Anda di halaman 1dari 6

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

KELAS X SEMESTER GANJIL

BAB 1
Nilai-Nilai Pancasila dalam Kerangka Praktik Penyelenggaraan Negara

A. Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia

1. Sifat Hakikat Negara dan Kedaulatan Negara

a. Sifat Hakikat Negara


Menurut Prof. Miriam Budiardjo, negara memiliki sifat khusus yang merupakan
manifestasi dari kedaulatan yang dimiliki negara. Kedaulatan itu hanya terdapat pada negara
dan tidak terdapat pada organisasi lain. Sifat-sifat tersebut umumnya mengikat bagi setiap
warga negara tersebut. Sifat hakikat negara yang dimaksud mencakup sifat memaksa, sifat
monopoli, dan sifat mencakup semua.

1) Sifat Memaksa
Negara memiliki kekuatan untuk memakai kekuatan fisik secara legal agar peraturan
perundang-undangan ditaati sehingga ketertiban dapat dicapai dan anarki dapat dicegah. Salah
satu unsur paksaan dalam kehidupan bernegara yang terlihat adalah ketentuan negara yang
mengharuskan rakyatnya membayar pajak dan menghukum orang yang melanggarnya.
2) Sifat Monopoli
Negara mempunyai hak tunggal dalam menetapkan tujuan bersama dari masayarakat.
Dengan sifat monopoli ini, negara dapat mengatakan, misalnya, suatu aliran kepercayaan atau
aliran politik tertentu dilarang hidup dan disebarluaskan karena dianggap bertentangan dengan
tujuan masyarakat dan negara.
3) Sifat Mencakup Semua
Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa kecuali. Sifat
ini diperlukan karena apabila seseorang dibiarkan berada di luar ruang lingkup aktivitas negara,
usaha negara menuju tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal.
b. Pengertian Kedaulatan
Kedaulatan berasal dari kata "daulat" yang diambil dari kata daulah (Arab),
souvereignity (Inggris), sovereiniteit (Perancis), supremus (Latin), dan sovranita (Italia) yang
berarti kekuasaan tertinggi. Jadi, kedaulatan dapat diartikan sebagai kekuasaan tertinggi atas
pemerintahan negara. Dalam pemerintahan yang berdaulat, pemerintah mempunyai kekuasaan
tertinggi atas rakyatnya yang ada dalam negara tersebut.

Jean Bodin, tokoh yang pertama kali mendefinisikan tentang kedaulatan. Ia dikenal sebagai
Bapak Kedaulatan.

Menurut Jean Bodin, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum
dalam suatu negara. Sederhananya, kedaulatan merupakan hak-hak sebuah negara dalam
mengelola negaranya sendiri tanpa ada tekanan atau intervensi pihak lain.

J. W. Garner dalam A. C. Kapur (1997) menyatakan kedaulatan mempunyai sejumlah


sifat pokok antara lain eksklusivitas, permanen, tunggal, dan tidak terbatas.
1) Eksklusivitas (exclusiveness) berarti tidak ada kekuasaan lain yang menyaingi.
2) Permanen (permanent) berarti kekuasaan itu tetap ada selama negara itu berdiri sekalipun
pemegang kedaulatan sudah berganti-ganti.
3) Tunggal atau tidak terbagi (indivisibility) berarti kekuasaan itu merupakan satu-satunya
kekuasaan tertinggi dalam negara tidak diserahkan atau dibagi-bagikan kepada badan-badan
lain.
4) Tidak terbatas (absoluteness) berarti kekuasaan itu tidak dibatasi oleh kekuasaan lain. Oleh
karena itu, jika ada kekuasaan lain yang membatasinya, kekuasaan tertinggi yang
dimilikinya otomatis lenyap.
c. Macam-Macam Kedaulatan Negara
Terdapat beberapa teori kedaulatan yang dikemukakan oleh para ahli kenegaraan, yaitu
teori kedaulatan Tuhan, teori kedaulatan raja, teori kedaulatan negara, teori kedaulatan hukum,
dan teori kedaulatan rakyat. Berikut penjabaran teori-teori tersebut.
1) Teori Kedaulatan Tuhan
Teori ini merupakan teori kedaulatan yang pertama dalam sejarah yang mengajarkan
bahwa negara dan pemerintah mendapatkan kekuasaan tertinggi dari Tuhan sebagai asal segala
sesuatu (Causa Prima). Menurut teori ini, kekuasaan yang berasal dari Tuhan itu diberikan
kepada tokoh-tokoh negara terpilih yang secara kodrati ditetapkan-Nya menjadi pemimpin
negara dan berperan selaku wakil Tuhan di dunia. Pelopor teori kedaulatan Tuhan antara lain
Agustinus (354-430), Thomas Aquinas (1215-1274), F. Hegel (1770-1831), dan F. J. Stahl
(1802-1861).
2) Teori Kedaulatan Raja
Selama abad pertengahan, teori kedaulatan Tuhan berkembang menjadi teori kedaulatan
raja. Raja dianggap bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Kekuasaan raja berada di atas
konstitusi. Peletak teori ini adalah Nicolo Machiavelli (1467-1527) dan Thomas Hobbes (1588-
1679).
3) Teori Kedaulatan Negara
Menurut teori ini, kekuasaan tertinggi terletak pada negara. Sumber kedaulatan adalah
negara, yang merupakan lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa. Kedaulatan timbul
bersamaan dengan berdirinya suatu negara. Peletak dasar teori ini antara lain Jean Bodin (1530-
1596), F. Hegel (1770-1831), G. Jellinek (1851-1911), dan Paul Laband (1879-1958).
4) Teori Kedaulatan Hukum
Berdasarkan pemikiran teori ini, kekuasaan pemerintah berasal dari hukum yang berlaku.
Hukumlah (tertulis atau tidak tertulis) yang membimbing kekuasaan pemerintahan. Pelopor
teori kedaulatan hukum antara lain Hugo de Groot (1583-1645), Hugo Krabbe (1857-1936),
Immanuel Kant (1724-1804), dan Leon Duguit (1859-1928)
5) Teori Kedaulatan Rakyat (Teori Demokrasi)
Teori ini menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat sehingga
pemerintah harus menjalankan kehendak rakyat. Ciri-cirinya adalah kedaulatan tertinggi
berada di tangan rakyat (teori ajaran demokrasi) dan konstitusi harus menjamin hak asasi
manusia. Menurut teori ini, negara memperoleh kekuasaan dari rakyatnya, bukan dari Tuhan
atau raja. Para penganjur paham ini adalah J. J. Rousseau (1712-1778), Montesquieu (1689-
1755), dan John Locke (1632-1704).
d. Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Syarat berdirinya suatu negara secara konstitusional adalah adanya wilayah, rakyat,
pemerintah yang berdaulat, dan pengakuan kedaulatan oleh negara lain. Pengakuan kedaulatan
dari negara lain terdiri atas dua bagian, yaitu pengakuan kedaulatan secara de facto dan
pengakuan kedaulatan secara de jure.
1) Pengakuan kedaulatan secara de facto
De facto dalam bahasa Latin adalah ungkapan yang berarti 'pada kenyataannya' atau 'pada
praktiknya'. Pengakuan de facto adalah pengakuan berdasarkan kenyataan yang ada atau fakta
yang sungguh-sungguh nyata tentang berdirinya suatu negara.
2) Pengakuan kedaulatan secara de jure
De jure berarti 'menurut hukum' atau menurut sesuatu yang dikatakan orang lain'.
Pengakuan secara de jure adalah pengakuan resmi berdasarkan hukum oleh negara lain dengan
segala konsekuensinya.

2. Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia


Negara Indonesia, berdasarkan pada undang-undang dasar yang dimilikinya, menganut
sistem pemerintahan presidensial. Pada sistem ini, kekuasaan eksekutif dipilih melalui
pemilihan umum dan terpisah dari kekuasaan legislatif.

a. Sistem Pemerintahan dalam UUD NRI Tahun 1945


Setelah terjadi amendemen UUD NRI Tahun 1945 keempat tahun 2002, pokok-pokok
sistem pemerintahan Indonesia meliputi hal-hal berikut (Hamdi, 2013).
1) Indonesia berbentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah
negara terbagi dalam beberapa provinsi.
2) Bentuk pemerintahan adalah republik.
3) Sistem pemerintahan adalah presidensial.
4) Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden
dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat serta diangkat oleh MPR untuk
masa jabatan lima tahun.
5) Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
6) Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR
memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
7) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya.
b. Pembagian Kekuasaan Antarlembaga
Montesquieu mencetuskan Trias Politika, yaitu kekuasaan negara dibagi tiga bagian
berikut:
a) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.
b) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang.
c) Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang, termasuk
kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.

Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan (distribution of power). Pembagian


kekuasaan memiliki pengertian bahwa kekuasaan negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif)
terbagi dalam beberapa bagian, tetapi saling berhubungan dan tidak dipisahkan. Jadi, terdapat
mekanisme kerja sama antarbagian pemerintahan. Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945,
Indonesia menerapkan konsep ini.

3. Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia


Menurut UUD NRI Tahun 1945, di Indonesia pada hakikatnya, pembagian kekuasaan
terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan vertikal.

a. Pembagian kekuasaan secara horizontal


Pembagian kekuasaan ini lebih menitikberatkan pada fungsi masing-masing bagian
pemerintahan pusat sebagai berikut.
1) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan
penyelenggaraan pemerintahan. Kekuasaan ini dipegang oleh presiden sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 4 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
2) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini
dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ini terlihat dalam Pasal 20 Ayat (1), Pasal 22D
Ayat (2), dan Pasal 3 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
3) Kekuasaan yudikatif atau kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 Ayat (2) UUD
NRI Tahun 1945.
4) Kekuasaan eksaminatif atau inspektif, yaitu kekuasaan memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23E Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
5) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai
rupiah. Kekuasaan moneter ini dijalankan Bank Indonesia selaku bank sentral sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 23D UUD NRI Tahun 1945.

b. Pembagian kekuasaan secara vertikal


Pembagian kekuasaan vertikal merupakan pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatan
pemerintahan. UUD NRI Tahun 1945 Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan "Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah, yang diatur dengan undang-undang". Berdasarkan ketentuan dalam UUD NRI Tahun
1945 tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di Indonesia terjadi pada pemerintahan
pusat dan pemerintahan daerah.

Anda mungkin juga menyukai