Anda di halaman 1dari 17

MACAM – MACAM TEORI KEDAULATAN

DAN SAHNYA KEKUASAAN

Dosen Pengampu :
Hariyanto, M. Hum, M. Pd

Oleh :
Kelompok 6

1. Kikan Maulida P. (224110303072)


2. Nihayatun Nurul Khofifah (224110303081)
3. Sekar Arum Ndalu (224110303088)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA 2 B


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS PROF. K. H. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara etimologis kedaulatan dalam bahasa Arab Daulat, yang berarti


kekuasaan atau dinasti pemerintahan, dalam bahasa Latin yakni, Supremus yang artinya
tertinggi, adapun dalam bahasa Italia disebut Sovranita yang artinya juga tertinggi. Jadi
kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi pada suatu negara atau kekuasaan yang tidak
terletak di bawah kekuasaan negara lain. Kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi
yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai
kepentingannya asal saja kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum
internasional.

Kedaulatan suatu negara tidak lagi bersifat mutlak atau absolut, akan tetapi pada
batas-batas tertentu harus menghormati kedaulatan negara lain, yang diatur melalui
hukum internasional. Kedaulatan negara merupakan karakteristik negara yang secara
politik merdeka dari negara lainnya, baik secara de jure maupun de facto. Kedaulatan
itu pada dasarnya mengandung dua aspek, aspek internal yaitu berupa kekuasaan
tertinggi untuk mengatur segala sesuatu yang ada atau yang terjadi di dalam batas-batas
wilayahnya.1

Teori kedaulatan terbagi menjadi 5 teori besar, antara lain teori kedaulatan
tuhan, teori kedaulatan raja, teori kedaulatan negara, teori kedaulatan rakyat, dan teori
kedaulatan hukum.2 Dan teori kedaulatan yang dianut Indonesia adalah teori kedaulatan
rakyat seperti yang telah tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi :
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar.”

Karena Indonesia adalah negara yang menganut kedaulatan rakyat maka


Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan. Sehingga, segala jenis laju
pemerintahan baik dari sistem legislatif, eksekutif, dan yudiktif harus sesuai dengan
keinginan rakyat.

1
Hafizul ihsan, “Kedaulatan”, 2021, Hlm. 1
2
Rudy, “Mencari Bentuk Kedaulatan dalam UUD Tahun 1945”, 2013, Hlm. 253
BAB II

PEMBAHASAN

1. Penerapan Kedaulatan Kekuasaan di Indonesia


Kedaulatan sendiri bagian dari “simbol”negara. Diera modern saat ini, negara-
negara di dunia menggunakan asas demokrasi dalam kehidupan bernegara. Sebagai
asas, demokrasi selalu menjunjung tinggi pemerintahan berada ditangan rakyat.
Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (goverments of the people, by the
people, for the people) merupakan sebuah pengertian yang tidak dapat dipungkiri,
bahwa kekuasaan yang ada dalam sebuah pemerintahan atau negara adalah kekuasaan
yang berada ditangan rakyat bukan raja, atau sekelompok orang.3
Indonesia merupakan negara hukum yang menerapkan sistem pemerintahan
berdasarkan kedaulatan rakyat. Adanya teori kedaulatan rakyat merupakan reaksi atas
teori kedaulatan raja yang kebanyakan menghasilkan monopoli dan penyimpangan
kekuasaan yang akhirnya menyebabkan tirani dan kesengsaraan rakyat.
Teori kedaulatan rakyat, yang secara politik menjadi gagasan dasar dalam
sistem demokrasi, hendak mengatakan bahwa rakyat sendiri yang berwenang untuk
menentukan bagaimana dan oleh siapa ia mau dipimpin. Karena semua anggota
masyarakat sama kedudukannya sebagai manusia dan warga negara, dan berdasarkan
keyakinan bahwa tidak ada orang atau kelompok orang yang begitu saja berhak untuk
memerintah orang lain, wewenang untuk memerintah masyarakat harus berdasarkan
penugasan dan persetujuan para warga masyarakat sendiri.4
Namun jika dipahami secara logika hukum kenegaraan maka, kedaulatan rakyat
hanyalah sebagai formalitas sebuah wadah demokrasi diera reformasi. Betapa tidak
kekuasaan rakyat hanya terbatas melalui mekanisme pemilihan umum (direct electoral),
itu pun melakukan pilihan terhadap yang telah dipilih melalui mekanisme politik.
Untuk sebuah negara besar seperti Indonesia, harus diakui bahwa ide kedaulatan rakyat
yang riil sulit tercapai, adalah sulit untuk menghimpun pendapat dan pilihan rakyat
yang tersebar dari Barat ke Timur wilayah Indonesia dengan beragam kompleksitas
permasalahan mulai dari pekerjaan, tingkat pendidikan, perekonomian, hanya untuk

3
Arifuddin, Skripsi: “Konsep Kedaulatan Menurut Ayatullah Khomeini dan Baron De Montesquieu”,
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008), Hlm. 20
4
Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar, Oase Oustaka, Cetakan Pertama, 2016, Hlm. 91
mendapatkan legitimasi bagi jalannya pemerintahan negara. Hal seperti inilah yang
mungkin menyebabkan kedaulatan rakyat tidak mampu dijalankan secara murni,
namun dalam keadaan dimana kedaulatan rakyat ini harus ditegakkan maka
kompleksitas seperti ini berujung pada pembenaran bahwa kedaulatan rakyat itu
dilaksanakan melalui sistem perwakilan.
Ada beberapa tokoh yang mengusung teori kedaulatan rakyat, salah satunya
adalah John Locke. Menurut John Locke, terbentuknya negara didasarkan pada prinsip
pactum unionis dan pactum subjectionis. Pactum unionis adalah perjanjian antara
individu untuk membentuk negara. Pactum subjectionis adalah perjanjian antara
individu dan negara yang telah terbentuk. Dalam perjanjian ini, individu memberikan
mandat kepada negara atau pemerintah untuk mengelola negara berdasarkan konstitusi
yang telah disepakati. Mandat rakyat ini memberikan kekuasaan pada pemerintah untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban yang diatur dalam konstitusi.
2. Sistem Kekuasaan yang Sah di Indonesia
Latar belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki sistem
pemerintahan presidensiil. Sri Soemantri menyatakan bahwa Sistem Pemerintahan
adalah hubungan antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif terdapat perbedaan
yang jelas antara sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan
parlementer. Masing-masing memiliki ciri-ciri sebagaimana diungkapkannya dalam
kutipan berikut. Pertama, masalah sistem pemerintah yang dianut oleh Undang-Undang
Dasar. Dikalangan kita ini ada dua pendapat bahkan tiga. Yang pertama, mengatakan
bahwa yang berlaku sekarang ini sistem pemerintah presidensil. Yang kedua,
mengatakan itu bukan, bahkan ini dikatakan ada semacam campuran. Dan yang ketiga
mencari solusi, itu yang dikemukakan oleh almarhum Prof. Padom Whyono yang
mengatakan sistem MPR.5 Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk
menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan
separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun
merugikan rakyat.
Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah
dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang
statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan

5
Ahmad Yani, “ Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek Konstitusi Undang-Undang
Dasar 1945”, Vol. 2, 2018, Hlm. 124
kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut. Secara luas berarti sistem pemerintahan
itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun
minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan,
ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontiniu dan
demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan
sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa
mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.
Pemerintah merupakan kemudi dalam bahasa latin asalnya Gubernaculum.
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan
dalam bentuk ( penerapan hukum dan undang-undang) di kawasan tertentu. Kawasan
tersebut adalah wilayah yang berada di bawah kekuasaan mereka
Pemerintah merupakan organ atau alat pelengkap jika dilihat dalam arti sempit
pemerintah hanyalah lembaga eksekutif saja. Sedangkan arti pemerintahan adalah
semua mencakup aparatur negara yang meliputi semua organ-organ, badan atau
lembaga, alat kelengkapan negara yang menjalankan berbagai aktivitas untuk mencapai
tujuan negara. Lembaga negara yang dimaksud adalah lembaga eksekutif, legislatif,
dan yudikatif. Pemerintahan dalam arti sempit adalah semua aktivitas, fungsi, tugas dan
kewajiban yang dijalankan oleh lembaga untuk mencapai tujuan.
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur
pemerintahannya. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan
menjadi: 1. Presidensial 2. Parlementer 3. Semipresidensial 4. Komunis 5. Demokrasi
liberal 6. Liberal. Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga
suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan
separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun
merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak
bisa diubah dan menjadi statis Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga
kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas,
menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi,
keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana
seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan
tersebut.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenai sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat.
Pengertian Demokrasi Menurut para Ahli:
A. Abraham Lincoln
Demokrasi adalah pemerintah dari, oleh, dan untuk rakyat. Kranemburg
berpendapat Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos (rakyat) dan cratein
(memerintah). Jadi, demokrasi adalah cara memerintah dari rakyat. Koentjoro
Poerbopranoto berpendapat Demokrasi adalah negara yang pemerintahannya dipegang
oleh rakyat. Hal ini berarti suatu sistem di mana rakyat diikut sertakan dalam
pemerintahan negara.
B. Harris Soche
Demokrasi adalah pemerintahan rakyat karena itu kekuasaan melekat pada rakyat.
C. Henry B. Mayo
Sistem politik demokratis adalah menunjukkan kebijakan umum ditentukan
atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat, dan
didasarkan atas kesamaan politik dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Pemerintahan
Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan
pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris)
yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari
kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa
Indonesia, kata-kata itu berarti:
1. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
2. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
3. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah. Maka dalam
arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-
badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara.
Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang
dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara. Sistem pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang
terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan
memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.
Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi
tiga, yaitu : Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang
atau kekuasaan menjalankan pemerintahan. Kekuasaan Legislatif yang berarti
kekuasaan membentuk undang-undang Kekuasaan Yudikatif yang berarti kekuasaan
mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut
secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi, system
pemerintaha negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar
lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan
negara yang bersangkutan.
Selain menganut pembagian kekuasaan asas-asas Indonesia sebagai negara
konstitusi juga menganut Desentralisasi dan Dekonsentrasi.
Desentralisasi dan Dekonsentrasi Secara etiomologi, desentralisasi berasal dari
bahasa latin yang asal katanya de = lepas dan centrum = pusat, sehingga berarti
melepaskan dari pusat. Dari sudut ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi
ialah pelimpahan kekuasaan pemerintah dari pusat kepada daerah-daerah yang
mengurus rumah tangganya sendiri.
Beberapa ahli memberikan pendefinisian mengenai desentralisasi dengan
berbagai variasi dan perkembangannya:
a. Wesber mengatakan bahwa : “to desentralised means todevide and distribute,
as govermental administration; to withdraw from the center or place of
cencentration”. (desentralisasi berarti membagi dan mendistribusikan, misalnya
administrasi pemerintah; mengeluarkan dari pusat atau tempat konsentrasi).
b. J.H.A. Logemann sebagaimana dikutip oleh The Liang Gie dalam bukunya
Pertumbuhan pemerintahan daerah di negara Republik Indonesia jilid III
menyatakan bahwa: ”van desentralizatie spreek men als regel, indien
overheidswerkzaamheid ve de landoverheid wordt afgewen-teld op
zelfregrende gemeenschappen”. (orang berbicara tentang desentralisasi sebagai
ketentuan, jika pekerjaan penguasa negara dilimpahkan kepada persekutuan-
persekutuan yang berpemerintahan sendiri).
c. Harold F. Alderfer berpendapat bahwa: “In desentralization, local units are
estabilished which certain powers of their own and certain field of actiom in
which they may exercis their own judgment, initiative, and administration”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka yang dimaksud dengan
desentralisasi adalah pembentukan daerah otonom dengan kekuasaan-kekuasaan
tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu yang diselenggarakan berdasarkan
pertimbangan, inisiatif dan administrasi sendiri. Atau dengan kata lain, dalam
desentralisasi akan dijumpai proses pembentukan daerah yang berhak mengatur dan
mengurus kepentingan daerahnya, disertai dengan pendelegasian kewenangan-
kewenangan atau kekuasaan atas pengelolaan urusan atau kegiatan tertentu. Sementara
itu, menurut Smith, pendelegasian kekuasaan dari tingkat pusat ke tingkat yang lebih
rendah, dalam hierarki
teritorial itu meliputi dua aspek; antara lain aspek pertama meneganai syarat
pembatasan wilayah (the limitation of areas) karena adanya pembagian teritorial
negara. Aspek kedua, adanya penyerahan wewenang (the delegation of authority). “ that
desentralization involves one of more division of the state’s territory”).
Oleh karena itu, dalam prakteknya, desentralisasi merupakan pembentukan
badan-badan yang terpisah dari pusat, dimana badan-badan perwakilan lokal memiliki
kekuasaan formal untuk memutuskan tentang beragam isu publik. Basis politik badan-
badan lokal dan bukan nasional. Kewenangannya dibatasi dan tunduk oleh hukum
nasional. Kewenangan dan pembatasannya hanya bisa diubah oleh legislasi baru.
Badan-badan tersebut memiliki sumber-sumber pembiayaan dan digunakan untuk
keperluan yang dirancang sendiri.
Desentralisasi dengan demikian adalah prinsip pendelegasian wewenang dari
pusat kebagian-bagiannya, baik bersifat fungsional. Prinsip ini mengacu pada fakta
adanya span of control dari setiap organisasi sehingga organisasi perlu diselenggarakan
secara bersama-sama. Memperhatikan hal tersebut, maka secara umum desentralisasi
terbagi menjadi dua, yakni desentralisa.
Dalam konteks UU No. 22 Tahun 1999 menyebutkan pengertian desentralisasi
dirumuskan dalam pasal 1 huruf (e) bahwa:” Desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintahan dari pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sedangkan menurut ketentuan pasal 1 ayat (7)
UU No.32 Tahun 2004 jo UU No. 23 Tahun 2014 jo UU No. 09 Tahun 2015;
“Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Berdasarkan rumusan tersebut maka dapat disimpulkan; pertama desentralisasi
baru terwujud apabila terdapat “penyerahan” atau overdragen wewenan pemerintahan;
Kedua pengakuan hanya ada satu bentuk desentralisasi, yakni otonomi. Sementara kita
ketahui bahwa otonomi hanyalah salah satu bentuk dari desentralisasi, disamping tugas
pembantuan (zelfsbestuur).
Boenjamin Hoessein menyatakan bahwa konsep desentralisasi yang
dikembangkan dalam hukum positif Indonesia memperlihatkan arahnya kepada konsep
penyerahan wewenang pemerintahan dari atau oleh eksekutif tingkat pusat kepada
daerah otonom. Desentralisasi dibatasi pada lingkup wewenang pemerintahan yang
menjadi kompetensi eksekutif. Desentralisasi merupakan penyerahan kewenangan,
pembagian kekuasaan, pendelegasian kewenangan, dan pembagian daerah dalam
struktur pemerintahan di negara kesatuan. Penyerahan, pendelegasian, danpembagian
kewenangan dengan sendirinya menciptakan kewenangan pada pemerintah daerah
dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah, yang didahului pembagian daerah
pemerintahan dalam bingkai daerah otonom.
Sementara itu, dari aspek pemberian wewenang, maka desentralisasi akan
memberikan wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan atau
menangani urusan-urusan pemerintahan tertentu sebagai urusan rumah tangga sendiri.
Desentralisasi merupakan pelaksanaan dari konsep adanya pemerintahan yang bersifat
otonom yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu yang
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia mempunyai wilayah yang luas, yang terdiri
dari beribu-ribu pulau yang besar dan kecil, serta masyarakat yang pluralistik dari segi
agama, budaya dan ras atau suku, sehingga pemerintah pusat tidak mungkin dapat
menyelenggarakan pemerintahan dengan baik, apabila segala sesuatunya diputuskan
dan dilaksanakan sendiri.
Karena itu, kepada daerah-daerah diberikan wewenang mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan
pembangunan. Sehingga, desentralisasi dimaksudkan untuk memperlancar roda
pemerintahan.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
desentralisasi di Indonesia sebagai akibat dari (1) luasnya wilayah Indonesia; (2)
ketidakmampuan pemerintah pusat untuk menyelenggarakan semua urusan
pemerintahan; (3) keadaan Indonesia yang pluralistik; (4) untuk terciptanya daya guna
dan hasil guna pemerintahan dan pembangunan.
Menurut Bagir Manan, dari sudut penyelenggaraan pemerintah, desentralisasi
antara lain bertujuan “meringankan” beban pekerjaan pusat. Dengan desentralisasi
tugas dan pekerjaan dialihkan kepada daerah. Pusat dengan demikian dapat
memusatkan perhatian pada hal-hal yang bersangkutan dengan kepentingan nasional
atau negara secara keseluruhan.
Terkait dengan konsep pemberdayaan masyarakat, otonomi daerah sangatlah
sejalan dengan ide desentralisasi. Oleh karena itu, dalam desentralisasi terhadap tiga
dimensi utama; Pertama dimensi ekonomi, dimana rakyat memperoleh kesempatan dan
kebebasan untuk mengembangkan pradigma pembangunan yang berorientasi pada
ekonomi kerakyatan. Dalam konteks ini, eksploitasi sumber daya dilakukan untuk
kepentingan masyarakat luas, dan dilakukan oleh masyarakat luas, serta dilakukan oleh
masyarakat lokal. Kedua dimensi politik, yakni berdayanya masyarakat secara politik
yang ditandai dengan lepasnya ketergantungan organisasi rakyat dari pemerintah, dan
ketiga dimensi psikologis, yakni perasaan individu yang terakumulasi menjadi perasaan
kolektif bahwa kebebasan menentukan nasib sendiri menjadi perasaan kolektif.
Sehingga kebebasan menentukan nasib sendiri menjadi sebuah keniscayaan demokrasi.
Tidak ada perasaan bahwa “orang pusat” lebih hebat daripada “orang daerah”, dan
ataupun sebaliknya.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan yang akan diwujudkan dengan
konsep desentralisasi adalah agar tidak terjadi penumpukan kekuasaan (concentration
of power) pada satu pihak saja, yakni pemerintah pusat. Dan dengan desentralisasi
diharapkan terjadi distribusi kekuasaan (distribution of power) maupun transfer
kekuasaan (transfer of power) dan tercip-tanya pelayanan masyarakat (publik services)
yang efektif, efisien dan ekonomis serta terwujudnya pemerintahan yang demokratis
(democratic goverment).
Di sisi lain, yang perlu diperhatikan adalah nilai-nilai atau pesan-pesan yang
terkandung dalam konsep desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah
baikpemerintah pusat maupun bagi pemerintah daerah. Menurut Smith sebagaimana
dikutip oleh Syarif Hidayat, dari sudut pemerintahan pusat paling tidak terdapat tiga
nilai desentralisasi, yaitu untuk pendidikan politik, latihan kepemimpinan dan untuk
menciptakan stabilitas politik. Sementara dari sisi kepentingan pemerintah daerah nilai
pertama dari desentralisasi adalah untuk mewujudkan apa yang dinamakan political
equality. Kedua terciptanya local accounttability dan yang ketiga adalah nilai lokal
responsiveness.
Desentralisasi dalam kecenderungannya sering dilawankan dengan sentralisasi.
Hal ini dikarenakan sentralisasi pada hakekatnya adalah “pemusatan” sedangkan
desentralisasi adalah “pemencaran”. Sentralisasi maupun konsentrasu adalah sama,
karena kedua-duanya merupakan “pemusatan”. Demikian juga sebaliknya
desentralisasi hakekatnya sama dengan dekonsentrasi, karena sama-sama merupakan
“pemencaran”. Namun demikian seorang pakar menilai bahwa dekonsentrasu dianggap
sebagai salah satu macam bentuk sentralisasi (pemusatan kekuasaan negara pada tangan
aparatur pemerintahan pusat). Sedang yang lainnya menyatakan bahwa dekonsentrasi
hanyalah suatu desentralisasi jabatan (ambtelijke decentralizatie) untuk dilawankan
dengan desentralisasi dalam bidang pemerintahan (staatkundige decentralisasi).
Dalam ambtelijke decentralisatie pemencaran kekuasaan dari atasan kepada
bawahan sehubungan dengan kepegawaian atau jabatan dengan maksud untuk
meningkatkan kelancaran kerja. Sedangkan dalam staatkundig decentralisatie terdapat
penyerahan kekuasaan untuk mengatur daerah dalam lingkungannya sebagai usaha
untuk mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan negara. Di dalam desentralisasi
ini rakyat secara langsung mempunyai kesempatan untuk turut serta (participation)
dalam penyelenggaraan pemerintah di daerahnya. Dapat dirumuskan juga bahwa yang
dimaksud dengan desentralisasi jabatan (ambtelijke decentralisation) tidak lain adalah
semacam pemencaran atau pemudaran kekuasaan atau pelimpahan kekuasaan dari
atasan kepada bawahannya dalam rangka kepegawaian atau jabatan guna meningkatkan
kelancaran pelaksanaan pekerjaan.
Dengan perkataan lain perbedaan desentralisasi dan dekonsentrasi hanya
terletak pada karakter atau sifat dan mekanisme pelaksanaannya pada desentralisasi
pemencaran kekuasaan (tranfer of power) adalah bidang kenegaraan. Sementara itu,
dalam dekonsentrasi terkandung ciri-ciri sebagai berikut: (1) bentuk pemencaran adalah
pelimpahan; (2) pemencaran terjadi kepada pejabar sendiri (perorangan); (3) yang
dipencarkan (bukan urusan pemerintahan) tetapi wewenang melaksanakan sesuatu; (4)
yang dilimpahkan tidak menjadi urusan rumah tangga sendiri.
Berdasarkan ciri-ciri ini, maka dikatakanbahwa dalam dekonsentrasi kekuasaan
dan wewenang urusan pemerintahan hakekatnya masih berada di tangan pemerintah
pusat, hal ini dapat disimpulkan dari istilah “pelimpahan” yang membedakan dengan
istilah “penyerahan”. Atau dengan perkataan lain dapat disimpulkan istilah
“pelimpahan” wewenang mengandung arti bahwa urusan pemerintahan yang
dilimpahkan tersebut tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, berhubungan
dengan perencanaan, pelaksanaan ataumaupun pembiayaannya.
Sedangkan istilah “penyerahan” yang dipergunakan dalam desentralisasi
sebagai penyerahan wewenang pemerintah, menunjukkan bahwa wewenang
pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah, sepenuhnya menjadi wewenang
atau kekuasaan pemerintah daerah, baik menyangkut rencana pelaksanaan maupun
pembiayaannya. Namun demikian ada beberapa ahli yang tidak membedakan
penggunaan istilah “pelimpahan” dan “penyerahan” bahkan ada yang menggunakan
dengan istilah “pemberian”. 6
TUJUAN SISTEM PEMERINTAHAN
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau
tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia
bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari
pemerintahan di negara Indonesia.
BENTUK PEMERINTAHAN
1. Aristokrasi Berasal dari bahasa Yunani kuno aristo yang berarti “terbaik” dan
kratia yang berarti “untuk memimpin”.
2. Demokrasi Yaitu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai
upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
3. Demokrasi totaliter Yaitu sebuah istilah yang diperkenalkan oleh sejarawan Israel,
J.L. Talmon untuk merujuk kepada suatu sistem pemerintahan di mana wakil rakyat
yang terpilih secara sah mempertahankan kesatuan negara kebangsaan yang warga
negaranya, meskipun memiliki hak untuk memilih, tidak banyak atau bahkan sama
sekali tidak memiliki partisipasi dalam proses pengambilan keputusan pemerintah.

6
Hariyanto, Volksgeist: “Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi
Hubungan Kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Berdasarkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia”, Vol. 3, 2020.
4. Emirat (bahasa Arab: imarah, jamak imarat) adalah sebuah wilayah yang diperintah
seorang emir, meski dalam bahasa Arab istilah tersebut dapat merujuk secara umum
kepada provinsi apapun dari sebuah negara yang diperintah anggota kelompok
pemerintah
5. Federal adalah kata sifat (adjektif) dari kata Federasi. Biasanya kata ini merujuk pada
pemerintahan pusat atau pemerintahan pada tingkat nasional.
SISTEM PEMERINTAHAN MENURUT UUD 1945:
Sistem pemerintahan negara RI menurut UUD 1945 Sistem Pemerintahan
menurut UUD ’45 sebelum diamandemen:
1. Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.
2. DPR sebagai pembuat UU.
3. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.
4. DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan.
5. MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan
6. BPK pengaudit keuangan.
Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 – 2002)
1. MPR buka lembaga tertinggi lagi.
2. Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh
rakyat.
3. Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
4. Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
5. Kekuasaan Legislatif lebih dominan. Perbandingan satu sistem pemerintahan yang
dianut satu negara terhadap negara lain Berdasarkan penjelasan UUD ’45, Indonesia
menganut sistem Presidensial. Tapi dalam praktiknya banyak elemen-elemen Sistem
Pemerintahan Parlementer. Jadi dapat dikatakan Sistem Pemerintahan Indonesia adalah
perpaduan antara Presidensial dan Parlementer.
Indonesia merupakan negara dengan sistem pemerintahan Presidensial. Hal ini
didasarkan pada kesepakatan pendiri bangsa (founding father) dalam sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) pada 29 Mei – 1 Juni dan 10-17 Juli 1945.
Ada beberapa ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial, yaitu :
1. Presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan.
2. Presiden tidak dipilih oleh badan perwakilan tetapi oleh dewan pemilih dan
belakangan peran dewan pemilih tidak tampak lagi sehingga dipilih olehh rakyat.
3. Presiden berkedudukan sama dengan legislatif.
4. Kabinet dibentuk oleh Presiden, sehingga kabinet bertanggungjawab kepada
presiden.
5. Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif, begitupun sebaliknya Presiden
tidak dapat membubarkan badan legislatif.
Sistem pemerintahan presidensial memiliki kelebihan yaitu pemerintahan yang
dijalankan oleh eksekutif berjalan relatif stabil dan sesuai dengan batas waktu yang
sudah diatur dan ditetapkan dalam konstitusi. Sistem pemerintahan presidensial juga
memiliki kelemahan, yaitu setiap kebijakan pemerintahan yang diambil merupakan
bargaining position antara pihak legislatif dan eksekutif yang berarti terjadi
pengutamaan sikap representatif-elitis dan bukan partisipatif-populis.
Sistem pemerintahan presidensial memisahkan kekuasaan dengan tegas antara
lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, sehingga antara lembaga yang satu
dengan yang lain seharusnya tidak dapat saling memperngaruhi.Menteri-menteri tidak
bertanggungjawab kepada legislatif, tetapi bertanggungjawab kepada presiden yang
dan mengangkatnya, sehingga menteri-menteri tersebut dapat diberhentikan oleh
presiden tanpa harus mendapat persetujuan dari badan legislatif.7

7
Ribkha Annisa Oktavina, “Sistem Presidensial di Indonesia”, Vol. 4, 2018, Hlm. 248-249
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Indonesia mengadopsi teori kedaulatan rakyat sebagai dasar sistem
pemerintahannya. Hal ini tertera dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan juga Pancasila
sila ke-5 yang mengatur tentang permusyawaratan perwakilan. Penerapan teori
kedaulatan rakyat di Indonesia tercermin dalam pembagian kekuasaan di Indonesia,
yaitu kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Khususnya dalam kekuasaan
legislatif yang terdiri dari tiga lembaga, yaitu MPR, DPR, dan DPD, serta dalam
pemilihan presiden yang dilakukan langsung oleh rakyat. Dalam konteks ini, wakil-
wakil rakyat berperan sebagai perwakilan dari rakyat dalam menjalankan lembaga-
lembaga negara, sehingga konsep permusyawaratan perwakilan dalam Pancasila dapat
terwujud di Indonesia. Adanya sistem pemerintahan yang memiliki lembaga-lembaga
kooperatif dan berkesinambungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan
penyelenggaraan negara serta memastikan lembaga kenegaraan tersebut bekerja sesuai
dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Ihsan Hafizul, “Kedaulatan” 2021

Rudy, “Mencari Bentuk Kedaulatan dalam UUD Tahun 1945”, 2013


Arifuddin, 2008 “Konsep Kedaulatan Menurut Ayatullah Khomeini dan Baron De
Montesquieu”, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga)
Isharyanto, 2016, Ilmu Negara, Karanganyar, Oase Oustaka, Cetakan Pertama
Yani Ahmad, 2018 “ Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek
Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945”, Vol. 2
Oktavina Ribkha Annisa ,2018 “Sistem Presidensial di Indonesia”, Vol. 4
Hariyanto, 2020 , Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi Hubungan Kewenangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Berdasarkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Vol. 3

Anda mungkin juga menyukai