Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Perbandingan Sistem Pemerintah Presidensial Negara Indonesia


dengan Amerika Serikat dalam Fungsi Legislasi

Disusun untuk memenuhi Pengganti Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Perbandingan HTN

Disusun Oleh :
Husna Fatimah Wan Azizah (210710101393)

Kelas : F

FAKULTAS HUKUM
JURUSAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS JEMBER
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pemerintah suatu negara dapat dilihat dari konstitusi atau hukum dasarnya.
Karena konstitusi atau undang-undang dasar merupakan dasar dari segala peraturan
perundang-undangan dan menjadi pokok bagi peraturan-peraturan lain yang dibuat dengan
cara tidak bertentangan dengan Undang-undang yang lebih tinggi. Menurut Hans Kelsen
dalam teorinya, yaitu teori Hierarki Norma Hukum (Stufenbau Theory-Stufenbau des
Recht)1. Doktrin Stufenbau percaya bahwa sistem hukum adalah suatu hirearki dari hukum.
Pada tingkat ini, asas-asas hukum tertentu diturunkan dari kedudukan yang lebih tinggi.
Standar tertinggi atau kedudukan tertinggi adalah Grundnorm atau standar landasan
konseptual. Ketentuan yang lebih rendah merupakan perwujudan dari ketentuan yang lebih
tinggi.
Amerika Serikat adalah negara federal yang tersusun atas 50 negara bagian di mana
setiap negara bagian memiliki kekuasaan dan wewenang untuk mengatur daerahnya sendiri.
Amerika Serikat, menurut Konstitusi merupakan negara federal dengan sistem demokrasi
karena rakyat dapat memilih siapa yang akan mewakili mereka dalam pemerintahan (rakyat
merupakan pemerintah itu sendiri). Sejak abad ke-19, demokrasi Amerika Serikat disebut
sebagai demokrasi republik, yang artinya adalah negara “yang paling demokrasi”. Abraham
Lincoln, salah satu “pendiri” Negara Amerika Serikat saat ini menerapkan demokrasi
partisipasi yang memiliki semboyan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Partisipasi
public dalam Pemerintahan Amerika Serikat tidak terbatas pada kampanye pemilu.
Pembinaan fungsi lembaga legislatif atau legislatif dilakukan untuk mendengarkan
pandangan konstitusi dengan cara mendengarkan isu-isu yang berkembang, namun para
pemimpin juga memanfaatkannya menjadi sesuatu pengawasan dan perencanaan.
Seiring dengan perkembangan zaman, prinsip demokrasi meliputi banyak negara di
dunia, termasuk Negara Indonesia. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang
menerapkan sistem dan nilai demokrasi dalam kehidupan bernegara. Indonesia secara
konstitusional telah mengatur dan menerapkan sistem demokrasi. Sejak perubahan kedua
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Indonesia telah
berubah menjadi negara hukum yang menjunjung tinggi nilai kedaulatan rakyat. Hal ini
sangat penting dalam pelaksaan demokrasi di Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara
demokrasi dalam Pasal 1 ayat 2 dan ayat 3 yang berbunyi: “Kedaulatan ditangan rakyat dan
dilakukan menurut Undang-Undang Dasar” serta juga “Negara Indonesia adalah negara
hukum”.2 Indonesia dan Amerika Serikat telah mengakui adanya kedaulatan rakyat dalam
kehidupan bernegara.

1
Wahyu Tio Ramadhan, "Perbandingan Prosedur Legislasi Indonesia Dan Amerika Serikat", 2017, hlm 93

2
Adinda, Fatmala, dan Hijri, “Perbandingan Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia dan Amerika
Serikat, 2023, hlm 2.”
Indonesia dan Amerika Serikat adalah sebuah negara hukum yang memiliki
karakteristik dalam pembatasan kekuasaan terhadap penyelenggaraan negara. Tinjauan
tentang pembatasan kekuasaan yang muncul pada zaman dahulu, sehingga fungsi kekuasaan
negara dipimpin oleh satu orang yang disebut sebagai raja atau ratu. Menyebabkan
penyelenggaraan negara tidak dapat berjalan dengan kontrol yang jelas untuk mencegah
penyalahgunaan kekuasaan. Amatan mengenai pembatasan kekuasaan ini yang menjadi dasar
adanya teori trias politica berasal dari Montesquieu, dalam teorinya Montesquieu membagi
kekuasaan menjadi 3 kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Pembicaraan tentang batasan kekuasaan berhubungan dengan teori pemisahan kekuasaan dan
teori pembagian kekuasaan. Teori pemisahan kekuasaan dan trias politica adalah teori yang
dikembangkan oleh Montesquieu berasal dari pemikiran John Locke menjadikan patokan
teori bagi berbagai negara di dunia. Namun teori pemisahan kekuasaan yang dikemukakan
oleh Montesquieu tersebut tidak dapat secara langsung diterapkan oleh para ahli. Karena jika
kekuasaan sebuah negara benar-benar dipisahkan tanpa adanya pengawasan dari kekuasaan
lain, maka akan menimbulkan kesewenangan atau yang biasa disebut sebagai abuse of power
dari kekuasaan tertentu. Para ahli hukum di Indonesia juga berpendapat bahwa doktrin
pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh Montesquieu itu tidak dapat diterapkan di
Indonesia. Sistem pemisahan kekuasaan yang diterapkan oleh Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 saat ini adalah pemisahan
kekuasaan dengan berdasarkan prinsip check and balances. Pemisahan kekuasaan di
Indonesia digolongkan menjadi tiga cabang kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif dan
yudikatif.3
Dalam sistem pemerintahakan negara yang menganut demokrasi dan negara hukum,
legislatif memegang peranan yang sangat penting, karena kekuasaan legislatif didalamnya
terdapat lembaga perwakilan dari rakyat, yang juga berperan penting dalam membuat
peraturan Undang-undang. Karena dalam negara hukum, peraturan perundang-undangan
merupakan factor utama untuk menjalankan roda negara, maka segala sesuatu harus
dilakukan berdasarkan peraturan yang berlaku tersebut. Kekuasaan legislatif yaitu bertugas
membuat peraturan atau hukum, hal itu disebut dengan fungsi legislasi. Dapat dikatakan
fungsi legislasi merupakan fungsi utama bagi lembaga legislatif.
Dalam perkembangan konstitusinalisme di negara-negara seperti Amerika Serikat,
dan juga Indonesia pasca perubahan UUD 1945 dengan menggunakan konsep checks and
balances, struktur parlemen tidak hanya terdiri dari satu dewan (unicameral), tetapi juga
terdiri dari dua kamar bicameral (bicameral).4 Dengan menggunakan konsep seperti itu, maka
dalam pembentukan suatu undang-undang akan dibahas dan disetujui oleh kedua kamar
tersebut. Ada sebuah negara yang menganut strong bicameral seperti Amerika Serikat, dan
ada juga negara yang menganut soft bicameral seperti Indonesia. Strong bicameral memiliki
karakteristik dengan kekuasaan yang dimiliki oleh masing-masing kamar sama-sama kuat.
Sedangkan soft bicameral ditandai dengan kekuasaan salah satu kamar lebih dominan atas
kamar lainnya.

3
Artifani dan Mahanani, “Studi Perbandingan Pelaksanaan Fungsi Legislasi oleh Dewan Perwakilan Daerah
Dikaitkan dengan Teori Pemisahan Kekuasaan antara Indonesia dan Amerika Serikat.”,2022, hlm 165.
4
Hadi, “FUNGSI LEGISLASI DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIL (Studi Perbandingan
Indonesia dan Amerika Serikat).”2013, hlm 78.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Pelaksanaan Fungsi legislasi dalam sistem presidensial antara
Indonesia dan Amerika Serikat?
2. Bagaimana Pelaksanaan Legislasi yang dihubungkan dengan Teori Pemisahan
Kekuasaan antara Indonesia dan Amerika Serikat?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pelaksanaan Fungsi legislasi dalam sistem presidensial antara Indonesia dan
Amerika Serikat

Fungsi Legislasi merupakan fungsi untuk pembentukan undang-undang. Fungs


Legislasi ini adalah fungsi yang penting bagi lembaga perwakilan rakyat yang berupa fungsi
pengaturan (regelende function). Fungsi pengaturan sendiri yaitu sebuah otoritas untuk
menentukan sebuah peraturan yang dapat mengharuskan dan membatasi warga negara
dengan adanya norma-norma hukum. Fungsi pengaturan ini diwujudkan dengan baik dalam
pembentukan perumusan undang-undang (wetge-vende functie/law making function).
Legislatif atau Badan Legislatif mencerminkan salah satu fungsi badan tersebut yang
dilakukannya, yaitu membuat undang-undang.5
Menurut Jimly Asshiddidie, fungsi legislasi mempunyai empat bentuk kegiatan yaitu
yang pertama adalah gagasan untuk pembuatan undang-undang, kedua pembahasan
rancangan undang-undang (RUU), ketiga konfirmasi atas pengesahan rancangan undang-
undang, dan yang terakhir atau keempat pemberian persetujuan pengikatan atau meratifikasi
atas perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen hukum yang mengikat lainnya.6
Pada masa setelah perubahan atau amandemen Undang-Undang Dasar 1945 terjadi
perubahan besar dalam pengaturan fungsi legislasi di Indonesia. Amandemen tersebut juga
membawa perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan konstitusi. Beberapa bagian diubah
atau ditambah dengan aturan tentang pembentukan undang-undang dalam perubahan
Undang-Undang Dasar 1945. Bagian yang mengalami perubahan antara lain Pasal 5, Pasal
20, dan Pasal 23. Kemudian untuk pasal yang ditambah adalah Pasal 22D. Perubahan yang
tampak ini berdampak pada peralihan kekuasaan legislatif membentuk undang-undang yang
sebelumnya menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menjadi 23. Presiden
sesudah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 20 ayat (1) menyatakan
bahwa kekuasaan tersebut saat ini diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Tak lupa
dibentuknya kamar kedua dalam legislatif yakni Dewan Perwakilan Daerah juga memberikan
perubahan yang signifikan dalam pelaksanaan implementasi hukum dan fungsi legislasi di
Indonesia.
Di Amerika Serikat, secara historis pelaksanaan fungsi legislasi Amerika Serikat tidak
banyak mengalami perubahan seperti di Indonesia. Karena struktur negara Amerika Serikat
sejak awal adalah pemerintahan federal, dan kekuasaan legislatif diberikan kepada dua
majelis kongres, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat Negara Bagian. Pada Pasal 1 ayat
7 Konstitusi Amerika Serikat menyatakan bahwa semua Rancangan pembentukan Undang-
5
Setio, “FUNGSI LEGISLASI DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAN INDONESIA.” 2013, hlm 3
6
Hadi, “FUNGSI LEGISLASI DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIL (Studi Perbandingan
Indonesia dan Amerika Serikat).”2013, hlm 79.
Undang dapat meningkatkan pendapatan yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, lalu
akan diajukan ke Senat apakah hal tersebut akan disetujui atau diminta perubahan lagi
terhadap Rancangan Undang-Undang yang sudah diusulkan. Setiap RUU di Amerika Serikat
harus disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan juga senat. Setelah Rancangan Undang-
Undang disetujui oleh kedua majelis yaitu DPR dan senat, langkah selanjutnya adalah
menyerahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui kepada Presiden untuk
meminta menandatangani atau mengesahkan Rancangan Undang-Undang tersebut untuk
menjadi Undang-Undang. Dalam pasal 1 ayat 7 Konstitusi Amerika Serikat, Presiden
memiliki hak veto untuk menolak Rancangan Undang-Undang yang diajukan olehDPR dan
senat, hak veto diusulkan dengan beberapa alasan-alasan keberatan. Namun jika 2/3 dari dua
majelis, DPR dan senat setuju untuk menolak hak veto yang diajukan oleh Presiden, maka
Rancangan Undang-Undang tersebut telah menjadi Undang-Undang, hal ini yang dikatakan
sebagai override. Sehingga dapat dikatakan bahwa hak veto Presiden disini tidak memiliki
banyak kekuatan untuk membatalkan Rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh
DPR dan senat, karena DPR dan senat masih memiliki kekuatan untuk membatalkan hak veto
Presiden yang disebut sebagai legislative veto.
Perbedaan pelaksanaan fungsi legislasi di Indonesia dan Amerika Serikat terkait
dengan beberapa hal. Perbedaan yang paling penting dan mepengaruhi kedua negara tersebut
adalah berhubungan dengan adanya kekuatan sistem bikameral, Pada negara Indonesia sistem
bikameralnya adalah sistem bikameral yang lemah sedangkan Amerika Serikat merupakan
sistem bikameral yang kuat. Perbedaan kekuatan sistem bikameral inilah yang mempengaruhi
kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing lembaga legislatif di setiap negara. Karena di
Indonesia yang dibentuk adalah bikameral lemah, maka kewenangan salah satu Lembaga
tidak sebesar Lembaga lainnya. Dalam hal ini, seperti yang diketahui kewenangan Dewan
Perwakilan Daerah dalam menjalankan fungsi legislasi sangat terbatas, tidak seperti
kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Berbeda halnya dengan
kewenangan DPR dan senat yang berjalan dengan seimbang dan saling melengkapi dalam
proses legislasi.
Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah di Indonesia merupakan sebagai wakil daerah
yang mirip dengan Senat di Amerika Serikat, bedanya Dewan Perwakilan Daerah mewakili
daerah otonom di Indonesia, sedangkan Senat mewakili negara bagian di Amerika Serikat.
Perbedaan di sini disebabkan oleh bentuk negara Indonesia dan Amerika Serikat yang
berbeda, yaitu Indonesia berbentuk negara kesatuan dan sedangkan Amerika berbentuk
negara federal. Namun sayangnya otoritas Dewan Perwakilan Daerah sebagai perwakilan
regional atau wilaya daerah sangat lemah untuk dapat menyalurkan aspirasi masyarakat
daerah dalam legislasi. Dalam situasi tertentu Dewan Perwakilan Daerah lebih unggul karena
itu disebut sebagai representative dibandingkan dengan Dewan Perwakilan Rakyat, karena
kedudukan Dewan Perwakilan Daerah berperan sebagai regional representative lebih
mengerti tentang apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Masing-masing anggota Dewan
Perwakilan Daerah mewakili komponen dari daerah otonomnya, sehingga setiap anggota
Dewan Perwakilan Daerah tersebut akan membawa kepentingan dan aspirasi dari daerah
otonomnya. Berbeda dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang mewakili rakyat
nasional, akan sulit bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk dapat mencakup dan
menjaring semua aspirasi secara nasional. Proses legislasi di Indonesia juga masih banyak
melibatkan presiden dalam pelaksanaannya. Sedangkan di Amerika Serikat presiden hanya
diberikan wewenang untuk mengajukan hak Veto atau penolakan atas Rancangan Undang-
Undang yang diajukan oleh kongres yaitu DPR dan senat saat meminta pengesahan.7

2.2 Pelaksanaan Legislasi yang dihubungkan dengan Teori Pemisahan Kekuasaan


antara Indonesia dan Amerika Serikat

Pemisahan kekuasaan secara hukum di Indonesia adalah pemisahan kekuasaan yang


tidak absolut disertai dengan adanya check and balances. Pemisahan kekuasaan di Indonesia
digolongkan menjadi tiga cabang kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif. Ketika sesudah adanya amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945, kekuasaan
legislatif di Indonesia terbagi menjadi lembaga Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Daerah, yang berarti bahwa kekuasaan legislatif memiliki dua majelis Lembaga
dalam strukturnya. Kemudian, kekuasaan eksekutif yang dilaksanakan oleh Presiden dan
Wakil Presiden yang sebelumnya berkuasa dalam pembentukan undang-undang, namun
setelah adanya amandemen Konstitusi kekuasaan untuk pembentukan undang-undang
diberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah sebagai lembaga
legislatif. Oleh karena itu, seharusnya kewenangan utama eksekutif adalah menjalankan
pemerintahan menurut undang-undang, bukan untuk membentuk undang-undang, tetapi pada
penerapannya Presiden mempunyai kewenangan yang besar dalam proses legislasi, bahkan
lebih besar dari kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Daerah sebagai sebuah
lembaga kekuasaan legislatif. Untuk kekuasaan yudikatif dengan adanya amandemen
UndangUndang Dasar Tahun 1945, kekuasaan yudikatif menjadi dijalankan oleh tiga
lembaga yaitu Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
Sedangkan di Amerika Serikat pemisahan kekuasaan dilakukan secara jelas dan tegas
dalam penerapannya, sekalipun pemisahan kekuasaan secara mutlak tidak diterapkan seperti
gagasan Montesquieu, setiap lembaga di Amerika Serikat mempunyai tugas dan wewenang
yang seimbang menurut cabang kekuasaannya, tidak berjalan satu arah, tetapi tetap terdapat
check and balances di dalamnya. Kekuasaan legislatif Amerika Serikat berbentuk sebuah
kongres yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan senat, yang memegang kekuasaan
untuk membuat undang-undang. Selanjutnya presiden dan wakil presiden menjalankan
kekuasaan eksekutif, yang memiliki kekuasaan untuk menjalankan dan mengesahkan undang-
undang. Dan yang terakhir untuk kekuasaan kehakiman, akan dijalankan oleh Mahkamah
Agung.
Konsep pemisahan kekuasaan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kekuatan
dan kelemahan wewenang lembaga negara. Hal ini termasuk lemahnya kewenangan Dewan
Perwakilan Daerah dalam fungsi legislasi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Lemahnya kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dan fungsi legislasinya terkait dengan
praktek pemisahan kekuasaan yang diterapkan di Indonesia. Ketiga kekuasaan ini telah diberi
tugas dan wewenang berdasarkan kekuasaanya masing-masing, sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya. Namun dalam praktiknya, ketiga kekuasaan itu saling mengawasi antara satu
7
Artifani dan Mahanani, “Studi Perbandingan Pelaksanaan Fungsi Legislasi oleh Dewan Perwakilan Daerah
Dikaitkan dengan Teori Pemisahan Kekuasaan antara Indonesia dan Amerika Serikat.”2022, hlm 167.
sama lain. Tujuan ini adalah pemeriksaan untuk menjegah kesewenang-wenangan oleh
sekelompok penguasa, atau biasa disebut check and balances. Namun, check and balances di
Indonesia saat ini masih tidak terlihat wujudnya. Terutama dalam pelaksanaan fungsi legislasi
yang masih menitikberatkan pada kewenangan fungsi legislasi pada Dewan Perwakilan
Rakyat dan Presiden. Padahal yang seharusnya yang diberi kewenangan lebih dalam fungsi
legislasi adalah lembaga legislatif itu sendiri, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Daerah. Namun pada kenyataannya Dewan Perwakilan Daerah tidak memiliki
kewenangan yang cukup untuk menjalankan fungsi legislasi tersebut. Padahal, keterlibatan
Presiden sebagai lembaga eksekutif masih sangat kuat dalam proses legislasi di Indonesia.
Pemisahan kekuasaan tersebut merupakan kesalahan bagi lembaga seperti Dewan
Perwakilan Daerah yang tidak mendapatkan kewenangannya sebagaimana mestinya.
Sehingga Dewan Perwakilan Daerah hanya dipahami sebagai lembaga pendukung yang
mengikuti Dewan Perwakilan Rakyat.8 Keadaan ketatanegaraan ini harus diperjelas lagi
supaya prinsip pemisahan kekuasaan seperti apa yang akan diterapkan di Indonesia. Karena
dengan begitu Presiden akan memiliki banyak kekuasaan, bahkan di luar cabang kekuasaan
utamanya yakni eksekutif, sehingga dikhawatirkan hal ini dapat memicu terjadinya abuse of
power, karena dalam prakteknya ia berperan sebagai eksekutif tetapi juga memiliki pengaruh
yang cukup besar dalam fungsi legislasi.
Check and balances harus terjadi tidak hanya antar cabang kekuasaan negara, tetapi
juga antar Lembaga atau institusi dalam cabang kekuasaan yang sama. Mengenai check and
balances yang terjadi dalam pelaksanaan fungsi legislasi oleh kekuasaan legislatif sangat
tidak baik. Karena kekuasaan Dewan Perwakilan Daerah lemah dibandingkan dengan Dewan
Perwakilan Rakyat dalam fungsi legislasi, bahkan lebih lemah dari kekuasaan yang dipegang
oleh Presiden sebagai lembaga di luar legislatif dalam fungsi legislasi. Check and balances
harus diterapkan terlebih dahulu ke dalam cabang kekuasaan legislatif itu sendiri, dan baru
kemudian ke Lembaga yuridiksi lain yang bertanggung jawab atas pengoperasian fungsi
legislasi. Jika melihat kebelakang, pemisahan kekuasaan pada cabang kekuasaan legislatif di
Indonesia yang tidak baik dan sesuai dengan prinsip check and balances terkait dengan
lemahnya sistem bikameral di Indonesia. Oleh karena itu, jika pemberian kekuasaan dapat
dilakukan dengan benar dan sesuai dengan bagiannya, maka tidak hanya akan menciptakan
check and balances yang baik, tetapi juga memperkuat sistem bicameral di Indonesia. Dengan
demikian, kekuasaan legislatif di Indonesia tidak akan satu pihak, tidak ada yang lebih kuat
dan yang lebih lemah.

8
ibid.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fungsi legislasi adalah fungsi untuk membuat undang-undang. Doktrin pemisahan


kekuasaan, yaitu bahwa kekuasaan legislatif dan eksekutif harus dipisahkan dengan jelas
antara fungsi dan kelembagaannya. Namun dalam pelaksanaannya di beberapa negara,
pemisahan seperti ini tidak ditegakkan secara ketat. Dalam sistem presidensial, seperti di
Indonesia dan Amerika Serikat, terdapat perbedaan yang mencolok, terutama keterlibatan
Presiden dalam pembentukan undang-undang.
legislasi di Indonesia dan Amerika Serikat. Perbedaan yang paling penting berkaitan
dengan kekuatan sistem bikameral kedua negara, dimana di Indonesia sistem bikameralnya
termasuk kedalam bikameral lemah sedangkan Amerika Serikat adalah bikameral yang kuat.
Perbedaan kekuatan sistem bikameral itulah yang mempengaruhi kekuasaan legislatif
masing-masing negara. Karena di Indonesia yang diterapkan adalah bikameral lemah, maka
kewenangan salah satu kamar tidak sebesar kamar lainnya. Dalam hal, sebagaimana
diketahui, kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam fungsi legislasinya sangat terbatas,
berbeda dengan kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini berbeda
dengan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat dan senat yang berimbang dan saling
melengkapi dalam proses legislasi. Sistem legislasi di Indonesia masih melibatkan presiden
dan pelaksanaannya. Sedangkan di Amerika Serikat presiden hanya diberikan kewenangan
untuk mengajukan hak Veto atau menolak Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh
kongres yaitu Dewan Perwakilan Daerah dan Senate saat meminta pengesahan atau
persetujuan.
Dari sisi fungsi legislasi, pemisahan kekuasan di Indonesia masih belum
mencerminkan prinsip check and balances dalam pelaksanaannya. Keterlibatan Presiden
dalam proses legislasi tidak bisa dilihat sebagai upaya check and balances, melainkan
intervensi untuk menjadikan fungsi legislasi terlihat sebagai fungsi bersama, bukan lagi
fungsi yang dimiliki lembaga legislatif. Seharusnya dalam mewujudkan check and balances
cukup memberikan Presiden kewenangan yang diperlukan di fungsi legislasi. Jika Presiden
terlibat dalam pelaksanaan fungsi legislasi yang seharusnya dimiliki oleh Lembaga legislatif,
maka fungsi legislasi tersebut dapat dikatakan sebagai fungsi bersama. Karena di sini ada
Dewan Perwakilan Daerah yang memiliki kewenangan untuk memperoleh kewenangan lain
dalam proses legislasi, Alasannya adalah karena Dewan Perwakilan Daerah merupakan
perwakilan dari rakyat daerah atau masyarakat yang berhak menyuarakan pendapat atau
menyampaikan pandangannya dalam proses legislasi. Check and balances harus diterapkan
terlebih dahulu dalam ke cabang kekuasaan legislatif dari yuridiksi itu sendiri, dan baru
kemudian ke Lembaga yuridiksi lain yang bertanggung jawab dan mengawasi jalannya fungsi
legislasi.

3.2 Saran

Pada Sistem lembaga perwakilan negara Indonesia harus mengarah kepada sistem
lembaga perwakilan bikameral yang kuat (strong bicameralism), meskipun tidak akan
mengarah pada sistem lembaga perwakilan bikameral yang sama kuat (perfect bicameralism).
Tidaklah bijaksana untuk memperkenalkan sistem bikameral yang ketat dalam satu
sistem dalam sistem nasional Indonesia, apalagi bikameralisme penuh juga dapat
menyebabkan kekacauan dalam sistem politik. Salah satu program politik yang tepat yang
akan terus dipertahankan dan didorong adalah gerakan melakukan perubahan lain
terhadap UUD 1945 untuk mewujudkan lembaga perwakilan bikameral yang kuat, adalah
salah satu agenda hukum politik yang harus terus diadvokasi dan didesakkan.
Namun sebenarnya mengubah undang-undang bukanlah tugas yang mudah.
Banyak aturan dan ketentuan yang sulit diikuti, apalagi jumlah anggota DPD tidak
sampai sepertiga anggota MPR. Dengan komposisi yang demikian, penguatan DPD melalui
reformasi konstitusi merupakan langkah penting namun kurang strategis dan relatif akan
memakan waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA

Adinda, Rizki Aulia, Cici Fatmala, dan Yana Syafrie Hijri. “Perbandingan Sistem
Pemerintahan Presidensial di Indonesia dan Amerika Serikat,” t.t.
Artifani, Fauzia, dan Anajeng Esri Edhi Mahanani. “Studi Perbandingan Pelaksanaan Fungsi
Legislasi oleh Dewan Perwakilan Daerah Dikaitkan dengan Teori Pemisahan
Kekuasaan antara Indonesia dan Amerika Serikat.” Yustisia Tirtayasa: Jurnal Tugas
Akhir 2, no. 3 (23 Desember 2022): 158. https://doi.org/10.51825/yta.v2i3.17071.
Hadi, Syofyan. “FUNGSI LEGISLASI DALAM SISTEM PEMERINTAHAN
PRESIDENSIL (Studi Perbandingan Indonesia dan Amerika Serikat).” DiH: Jurnal
Ilmu Hukum 9, no. 18 (1 Agustus 2013). https://doi.org/10.30996/dih.v9i18.275.
“PERBANDINGAN PROSEDUR LEGISLASI INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT,”
t.t.
Setio, Stevanus Evan. “FUNGSI LEGISLASI DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAN
INDONESIA,” t.t.

Anda mungkin juga menyukai