Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LEMBAGA TINGGI NEGARA

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Sistem Administrasi Negara Republik


Indonesia

Dosen Pengampu : Ani

Disusun oleh :

Lutviana (15.011.024)

Ahmad Tajudin ()

Encep

Eman (15.011.064)

Laila Soraya (16.111.012)

ADMINISTRASI NEGARA

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI BANDUNG

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi
nikmat kesehatan dan kesempatan kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Lembaga Tinggi Negara Indonesia
Sebelum dan Sesudah Amandemen ”.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah  ini masih


jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang
sifatnya membangun agar dalam penulisan makalah selanjutnya dapat lebih
sempurna. Akhirnya kepada Allah SWT jua-lah kami serahkan atas segala jasa
perhatian dan amal baik yang diberikan oleh semua pihak. Amin ya rabbal
‘alamin.

Bandung, 1 Mei 2017


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa


pemerintahan orde baru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebanyak empat
kali. Perubahan tersebut berimplikasi terhadap perubahan ketatanegaraan
sekaligus susunan kelembagaan Negara Indonesia. salah satu dampak langsung
perubahannya adalah perubahan supremasi MPR menjadi supermasi Konstitusi.
Susunan kelembagaan Negara Indonesia tidak lagi mengenal istilah “lembaga
tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga terjadi kesejajaran kedudukan
dengan lembaga sejenis demi menciptakan system check and balances.
Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan klasik yaitu fungsi legislative,
eksekutif, dan yudikatif oleh Baron de Montesquieu (1689-1785). Teori tersebut
disebut juga teori Trias Politica yang menghendaki adanya pemisahan kekuasaan
antara satu lembaga dengan lembaga Negara yang lain. Satu lembaga Negara
tidak boleh mencampuri kekuasaan lembaga Negara yang lain.
Konsepsi Trias Politica tersebut dewasa ini sudah tidak relevan lagi karena
tidak mungkin ketiga lembaga tersebut hanya melaksanakan satu fungsi tanpa
boleh mencampuri fungsi lembaga lain. System check and balances dalam konsep
tersebut tidak ditemukan. Padahal idealnya lembaga-lembaga Negara memiliki
kedudukan yang sejajar satu dan lain dan berhubungan saling mengawasi sesuai
dengan prinsip check and balances.
Seiring perkembangan masyarakat modern yang sedang berkembang dari
segi sosial, ekonomi, politik, dan budaya dengan berbagai pengaruh globalisme
menuntut adanya system kenegaraan yang efisien dan efektif dalam memenuhi
pelayanan publik. Atas faktor tersebut muncullah berbagai lembaga-lembaga
Negara sebagai eksperimentasi kelembagaan yang dapat berupa dewan (council),
komite (committee), komisi (commission), badan (board), atau otorita (authority).
Lahirnya lembaga-lembaga baru tersebut di sebut dengan lembaga
penunjang (auxiliary institution). Lembaga-lembaga ini memiliki fungsi layaknya
lembaga Negara yang utama, ada lembaga yang memiliki fungsi regulasi, fungsi
administrative, dan fungsi penghukuman.
Eksperimentasi terhadap lembaga-lembaga baru juga sedang dilakukan
oleh Negara Indonesia. Dimulai pasca jatuhnya pemerintahan Soeharto (1998)
yang dikenal dengan era reformasi dilakukanlah perubahan konstitusi UUD 1945
selama 4 tahun (1999-2002). dalam perubahan tersebutlah terjadi pembentukan
dan pembaharuan lembaga Negara. Dari 34 lembaga Negara, terdapat 28 lembaga
Negara yang kewenangannya dijelaskan secara umum maupun secara rinci dalam
UUD 1945. ke-28 lembaga Negara inilah yang disebut memiliki kewenangan
konstitusional yang disebutkan secara eksplisit dalam UUD 1945.
Dari 34 lembaga Negara ini dapat dibedakan menjadi dua segi, segi
hierarki dan segi fungsinya. Kriteria segi hierarkinya dapat di tentukan dengan 2
kriteria; (i) kriteria bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya,
(ii) kualitas fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalam system
kekuasaan Negara. Kriteria dari segi fungsinya ada yang bersifat utama (primer),
dan penunjang (auxiliary). Dalam segi Hierarkisnya ke-34 lembaga Negara
tersebut dibagi dalam tiga lapis. Organ lapis pertama biasa dikenal dengan
lembaga tinggi Negara, organ lapis kedua dikenal dengan lembaga Negara saja,
sedangkan organ lapis ketiga dikenal dengan lembaga daerah. diantara lembaga-
lembaga tersebut ada yang dikategorikan sebagai lembaga primer dan lembaga
penunjang.
Keseluruhan dari lembaga Negara tersebut merupakan bagian dari Negara
sebagai suatu organisasi. Konsekuensinya, masing-masing memiliki fungsi
tertentu dan saling berhubungan sehingga memerlukan pemahaman dan
pengaturan yang dapat mengatur agar berjalan dalam satu system yang tepat.
Penulis merasa perlu dilakukannya pengkajian perbandingan antara
lembaga-lembaga Negara sebelum dan sesudah amandemen agar kita dapat
mengetahui secara tepat mengenai tugas dan fungsinya masing-masing. Serta
apakah sudah tepat berdirinya lembaga-lembaga Negara saat ini berkaitan dengan
yang diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
sekaligus perubahan-perubahannya. Tentu berjalannya Lembaga Negara dalam
satu system yang tepat atau tidaknya dapat diuji dengan melakukan studi
komparatif lembaga Negara sebelum dan sesudah amandemen. Atas dasar tersebut
menjadi pokok pikiran utama sekaligus judul di tulisnya makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Pemerintahan ?
2. Apa saja susunan Lembaga Negara sebelum amandemen UUD 1945 ?
3. Apa saja susunan Lembaga Negara sesudah amandemen UUD 1945 ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui definisi mengenai pemerintahanan
2. Dapat mengetahui susunan Lembaga Negara sebelum amandemen UUD
1945
3. Dapat mengetahui susunan Lembaga Negara sesudah amandemen UUD
1945
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pemerintahan

Pemerintah adalah organisasi yang memiliki wewenang untuk membuat


peraturan melalui kebijakan dan perundang-undangan di kawasan tertentu atau di
wilayah kekuasaan mereka. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada di
bawah kekuasaan mereka. Pemerintah berbeda dengan pemerintahan. Pemerintah
merupakan organ atau alat pelengkap jika dilihat dalam arti sempit pemerintah
hanyalah lembaga eksekutif saja. Sedangkan arti pemerintahan dalam arti luas
adalah semua mencakup aparatur negara yang meliputi semua organ-organ, badan
atau lembaga, alat kelengkapan negara yang menjalankan berbagai aktivitas untuk
mencapai tujuan negara. Lembaga negara yang dimaksud adalah lembaga
eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan berjalan dengan baik
apabila didukung oleh lembaga-lembaga negara yang saling berhubungan satu
sama lain sehingga merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan nilai-nilai
kebangsaan dan perjuangan negara sesuai dengan kedudukan, peran, kewenangan
dan tanggung jawabnya masing-masing. Sekarang ini dengan adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika kehidupan
nasional, regional dan internasional yang cenderung berubah sangat dinamis,
aneka aspirasi kearah perubahan meluas di berbagai negara di dunia, baik di
bidang politik maupun ekonomi. Perubahan yang diharapkan dalam hal ini
perombakan terhadap format-format kelembagaan birokrasi pemerintahan yang
tujuannya untuk menerapkan prinsip efisiensi agar pelayanan umum (public
services) dapat benar-benar efektif.
2.2. Susunan Lembaga Negara Sebelum Amandenen UUD 1945

Sebelum diamandemen, UUD 1945 mengatur kedudukan lembaga


tertinggi dan lembaga tinggi negara, serta hubungan antar lembaga-lembaga
tersebut. Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian
kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR
mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi
yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).
Adapun kedudukan dan hubungan antar lembaga tertinggi dan lembaga-
lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 sebelum diamandemen, dapat
diuraikan sebagai berikut:

2.2.1 Pembukaan UUD 1945

Dalam pembukaan UUD’45 “ Bahwa sesungguhnya Kemerdekaaan itu


ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”
Pembukaan UUD 1945 tidak dapat dirubah karena di dalam Pembukaan
UUD 1945 terdapat tujuan negara dan pancasila yang menjadi dasar negara
Indonesia.Jika Pembukaan UUD 1945 ini dirubah, maka secara otomatis tujuan
dan dasar negara pun ikut berubah.

2.2.2 Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Sebelum perubahan UUD 1945, kedudukan MPR berdasarkan UUD 1945


merupakan lembaga tertinggi negara dan sebagai pemegang dan pelaksana
sepenuhnya kedaulatan rakyat.MPR diberi kekuasaan tak terbatas (Super
Power). karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang
berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.
2.2.3 Mahkamah Agung (MA)

Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam


sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman  bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh
cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan
peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.

2.2.3 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga tinggi negara


dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.Menurut UUD 1945, BPK
merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.
Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan
oleh Presiden.
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa
tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil
pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

2.2.4 Dewan Perwakilan Rakyat

Tugas dan wewenang DPR sebelum amandemen UUD 1945 adalah


memberikan persetujuan atas RUU [pasal 20 (1)], mengajukan rancangan
Undang-Undang [pasal 21 (1)], Memberikan persetujuan atas PERPU [pasal 22
(2)], dan Memberikan persetujuan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
[pasal 23 (1)].
UUD 1945 tidak menyebutkan dengan jelas bahwa DPR memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran dan pengawasan.
2.2.5 Presiden

Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR,


meskipun kedudukannya tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet”. Presiden
menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi (consentration of power
and responsiblity upon the president). Presiden selain memegang kekuasaan
eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan legislative (legislative
power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power). Presiden mempunyai hak
prerogatif yang sangat besar. Tidak ada aturan mengenai batasan periode
seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian
presiden dalam masa jabatannya.

2.3 Susunan Lembaga Negara Sesudah Amandemen UUD 1945

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan


(amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945
antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan
pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada
Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga dapat menimbulkan
mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara
negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan


dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan,
eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai
dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945
dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap
mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya
lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Sistem ketatanegaraan Indonesia sesudah Amandemen UUD 1945, dapat
dijelaskan sebagai berikut :  Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi
dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut
UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6
lembaga negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah
Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

2.3.1 Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

 Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi


Negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
 Menghilangkan supremasi kewenangannya.Menghilangkan
kewenangannya menetapkan GBHN.
 Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden
 Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
 Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih
secara langsung melalui pemilu.

2.3.2 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

 Posisi dan kewenangannya diperkuat.


 Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan
presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara
pemerintah berhak mengajukan RUU.
 Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
·         Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga Negara.
2.3.3 Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

 Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan


kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah
ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai
anggota MPR.
 Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik
Indonesia.
 Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
 Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain
yang berkait dengan kepentingan daerah.

2.3.4 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

 Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.


 Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara
(APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
 Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap
provinsi.
 Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen
yang bersangkutan ke dalam BPK.

2.3.5 Presiden

 Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara


pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta
memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
 Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
 Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
 Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan
pertimbangan DPR.
 Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan
pertimbangan DPR.
 Syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden
menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai
pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.

2.3.6 Mahkamah Agung (MA)

 Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan


yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan
[Pasal 24 ayat (1)].
 Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-
undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan
Undang-undang.
 Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
 Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian,
Advokat/Pengacara dan lain-lain.

2.3.7 Mahkamah Konstitusi (MK)

 Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the


guardian of the constitution).
 Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa
kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik,
memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat
DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden
menurut UUD.
 Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh
Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden,
sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu
yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas mengenai perbandingan pengaturan antar lembaga


Negara sebelum dan sesudah amandemen:
-        Sebelum Amandemen
1. MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan
untuk menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden dan Wakil
Presiden serta mengubah UUD;
2. Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan
yang luas yang dapat digolongkan kedalam beberapa jenis:
a. Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;
b. Kekuasaan didalam bidang perundang undangan, menetapakn PP,
Perpu;
c. Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian
grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi;
d. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain,
mengangkat duta dan konsul.
3. DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan
utama, yaitu kekuasaan membentuk undang-undang (bersama-sama
Presiden dan mengawasi tindakan presiden.
4. DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden,
berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan
berhak mengajukan usul kepada pemerintah.
5. BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai kekuasaan
untuk memeriksa tanggung jawab keuangan Negara dan hasil
pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
6. MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam
menjalankan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan
pemerintah.
-        Setelah Amandemen
1. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga
tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK,
menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan
kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara
langsung melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah
UUD, susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang
dipilih secara langsung melalui pemilu.
2. DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan
membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR
hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak
mengajukan RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR
dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol
antar lembaga negara.
3. DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi
keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat
nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan
yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan
untuk memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara
langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu, mempunyai
kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang
berkait dengan kepentingan daerah.
4. BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD, berwenang mengawasi dan memeriksa
pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta
menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan
ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, berkedudukan di ibukota
negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi, mengintegrasi
peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK.
5. Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan
memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam
masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial,
Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR, Membatasi
masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja,
Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus
memperhatikan pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi,
amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR,
memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan
wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui
pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa
jabatannya.
6. Mahkamah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan
peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)],
berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan
perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain
yang diberikan Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan
peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan
Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara (PTUN), badan-badan lain yang yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang
seperti: Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
7. Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga
kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution), Mempunyai
kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa
kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai
politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas
pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau
wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang
yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan
pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan
perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif,
dan eksekutif.
Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan
yang mengatur hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-
lembaga negara tersebut. Hubungan –hubungan itu adakalanya bersifat
timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat timbal balik hanya sepihak
atau searah saja.
Sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia jelas
dipengaruhi oleh ajaran Trias Politica yang bertujuan untuk
memberantas tindakan sewenang-wenang penguasa dan untuk
menjamin kebebasan rakyat.
Menurut UUD NRI 1945 penyelenggaran negara pelaksanaannya
diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara seperti Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang
berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan
tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga
Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga
negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut
doktrin pemisahan kekuasaan, dengan perkataan lain, UUD 1945
menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah
badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan
kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada.
Sistem pembagian kekuasan yang di anut oleh Republik Indonesia
saat ini tidak tertutup kemungkinan akan berubah sesuai dengan
kebutuhan masyarakat Indonesia, dengan di amandemen UUD 1945
tahun 1999-2004 menunjukan terjadinya perubahan dalam
penyelenggaraan negara, namun semua itu tetap dalam kerangka
kedaulatan rakyat diatas segalanya.

3.2 Saran

Seiring dengan perkembangan zaman dengan banyaknya tuntutan dan


permasalahan Negara yang semakin kompleks ditambah dengan issue-issue
distrust masyarakat terhadap pemerintah maka sangatlah penting peranan
pemerintah dalam mengatur system kelembagaan Negara secara tegas mengatur
fungsi dan kedudukannya. UUD 1945 sebelum dan sesudah perubahan telah
mengatur lembaga-lembaga Negara tugas, fungsi dan wewenangnya. akan tetapi,
bukan tidak mungkin terjadi perubahan UUD 1945 ke-V mengingat masih ada
lembaga Negara yang memiliki kewenangan dan kedudukan yang kurang kuat.
Juga perlu adanya penegasan bentuk Parlemen di Indonesia agar tidak adanya
kekacauan pembagian kewenangan.

Lembaga-lembaga Negara dewasa ini di Indonesia sedang mengalami


pertumbuhan. Banyak lahir lembaga-lembaga Ad hoc yang notabenenya memiliki
kewenangan dan fungsi yang bersifat sementara dan tidak kuat. jadi, saran penulis
disini adalah pemerintah dapat lebih bijak mengatur lembag-lembaga Negara agar
tidak terjadi pemborosan uang Negara membiayai lembaga-lembaga Negara yang
sedang tumbuh bagai cawan di musim hujan.
Daftar Pustaka

www.kompasiana.com
Portal Nasional RI
Web.unair.ac.id
www.academia.edu
Afriansyahyusuf.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai