PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa
pemerintahan orde baru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebanyak empat kali. Perubahan
tersebut berimplikasi terhadap perubahan ketatanegaraan sekaligus susunan kelembagaan
Negara Indonesia. salah satu dampak langsung perubahannya adalah perubahan
supremasi MPR menjadi supermasi Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia
tidak lagi mengenal istilah “lembaga tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga
terjadi kesejajaran kedudukan dengan lembaga sejenis demi menciptakan system check
and balances.
Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan klasik yaitu fungsi legislative, eksekutif,
dan yudikatif oleh Baron de Montesquieu (1689-1785). Teori tersebut disebut juga teori
Trias Politica yang menghendaki adanya pemisahan kekuasaan antara satu lembaga
dengan lembaga Negara yang lain. Satu lembaga Negara tidak boleh mencampuri
kekuasaan lembaga Negara yang lain.
Konsepsi Trias Politica tersebut dewasa ini sudah tidak relevan lagi karena tidak
mungkin ketiga lembaga tersebut hanya melaksanakan satu fungsi tanpa boleh
mencampuri fungsi lembaga lain. System check and balances dalam konsep tersebut
tidak ditemukan. Padahal idealnya lembaga-lembaga Negara memiliki kedudukan yang
sejajar satu dan lain dan berhubungan saling mengawasi sesuai dengan prinsip check and
balances.
Seiring perkembangan masyarakat modern yang sedang berkembang dari segi
sosial, ekonomi, politik, dan budaya dengan berbagai pengaruh globalisme menuntut
adanya system kenegaraan yang efisien dan efektif dalam memenuhi pelayanan publik.
Atas faktor tersebut muncullah berbagai lembaga-lembaga Negara sebagai
eksperimentasi kelembagaan yang dapat berupa dewan (council), komite (committee),
komisi (commission), badan (board), atau otorita (authority).
Lahirnya lembaga-lembaga baru tersebut di sebut dengan lembaga penunjang
(auxiliary institution). Lembaga-lembaga ini memiliki fungsi layaknya lembaga Negara
yang utama, ada lembaga yang memiliki fungsi regulasi, fungsi administrative, dan
fungsi penghukuman.
1
Eksperimentasi terhadap lembaga-lembaga baru juga sedang dilakukan oleh
Negara Indonesia. Dimulai pasca jatuhnya pemerintahan Soeharto (1998) yang dikenal
dengan era reformasi dilakukanlah perubahan konstitusi UUD 1945 selama 4 tahun
(1999-2002). dalam perubahan tersebutlah terjadi pembentukan dan pembaharuan
lembaga Negara. Dari 34 lembaga Negara, terdapat 28 lembaga Negara yang
kewenangannya dijelaskan secara umum maupun secara rinci dalam UUD 1945. ke-28
lembaga Negara inilah yang disebut memiliki kewenangan konstitusional yang
disebutkan secara eksplisit dalam UUD 1945.
Dari 34 lembaga Negara ini dapat dibedakan menjadi dua segi, segi hierarki dan
segi fungsinya. Kriteria segi hierarkinya dapat di tentukan dengan 2 kriteria; (i) kriteria
bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya, (ii) kualitas fungsinya yang
bersifat utama atau penunjang dalam system kekuasaan Negara. Kriteria dari segi
fungsinya ada yang bersifat utama (primer), dan penunjang (auxiliary). Dalam segi
Hierarkisnya ke-34 lembaga Negara tersebut dibagi dalam tiga lapis. Organ lapis pertama
biasa dikenal dengan lembaga tinggi Negara, organ lapis kedua dikenal dengan lembaga
Negara saja, sedangkan organ lapis ketiga dikenal dengan lembaga daerah. diantara
lembaga-lembaga tersebut ada yang dikategorikan sebagai lembaga primer dan lembaga
penunjang.
Keseluruhan dari lembaga Negara tersebut merupakan bagian dari Negara sebagai
suatu organisasi. Konsekuensinya, masing-masing memiliki fungsi tertentu dan saling
berhubungan sehingga memerlukan pemahaman dan pengaturan yang dapat mengatur
agar berjalan dalam satu system yang tepat.
Penulis merasa perlu dilakukannya pengkajian perbandingan antara lembaga-
lembaga Negara sebelum dan sesudah amandemen agar kita dapat mengetahui secara
tepat mengenai tugas dan fungsinya masing-masing. Serta apakah sudah tepat berdirinya
lembaga-lembaga Negara saat ini berkaitan dengan yang diatur dalam Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sekaligus perubahan-perubahannya. Tentu
berjalannya Lembaga Negara dalam satu system yang tepat atau tidaknya dapat diuji
dengan melakukan studi komparatif lembaga Negara sebelum dan sesudah amandemen.
Atas dasar tersebut menjadi pokok pikiran utama sekaligus judul di tulisnya makalah ini.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA
Sejarah pembagian kekuasaan Negara adalah bermula dari pemisahan kekuasaan. Tahun
(1690an) John Locke menulis ajaran pemisahan kekuasaan (separation of power) dalam
bukunya ’’Two Treatises on Civil Government”. Menurut J. Locke, kekuasaan Negara
meliputi tiga kekuasaan yaitu: kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan
federatife yang masing-masing terpisah satu sama lain. Montesquieu menulis sebuah
buku yang berjudul : ’’L’Esprit Des Lois”. Dalam Bab VI buku tersebut, diuraikan
menenai tiga kekuasaan yang terpisah satu sama lain, baik dari segi fungsinya maupun
3
dari segi orangannya. Montesquieu memandang kekuasaan pengadilan harus dipisahkan
dari kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan federatif termasuk dalam kekuasaan eksekutif.
Dalam perubahan UUD 1945 juga terdapat pembentukan Lembaga Negara baru yaitu
Dewan Perwakilan Daerah dan penambahan pada Kekuasaan kehakiman yaitu
Mahkamah Konstitusi. Ketentuan mana dapat ditelusuri dalam Pasal 24 ayat 2 Perubahan
UUD 1945 : ”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi”.
4
Dalam rangka melakukan identifikasi terhadap lembaga-lembaga Negara pasca
Perubahan UUD 1945, maka dilakukan pendekatan dari berbagai sudut pandang :
A. Teori Pemisahan dan Teori Pembagian Kekuasaan
Teori yang berkaitan dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan adalah ”teori
pemisahan kekuasaan” yang dipopulerkan oleh Montesquieu dan ”teori pembagian
kekuasaan” yang dipopulerkan oleh Hans Kelsen. Fungsi dari ketiga lembaga Negara
tersebut adalah melaksanakan kedaulatan rakyat.
B. Penamaan dan Dasar Hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945
Ditelusuri berdasarkan penamaan dan atribusi wewenang mengenai lembaga-
lembaga Negara dalam Perubahan UUD 1945, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a. MPR
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945
b. Presiden
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 4 ayat (1), Pasal 5
ayat (1) dan ayat (2) Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 ayat (2), Pasal 20 ayat (2), Pasal 24A ayat (3), Pasal
24B ayat (3), Pasal 24C ayat (3), Perubahan UUD 1945.
c. Dewan Perwakilan Rakyat
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 20 ayat (1) dan (2),
Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (2), Pasal 22D ayat (3), Pasal 22E ayat (2), (3), Pasal 24B
ayat (3), Pasal 24A ayat (3), Pasal 14 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Perubahan UUD 1945.
d. Dewan Perwakilan Daerah
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 22D ayat (1), (2),
(3), Pasal 2F ayat (1), Perubahan UUD 1945.
e.Mahkamah Agung
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24 ayat (2), Pasal
24A ayat (1), Pasal 24C ayat (3).
f. Mahkamah Konstitusi
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24C ayat (1), Pasal
24C ayat (2).
g. Komisi Yudisial
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24A ayat (3), Pasal
24B ayat (1).
h. Badan Pemeriksa Keuangan
5
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 23E ayat (1) dan
ayat (2).
i. Pemerintah Daerah
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 18 ayat (2), ayat
(5), ayat (6).
j. Komisi Pemilihan Umum
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 22E ayat (1), ayat
(2), (5).
k. Bank Sentral
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 23D
l. Tentara Nasional Indonesia
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 30 ayat (3).
m.Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 30 ayat (3).
n. Dewan Pertimbangan
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 16.
6
Pasal 10 UU. NO. 22 Tahun 2003 menentukan bahwa MPR merupakan lembaga
permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga Negara.
a. Tugas dan Wewenang MPR
Menurut ketentuan Pasal 3 Perubahan UUD 1945 jo Pasal 11 UU. NO. 22 Tahun 2003
bahwa MPR mempunyai tugas dan wewenang:
Peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. Keanggotaan
DPR ditentukan dalam pasal 17.
a. Pimpinan DPR
Ketentuan pimpinan DPR ditentukan dalam pasal 21
2. Tugas dan wewenang DPR
Pasal 26 menentukan bahwa ;
7
7. Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan
penimbangan DPD;
8. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian
anggota Komisi Yudisial;
9. Memberikan persetujuan calon hakim Agung yang diusulkan Komisi yudisial
untuk ditetapkan sebagai hakim Agung oleh Presiden.
DPD dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan Otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah,
pengelola sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan
dengan pertimbangan keuangan pusat dan daerah.
8
2.5 MAHKAMAH AGUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Di dalam Negara hukum maka perlu adanya Mahkamah Agung, sebagai badan/lembaga
yang mempunyai tugas menegakkan tertib hukum, disamping Mahkamah Agung
merupakan peradilan kasasi, mengawasi kegiatan – kegiatan peradilan bawahan dan
melakukan hak uji material peraturan perundang – undangan di bawah UU.
Hubungan dengan Presiden bersifat dua arah. Dari Presiden hubungan berkaitan dengan
pengangkatan dan pemberhentian Hakim Agung, sedangkan dari Mahkamah Agung
kepada Presiden ada hubungan kepenasihatan yaitu memberikan nasihat atau
pertimbangan hukum kepada Presiden.
Demikian juga hubungan dengan DPR bersifat dua arah. Dari DPR hubungan berkaitan
dengan pencalon Mahkamah Agung, sedangkan Mahkamah Agung berkaitan dengan
kepenasihatan. Disamping kekuasaan sebagai Kepala Negara, Presiden berhak
mengajukan RUU, membahas RUU bersama DPR.
9
Makamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji Ungdan-undang terhadap UUD, memutus
sengketa kewenangan lembaga Negara yang berwenang diberikan oleh UUD, memutus
pembubaran Partai Politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan Umum.
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi.
Hakim konstitusi harus memiliki integritas, dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan
negarawan yang menguasi konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap sebagai
pejabat Negara. Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara dan
ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dalam UU No. 24 tahun 2003.
Pertama, adanya prinsip “check and balances system” dimana mekanisme demokrasi
dapat dikontrol dan diimbangi dengan “nomokrasi”.
Kedua, penegasan dan penguatan prinsip Negara hukum di mana “rule of the
Constitution and pricipe Constitutional democracy” diutamakan secara nyata dengan
cara melakukan pengawalan terhadap UUD melalui MK.
2.6. BPK
Pasal 23E Bab VIII A mengatur mengenai BPK. Tujuannya adalah memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara. Diadakan satu Badan
Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan selanjutnya akan
ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai UU. Anggota BPK
10
dipilih oleh DPR dengan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Pimpinan
BPK akan dilpilih dari dan oleh anggota. BPK berkedudukan di ibu kota Negara dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Pasca perubahan UUD 1945 kedudukan MPR adalah sebagai “Lembaga Negara” tidak
lagi sebagai Lembaga Tertinggi Negara, oleh karena itu tugas dan wewenangnya sejajar
dengan “Lembaga Negara yang lainnya”. Dipandang dari Pasal 3 Ayat (1), (2), (3),
perubahan UUD 1945 tugas dan wewenang MPR sebenarnya masih seperti dulu yang
berkurang hanyalah MPR tidak lagi memilih Presden dan Wakil Presiden, dan
memberikan mandat kepada Presiden. Karena sekarang kedaulatan berada di tangan
rakyat (Pasal 1 Ayat 2), serta Presiden dan Wakil Preiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat (Pasal 6 Perubahan UUD 1945). Sementara, dipandang dari
keanggotaannya MPR terpilih dari DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum
(Pasal 2 Ayat 1).
1. MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 3 Ayat 2 Perubahan 1945)
3. jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, maka Presiden dan Wakil
Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
Pimpinan MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan MA (Sumpah/Janji Presiden dan Wakil
Presiden, Pasal 9 Ayat 2 1945)
4. MPR hanya bisa memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD Pasal 3 Ayat 3.
11
5. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh
MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pelanggaran penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden ( Pasal 7A)
1. hubungan antara DPR dan Presiden dapat ditelusuri dalam bidang legislasi:
c. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
(Pasal 20 Ayat 2)
d. Presiden mengesahkan RUU yang telah doisetujui bersama untuk menjadi UU (Pasal
20 Ayat 2)
e. Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden
dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU
dan wajib diundangkan.
1. RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh presiden untuk dibahas
bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 23 ayat 2)
2. Apabila DPR tidak menyetujui RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara yang
diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yang tahun lalu (Pasal 23 ayat 3)
12
4. peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan masa itu
(Pasal 22 ayat 2)
5. Jika tidak mendapat persetujuan maka peraturan pemerintah itu harus dicabut (Pasal 22
ayat 3)
11. Presiden menerima amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
(Pasal 14 ayat 2)
1. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak
mengajukan usul kepada pemerintahan (Pasal 16 ayat 2)
13
a. Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat
dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang
(Pasal 16 ayat 1 Perubahan UUD 1945)
b. Dewan ini berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan berhak
memajukan usul kepada pemerintah (Pasal 16 ayat 2)
1. hasil pemeriksaan keuangan Negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan UU
(Pasal 23 ayat 2 perubahan UUD 1945)
14
2. hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjtui oleh lembaga perwakilan dan/atau badan
sesuai dengan UU (Pasal 23E ayat 3).
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan pembahasan dari BAB I samlai BAB III, maka penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
Perbandingan pengaturan antar lembaga Negara sebelum dan sesudah mandemen:
- Sebelum Amandemen
1. MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan
UUD, GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden serta mengubah UUD
2. Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang
dapat digolongkan kedalam beberapa jenis:
5. Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti, abolisi
dan rehabilitasi;
6. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan konsul.
15
3. DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu
kekuasaan membentuk undang-undang (bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan
presiden.
4. DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden, berkewajiban memberikan
jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah
5. BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk memeriksa
tanggung jawab keuangan Negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
6. MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya tidak
boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah.
16
aparat penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di
setiap provinsi, mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal
departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
5. Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara
pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem
pemerintahan presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR,
Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan
pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR,
kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan
DPR, memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil
presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai
pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
6. Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kekuasaan kehakiman,
yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan
keadilan [Pasal 24 ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan
perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan
Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan
Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), badan-badan lain yang yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti: Kejaksaan,
Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
7. Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian
konstitusi (the guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji UU
terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus
pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas
pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden
menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh
Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga
mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan
eksekutif.
Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang
mengatur hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut.
17
Hubungan –hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat
timbal balik hanya sepihak atau searah saja.
Sistem pembagian kekuasan yang di anut oleh Republik Indonesia saat ini tidak
tertutup kemungkinan akan berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia,
dengan di amandemen UUD 1945 tahun 1999-2004 menunjukan terjadinya perubahan
dalam penyelenggaraan negara, namun semua itu tetap dalam kerangka kedaulatan rakyat
diatas segalanya.
D. SARAN
Seiring dengan perkembangan zaman dengan banyaknya tuntutan dan permasalahan
Negara yang semakin kompleks ditambah dengan issue-issue distrust masyarakat
terhadap pemerintah maka sangatlah penting peranan pemerintah dalam mengatur system
kelembagaan Negara secara tegas mengatur fungsi dan kedudukannya. UUD 1945
sebelum dan sesudah perubahan telah mengatur lembaga-lembaga Negara tugas, fungsi
dan wewenangnya. akan tetapi, bukan tidak mungkin terjadi perubahan UUD 1945 ke-V
mengingat masih ada lembaga Negara yang memiliki kewenangan dan kedudukan yang
kurang kuat. Juga perlu adanya penegasan bentuk Parlemen di Indonesia agar tidak
adanya kekacauan pembagian kewenangan.
18
Lembaga-lembaga Negara dewasa ini di Indonesia sedang mengalami
pertumbuhan. Banyak lahir lembaga-lembaga Ad hoc yang notabenenya memiliki
kewenangan dan fungsi yang bersifat sementara dan tidak kuat. jadi, saran penulis disini
adalah pemerintah dapat lebih bijak mengatur lembag-lembaga Negara agar tidak terjadi
pemborosan uang Negara membiayai lembaga-lembaga Negara yang sedang tumbuh
bagai cawan di musim hujan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
2008. hlm 139
[2] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
2008. hlm 140
[3] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
2008. hlm 141
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Presiden_Indonesia
[5] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
2008. hlm 142
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat
[7] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
2008. hlm 144
19
MAKALAH PPKN
KEWENANGAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA
MENURUT UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Disusun Oleh :
Kelompok 5
MUHAMMAD AZMI
MUHAMMAD IKHWAN
MUHAMMAD ROSYANDI
MA NW REMPUNG
2019
20
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada Saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ilmiah tentang lembaga negara
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang hukum dan masyarakat ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Kelompok 5
ii
21
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
BAB II PEMBAHASAN
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
iii
22