Anda di halaman 1dari 4

Soal Ilmu Negara

1. Salah satu obyek penyelidikan ilmu negara adalah susunan negara. Dilihat dari susunan
negara terdapat dua susunan yaitu negara bersusun tunggal dan negara bersusun atau negara
unitaris dan negara bersusun jamak.

Berikan pandangan Anda mengenai praktik tata negara di negara yang bersusun
jamak/federal. Apakah desentralisasi di dalam negara bersusun tunggal/unitaris, memiliki
kesamaan dengan gagasan federalisme yang menjadi landasan berdirinya negara bersusun
jamak/federal?

: Negara kesatuan adalah negara yang bersusun tunggal, baik dilihat dari segi penduduknya,


wilayahnya, pemerintahan, maupun kekuasaannya. Sedangkan negara
federal adalah negara yang tersusun dari negara yang berdiri sendiri dengan mengadakan
ikatan yang efektif, sehingga terbentuk negara baru. Sedangkan negara federal adalah negara
yang tersusun dari negara yang berdiri sendiri dengan mengadakan ikatan yang efektif,
sehingga terbentuk negara baru.

Indonesia termasuk negara kesatuan yang menerapkan sistem desentralisasi. Wilayahnya


terbagi atas wilayah provinsi, kota, dan kabupaten yang masing-masing dikelola oleh
pemerintah daerah. Sementara, salah satu contoh negara federal adalah Amerika Serikat.
Secara konseptual, negara kesatuan sering diposisikan secara berlawanan dengan negara
federal. Negara kesatuan memiliki wilayah kerja yang lebih kecil, biasanya disebut sebagai
daerah. Sementara negara federal memiliki negara bagian di dalamnya.

Desentralisasi memiliki kesamaan hak kebebasan seperti federalisme dalam mengatur


kepemerintahan, namun federalisme lebih terikat secara politik melalui perjanjian, sedangkan
desentraliasi direalisasikan secara terbuka berdasarkan daerah masing masing, menyesuaikan
keadaan wilayah yang dipegang tanpa adanya ikut campur pihak luar namun tetap dalam
pengawasan bagian pusat.

2. Sejak jaman Yunani kuno, mulai dari Aristoteles sampai dengan abad negara modern atau
masa sekarang ini, pembicaraan mengenai kekuasaan negara tetap menarik dan bahkan tidak
berkesudahan, dalam karangan Aristoteles mengenai Politics terdapat teori tentang
pembagian kekuasaan. Pada abad 18 mucul Montequieu, dalam bukunya L’Esprit des Lois,
dengan karyanya yang terkenal Trias Politica, selain itu John Locke juga membagi kekuasaan
negara itu dalam tiga kekuasaan.

Kekuasaan negara dibagi ke dalam tiga, yaitu kekuasaan legislatif; eksekutif; dan yudikatif.
Di Indonesia, pembagian kekuasaan itu tidak dilaksanakan abssolut. Dalam perkembangan
ketatanegaraan Indonesia, muncul lembaga-lembaga yang mendapatkan independensi.
Bagaimana pendapat Saudara mengenai munculnya lembaga-lembaga yang mendapatkan
independensi tersebut?

: Lembaga indepedensi hadir melalui keputusan pemerintah pusat, namun berkerja secara
mandiri, berfungsi sebagai penunjang dari fungsi lembaga negara yang masuk dalam alat
kelengkapan negara. Lembaga negara independen berada di luar struktur pemerintah. Akan
tetapi keberadaannya bersifat publik. Sumber pendanaan lembaga negara independen berasal
dari negara, dan bertujuan untuk kepentingan publik. Munculnya lembaga negara independen
didorong oleh tuntutan masyarakat atas prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintah melalui lembaga akuntabel, independen, dan dapat dipercaya.

Lembaga indepeden cukup membantu dalam kelangsungan kenegaraan, karena tugas yang
dilakukan secara khusus menangani satu persoalan sehingga bisa fokus dan terlaksana dengan
baik. Lembaga independen ini harus terus berdiri tegak sampai seterusnya dengan kinerja
yang juga harus terus membaik secara sistem dan strukturnya. Dengan kemandirian
Lembaga-lembaga yang ada tanpa campur tangan pemerintah membuatnya lebih leluasa
bergerak tanpa tali pengait yang memungkinkan bisa membuat program kerja tidak maksimal
karena satu dan lain hal.

3. Perimbangan kekuasaan atau check and balances merupakan sistem dalam


penyelenggaraan pemerintahan negara, dimana dengan pembagian kekuasaan negara
hubungan antar lembaga-lembaga negara dapat saling mengawasi dan saling menguji
sehingga tidak mungkin lembaga-lembaga negara atau cabang-cabang kekuasaan negara itu
melampaui kekuasaan yang telah ditentukan.

Selain pembagian kekuasaan, dalam ajaran trias politica, terdapat prinsip checks and
balances, dimana dalam hubungan antar lembaga negara terdapat prinsip saling mengawasi
dan mengimbangi. Di Indonesia, prinsip checks and balances dipahami dalam hubungan
antara tiga cabang kekuasaan. Bagaimana menurut pendpat Saudara mengenai pengisian
hakim Mahkamah Konstitusi, dikaitkan dengan kekuasaan yudikatif?
: Menurut Logemann, fungsi kekuasaan negara dapat dibagi menjadi 5 (lima) bidang, yaitu
fungsi perundang-undangan (fungsi untuk membuat undang-undang); fungsi pelaksanaan
(fungsi melaksanakan undang undang); fungsi pemerintahan (dalam arti khusus); fungsi
kepolisian (fungsi menjaga ketertiban, melakukan penyelidikan dan penyidikan); dan fungsi
peradilan (fungsi mengadili pelanggaran terhadap undangundang). Di antara teori-teori
tersebut, yang dijadikan acuan dalam tulisan ini adalah teori yang sudah sangat populer, yaitu
teori Montesquieu, yang sering disebut sebagai teori Trias Politica.

Untuk prinsip checks and balances, merupakan prinsip ketatanegaraan yang menghendaki
agar kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif sama-sama sederajat dan saling mengontrol
satu sama lain. Prinsip tersebut mulanya merupakan prinsip yang diterapkan dalam sistem
ketatanegaraan Amerika Serikat, di mana sistem ketatanegaraan dimaksud memadukan antara
prinsip pemisahan kekuasaan dan prinsip checks and balances. Kekuasaan negara dibagi atas
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang masing-masing dipegang oleh lembaga
yang berbeda tanpa adanya kerjasama satu sama lain, sedangkan dengan checks and
balances, antara satu lembaga dan lembaga lainnya terdapat keseimbangan kekuasaan dan
mekanisme.
Sistem ketatanegaraan Indonesia, setelah perubahan UUD 1945 menganut prinsip checks and
balances. Prinsip inidinyatakan secara tegas oleh MPR sebagai salah satu tujuan perubahan
UUD 1945, yaitu menyempurnakan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan
modern, melalui pembagian kekuasaan, sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi
(checks and balances) yang lebih ketat dan transparan. Suatu pendapat menyatakan bahwa
salah satu tujuan perubahan UUD NRI Tahun 1945 adalah untuk menyempurnakan aturan
dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian
kekuasaan yang lebih tegas, sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi (check and
balances) yang lebih ketat dan transparan, dan pembentukan lembaga lembaga yang baru
untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman.

Hubungan antara legislatif dan yudikatif terkait bagaimana keberadaan dua Lembaga
undangan yang isinya tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Undang undang
sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan adalah produk Lembaga legislatif.
Di pihak lain, ada kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji undang-undang
terhadap UUD 1945, yang memungkinkan ketentuan dalam undangundang dinyatakan tidak
sah karena bertentangan dengan UUD. Ini berarti Mahkamah Konstitusi juga memiliki
kewenangan di bidang legislatif dalam pengertian negatif (negative legislation). Persoalan
yang muncul dalam hal ini adalah seberapa jauh kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam
rangka menguji undangundang terhadap UUD. Apakah kewenangan Mahkamah Konstitusi
sebatas menyatakan isi pasal tertentu dalam undang-undang bertentangan dengan UUD,
ataukah Mahkamah Konstitusi juga berwenang menentukan rumusan pasal sebagai koreksi
atas pasal yang dianggap bertentangan itu. Menurut Pasal 57 UU No. 24 Tahun 2003
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi,
bahwa putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi
muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian
undangundang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Mengingat kewenangan
membuat undang-undang ada pada DPR bersama pemerintah, maka kewenangan Mahkamah
Konstitusi sebatas memutus bahwa isi undang-undang bertentangan dengan UUD.
Kewenangan membuat rumusan baru dari isi undang-undang tersebut tetap menjadi
kewenangan lembaga legislatif. Keseimbangan kekuasaan antara lembaga yudikatif, legislatif
dan eksekutif juga dibangun di atas prosedur pengisian hakim-hakim, baik hakim Mahkamah
Agung maupun hakim Mahkamah Konstitusi. Pengisian hakim hakim agung dilakukan
melalui seleksi yang dilakukan oleh Komisi Yudisial.

Anda mungkin juga menyukai