Anda di halaman 1dari 10

BUKU JAWABAN TUGAS

MATA KULIAH TUGAS 1

Nama Mahasiswa : HENKY PRAMANA SETIAWAN

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044607869

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4210 / HUKUM TATA NEGARA

Kode/Nama UPBJJ : 017- JAMBI

Masa Ujian : 2022/23.2 (2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Soal :
Soal No 1

Ahli hukum Henc van Maarseveen dan Ger van der Tang mengatakan, bahwa selain sebagai
dokumen nasional, konstitusi juga sebagai alat untuk membentuk sistem politik dan sistem hukum negaranya
sendiri. Sehingga dalam konstitusi di Indonesia berisikan muatan konstitusi yang menjadi ciri khas dari
ketatanegaraan Indonesia. Menurut J.G. Steenbeek, setidaknya terdapat tiga muatan pokok konstitusi, yaitu:
Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya;
Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental;
Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang
juga bersifat fundamental. Dalam sejarah konstitusi dahulu hanya memuat-memuat aturan hu kum, yaitu batas
kewenangan penguasa, menjamin hak rakyat,
dan mengatur jalannya pemerintahan. Berbeda dengan konstitusi zaman modern yaitu merumuskan dan
menyimpulkan prinsip hukum, haluan negaradan patokan kebijaksanaan, yang kesemuanya mengikat penguasa.

1. Berikan analisis Anda bahwa materi muatan konsitusi di Indonesia sudah terkandung 3 muatan
pokok konstitusi menurut J.G. Steenbeek?

Jawaban : dalam Batang Tubuh UUD 1945, diakomodir materi muatan pokok yang harus ada dalam
UUD sebagaimana yang dikemukakan oleh Mr. J.G Steenbeek. dalam UUD 1945, dimuat jaminan
terhadap HAM dan warga negara, sebagaimana diatur dalam Bab X hingga Bab XIV, Pasal 27,
28,29,30,31, dan Pasal 34. Jaminan tentamg HAM sudah diatur dalam UUD 1945 (Sebelum
Perubahan), akan tetapi UUD 1945 belum mengatur secara rinci. Berbeda dengan Konsttitusi RIS
dan UUDS RI yang dibentuk dan disahkan kemudian sesudah Universal Declaration of Human Rights
(1948). Ditetapkan pula dalam UUD 1945, materi muatan pokok UUD lainnya, yaitu susunan
ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental dan pembagian dan pembatasan tugas
ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental, yaitu MPR sebagai lembaga negara
tertinggi, sedangkan DPR, Presiden, MA, DPA, dan BPK sebagai Lembaga tinggi negara, dengan
berbagai kewenangan dari Lembaga Lembaga negara tersebut dalam UUD, sebagaimana diatur
dalam Bab II hingga Bab IX UUD 1945.

2. Berikan analisis Anda bahwa dalam konstitusi atau undang- undang dasar di
Indonesia sudah menggambarkan bentuk negara, bentuk kedaulatan, sistem pemerintahannya, dan
suprastruktur politik indonesia?

Jawaban : berdasarkan Bab II hingga Bab VII, UUD 1945 merupakan Konstitusi sistem
pemerintahan semi presidensial, sebab terdapat kriteria system pemerintahan parlementer dan
system pemerintahan presidensial. Dalam UUD 1945, karakteristik sistem pemerintahan presidensial
lebih dominan, sehingga yang digunakan dalam UUD 1945 RIS adalah Sistem Pemerintahan Semi
Presidensial. Karakteristik sistem pemerintahan presidensial lainnya dalam UUD 1945 selain yang
dikemukakan oleh Soepomo dan Soekiman yang kemudian diatur dalam UUD 1945 , adalah bahwa
kekuasaan membentuk undang undang dipegang oleh presiden, dengan persetujuan DPR, berbagai
kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.

UUD 1945 berdasarkan Bab XVI tentang perubahan UUD, merupakan UUD berderajat tinggi
(supreme constitution) dan rijid (rigid constitution). Dalam pasal
37 UUD 1945 diatur bahwa mengubah UUD 1945, sekurang – kurangnya 2/3 jumlah Anggota MPR
harus hadir, dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang – kurangnya 2/3 jumlah anggota
MPR yang hadir.
Soal No 2.
Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Untuk menjelaskan sumber legitimasi kekuasaan
tertinggi itu, para ahli tata negara dan hukum menjelaskan melalui doktrin, ajaran atau teori kedaulatan.
Berdasarkan asal mula negara terdapat beberapa jenis teori kedaulatan yaitu kedaulatan Tuhan, kedaulatan raja,
kedaulatan negara, kedaulatan hukum, dan kedaulatan rakyat. Teori kedaulatan Tuhan menganggap pemilik
kedaulatan yang sesungguhnya adalah Tuhan. Sama halnya dalam teori kedaulatan raja menganggap bahwa raja
adalah wakil Tuhan. Dalam kedaulatan negara menganggap bahwa dalam wilayah suatu negara hanya negara itu
yang berdaulat penuh. Tidak ada seorang yang berhak menentang kehendak negara. Sehingga kekuasaan negara
tidak ada yang membatasi. Kemudian dalam kedaulatan hukum, kedaulatan yang berasal dari hukum yang berlaku
di suatu negara. Sedangkan pada kedaulatan rakyat kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Maka dari itu
legitimasi kekuasaan pemerintah adalah berasal dari rakyat.

1. Berikan analisis anda teori kedaulatan mana yang digunakan dalam negara yang susunannya
berbentuk negara kesatuan, federal, dan konfederal beserta penjelasannya secara singkat?

Jawaban :

teori kedaulatan yang digunakan dalam negara kesatuan dan federal adalah teori kedaulatan rakyat,
dimana kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Negara negara yang menganut teori kedaulatan ini
seperti Indonesia (negara kesatuan) dan Amerika Serikat (Negara Federal atau Serikat) negara yang
menganut teori kedaulatan rakyat ini sering dikenal sebagai negara demokrasi. Negara konfederal
tetap memiliki kedaulatan dan tidak terjadi pelimpahan kedaulatan pada federal, sehingga konfederal
tetap memiliki kewenangan untuk mengatur beberapa hal yang sudah disepakati dan dapat
dibubarkan jika dikehendaki negara pembentuknya sehinigganegara konfederal menganut teori
kedaulatan hukum

2. Berikan analisis Anda hubungan pemerintah pusat dan daerah pada negara dengan susunan
kesatuan, federal, dan konfederal?

Jawaban :

Negara kesatuan, Jika merujuk pada teori model hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah secara teoritis menurut Clarke dan Steward, desentralisasi seperti ini termasuk The Agency
Model. Model dimana pemerintah daerah tidak mempunyai kekuasaan yang cukup berarti sehingga
keberadaannya terlihat lebih sebagai agen pemerintah pusat yang bertugas untuk menjalankan
kebijaksanaan pemerintah pusat. Karenanya pada model ini berbagai petunjuk rinci dalam peraturan
perundangan sebagai mekanisme kontrol sangat menonjol. Ini merupakan konsekuensi bentuk
negara kesatuan, dimana pemerintah pusat yang mengendalikan penyelenggaraan pemerintahan.
Bentuk kontrol pemerintah pusat diwujudkan dengan adanya penyerahan urusan tersebut melalui
penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria (NPSK) yang disusun oleh pemerintah pusat
sebagai landasan bagi pemerintah daerah melaksanakan urusan yang telah diberikan oleh
pemerintah pusat. Selain itu pemerintah pusat juga dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

negara federal, Dalam sistem federalistik, peran subsidiary level (Negara bagian) sangat besar.
Kekuasaan menjalankan pemerintahan berada di tangan negara bagian. Pemerintah federal
menerima pelimpahan kekuasaan dan kewenangan dari negara bagian. Hal ini karena pada awalnya
negara bagian adalah suatu bentuk negara yang berdaulat. Meski demikian, kewenangan
pemerintah federal yang sudah disepakati negara-negara bagian bisa juga mengintervensi
kekuasaan di semua negara bagian. UUD merumuskan kekuasaan yang dimiliki federal dan
menyerahkan sisanya kepada negara bagian, atau sebaliknya. Tujuannya adalah untuk mengawasi
kekuasaan federal, mempertahankan independensi negara bagian dan untuk mempertahankan
karakter masing masing negara bagian.
Negara konfederal, konfederal atau uni tidak dapat disebut sebagai suatu pemencaran
penyelenggaraan wewenang, dimana masing – masing negara yang tergabung dalamn uni atau
konfederal tetap secara penuh menjalankan kekuasaan sebagai negara .

Soal No 3.
Presidensial dan Parlementer

Merujuk pada pendapat Shugart dan Carey, W. Joseph Robbins (Ibid: 179) lebih jauh menjabarkan atribut esensial
yang melekat di dalam sistem presidensial sebagai karakteristik yang sering kali ada (sekaligus membedakannya
dengan sistem parlementer), yaitu:

Pertama, adanya pemisahan kekuasaan diantara cabang-cabang pemerintahan. Pemisahan kekuasaan disini
merujuk pada pemisahan yang jelas di dalam pertanggungjawaban, sebagaimana eksekutif bergerak dalam
wilayah kerja administrator atau pelaksana hukum, legislatif yang membuat hukum, serta lembaga kehakiman yang
berwenang menafsirkan dan memutuskan hukum.

Hal ini tentunya berbeda jika melihat pada sistem parlementer yang terjadi peleburan antara lembaga eksekutif
merupakan bagian dari legislatif.

Kedua, Presiden dipilih secara langsung dengan beberapa varian pemilihan di seisi negara. Bukan semata-mata
ditentukan formasinya oleh parlemen. Tentunya banyak mekanisme berbeda-beda yang digunakan oleh masing-
masing negara penganut presidensial dalam menentukan presiden.

Ada yang simpel hanya dengan kandidat yang memperoleh suara lebih banyak dari yang lain, atau harus
mendapatkan suara lebih dari 50% sebagaimana diterapkan di Prancis. Beda lagi dengan Amerika Serikat dalam
pemilihan presiden menggunakan model electoral college.

Ketiga, masa jabatan presiden tidak bergantung pada dukungan legislatif. Bervariasi antara 4- 5 tahun. Jika ingin
menjadi presiden lagi, maka dia harus mengikuti pemilihan pada periode berikutnya. Terkait penurunan presiden di
tengah jalan, memang tidak memutus kemungkinan bisa terjadi, namun sistem presidensial sangat mengamankan
posisi presiden, sebab salah satunya presiden memiliki sumber legitimasi tersendiri yang terpisah dari parlemen.

Sedangkan di dalam sistem parlementer, masa jabatan presiden dan juga kabinet tergantung pada kepercayaan
legislatif. Parlemen bisa mengajukan mosi tidak percaya yang berakibat pada penurunan kepala pemerintahan dan
juga kabinetnya.

Kelima, eksekutif memiliki otoritas untuk membuat hukum. Meskipun di beberapa negara, misalnya di Amerika
Serikat, sebetulnya eksekutif tidak memiliki kewenangan untuk membuat hukum. Implikasi dari kewenangan
pembuatan hukum bagi eksekutif terkadang membuat tumpang tindih dengan lembaga eksekutif, terlebih lagi jika
eksekutif memiliki ambisi besar dalam mempersempit wilayah kerja pembuatan hukum bagi eksekutif.

Kasus penerapan sistem presidensial di Rusia dan Ukraina bisa menjadi contoh yang baik, hal itu disebabkan
karena presiden memanfaatkan considerably power yang dimilikinya. Sedangkan di dalam sistem parlementer,
eksekutif hanyalah pelaksana dari garis besar halauan yang telah ditentukan oleh parlemen.

Di sisi lain, ada sistem yang bernama parlementer, atau banyak yang menyebutnya dengan istilah Westminster
model, yang diawali dari sistem pemerintahan di Inggris. Defisini mendasar dari karakteristik sistem parlementer
adalah “peleburan cabang eksekutif dan legislatif, dimana biasanya kepala negara dan kepala pemerintahan
dijabat oleh orang yang berbeda, lain dengan sistem presidensial yang kerap kali dipegang oleh orang yang sama”
(Ibid: 180).

Tahapan pemilihannya kira-kira ringkasnya begini: para pemilih memilih partai atau perwakilian mereka yang duduk
di parlemen, kemudian parlemen yang terbentuk, setelah mendapatkan hasil dari alokasi kursi, merancang atau
membentuuk pemerintah. Legislatif lah yang menentukan siapa yang akan melayani sebagai kepala pemerintahan,
pemerintahandisini juga meliputi menteri dan kabinet.
Di dalam sistem parlementer, jika memang ada suara mayoritas partai, maka biasanya akan lebih mudah dan cepat
dalam menyusun formatur pemerintahan dan tidak membutuhkan koalisi. Sebaliknya, jika tidak ada partai yang
memiliki mayoritas suara di parlemen, maka partai akan mencari mitra koalisi di dalam mengusung formatur
pemerintahan.

Di sinilah nanti pembagian kursi di dalam kabinet pemerintahan yang akan datang sangat jelas. Bagaimanapun
juga, kerjasama antar politisi di dalam sistem parlementer sangat penting.

Dalam buku “Demokrasi Elektoral: Sistem dan Perbandingan Pemerintahan” (2015) dijelaskan, dalam sistem
parlementer, eksekutif disebut sebagai eksekutif ganda, yang berisi kepala negara dan kepala pemerintahan.

Yang telah disinggung sebelumnya bahwa sistem parlementer berakar dari tradisi kerajaan Inggris. Dimana kepala
negara dijabat oleh raja atau ratu dan secara formal mengangkat Perdana Menteri, yang biasanya merupakan
ketua partai pemegang kursi terbesar di parlemen.

Semi

Di antara sistem presidensial dan parlementer, ada pula sistem semi presidensial. Istilah “sistem “semi
presidensialisme merupakan term dari Maurice Duverger yan telah melakukan penelitian di Republik ke V Perancis
sejak 1958.

Menurut Duverger, semi presidensialisme adalah “sistem yang memadukan tiga eleman, yaitu presiden dipilih
langsung melalui pemilu seperti sistem presidensial, yang mempunyai kekuasaan yang berarti (seperti di Amerika
Serikat), lalu berhadapan dengan menteri dan perdana menteri yang mengelola eksekutif dan memiliki kekuasaan
yang memerintah, serta tergantung pada mayoritas parlemen sebagaimana di dalam sistem parlementer” (Ibid:
181).

Sistem semi presidensialisme sendiri masih diperdebatkan, sebagian menyatakan bahwa sistem ini adalah sistem
dalam fase alternatif, tergantung bagaimana kondisi di parlemen. “Jika mayoritas dibelakang presiden, presidensial,
namun jika bersebarangan, parlementer”.

Sebagaimana yang telah dikatakan di awal tulisan, memang secara praktik sukar ditemukan banyak negara yang
menganut sistem pemerintahan baik presidensial maupun parlementer secara murni.
Konsep in between atau semi ini bisa menjadi suatu penjembatan ketika ada suatu negara yang menjalani beberapa
model yang ada di presidensial sekaligus parlementer. Meskipun, beberapa ilmuwan menyatakan tinggal lebih
banyak mengadopsi karakter yang mana, sehingga bisa disebut penganut presidensial atau parlementer.

http://www.pojokwacana.com/perbedaan-sistem-presidensial-parlementer-dan-semi/

1. Apakah sistem pemerintahan parlementer hanya digunakan pada negara yang berbentuk
monarkhi?

Jawban : sistem pemerintahan parlementer tidak hanya digunakan pada negara yang berbentuk monarki.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa negara yang berbentuk monarki menggunakan sistem
parlementer. Karena raja dan ratu dipertahankan sebagai kepala negara, sedangkan kepala
pemerintahan dijalankan oleh perdana Menteri. Walaupun sebuah negara tidak berbentuk monarki, dalam
hal negara tidak melakukan pemisahan kekuasaan (separation of power), maka sistem pemerintahan
yang digunakan adalah sistem pemerintahan parlementer, seperti yang terjadi pada republik federal
jerman.

2. Berikan analisis anda mengapa sistem pemerintahan presidensial memiliki stabilitas tinggi?
Berikan alasannya?

Jawaban : stabilitas sistem presidensial sangat tinggi dikarenakan dalam sistem pemerintahan
presidensial dipilih dalam masa jabatan yang tetap, selain itu, sistem presidensial memecahkan masalah
kestabilan eksekutif dengan membuat presiden independen terhadap parlemen, dan melegitimasi
kewenangannya padapemilihan umum.

Berikan analisis anda sistem pemerintahan semi apa yang pernah diterapkan diIndonesia?

Jawaban ; Indonesia pernah menggunakan sistem pemerintahan semi presidensial dan semi
parlementer. UUD 1945 (sebelum perubahan) menggunakan sistem semi presidensial sedangkan
Konstitusi RIS dan UUDS RI menggunakan sistem pemerintahan semi parlementer.

Sumber :

BMP HKUM4201Hukum Tata Negara Modul 1-3 https://www.youtube.com/watch?v=H8o8MYijfLE


https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar/article/view/4812
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jpdk/article/view/11325#:~:t
ext=Hasil%20penelitian%20ini%20mengungkapkan%20bahwa,dalam
%20pemilihan%20presiden%20(pemilu).

Anda mungkin juga menyukai