Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa
pemerintahan orde baru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebanyak empat kali. Perubahan
tersebut berimplikasi terhadap perubahan ketatanegaraan sekaligus susunan kelembagaan
Negara Indonesia. salah satu dampak langsung perubahannya adalah perubahan
supremasi MPR menjadi supermasi Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia
tidak lagi mengenal istilah “lembaga tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga
terjadi kesejajaran kedudukan dengan lembaga sejenis demi menciptakan system check
and balances.
Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan klasik yaitu fungsi legislative, eksekutif,
dan yudikatif oleh Baron de Montesquieu (1689-1785). Teori tersebut disebut juga teori
Trias Politica yang menghendaki adanya pemisahan kekuasaan antara satu lembaga
dengan lembaga Negara yang lain. Satu lembaga Negara tidak boleh mencampuri
kekuasaan lembaga Negara yang lain.
Konsepsi Trias Politica tersebut dewasa ini sudah tidak relevan lagi karena tidak
mungkin ketiga lembaga tersebut hanya melaksanakan satu fungsi tanpa boleh
mencampuri fungsi lembaga lain. System check and balances dalam konsep tersebut
tidak ditemukan. Padahal idealnya lembaga-lembaga Negara memiliki kedudukan yang
sejajar satu dan lain dan berhubungan saling mengawasi sesuai dengan prinsip check and
balances.
Seiring perkembangan masyarakat modern yang sedang berkembang dari segi
sosial, ekonomi, politik, dan budaya dengan berbagai pengaruh globalisme menuntut
adanya system kenegaraan yang efisien dan efektif dalam memenuhi pelayanan publik.
Atas faktor tersebut muncullah berbagai lembaga-lembaga Negara sebagai
eksperimentasi kelembagaan yang dapat berupa dewan (council), komite (committee),
komisi (commission), badan (board), atau otorita (authority).
Lahirnya lembaga-lembaga baru tersebut di sebut dengan lembaga penunjang
(auxiliary institution). Lembaga-lembaga ini memiliki fungsi layaknya lembaga Negara
yang utama, ada lembaga yang memiliki fungsi regulasi, fungsi administrative, dan
fungsi penghukuman.

1
Eksperimentasi terhadap lembaga-lembaga baru juga sedang dilakukan oleh
Negara Indonesia. Dimulai pasca jatuhnya pemerintahan Soeharto (1998) yang dikenal
dengan era reformasi dilakukanlah perubahan konstitusi UUD 1945 selama 4 tahun
(1999-2002). dalam perubahan tersebutlah terjadi pembentukan dan pembaharuan
lembaga Negara. Dari 34 lembaga Negara, terdapat 28 lembaga Negara yang
kewenangannya dijelaskan secara umum maupun secara rinci dalam UUD 1945. ke-28
lembaga Negara inilah yang disebut memiliki kewenangan konstitusional yang
disebutkan secara eksplisit dalam UUD 1945.
Dari 34 lembaga Negara ini dapat dibedakan menjadi dua segi, segi hierarki dan
segi fungsinya. Kriteria segi hierarkinya dapat di tentukan dengan 2 kriteria; (i) kriteria
bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya, (ii) kualitas fungsinya yang
bersifat utama atau penunjang dalam system kekuasaan Negara. Kriteria dari segi
fungsinya ada yang bersifat utama (primer), dan penunjang (auxiliary). Dalam segi
Hierarkisnya ke-34 lembaga Negara tersebut dibagi dalam tiga lapis. Organ lapis pertama
biasa dikenal dengan lembaga tinggi Negara, organ lapis kedua dikenal dengan lembaga
Negara saja, sedangkan organ lapis ketiga dikenal dengan lembaga daerah. diantara
lembaga-lembaga tersebut ada yang dikategorikan sebagai lembaga primer dan lembaga
penunjang.
Keseluruhan dari lembaga Negara tersebut merupakan bagian dari Negara sebagai
suatu organisasi. Konsekuensinya, masing-masing memiliki fungsi tertentu dan saling
berhubungan sehingga memerlukan pemahaman dan pengaturan yang dapat mengatur
agar berjalan dalam satu system yang tepat.
Penulis merasa perlu dilakukannya pengkajian perbandingan antara lembaga-
lembaga Negara sebelum dan sesudah amandemen agar kita dapat mengetahui secara
tepat mengenai tugas dan fungsinya masing-masing. Serta apakah sudah tepat berdirinya
lembaga-lembaga Negara saat ini berkaitan dengan yang diatur dalam Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sekaligus perubahan-perubahannya. Tentu
berjalannya Lembaga Negara dalam satu system yang tepat atau tidaknya dapat diuji
dengan melakukan studi komparatif lembaga Negara sebelum dan sesudah amandemen.
Atas dasar tersebut menjadi pokok pikiran utama sekaligus judul di tulisnya makalah ini.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA

1. Sistem Pemerintahan dan Lembaga Negara


Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan ditegaskan bahwa system pemerintahan
Negara meliputi :

1. Indonesia, ialah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak


berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
2. Sistem Konstitusional, artinya pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi
(hukum dasar), tidak bersifat absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas).
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat
(Die gesammte Staatagewat legit allein bel der Majelis). Terhadap system
kekuasaan Negara tertinggi berada di tangan MPR, sebelum perubahan UUD
1945 ditentukan : “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR” (Pasal 1 ayat 2 perubahan UUD 1945 dan ditentukan
menjadi : “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.”
4. Presiden ialah penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis.
5. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung
jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Sejarah pembagian kekuasaan Negara adalah bermula dari pemisahan kekuasaan. Tahun
(1690an) John Locke menulis ajaran pemisahan kekuasaan (separation of power) dalam
bukunya ’’Two Treatises on Civil Government”. Menurut J. Locke, kekuasaan Negara
meliputi tiga kekuasaan yaitu: kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan
federatife yang masing-masing terpisah satu sama lain. Montesquieu menulis sebuah
buku yang berjudul : ’’L’Esprit Des Lois”. Dalam Bab VI buku tersebut, diuraikan
menenai tiga kekuasaan yang terpisah satu sama lain, baik dari segi fungsinya maupun

3
dari segi orangannya. Montesquieu memandang kekuasaan pengadilan harus dipisahkan
dari kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan federatif termasuk dalam kekuasaan eksekutif.

Philipus M. Hadjono berpendapat bahwa sistem Pemerintahan sebelum Perubahan UUD


1945 merupakan sistem yang ’’unik’’. Meskipun tidak diingkari bahwa dalam beberapa
hal ada kesamaan dan kemiripannya dengan sistem dan praktek ketatanegaraan di Negara
lain.Setelah Perubahan UUD 1945 ditegaskan bahwa sistem pemerintahan yang dianut
adalah sistem Presidensial. Penegasan yang dimaksud bahwa Presiden dipilih langsung
oleh rakyat,untuk pemahaman yang utuh, maka digunakan penulusuran mengenai sejarah
perumusan dan pembahasan Undang-Undang Dasar oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, proses perbedaan pada PAH I MPR RI dalam melakukan perubahan terhadap
batang tubuh dan penjelasan UUD 1945.

Istilah Lembaga Negara dikenal dalam Ketetapan MPR No.III/MPR/1978 dengan


menggunakan istilah Lembaga Tertinggi Negara untuk MPR, dan Lembaga Tinggi
Negara untuk penyebutan DPR, Presiden dan Wakil Presiden, BPK, DPA, dan MA.
Sedangkan dalam Konstitusi RIS menggunakan istilah ’’alat-alat perlengkapan Federal’’
dan UUDS 1950 menggunakan istilah ’’alat-alat perlengkapan Negara’’.

Setelah UUD1945 diubah, Majelis Permusyawaratan Rakyat kedudukannya sebagai


Lembaga Negara, sedangkan mengenai Dewan Pertimbangan Agung dihapus. Dalam
perubahan ke empat UUD 1945 ketentuan Pasal 16 menjadi :

1. Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan


nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam UU.
2. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak
mamajukan usul kepada Pemerintah.

Dalam perubahan UUD 1945 juga terdapat pembentukan Lembaga Negara baru yaitu
Dewan Perwakilan Daerah dan penambahan pada Kekuasaan kehakiman yaitu
Mahkamah Konstitusi. Ketentuan mana dapat ditelusuri dalam Pasal 24 ayat 2 Perubahan
UUD 1945 : ”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi”.

4
Dalam rangka melakukan identifikasi terhadap lembaga-lembaga Negara pasca
Perubahan UUD 1945, maka dilakukan pendekatan dari berbagai sudut pandang :
A. Teori Pemisahan dan Teori Pembagian Kekuasaan
            Teori yang berkaitan dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan adalah ”teori
pemisahan kekuasaan” yang dipopulerkan oleh Montesquieu dan ”teori pembagian
kekuasaan” yang dipopulerkan oleh Hans Kelsen. Fungsi dari ketiga lembaga Negara
tersebut adalah  melaksanakan kedaulatan rakyat.
B. Penamaan dan Dasar Hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945
            Ditelusuri berdasarkan penamaan dan atribusi wewenang mengenai lembaga-
lembaga Negara dalam Perubahan UUD 1945, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a. MPR
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945
b.  Presiden
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 4 ayat (1), Pasal 5
ayat (1) dan ayat (2) Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 ayat (2), Pasal 20 ayat (2), Pasal 24A ayat (3), Pasal
24B ayat (3), Pasal 24C ayat (3), Perubahan UUD 1945.
c. Dewan Perwakilan Rakyat
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 20 ayat (1) dan (2),
Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (2), Pasal 22D ayat (3), Pasal 22E ayat (2), (3), Pasal 24B
ayat (3), Pasal 24A ayat (3), Pasal 14 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Perubahan UUD 1945.
d. Dewan Perwakilan Daerah
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 22D ayat (1), (2),
(3), Pasal 2F ayat (1), Perubahan UUD 1945.
e.Mahkamah Agung
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24 ayat (2), Pasal
24A ayat (1), Pasal 24C ayat (3).
f. Mahkamah Konstitusi
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24C ayat (1), Pasal
24C ayat (2).
g. Komisi Yudisial
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24A ayat (3), Pasal
24B ayat (1).
h. Badan Pemeriksa Keuangan

5
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 23E ayat (1) dan
ayat (2).
i. Pemerintah Daerah
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 18 ayat (2), ayat
(5), ayat (6).
j. Komisi Pemilihan Umum
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 22E ayat (1), ayat
(2), (5).
k. Bank Sentral
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 23D
l. Tentara Nasional Indonesia
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 30 ayat (3).
m.Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 30 ayat (3).
n. Dewan Pertimbangan
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 16.

Di luar ketentuan UUD, keberadaan lembaga komisi yang merupakan lembaga-lembaga


pembantu (state auxiliary agen-cies) dibentuk berdasarkan Undang-Undang maupun
Peraturan lainnya. Dalam kenyataan di Indonesia telah dibentuk, Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Komisi Penyiaran (KPI), Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Nasional untuk Anak, Komisi Nasional
Perempuan, Komisi Ombudsman Nasional (KON), dan Komisi Hukum nasional (KHN).
2.  Susunan, Kedudukan, dan Wewenang Lembaga-Lembaga Negara

2.1.  Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)


1.  Susunan dan Keanggotaan MPR
MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum, dan
dalam Pasal 3, ditentukan bahwa Keanggotaan MPR diresmikan dengan Keputusan
Presiden.
a. Pimpinan MPR
Pasal 7 ayat (1)
b. Kedudukan MPR

6
Pasal 10 UU. NO. 22 Tahun 2003 menentukan bahwa MPR merupakan lembaga
permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga Negara.
a. Tugas dan Wewenang MPR
Menurut ketentuan Pasal 3 Perubahan UUD 1945 jo Pasal 11 UU. NO. 22 Tahun 2003
bahwa MPR mempunyai tugas dan wewenang:

1. Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar


2. Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemiihan umu, dalam
sidang paripurna MPR
3. Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR

2.2.DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)

1. Susunan dan Keanggotaan DPR

Peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. Keanggotaan
DPR ditentukan dalam pasal 17.
a. Pimpinan DPR
    Ketentuan pimpinan DPR ditentukan dalam pasal 21
2. Tugas dan wewenang DPR
Pasal 26 menentukan bahwa ;

1. DPR mempunyai tugas dan wewenang :


2. Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama;
3. Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti Undang-
Undang;
4. Menerima dan membahas usulan rancangan Undang-Undang yang diajukan DPD
yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam
pembahasan;
5. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan
DPD;
6. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, serta kebijakan pemerintah;

7
7. Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan
penimbangan DPD;
8. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian
anggota Komisi Yudisial;
9. Memberikan persetujuan calon hakim Agung yang diusulkan Komisi yudisial
untuk ditetapkan sebagai hakim Agung oleh Presiden.

2.3.   Dewan Perwakilan Daerah (DPD)


1.    Kedudukan dan Fungsi DPD
Dalam Pasal 40 ditentukan, DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang
berkedudukan sebagai lembaga Negara.
2. Tugas dan wewenang DPD
Dalam Pasal 42, ditentukan :

DPD dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan Otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah,
pengelola sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan
dengan pertimbangan keuangan pusat dan daerah.

2.4.   PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN


1.   Kedudukan, Tugas dan Wewenang Presiden
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 membedakan dua macam kedudukan Presiden
yaitu : sebagai Kepala Negara dan sebagai Kepala Pemerintah. Dimana DPR,
mengesahkan, mengundangkan UU dalam Lembaran Negara dan beberapa kewenangan
dibidang legislativ. Berdasarkan paparan di atas, betapa besar kekuasaan seorang
Presiden menurut Perubahan UUD 1945.

Kekusaan Presiden dapat dikelompokkan menjadi empat :

1. Kekuasaan Penyelenggaraan Pemerintah


2. Kekuasaan di bidang Perundang – unddangan
3. Kekuassaan di bidang Yudisial dan
4. Kekuasaan dalam hubungan luar negeri.

8
2.5 MAHKAMAH AGUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI

2.5.1. MAHKAMAH AGUNG

Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan


perundang- undangan di bawah undang – undang, dan mempunyai wewenang lainnya
yang diberikan oleh UU. Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang
tidak tercela, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum.

Di dalam Negara hukum maka perlu adanya Mahkamah Agung, sebagai badan/lembaga
yang mempunyai tugas menegakkan tertib hukum, disamping Mahkamah Agung
merupakan peradilan kasasi, mengawasi kegiatan – kegiatan peradilan bawahan dan
melakukan hak uji material peraturan perundang – undangan di bawah UU.

Bagir Manan memaparkan bahwa Mahkamah Agung merupakan badan kekuasaan


kehakiman tertinggi (badan pengadilan Negara tertinggi). Sebagai penyelenggaraan
Negara, Mahkamah Agung adalah “Lembaga Tertinggi Negara” seperti Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Hubungan kelembagaan (intitusional) Mahkamah Agung hanya ada dengan Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan Lembaga Negara yang lain, hanya ada hubungan
kepenasihatan. Hubungan ini ada yang bersifat searah dan ada yang dua arah.

Hubungan dengan Presiden bersifat dua arah. Dari Presiden hubungan berkaitan dengan
pengangkatan dan pemberhentian Hakim Agung, sedangkan dari Mahkamah Agung
kepada Presiden ada hubungan kepenasihatan yaitu memberikan nasihat atau
pertimbangan hukum kepada Presiden.

Demikian juga hubungan dengan DPR bersifat dua arah. Dari DPR hubungan berkaitan
dengan pencalon Mahkamah Agung, sedangkan Mahkamah Agung berkaitan dengan
kepenasihatan. Disamping kekuasaan sebagai Kepala Negara, Presiden berhak
mengajukan RUU, membahas RUU bersama DPR.

2.5.2 MAHKAMAH KONSTITUSI

Dasar hukumnya Pasal 24 C Perubahan UUD 1945 :

9
Makamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji Ungdan-undang terhadap UUD, memutus
sengketa kewenangan lembaga Negara yang berwenang diberikan oleh UUD, memutus
pembubaran Partai Politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan Umum.

Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.

Mahkamah Konstitusi memiliki Sembilan orang anggota Hakim Konstitusi yang


ditetapkan oleh Presidfen, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah
Agung, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden.

Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi.
Hakim konstitusi harus memiliki integritas, dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan
negarawan yang menguasi konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap sebagai
pejabat Negara. Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara dan
ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dalam UU No. 24 tahun 2003.

Tujuan pembentukan Mahkamah Konstitusi dilandasi pemikiran :

Pertama, adanya prinsip “check and balances system” dimana mekanisme demokrasi
dapat dikontrol dan diimbangi dengan “nomokrasi”.

Kedua, penegasan dan penguatan prinsip Negara hukum di mana “rule of the
Constitution and pricipe Constitutional democracy” diutamakan secara nyata dengan
cara melakukan pengawalan terhadap UUD melalui MK.

Istilah di Negara lain : Di Perancis disebut Dewan Konstitusi, di Jerman disebut


Mahkamah Konstitusi dan di Eropah Konstituental disebut Mahkamah Konstitusi.

2.6. BPK

Pasal 23E Bab VIII A mengatur mengenai BPK. Tujuannya adalah memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara. Diadakan satu Badan
Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan selanjutnya akan
ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai UU. Anggota BPK

10
dipilih oleh DPR dengan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Pimpinan
BPK akan dilpilih dari dan oleh anggota. BPK berkedudukan di ibu kota Negara dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi.

3. Hubungan Antar Lembaga Negara

3.1. Hubungan MPR dengan DPR dan DPD

Pasca perubahan UUD 1945 kedudukan MPR adalah sebagai “Lembaga Negara” tidak
lagi sebagai Lembaga Tertinggi Negara, oleh karena itu tugas dan wewenangnya sejajar
dengan “Lembaga Negara yang lainnya”. Dipandang dari Pasal 3 Ayat (1), (2), (3),
perubahan UUD 1945 tugas dan wewenang MPR sebenarnya masih seperti dulu yang
berkurang hanyalah MPR tidak lagi memilih Presden dan Wakil Presiden, dan
memberikan mandat kepada Presiden. Karena sekarang kedaulatan berada di tangan
rakyat (Pasal 1 Ayat 2), serta Presiden dan Wakil Preiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat (Pasal 6 Perubahan UUD 1945). Sementara, dipandang dari
keanggotaannya MPR terpilih dari DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum
(Pasal 2 Ayat 1).

3.2. Hubungan MPR dan Presiden

1. MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 3 Ayat 2 Perubahan 1945)

2. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut


agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR (Sumpah/Janji
Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 9 Ayat 1 1945)

3. jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, maka Presiden dan Wakil
Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
Pimpinan MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan MA (Sumpah/Janji Presiden dan Wakil
Presiden, Pasal 9 Ayat 2 1945)

4. MPR hanya bisa memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD Pasal 3 Ayat 3.

11
5. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh
MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pelanggaran penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden ( Pasal 7A)

3.3. Hubungan DPR dan Presiden

1. hubungan antara DPR dan Presiden dapat ditelusuri dalam bidang legislasi:

a. DPR memegang kekuasaan membentuk UU (Pasal 20 Ayat 1)

b. Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR (Pasal 5 Ayat 1)

c. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
(Pasal 20 Ayat 2)

d. Presiden mengesahkan RUU yang telah doisetujui bersama untuk menjadi UU (Pasal
20 Ayat 2)

e. Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden
dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU
dan wajib diundangkan.

3.4. Hubungan Presiden dan DPR

1. RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh presiden untuk dibahas
bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 23 ayat 2)

2. Apabila DPR tidak menyetujui RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara yang
diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yang tahun lalu (Pasal 23 ayat 3)

3. Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan


Pereaturan pemerintahan sebagai pengganti undang-undang (Pasal 22 ayat 1)

12
4. peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan masa itu
(Pasal 22 ayat 2)

5. Jika tidak mendapat persetujuan maka peraturan pemerintah itu harus dicabut (Pasal 22
ayat 3)

6. Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dengan


Negara lain (pasal 11 ayat 1 Perubahan UUD 1945)

7. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat


yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
Negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus
dengan persetujuan DPR (Pasal 11 ayat 2 Perubahan UUD 1945)

8. Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya


ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 12 UUD 1945)

9. Dalam hal mengangkat duta Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13


ayat 2)

10. Presiden menerima penempatan duta Negara asing dengan memperhatikan


pertimbangan DPR (pasal 13)

11. Presiden menerima amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
(Pasal 14 ayat 2)

3.5. Hubungan Presiden dan Dewan Pertimbangan Agung

1. Sebelum UUD diubah , ditentukan bahwa:

a. Susunan DPA ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 16 ayat 1)

1. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak
mengajukan usul kepada pemerintahan (Pasal 16 ayat 2)

2. Setelah UUD 1945 mengalami perubahan:

13
a. Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat
dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang
(Pasal 16 ayat 1 Perubahan UUD 1945)

b. Dewan ini berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan berhak
memajukan usul kepada pemerintah (Pasal 16 ayat 2)

3.6. Hubungan Presiden dan Kementrian Negara

1. Sebelum UUD 1945 diubah:

a. Presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara (Pasal 17 ayat 1)

b. menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (Pasal  17 ayat 2)

c. menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan (Pasal 17 ayat 3)

2. setelah UUD 1945 diubah :

a. ayat 3 diubah menjadi; setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam


pemerintahan.

b. pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementrian Negara diatur dalam UU


(Pasal 17 ayat 4)

3.7. Hubungan Presiden/Pemerintah dengan Mahkamah Agung

1. melakukan peradilan, mengadakan pengawasan tertinggi atas jalannya peradilan

2. memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada presiden tentang permohonan grasi


(Moh. Kusnadi dan Bintan R. Saragih, 1994:174) dalam pasal 14 ayat 1 perubahan UUD
1945 ditentukan bahwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperthatikan
pertimbangan Mahkamah Agung).

3.8. Hubungan DPR dan BPK

1. hasil pemeriksaan keuangan Negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan UU
(Pasal 23 ayat 2 perubahan UUD 1945)

14
2. hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjtui oleh lembaga perwakilan dan/atau badan
sesuai dengan UU (Pasal 23E ayat 3).

BAB 3

PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Setelah melakukan pembahasan dari BAB I samlai BAB III, maka penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
Perbandingan pengaturan antar lembaga Negara sebelum dan sesudah mandemen:
-          Sebelum Amandemen
1.      MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan
UUD, GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden serta mengubah UUD
2.      Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang
dapat digolongkan kedalam beberapa jenis:

3.      Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;

4.      Kekuasaan didalam bidang perundang undangan, menetapakn PP, Perpu;

5.      Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti, abolisi
dan rehabilitasi;

6.      Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan konsul.

15
3.      DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu
kekuasaan membentuk undang-undang (bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan
presiden.

4.      DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden, berkewajiban memberikan
jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah

5.      BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk memeriksa
tanggung jawab keuangan Negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.

6.      MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya tidak
boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah.

-          Setelah Amandemen


1.      MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara
lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, menghilangkan kewenangannya
menetapkan GBHN, menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena
presiden dipilih secara langsung melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan
mengubah UUD, susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung
melalui pemilu.
2.      DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan membentuk UU
(sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan
saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, Proses dan mekanisme
membentuk UU antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar
lembaga negara.
3.      DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan
daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan
utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk
memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh
masyarakat di daerah melalui pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut
membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
4.      BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, berwenang
mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD)
serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh

16
aparat penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di
setiap provinsi, mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal
departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
5.      Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara
pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem
pemerintahan presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR,
Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan
pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR,
kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan
DPR, memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil
presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai
pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
6.      Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kekuasaan kehakiman,
yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan
keadilan [Pasal 24 ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan
perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan
Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan
Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), badan-badan lain yang yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti: Kejaksaan,
Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
7.      Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian
konstitusi (the guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji UU
terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus
pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas
pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden
menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh
Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga
mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan
eksekutif.

Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang
mengatur hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut.

17
Hubungan –hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat
timbal balik hanya sepihak atau searah saja.

Sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia jelas dipengaruhi oleh


ajaran Trias Politica yang bertujuan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang
penguasa dan untuk menjamin kebebasan rakyat.

Menurut UUD NRI 1945 penyelenggaran negara pelaksanaannya diserahkan


kepada suatu alat perlengkapan negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).

Lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri


yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan
kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak
dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut
doktrin pemisahan kekuasaan, dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas
pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang
diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada.

Sistem pembagian kekuasan yang di anut oleh Republik Indonesia saat ini tidak
tertutup kemungkinan akan berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia,
dengan di amandemen UUD 1945 tahun 1999-2004 menunjukan terjadinya perubahan
dalam penyelenggaraan negara, namun semua itu tetap dalam kerangka kedaulatan rakyat
diatas segalanya.

D.    SARAN
Seiring dengan perkembangan zaman dengan banyaknya tuntutan dan permasalahan
Negara yang semakin kompleks ditambah dengan issue-issue distrust masyarakat
terhadap pemerintah maka sangatlah penting peranan pemerintah dalam mengatur system
kelembagaan Negara secara tegas mengatur fungsi dan kedudukannya. UUD 1945
sebelum dan sesudah perubahan telah mengatur lembaga-lembaga Negara tugas, fungsi
dan wewenangnya. akan tetapi, bukan tidak mungkin terjadi perubahan UUD 1945 ke-V
mengingat masih ada lembaga Negara yang memiliki kewenangan dan kedudukan yang
kurang kuat. Juga perlu adanya penegasan bentuk Parlemen di Indonesia agar tidak
adanya kekacauan pembagian kewenangan.

18
Lembaga-lembaga Negara dewasa ini di Indonesia sedang mengalami
pertumbuhan. Banyak lahir lembaga-lembaga Ad hoc yang notabenenya memiliki
kewenangan dan fungsi yang bersifat sementara dan tidak kuat. jadi, saran penulis disini
adalah pemerintah dapat lebih bijak mengatur lembag-lembaga Negara agar tidak terjadi
pemborosan uang Negara membiayai lembaga-lembaga Negara yang sedang tumbuh
bagai cawan di musim hujan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
2008. hlm 139

[2] Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
2008. hlm 140

[3] Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
2008. hlm 141

[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Presiden_Indonesia

[5]  Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
2008. hlm 142

[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat

[7] Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
2008. hlm 144

19
MAKALAH PPKN
KEWENANGAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA
MENURUT UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Disusun Oleh :

Kelompok 5

MUHAMMAD AZMI
MUHAMMAD IKHWAN
MUHAMMAD ROSYANDI

MA NW REMPUNG
2019

20
KATA PENGANTAR

  Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada Saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ilmiah tentang lembaga negara

    Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
   
    Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
   
    Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang hukum dan masyarakat ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Rempung, Nopember 2019

Kelompok 5

ii

21
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN

DAFTAR PUSTAKA

iii
22

Anda mungkin juga menyukai