan dasar hukum pada undangundang dengan pokok-pokok
pikiran sebagai berikut.
a.

Pokok pikiran persatuan yang merupakan perwujudan dari sila ketiga Pancasila, yaitu

Persatuan Indonesia, memiliki pengertian bahwa Negara melindungi segenap bangsa


Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Jadi, negara mengatasi segala paham
golongan dan paham perseorangan. Dengan demikian, negara menghendaki persatuan
meliputi segenap bangsa Indonesia.
b.

Pokok pikiran keadilan sosial yang merupakan perwujudan dari sila kelima Pancasila,

yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, memiliki pengertian bahwa negara
bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat dalam rangka mewujudkan
negara yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur dengan memajukan kesejahteraan umum.
c.

Pokok pikiran kedaulatan rakyat yang merupakan perwujuan dari sila keempat Pancasila,

yaitu

Kerakyatan

yang

Dipimpin

oleh

Hikmah

Kebijaksanaan

dalam

Permusyawaratan/Perwakilan, memiliki pengertian Negara berkedaulatan rakyat berdasarkan


atas kerakyatan dan permusyawaratan/ perwakilan. Oleh karena itu, negara memiliki sistem
pemerintahan demokrasi Pancasila.
d. Pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
yang merupakan perwujudan dari sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
serta sila kedua Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mengandung
pengertian negara menjunjung tinggi semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara untuk memilihara budi
pekerti yang luhur dan teguh dalam memegang cita-cita moral rakyat yang luhur.

Sistem Politik Indonesia

A. Pengertian Sistem, Politik, dan Sistem Politik


a. Sistem
Sistem menurut pamudji (1981:4) merupakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang
komplek atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang
membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau utuh. Sistem juga dapat
diartikan sebagai kerjasama suatu kelompok yang saling berkaitan secara utuh, apabila suatu
bagian terganggu maka bagian yang lain akan merasakan kendalanya. Namun, apabila terjadi
kerjasama maka akan tercipta hubungan yang sinergis yang kuat. Pemerintah Indonesia
adalah suatu contoh sistem, anak cabangnya adalah sistem pemerintahan daerah, kemudian
seterusnya sampai sistem pemerintahan desa dan kelurahan.

b. Politik
Politik dalam bahasa arabnya disebut siyasyah yang kemudian diterjemahkan menjadi
siasat, atau dalam bahasa inggrisnya politics . asal mula kata politik itu sendiri berasal dari
kata polis yang berarti negara kota, dengan politik berarti ada hubungan khusus antara
manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan dan pada
akhirnya kekuasaan. Tetapi politik juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, dan
kekuasaan pemerintah.
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar-dasar
pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut
tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai
politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.
Politik adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan dapat dikatakan
sebagai seni, disebut sebagai seni karena banyak beberapa para politikus yang tanpa
pendidikan ilmu politik tetapi mampu berkiat memiliki bakat yang dibawa sejak lahir dari
naluri sanubarinya, sehingga dengan kharismatik menjalankan roda politik pemerintahan.

Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam
rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama
masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
c. Sistem Politik
Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi yang
bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara). Ada beberapa definisi mengenai
sistem politik, diantaranya :

Menurut Almond, Sistem Politik adalah interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang

merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi.

Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan

hubungan antara manusia yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh,
kekuasaan, ataupun wewenang.

Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip yang

membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan
serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau
kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.

Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja

seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan
menunjukkan suatu proses yang langggeng.
Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau peranan
dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukan suatu proses yang
langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan datang).

B. Pengertian Sistem Politik Indonesia


Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan
dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses

penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan


penyusunan skala prioritasnya.
Sistem politik Indonesia dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa dan mencapai tujuan
nasional maka harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam menyelenggarkan
politik negara, yaitu keseluruhan penyelenggaraan politik dengan memanfaatkan dan
mendayagunakan segala kemampuan aparatur negara serta segenap daya dan dana demi
tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas negara sebagaimana yang ditetapkan
dalam UUD 1945.
Sebagai suatu sistem, sistem politik terdiri atas berbagai sub sistem antara lain sistem
kepartaian, sistem pemilihan umum, sistem budaya politik dan sistem peradaban politik
lainnya. Dalam eksistensinya sistem politik akan terus berkembang sesuai dengan
perkembangan tugas dan fungsi pemerintahan serta perubahan dan perkembangan yang ada
dalam faktor lingkungan.
Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara
( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusankeputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya
kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan
terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud
suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di
Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan
membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan
(Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik,
Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur
politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan
dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi
masyarakat diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan
kehendak rakyat.

Di Indonesia, sistem politik yang dianut adalah sistem politik demokrasi pancasila yakni
sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur dan kelembagaan yang
demokratis. Adapun prinsip-prinsip sistem politik demokrasi di Indonesia antara lain:
1. pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berada pada badan yang
berbeda
2. Negara berdasarkan atas hukum
3. Pemerintah berdasarkan konstitusi
4. jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu
5. pemerintahan mayoritas
6. pemilu yang bebas
7. parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya
Sebagai suatu sistem, prinsip-prinsip ini saling berhubungan satu sama lain. Sistem politik
demokrasi akan rusak jika salah satu komponen tidak berjalan atau ditiadakan. Contohnya,
suatu negara sulit disebut demokrasi apabila hanya ada satu partai politik. Dengan satu partai,
rakyat tidak ada pilihan lain sehingga tidak ada pengakuan akan kebebasan rakyat dalam
berserikat, berkumpul dan mengemukakan pilihannya secara bebas. Dengan demikian
berjalannya satu prinsip demokrasi akan berpengaruh pada prinsip lainnya.
Kenyataan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, tidak perlu diragukan lagi
kebenarannya. Tetapi fakta bahwa banyak masyarakat yang justru merasa tertindas oleh
pemerintahannya sendiri. Masalah ketidakadilan pemerintah menjadi persoalan yang memicu
disintegrasi bangsa karenanya sistem politik Indonesia diharapkan merupakan penjabaran
nilai-nilai luhur pancasila dalam keseluruhan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah,
pembangunan dan kemasyarakatan, dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

C. Sistem Politik di Indonesia

Sistem politik Indonesia berdasar pada ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. sistem politik
Indonesia mengalami banyak perubahan setelah ada amandemen terhadap UUD 1945.
amandemen terakhir atas UUD 1945 dilakukan pada tahun 2002. Perbandingan sistem politik
Indonesiasebelum amandemen dan sesudah amandemenUUD 1945 adalah sebagai berikut :
1. Sistem Politik Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Hal itu berarti bahwa kedaulatan
berada di tangan rakyat dan sepenuhnya dijalankan oleh MPR, Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensiil artinya presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan.
UUD 1945 adalah konstitusi negara Indonesia yang mengatur kedudukan dan tanggung
jawab penyelenggaraan negara, kewenangan, tugas, dan hubungan antara lembaga-lembaga
negara. UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara.
Lembaga legislatif terdiri atas MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara dan DPR.
Lembaga eksekutif terdiri atas presiden dan menjalankan tugasnya yang dibantu oleh seorang
wakil presiden serta kabinet. Lembaga yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang
dilakukan oleh MA sebagai lembaga kehakiman tertinggibersama badan-badan kehakiman
lain yang berada dibawahnya.
2. Sistem Politik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945
Pokok-pokok sistem politik di Indonesia setelah amandemen UUD 1945 adalah sebagai
berikut :
1. bentuk negara adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahan adalah republik.
NKRI terbagi dalam 33 daerah provinsi dengan menggunakan prinsip desentralisasi
yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dengan demikian, terdapat pemerintah
pusat dan pemerintah daerah.
2. kekuasaan eksekutif berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan. Presiden beserta wakilnya dipilih dalam satu paket
secara langsung oleh rakyat. Presiden tidak bertanggung jawab pada parlemen, dan

tidak dapat membubarkan parlemen. Masa jabatan presiden beserta wakilnya adalah 5
tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
3. tidak ada lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara. Yang ada lembaga-lembaga
negara seperti MPR, DPR, DPD, BPK, presiden, MK, KY dan MA.
4. DPA ditiadakan yang kemudian dibentuk sebuah dewan pertimbangan yang berada
langsung dibawah presiden.
5. kekuasaan membentuk UU ada ditangan DPR. Selain itu DPR menetapkan anggaran
belanja negara dan mengawasi jalannya pemerintahan.DPR tidak dapat dibubarkan
oleh presiden beserta kabinetnya, tetapi dapat mengajukan usulan pemberhentian
presiden kepada MPR.
Sejak awal berdirinya, Indonesia sudah menjadikan demokrasi sebagai pilihan sistem
politiknya. Isi dan mekanisme sistem poltik demokrasi Indonesia dirumuskan pada batang
tubuh UUD 1945, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa
kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan menurut ketentuan UUD.
Menurut Samuel Huntington, terdapat dua pembagian sistem poltik, yaitu sistem
politik demokrasi dan sistem politik nondemokrasi. Sistem politik demokrasi didasarkan pada
nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis.
Adapun sendi-sendi pokok dari sistem poltik demokrasi di Indonesia sebagai berikut :

a. Ide kedaulatan rakyat


Bahwa yang berdaulat di negara demokrasi adalah rakyat. Ini menjadi gagasan pokok dari
demokrasi yang tercermin pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi kedaulatan di
tangan rakyat dan dilakukan menurut ketentuan UUD.
b. Negara berdasar atas hukum
Negara demokrasi juga negara hukum. Negara hukum Indonesia menganut hukum dalam arti
material (luas) untuk mencapai tujuan nasional. Ini tercermin dalam pasal 1 ayat (3) UUD
1945 yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.
c.

Berbentuk Republik

Negara dibentuk untuk memeperjuangkan realisasi kepentingan umum (republika). Negara


Indonesia berbentuk republik yang memperjuangkan kepentingan umum. Tercermin pada
pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik.
d. Pemerintah berdasar konstitusi
Penyelenggaraan pemerintahan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlandaskan konstitusi atau undang-undang dasar yang demokratis. Ini tercermin pada pasal
4 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-undang Dasar.
e.

Pemerintahan yang bertanggungjawab


Pemerintah selaku penyelenggara negara bertanggung jawab atas segala tindakannya.
Berdasarkan demokrasi Pancasila, pemerintah ke bawah bertanggung jawab kepada rakyat
dan ke atas bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.

f.

Sistem perwakilan
Pada dasarnya, pemerintah menjalankan amanat rakyat untuk menyelenggarakan
pemerintahan. Demokrasi yang dijalankan adal demokrasi perwakilan atau demokrasi tidak
langsung. Para wakil rakyat dipilh melalui pemilu.

g. Sistem pemerintahan presidensial


Presiden adalah penyelenggara negara tertunggi. Presiden adalah kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan.
Sedangkan, poko-pokok dalam sistem poltik Indonesia sebagai berikut :
1) Negara berbentuk kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Disamping adanya
pemerintah pusat, terdapat pemerintah daerah yang memiliki hak otonom;
2) Pemerintah berbentuk republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial;
3) Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil
presiden dipilih secara langsung oleh rakyat untuk masa jabatan 5 tahun;
4) Kabinet dan menteri diangkat oleh presiden dan bertanggungjawab kepada presiden.
Presiden tidak bertanggungjawab kepada MPR dan DPR. Disamping cabinet. Presiden
dibantu oleh suat dewan pertimbangan;
5) Parlemen terdiri dari dua (bicameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD);
6) Pemilu diselenggarakan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR,
anggota DPD, anggota DPRD Provinsi, dan anggota DPRD Kabupaten/Kota;
7) Sistem multipartai. Banyak sekali partai politik yang bermunculan di Indonesia terlebih
setelah berakhir Orde Baru;

8) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya
yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah Konstitusi;
9) Lembaga negara lainnya adalah Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Yudisial.

D. Dinamika Politik Indonesia


Banyak pendapat mengenai dinamika politik Indonesia. Namun, pendapat yang secara umum
diterima adalah dengan cara membedakan proses berdasarkan kurun waktu perubahan sistem
politik.
Menurut Ardi Sanit, kestabilan politik Indonesia sejak merdeka dapat dibedakan atas
kestabilan jangka pendek (kurang dari 10 tahun) dan kestabilan jangka panjang (10 tahun
atau lebih).
Dinamika politik Indonesia menurut Ardi Sanit dapat dikelompokan dalam masa (era) berikut
ini :
a.

Masa 1945 1967 . Pada masa ini, terjadi perubahan dari sistem politik demokrasi

konstitusional menjadi sistem politik demokrasi terpimpin. Masa ini lebih dikenal dengan
sebutan Orde Lama.
b. Masa 1967 1999. Pada masa ini, terjadi perubahan dari sistem politik Demokrasi
Terpimpin menjadi Demokrasi Pancasila. Masa ini lebih dikenal dengan sebutan Orde
Baru.
c.

Masa 1999 sampai sekarang. Pada masa terjadi peurbahan dari sistem politik sentralisasi

menjadi system politik yang mengarah pada kemandirian daerah (otonomi daerah). Masa ini
dikenal dengan sebutan Orde Reformasi.
Berbicara mengenai dinamika politik juga berarti membicarakan stabilitas politik.
Dalam jangka pendek stabilitas politik lebih banyak ditentukan oleh kewibawaan pemerintah.
Artinya, stabilitas politik sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat. Dalam hal ini, baik
masa, group elit yang mendukung pemerintah, maupun yang beroposisi, memberikan
kesempatan kepada pemerintah untuk menjalankan programnya. Contoh untuk ini adalah
jatuhnya Kabinet Natsir pada tahun 1951, meskipun pada awal kekuasaan kabinet tersebut
(kuartal terakhir tahun 1950), didukung oleh Presiden Soekarno. Jatuhnya Kabinet Natsir
disebabkan oleh tumbuhnya pertentangan antara Perdana Menteri Natsir dengan Presiden
Soekarno mengenai cara penyelesaian pengembalian Irian Barat. Selain itu, jatuhnya Kabinet

Natsir disebabkan oleh cepat membesarnya kekuatan oposisi yang bersumber dari berbagai
isu seperti peningkatan pajak keuntungan sebesar 300 persen, masalah pemilihan dewan
perwakilan tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan yang dilandasi oleh pemikiran
federatif.
Disamping itu, kepercayaan massa kepada kepemimpinan kharismatis Presiden
Soekarno pada masa Demokrasi Terpimpin banyak pula berpengaruh pada kestabilan politik
dalam jangka pendek. Kepercayaan massa makin menurun seiring dengan bertambah
lamanya Presiden Soekarno memegang tampuk pemerintahan serta akibat makin banyaknya
masalah-masalah nasional yang tidak terselesaikan, sehingga menimbulkan berbagai macam
ketidakstabilan politik.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Negara merupakan suatu

DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Noor Ms. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budiyanto. 2003.Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai