Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH PENGANTAR MANAJEMEN

PEMBUATAN PUTUSAN
DOSEN MATA KULIAH
Dr. MAHARUDDIN PANGEWA.M, SI.

OLEH:
NUR HIKMA (210902501001)
KELAS A
085750928966

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya
kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga ter limpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-matikan syafa’at nya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
sebagai tugas Pengantar Administrasi dengan judul “PEMBUATAN
PUTUSAN”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
khususnya kepada Dosen kami yang telah membimbing dalam menulis
makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih,

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 10 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 3
A. Konsep Dasar Pembuatan Putusan ......................................................... 3
B. Proses Pembuatan Putusan ..................................................................... 15
C. Dasar dan Gaya Pembuatan Putusan ...................................................... 20
D. Pertimbangan dalam Pembuatan Putusan ............................................... 23
E. Pembuatan Putusan yang Rasional ......................................................... 24
F. Sarana Pembuatan Putusan Kelompok ................................................... 25
BAB III PENUTUP ................................................................................... 34
A. Kesimpulan ........................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 36

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pengambilan keputusan selalu berkaitan dengan ketidakpastian dari hasil keputusan
yang diambil. Untuk mengurangi faktor ketidakpastian tersebut, keputusan membutuhkan
informasi yang sahih mengenai kondisi yang telah, dan mungkin akan terjadi, kemudian
mengolah informasi tersebut menjadi beberapa alternatif pemecahan masalah sebagai
bahan pertimbangannya dalam memutuskan langkah yang akan dilaksanakannya,
sehingga keputusan yang diambil diharapkan dapat memberikan keuntungan yang
maksimal. Karena itulah dikembangkan dan digunakan Decision Support System (DSS)
untuk membantu seseorang dalam meningkatkan kinerjanya dalam pengambilan
keputusan.
Faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan: Informasi yang diketahui
perihal permasalahan yang dihadapi, tingkat pendidikan, personality, proses adaptasi, dan
cultur.
Peran kepemimpinan dalam pengambilan keputusan: menganalisis situasi yang tidak
pasti atau beresiko; identifikasi masalah, memformulasikan alternatif, evaluasi keputusan,
memperoleh dan menggunakan data dengan menanyakan hal lainnya; rasional, kreatif,
memilih di antara alternatif-alternatif tindakan; cerna masalah, identifikasi alternatif,
tentukan prioritas dan ambil langkah. Dalam sebuah organisasi pengambilan keputusan
amat sangat diperhatikan oleh pemimpin organisasi itu, karena dari keputusan itulah yang
menentukan maju dan berhasilnya suatu organisasi. Keputusan yang tegas, cepat dan
rasional yang menghantarkan sebuah organisasi itu mencapai keberhasilan serta
kemajuan yang dipimpin.

B. Rumusan masalah
1. Jelaskan berbagai konsepsi dasar tentang pembuatan keputusan!
2. Jelaskan Proses atau langkah-langkah pembuatan putusan manajemen!
3. Jelaskan lah dasar dan gaya pembuatan putusan manajemen!

4. Jelaskan beberapa pertimbangan dalam pembuatan putusan manajemen yang


efektif !

1
5. Jelaskan cara pembuatan putusan yang rasional!
6. Uraikan dan Jelaskan sarana pembuatan putusan kelompok!

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami berbagai konsepsi dasar tentang pembuatan keputusan.
2. Mengetahui proses atau langkah-langkah pembuatan putusan manajemen.
3. Mengetahui dasar dan gaya pembuatan putusan manajemen .
4. Mengetahui dan memahami beberapa pertimbangan dalam pembuatan putusan
manajemen.
5. Mengetahui cara pembuatan putusan yang rasional!
7. Mengetahui sarana pembuatan putusan kelompok!

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Pembuatan Putusan
1. Pengertian
Dalam literatur asing disebutkan dengan decision making yang kemudian
masuk ke dalam bahasa Indonesia dengan terjemahan pembuatan keputusan, ada
pula yang menerjemahkan dengan pengambilan keputusan. Decision = keputusan,
making = pembuatan – pengambilan .
Pembuatan keputusan atau pengambilan keputusan, oleh M. M. Purbo-
Hadiwidjojo dalam pelatihannya juli 1998 dianggapnya terjemahan yang tidak
tepat kaidah hukumnya (hukum DM). Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) keputusan adalah perihal yang berkaitan dengan putusan atau segala
putusan yang telah ditetapkan. Sedangkan pembuatan atau pengambilan berarti
proses pembuatan atau proses pengambilan, cara membuat atau cara mengambil.
Jadi antara pembuatan atau pengambilan dan keputusan tidak jelas yang
diterangkan dan yang menerangkan. Karena itu, dalam tulisan ini decision making
tidak diterjemahkan berdasarkan kata pembuatan keputusan atau pengambilan
keputusan tetapi dengan “pembuatan putusan”. Ricart M. Steers dalam Muhyadi
(1989) merumuskan “decision making is a process of selection among available
alternatives” (pembuatan putusan adalah proses pemilihan di antara berbagai
alternatif yang tersedia).
Koontz dan Weihrich (1990) “decision making is defined as selection of a
course of action from among alternatives” (pembuatan putusan didefinisikan
sebagai penetapan pilihan langkah atau tindakan dari sejumlah alternatif)
Siagian {1985) mengartikan pembuatan putusan adalah suatu pendekatan
yang sistematis terhadap sesuatu masalah yang dihadapi. Pendekatan yang
sistematis itu menyangkut pengetahuan tentang hakekat dari masalah yang
dihadapi itu, pengumpulan fakta dan data yang relevan dengan masalah yang
dihadapi, analisis masalah dengan mempergunakan fakta dan data, mencari
alternatif pemecahan, menganalisis setiap alternatif sehingga diketemukan
alternatif yang paling rasional, dan penilaian dari hasil yang dicapai sebagai akibat
dari pembuatan putusan.

3
Siswanto (1990) Pembuatan putusan adalah serangkaian aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang dalam usaha memecahkan problema yang sedang
dihadapi, kemudian menetapkan berbagai alternatif yang dianggap paling rasional
dan sesuai dengan iklim dan kondisi sistem. Jadi mengambil putusan berarti
memilih dan menetapkan satu alternatif yang dianggap paling menguntungkan
dari beberapa alternatif yang dihadapi. Alternatif yang ditetapkan merupakan
putusan. Kualitas dari putusan yang diambil tersebut merupakan standard dari
efektivitas mereka.
Suprihanto, dkk. (2003) pembuatan putusan merupakan aktivitas untuk
memilih alternatif tindakan terbaik di antara berbagai alternatif pemecahan
masalah yang tersedia. Alternatif tindakan terbaik berarti merupakan alternatif
yang bila dilaksanakan akan membantu organisasi untuk mencapai tujuannya
secara lebih efektif dan efisien.
Berdasarkan beberapa pengertian seperti yang telah diutarakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa Pembuatan putusan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang dalam usaha pemecahan masalah atau problem yang sedang
dihadapi kemudian ditetapkan dari berbagai macam alternatif untuk diadakan
pemilihan atau seleksi satu diantara beberapa alternatif yang dianggap paling baik
dan tepat untuk dilaksanakan. Paling baik dan tepat, oleh Herbart A.Simon
dikatakannya “dengan rasional”. Jadi pembuatan putusan berarti proses pemilihan
dan penetapan satu alternatif yang dianggap paling baik dan tepat (rasional) dari
beberapa alternatif yang dihadapi. Alternatif yang dipilih dan ditetapkan itulah
yang selanjutnya disebut dengan “putusan”. Segala putusan yang telah ditetapkan
disebut “keputusan”. Orang atau pejabat yang berwewenang mengambil putusan
disebut “dicision maker (pengambil putusan)”.

2. Tingkat-tingkat Keputusan
Setiap pembuatan putusan melahirkan putusan yang mempunyai kadar
kehebatan putusan yang berbeda-beda. Ada pembuatan putusan yang melahirkan
putusan yang sangat sederhana, ada yang mempunyai makna global yang luar
biasa dan serba kompleks. Brinckloe dalam Salusu (1996) menyebutkan ada
empat tingkatan keputusan dari pembuatan putusan, tiap putusan akan tergolong

4
dalam salah satu dari kategori itu, yaitu: (1) automatic decisions, (2) expected
information decisions, (3) factor weighting decisions, dan (4) dual uncertaint
decisions.
Keputusan Otomatis (automatic decisions). Keputusan ini dibuat dengan
sangat sederhana. Meski ia sederhana, informasi tetap diperlukan. Hanya
informasi yang ada itu sekaligus melahirkan satu putusan. Seorang pengemudi
mobil yang memperoleh informasi di perempatan jalan berupa lampu merah, akan
membuat putusan otomatis untuk berhenti. Informasi identik dengan putusan.
Setiap pengemudi lain akan membuat putusan yang sama apabila dihadapkan
dengan informasi serupa.
Keputusan berdasar informasi yang diharapkan (expected information
decisions). Tingkat informasi disini mulai sedikit kompleks artinya informasi
yang ada sesudah memberi aba-aba untuk pembuatan putusan. Akan tetapi,
putusan belum segera dibuat, karena informasi itu masih perlu dipelajari. Setelah
hasil studi diketahui, keputusan langsung dibuat, sama seperti keputusan otomatis.
Keputusan berdasar berbagai pertimbangan (factor weighting decisions).
Keputusan jenis ini lebih kompleks lagi. Lebih banyak informasi yang diperlukan.
Informasi-informasi itu harus dikumpulkan dan dianalisis. Faktor–faktor yang
berperan dalam informasi itu dipertimbangkan dan diperhitungkan. Antara
informasi yang satu dan yang lain dibandingkan, kemudian dicari yang paling
banyak memberi keuntungan atau kesenangan. Seseorang yang hendak membeli
arloji akan membandingkannya diantara beberapa merek. Ia membandingkan
harganya, kualitasnya, penampilannya atau modelnya, nilai arloji itu, yaitu sejauh
mana arloji itu memiliki makna yang berarti baginya. Bahkan bukan hanya
membandingkan arloji di satu toko, tetapi ia akan bolak balik diantara beberapa
toko. Mungkin ia memerlukan beberapa jam bahkan beberapa hari sebelum
menetapkan putusan membeli arloji yang diinginkan.
Keputusan ketidakpastian ganda (dual uncertainty decisions). Keputusan
tingkat empat ini merupakan proses pembuatan putusan yang paling kompleks.
Jumlah informasi yang diperlukan semakin bertambah banyak. Selain itu, dalam
setiap informasi yang sudah ada atau informasi yang masih akan diharapkan,
terdapat ketidakpastian. Itulah sebabnya dikatakan “dual uncertainty”,

5
ketidakpastian ganda. Semakin luas ruang lingkup dan semakin jauh dampak dari
suatu keputusan, semakin banyak informasi yang dibutuhkan dan semakin tinggi
ketidakpastian itu. Oleh karena itu, keputusan yang semacam itu sering
mengandung risiko yang jauh lebih besar daripada keputusan tingkat dibawahnya.

3. Berbagai Kekuatan yang Mempengaruhi Pembuatan Putusam


Seperti telah disebutkan terdahulu bahwa pembuatan putusan pada
hakekatnya adalah aktivitas pemilihan alternatif yang dianggap paling tepat dari
beberapa alternatif yang dihadapi, untuk dilaksanakan dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditentukan.
Dalam proses pembuatan putusan tersebut, menurut Siagian (1985) dan
Effendy (1989), ada tiga kekuatan yang selalu mempengaruhinya, yaitu: (1)
dinamika individu, (2) dinamika kelompok, dan (3) dinamika lingkungan.
Dinamika Individu. Organisasi merupakan wadah individu, yang masing-
masing membawa sikapnya, perangainya dan waktunya sendiri. Setiap individu
itu tidak statis, melainkan dinamis, sesuai dengan sifat alamiah manusia, lebih-
lebih kalau manusia itu bergabung dalam suatu wadah yang bernama organisasi.
Dalam proses dinamikanya itu, individu dan organisasi saling mempengaruhi.
Individu mempengaruhi organisasi, sebaliknya organisasi juga mempengaruhi
individu.
Secara otogenetis dan filogenetis antara individu satu dengan individu yang
lain akan berbeda dalam pembuatan putusan untuk kepentingan pribadinya. Setiap
putusan oleh seseorang demi kepentingan organisasi akan dipengaruhi oleh
kepentingan pribadinya. Sebagai contoh: seorang direktur perusahaan atau kepala
jawatan yang dihadapkan pada pembuatan putusan mengenai wanita yang harus
ditetapkan sebagai sekretaris dari sejumlah pelamar, maka di sini faktor
pribadinya akan turut berbicara.
Tetapi faktor berpengaruh tidaknya individu pada organisasi secara timbal
balik, tidak hanya mengenai manajer atau pemimpin, bisa juga mengenai pegawai
setiap eselon. Seorang juru bayar umpamanya mengalami kesulitan keuangan
dirumahnya ketika menghadapi uang puluhan juta rupiah dikantornya di kala
seluruh pegawai sudah pada pulang, bisa dihadapkan alternatif untuk satu putusan.
Untuk memecahkan masalah rumah tangganya itu, apakah mengambil sebagian

6
uang kantor atau melakukan cara lain di luar urusan kantor. Pembuatan putusan
mana yang dilakukan tergantung dari sifat dan watak individu juru bayar tersebut
Korupsi di sebuah jawatan yang dilakukan oleh seorang benda-harawan
adalah suatu pembuatan putusan yang dilakukan olehnya dapat merugikan dirinya
dalam bentuk pengajuan di pengadilan tetapi di samping itu juga merugikan
kantor di mana ia bekerja. Jelas di sini bahwa pembuatan putusan yang dilakukan
oleh seorang pegawai bisa berpengaruh besar kepada organisasi tempat ia bekerja.
Jelas pula bahwa dinamika individu tidak selalu positif. Dalam hubungan ini,
manajer perlu menaruh perhatian yang seksama dalam mendelegasikan
wewenangnya atau mempercayakan tugasnya kepada para bawahannya. Ia harus
mengenal betul bawahannya itu, mulai dari latar belakang hidupnya, riwayat
hidupnya dan sikapnya sehari-hari. Dengan demikian ia dapat memperkirakan
sampai di mana tugasnya itu dilakukan oleh orang yang dijadikan kepercayaannya
itu.
Tugas utama manajer adalah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan
efisien. Tujuan organisasi sudah jelas. Tujuan individu harus singkron dengan
tujuan organisasi. Jika tujuan individu bertentangan dengan tujuan organisasi,
maka pencapaian tujuan organisasi akan mengalami hambatan. Oleh karena itu
individu yang terdapat di semua lini, baik dalam manajemen atas, manajemen
tengah, manajemen bawah, maupun individu pelaksana harus mempunyai tujuan
yang sama dengan tujuan organisasi. Ini perlu mendapat perhatian manajer, oleh
karena individu selaku pelaksana pembuatan putusan cenderung akan mencapai
tujuan pribadinya terlebih dahulu, kalau perlu, mengorbankan tujuan organisasi.
Dinamika kelompok. Kelompok adalah sejumlah individu yang saling
berinteraksi secara teratur untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian
ini, dalam kelompok yang dinamis terdapat sejumlah individu yang saling
berinteraksi. Setiap individu tersebut punya norma tertentu, mungkin sama atau
berbeda menurut kepentingannya sehingga perlu diikat oleh suatu norma
kelompok agar perbedaan setiap individu tersebut dapat menyatu pada satu tujuan
tertentu. Norma kelompok itu merupakan sumber dasar hidup para anggota
kelompok. Ketaatan mereka pada kelompoknya tergantung pada derajat
ketaatannya pada norma kelompok tersebut. Semakin taat pada norma

7
kelompoknya semakin mendalam rasa keterlibatannya dan rasa cintanya pada
kelompoknya.
Pengaruh norma kelompok ini besar sekali terhadap cara berpikir,
menanggapi suatu gejala sosial dan bertingkah laku seseorang. Nilai-nilai hidup
seseorang sebagian besar dipelajari dari kehidupan kelompoknya. Perubahan
sikap, opini dan tingkah laku dalam menanggapi perangsang-perangsang sosial
akan disesuaikan dengan norma kelompoknya.
Dalam hubungan dengan pembuatan putusan, adalah tanggung jawab seorang
manajer untuk membuat putusan sedemikian rupa dengan memperhatikan norma
bawaan setiap individu dapat diserasikan dengan norma kelompoknya. Jika hal ini
berhasil dilaksanakan, penerimaan putusan akan lebih mudah, dan semakin mudah
pula untuk menggerakkan bawahan itu menurut pola yang dikehendaki.
Dinamika lingkungan. Lingkungan adalah situasi, kondisi dan faktor yang
mengelilingi dan mempengaruhi sesuatu putusan. Suatu putusan yang dibuat
merupakan jawaban terhadap suatu tantangan. Tantangan itu timbul sebagai akibat
perubahan situasi dan kondisi. Apa bila putusan sudah dibuat, maka akan
mengubah situasi dan kondisi serta berbagai faktor yang bersangkutan. Sejauh
mana pengubahan situasi dan kondisi tersebut, tergantung pada derajat putusan
yang dibuat. Derajat ini tergantung pula jenis organisasi dan luasnya ruang
lingkup organisasi. Organisasi bisa berbentuk pemerintahan, perusahaan, lembaga,
badan dan lain-lain. Ruang lingkup organisasi dapat seluas atau lebih luas
daripada nasional, regional, atau lokal. Putusan lembaga negara, apakah itu
lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, yang berbentuk ketetapan MPR, undang-
undang, peraturan pemerintah atau keputusan presiden, mempunyai kekuatan
hukum seluas nasional, menyangkut seluruh rakyat. Pengaruhnya begitu luas,
bahkan bisa melintasi batas tanah air, berpengaruh terhadap negara dan bangsa
lain.
Bagaimanapun kecilnya derajat putusan, tetap menimbulkan penga-ruh pada
lingkunganya. Hanya saja situasi, kondisi dan faktor-faktornya yang terkena,
ukurannya kecil. Putusan yang dibuat oleh rukun tetangga hanya meliputi wilayah
kecil, dan menyangkut penduduk yang jumlahnya sedikit saja. Meskipun
demikian ini tidak berarti wilayah RT lain tidak terpengaruh. Mungkin saja

8
terpengaruhi kalau umpamanya putusan tersebut mengenai saluran air yang
menyangkut orang lain pula di luar RT tersebut, atau apabila putusan itu
menyangkut keamanan yang meng-haruskan tamu yang menginap melebihi 24
jam melapor kepada Ketua RT.
Bahkan pembuatan putusan seorang ayah pun – yang tidak berkaitan dengan
organisasi – belum tentu hanya berpengaruh pada sang istri atau anak saja,
mungkin pula menyangkut orang lain.
Bagi seorang manajer, memperhatikan dinamika lingkungan sangat penting,
oleh karena akan memperoleh wawasan dalam membuat suatu putusan. Suatu
putusan yang dibuatnya tidak akan berdiri sendiri, lebih-lebih putusan penting,
akan merupakan sumber penjabaran yang akan berbentuk putusan lain yang
derajatnya lebih rendah yang akan dibuat oleh eselon-eselon yang lebih rendah.
Sekali putusan dibuat, akan segera timbul perubahan dalam lingkungan putusan
tersebut. Perubahan ini bisa menimbulkan masalah yang memerlukan pemecahan.
Pemecahan suatu masalah bisa menimbulkan masalah baru yang untuk
pemecahannya diperlukan keputusan pula.
Dengan demikian pembuatan putusan dengan lingkungan itu saling pengaruh
mempengaruhi . Lingkungan yang dinamis memaksa seorang manajer mengambil
keputusan, lalu pada gilirannya, keputusan yang dibuat ini mengubah lingkungan.
Begitulah seterusnya.
Demikianlah tiga kekuatan, yaitu dinamika individu, dinamika kelompok,
dinamika lingkungan yang mempengaruhi pembuatan putusan. Apabila putusan
itu dibuat, akan mempengaruhi pula individu, kelompok dan lingkungan.
4. Macam-Macam Pembuatan Putusan
Kamaluddin (1989), begitupun Wursanto (1983) membagi pembu-atan
putusan berdasarkan atas berbagai sudut tinjauan, yaitu:
a. Menurut sering tidaknya pembuatan putusan, dapat dibedakan atas: 1)
pembuatan putusan rutin, dan 2) pembuatan putusan insidentil atau non rutin
Pembuatan putusan rutin, adalah pembuatan putusan yang dilakukan setiap
saat atau pembuatan putusan yang menyangkut masalah yang berulang kali
terjadi. Pada umumnya pembuatan putusan rutin berdasarkan kepada suatu tata
cara atau pola yang sudah ditetapkan. Pembuatan putusan insidentil atau

9
non rutin, adalah pembuatan putusan yang hanya kadang-kadang terjadi atau
sekali waktu saja. Biasanya pembuatan putusan insidentil menyangkut
problem atau masalah yang sangat kompleks. Demikian kompleksnya
sehingga dalam membuat putusan tidak berdasarkan pada suatu tata cara atau
pola seperti dalam pembuatan putusan rutin. Oleh Mansoer (1989), Stoder dan
Wankel (1993), juga Salusu (opcit), kedua macam pembuatan putusan
tersebut, yang pertama disebut pembuatan keputusan (dibaca pembuatan
putusan) “terprogram” dan yang kedua disebut “tidak terprogram”. Jika
kedua jenis pembuatan putusan itu dikaitkan dengan tingkat kedudukan
manajer itu sendiri. Makin tinggi posisi organisasi yang disandangkan bagi
seseorang semakin banyak putusan-putusan non rutin yang diambilnya
dibandingkan dengan putusan-putusan non rutin. Sebaliknya makin rendah
posisinya semakin banyak putusan-putusan rutin yang diambilnya
dibandingkan dengan putusan-putusan non rutin. Untuk lebih jelasnya berikut
ini disajikan dalam gambar 5.2
b. Apabila ditinjau dari segi obyek atau masalah yang dihadapi. Pembuatan
putusan dapat dibedakan menjadi:
1) Pembuatan putusan yang menyangkut bidang keuangan (financial
decision), misalnya:
- investasi,
- kapital,
- akuntansi
2) Pebuatan putusan yang menyangkut bidang pemasaran (marketing
decision), misalnya:
- penelitian pasar (market research)
- periklanan (advertising)
- promosi (promotion)
- penetapan harga (harga pokok, harga jual)
- sistem pemasaran (kredit, kes/kontan)
- sistem distribusi (melalui agen, distributor, langsung konsumen).
3) Pembuatan putusan yang menyangkut masalah bidang kepegawaian
(personnel decision), misalnya:

10
- sistem pengembangan pegawai (personnel development)
- sistem penggajian (wage and salary)
- jaminan hari tua/pension
- penarikan dan seleksi (recruiting and seletion)
4) Pembuatan putusan yang menyangkut dalam bidang produksi (production
decision) antara lain menyangkut masalah:
- kuantitas dan kualitas produksi
- jenis dan motif produksi yang dihasilkan
- jenis bahan baku, bahan pembantu
- proses produksi
- pemeliharaan
- logistik
- louting, scheduling, dispatching, follow up, bill of material order
pabrik
5) Pembuatan putusan yang menyangkut masalah bidang perkantoran (office
management decision) antara lain menyangkut masalah:
- penyimpangan warkat/arsip (filing)
- tata ruang (tata warna, cahaya, ventilasi, tata suara)
- sistem perkantoran (sentralisasi, desentralisasi)
c. Menurut kepentingan dalam membuat putusan, dapat dibedakan:
1) Pembuatan putusan yang bersifat individual atau perorangan dan untuk
kepentingan pribadi
2) Pembuatan putusan yang bersifat organisasional atau organisatoris, yaitu
putusan yang dibuat untuk kepentingan organisasi. Wursanto (opcit)
membaginya atas tiga klasifikasi, yaitu: a) pembuatan putusan
administratif, b) pembuatan putusan eksekutif, dan c) pembuatan putusan
operatif. Berbeda dengan Effendy (opcit) membaginya atas empat
klasifikasi dengan adanya tambahan pembuatan putusan teknis.
Pembuatan putusan administratif adalah pembuatan putusan yang
merupakan fungsi dari seorang administrator. Memuat tentang ketentuan
pokok, atau kebijakan umum (policy planning, strategi organiasi, dan
budget). Pembuatan putusan eksekutif (executives decision), yaitu

11
pembuatan putusan yang merupakan fungsi dari seorang manajer,
pembuatan putusan eksekutif menurut program untuk melaksanakan
putusan administratif. Pembuatan putusan operatif (operational
decision), adalah pembuatan putusan yang dibuat oleh para manajer yang
menangani langsung terhadap pelaksanaan pekerjaan (operasional).
Pembuatan putusan operatif merupakan pelaksanaan keputusan eksekutif.
Pembuatanan putusan teknis adalah pembuatan putusan yang paling
rendah derajatnya yang dibuat oleh para pengawas atau mandor. Sesuai
dengan namanya, pembuatan putusan ini mengenai masalah teknis.
Dengan demikian pembuatan putusan administratif dilaksanakan dengan
pembuatan putusan eksekutif, pembuatan putusan eksekutif dilaksanakan
dengan pembuatan putusan operasional, lebih lanjut pembuatan putusan
operasional dilaksanakan dengan pembuatan putusan teknis. Pembuatan
putusan administratif, eksekutif, operasional, dan pembuatan putusan
teknis dapat juga disebut dengan pembuatan putusan menurut tingkat
kewenangannya.
d. Menurut bentuknya, dikenal pembuatan putusan:
1) Pembuatan putusan dalam bentuk lisan, yaitu pembuatan putusan yang
tidak dituangkan dalam bentuk formal atau tertulis.
2) Pembuatan putusan dalam bentuk tertulis, dalam arti pembuatan putusan
itu diberikan dengan tertulis. Pembuatan putusan dalam bentuk tertulis
dapat diberikan dengan mempergunakan: surat perintah atau instruksi,
dengan mempergunakan disposisi (lembar disposisi) dan dengan
mempergunakan “surat keputusan”. Apabila pembuatan putusan itu
dituangkan dalam bentuk surat keputusan, menurut Pratjihno ada tiga hal
yang harus diperhatikan untuk menyusun surat keputusan, yaitu:
a) dengan pertimbangan tertentu berdasarkan beberapa faktum,
kenyataan, keadaan
b) disesuaikan atas suatu atau beberapa peraturan (ketentuan)
c) diberikan oleh yang berwenang untuk itu.
Selanjutnya tata susunan surat keputusan terdiri dari:

12
(1) konsideran surat keputusan (menimbang, mengingat, membaca, dan
memperhatikan)
(2) diktum surat keputusan
(3) bagian yang menyebutkan siapa yang diberikan salinan dan kutipan
surat keputusan
(4) lampiran surat keputusan.
e. Apabila ditinjau dari fungsi atau tugas pokok manajer dikenal pembuatan
putusan:
1) planning decision
2) organization decision
3) motivation decision
4) control decision
f. Pembuatan putusan menurut daya lakunya, klasifikasinya sebagai berikut:
1) Pembuatan putusan yang bersifat sementara ialah pembuatan putusan yang
belum ditetapkan secara definitif. Pada umumnya pembuatan putusan yang
bersifat sementara merupakan pembuatan putusan yang masih menunggu
perkembangan lebih lanjut sambil menunggu kejelasan dari keadaan atau
situasi
2) Pembuatan putusan yang bersifat darurat ialah suatu pembuatan putusan
yang dibuat karena dalam keadaan darurat, sampai keadaan tersebut
menjadi normal kembali
3) Pembuatan putusan yang bersifat definitif ialah pembuatan putusan yang
tidak bersifat sementara atas atau pembuatan putusan yang tidak bersifat
darurat. Jadi merupakan suatu pembuatan putusan yang sudah bersifat
finish atau final, sudah ditetapkan secara mutlak.
g. Pembuatan putusan menurut urgensi atau kepentingannya, klasifi-kasinya
sebagai berikut:
1) Pembuatan putusan non esensial ialah pembuatan putusan yang tidak
memerlukan suatu proses pengolahan yang panjang tidak lama dan tidak
ruwet (sederhana) serta tidak mempunyai hubungan dengan masalah-
masalah yang penting. Apabila pendapat Wursanto (opcit) ini

13
dihubungkan dengan pendapat Effendy (ibid), nampaknya pembuatan
putusan non esensial ada dua tingkatan yaitu:
a) Pembuatan putusan biasa, yaitu pembuatan putusan yang tidak begitu
mendesak, yang kalau perlu dapat ditunda untuk sementara waktu.
b) Pembuatan putusan formalitas, yaitu pembuatan putusan yang hanya
formalitas saja, kalau pun tidak dilaksanakan, tidak menimbulkan
akibat apa-apa
2) Pembuatanan putusan yang bersifat penting, ialah suatu pembuatan
putusan yang mempunyai arti untuk menentukan suatu policy atau
kebijaksanaan tetapi tidak banyak hubungannya dengan masalah yang
akan dating.
3) Pembuatan putusan yang bersifat vital, ialah pembuatan putusan yang
mepunyai hubungan dengan masalah yang akan datang, serta menentukan
gagal atau berhasilnya (suksesnya) suatu organisasi (strategi organisasi,
budget, program organisasi, policy umum, peraturan-peraturan umum).
h. Pembuatan putusan ditinjau dari segi nilainya suatu putusan, dapat dibagi
menjadi:
1) Pembuatan putusan yang mempunyai nilai politik, yaitu pembuatan
putusan yang mempunyai nilai politis dalam rangka untuk memenangkan
suatu program politik, mempertahankan kekuasaan dan kewibawaannya
(struggle power)
2) Pembuatan putusan yang mempunyai nilai yuridis, adalah pembuatan
putusan yang bersifat yuridis.
3) Pembuatan putusan yang mempunyai nilai ekonomi, yaitu pembuatan
putusan bersifat ekonomis guna mengakhiri dan memperbaiki masalah
ekonomi.
i. Menurut formal tidaknya suatu pembuatan putusan, dibedakan menjadi dua
macam yaitu:
1) Pembuatan putusan formal (pembuatan putusan formalitas) ialah
pembuatan putusan yang sebenarnya tidak perlu, tetapi pembuatan putusan
itu perlu diadakan sekedar untuk melengkapi atau memenuhi formalitasnya
saja. Jadi pembuatan putusan itu ada bukti hitam di atas putihnya.

14
2) Pembuatan putusan non formal, ialah pembuatan putusan yang tidak ada
bukti hitam di atas putihnya, sehingga kekuatan yuridisnya tidak kuat.

Selain klasifikasi pembuatan putusan yang disebutkan di atas Mangkusubroto


dan Trisnadi dalam Salusu (opcit) memberi klasifikasi pembuatan putusan
berdasar statusnya pembuatan putusan, yaitu: 1) pembuatan putusan stratejik, 2)
pembuatan putusan taktis, dan 3) pembuatan putusan operasional.

B. Proses Pembuatan Putusan


Proses ialah tahap-tahap atau rangkaian kegiatan yang harus dilalui dalam
usaha mendapatkan putusan yang tepat, cepat dan lengkap. Seperti telah
ditunjukkan pada definisi terdahulu, Pembuatan putusan pada dasarnya adalah
pemilihan salah satu di antara berbagai alternatif yang tersedia untuk
dilaksanakan. Untuk dapat menentukan pilihan terbaik, perlu dilakukan penilaian
terhadap berbagai alternatif tersebut dan setelah itu diikuti dengan tindakan yang
merupakan pelaksanaan dari putusan yang telah dibuat. Banyak model pembuatan
putusan rasional yang dikemukakan oleh para pakar, ada proses yang lebih singkat
dengan empat langkah, yaitu identifikasi masalah, pengembangan alternatif solusi,
pemilihan solusi, serta implementasi dan evaluasi solusi. Simon (1960)
mengatakan, pembuatan putusan berlangsung melalui empat tahap, yaitu: (1)
intelligence, (2) design, (3) choice, dan (4) implementation. Dan ada yang lebih
rinci sampai pada enam langkah, seperti yang diuraikan dalam tulisan ini. Satu hal
yang perlu diperhatikan adalah bahwa tidak ada satu pun model yang dapat
menjamin bahwa manajer akan selalu membuat putusan yang benar. Meskipun
demikian, para manajer yang menggunakan suatu model yang rasional,
intelektual, dan sistematik akan lebih berhasil dibandingkan para manajer yang
menggunakan pendekatan yang bersifat informal. Dalam tulisan ini, dipilih model
yang sedikit lebih rinci mengenai tahap-tahap pembuatan putusan yaitu dari
Muhyadi (opcit,) sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah atau penentuan tujuan yang hendak dicapai lewat
keputusan yang akan diambil – dibuat
2. Pengembangan atau pencarian berbagai alternatif yang mungkin dapat dibuat
3. Penilaian terhadap berbagai alternatif yang sudah dikembangkan

15
4. Menentukan pilihan yang terbaik

5. Melaksanakan pilihan yang sudah ditentukan


6. Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan keputusan
Tahap-tahap pembuatan putusan secara ringkas dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Identifikasi Masalah atau Tujuan
Pembuatan putusan diawali dengan dirasakannya masalah atau problema
tertentu yang menghendaki pemecahan. Masalah yang dihadapi dapat berupa
masalah besar dan dapat juga masalah kecil yang hampir setiap harinya dihadapi.
Adapun jenis dan bobot masalah yang dihadapi, terlebih dahulu harus dikenali
masalah apa yang sebenarnya dirasakan sehingga pemecahannya dapat dilakukan
dengan tepat. Tidak jarang, apa yang langsung dirasakan sebenarnya bukan
merupakan masalah pokok melainkan sekedar gejala atau mungkin akibat yang
timbul dari masalah pokok yang sesungguhnya. Apabila pengenalan masalahnya
keliru, maka putusan yang diambil tidak akan efektif sebab tidak memecahkan inti
masalahnya. Dalam bidang organisasi, kemampuan untuk dapat mengenal
masalah dengan benar ini sangat penting sebab masalah-masalah yang
sesungguhnya dihadapi sangat kompleks. Kecuali menyangkut segi proses yang
memang lebih sering menimbulkan masalah, organisasi menghadapi juga faktor
manusia yang sukar diprediksi.
Huber dalam Ashar Kasim (1994:p.8-9) mengatakan ada tiga kecenderungan
yang dapat mengganggu penjajakan masalah:
a. Kecenderungan untuk merumuskan masalah menurut penyelesaian yang ingin
diusulkan. Dengan memfokuskan permasalahan kepada satu kemungkinan
penyelesaian dan mengurangi kesempatan untuk mencari alternative-alternatif
penyelesaian yang lain. Misalny dengan mengatakan masalahnya sebagai
kelemahan dalam pelaksanaan program pembinaan staf, pada hal msalah yang
sebenarnya belum dijelaskan. Akibatnya hal ini akan menjurus kepada
pembhuatan putusan yang salah sebab yang ingin dipecahkan adalah sesuatu
yang bukan merupakan masalah sehingga tidak ada usaha pencarian
alternative penyelesaian yang lain yang lebih relevan.

16
b. Kecenderungan untuk merumuskan masalah secara sempit dan menurut
tujuan-tujuan yang lebih rendah. Hal ini bisa menyebabkan masalah yang
dirumuskan lebih sempit daripada yang seharusnya sehingga tidak menunjang
usaha organisasi secara keseluruhan. Perumusan masalah yang terlalu sempit
juga menghalangi usaha-usaha pengembangan dan bertahannya (survival) dari
organisasi tersebut. Seorang manajer yang berpandangan luas menganggap
tujuan-tujuan yang lebih rendah sebagai alat untuk mencapai tujuan yang
lebihtinggi (strategis) dan tidak beranggapan bahwa tujuan-tujuan yang lebih
rendah (operasional) tersebut sebagai tujuan-tujuan akhir.

c. Kecenderungan untuk melakukan diagnosis masalah berdasarkan gejala-gejala


yang terlihat (symptoms). Umumnya para manajer cenderung untuk hanya
menyelidiki suatu masalah dalam batas-batas gejala yang terlihat atau
diketahui, mereka terlalu sering menghabisskan waktunya menghadapi
“symptoms” yang sama yang timbul lagi berulang-ulang. Salah satu factor
yang mempengaruhi adanya kecenderungan untuk hanya melakukan
diagnosis masalah berdasarkan gejala-gejala yang terlihat saja adalah karena
pembhuat putusan tersebut kurang pengetahuan atau tidak mempunyi konsep
yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
Pengembangan Alternatif
Yang dimaksud dengan alternatif dalam hal ini ialah berbagai kemungkinan
yang dapat diambil untuk mengatasi masalah yang dirasakan. Terhadap suatu
masalah yang timbul pada umumnya dapat dilakukan berbagai cara pemecahan.
Setiap pemecahan mengandung kelebihan dan kelemahan tertentu. Untuk dapat
membuat putusan yang paling mengun-tungkan (rasional) perlu dikembangkan
semua alternatif yang melekat pada masalah pembuatan putusan. Semua alternatif
tersebut masing-masing diidentifikasi keuntungan dan kerugian dalam hal ini
mencakup berbagai aspek yang diperkirakan akan mempengaruhi efektifitas
organisasi secara keseluruhan. Dalam hubungan dengan ini, Simon (1984)
mengemukakan bahwa perilaku pembuatan putusan yang sesunguhnya tak
memenuhi syarat rasionalitas obyektif paling tidak dalam tiga hal, yaitu: 1)
ketidak-lengkapan pengetahuan, 2) kesulitan-kesulitan membuat dugaan, dan 3)
hanya sedikit sekali dari kemungkinan-kemungkinan alternatif yang terpikirkan

17
Jadi batas-batas kemungkinan-kemungkinan untuk pengem-bangan alternatif
adalah kelengkapan pengetahuan dan kemampuan berpikir membuat dugaan dan
memperoleh sebanyak alternatif yang relevan dengan suatu keputusan meliputi
segi-segi ekonomi, moral, lingkungan, dan beberapa segi lain yang relevan.
Penilaian terhadap Alternatif
Sebelum menentukan pilihan alternatif mana yang akan dibuat, terlebih
dahulu dilakukan penilaian terhadap berbagai alternatif yang tersedia.
Pertimbangan yang digunakan untuk melakuka penilaia terutama menyangkut
segi-segi konsekuensi yang akan lebih menguntungkan dan yang paling kecil
kerugiannya dari masing-masing alternatif. Stonner dan Wankel (1993)
mengemukakan bahwa untuk menilai efektivitas dari alternatif dapat diukur
dengan dua kriteria: seberapa realistis alternatif itu dipandang dari sudut tujuan
dan sumber daya organisasi, dan seberapa baik ia membantu pemecahan masalah.
Setiap alternatif harus dinilai berdasarkan tujuan dan sumber daya organisasi.
Suatu alternatif mungkin terlihat logis, tetapi jika tidak dilaksanakan, ia tidak
bermanfaat sama sekali. Misalnya, jika angka penjualan meningkat tetapi
keuntungan menurun, kita mungkin akan mengurangi biaya umum. Namun
demikian, jika biaya umum telah sangat dikurangi, atau jika pengurangan
selanjutnya akan menurunkan mutu produksi, maka alternatif ini tidak masuk akal
untuk dilaksanakan.
Di samping itu, setiap alternatif harus dinilai apakah yang akan timbul jika
suatu cara tindakan diikuti? Manajer harus menentukan seberapa jauh kegairahan
pegawai dalam melaksanakan suatu keputusan dan apa yang akan terjadi jika
keputusan itu tidak dilaksanakan sepenuhnya. Masalah praktis mungkin terlibat
dalam pelaksanaan keputusan, seperti perlunya mendapatkan dana tambahan.
Bagian-bagian lain dalam organisasi yang akan terpengaruh oleh suatu keputusan
harus diajak berunding. Pesaing mungkin terpengaruh oleh keputusan itu sehingga
reaksinya harus diperhitungkan.
Setiap alternatif juga harus dievaluasi dalam hubungannya dengan seberapa
baik alternatif itu akan mencapai yang “harus” dan yang “sebaiknya” dari suatu
masalah. Dalam beberapa hal, manajer mungkin dapat melakukan eksperimen
dengan cara pemecahan yang tersedia dengan cara mencoba satu atau lebih

18
alternatif pada bagian-bagian yang berbeda dalam organisasinya untuk melihat
alternatif mana yang paling efketif. Dalam hal lain, manajer dapat menggunakan
teknik simulasi untuk menyelidiki kemungkinan hasil dari pemecahan alternatif.
Tetapi, biasanya ia hanya akan menggunakan pengetahuan, pertimbangan, dan
pengalaman-nya untuk memutuskan alternatif yang dianggap paling menarik
Pemilihan Alternatif
Bentuk pengambilan putusan yang sebenarnya ialah pemilihan alternatif yang
dinilai paling tepat dan paling baik di antara berbagai alternatif yang tersedia.
Pemilihan alternatif merupakan tindak lanjut dari penilaian setelah
mempertimbangkan berbagai keuntungan dan kerugian. Karena setiap alternatif
mengandung keuntungan dan kerugian, maka pilihan yang ditetapkan adalah
pilihan yang optimal, yaitu pilihan yang masih memberikan keuntungan
(meskipun tidak maksimal) tetapi tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Dari
pendapat Simon (ibid) diperoleh pemahaman bahwa rasionalitas keputusan dapat
dipandang dari dua segi, yaitu 1) rasionalitas dari segi pandangan si individu, dan
2) rasionalitas dari segi pandangan kelompok. Suatu keputusan itu rasional dari
segi pandangan si individu (rasional secara subyektif) jika keputusan itu sejalan
dengan nilai-nilai, alternatif-alternatif, serta informasi yang ditimbangnya dalam
mencapai keputusan tersebut. Sebuah keputusan itu rasional dari segi pandangan
kelompok (rasional dari segi obyektif) jika ia sejalan dengan nilai-nilai yang
menguasi kelompok itu, serta informasi-informasi yang dimiliki kelompok itu
yang relevan dengan keputusan tersebut. Oleh karena itu pemilihan alternatif
dalam pembuatan putusan haruslah optimal yang dapat diterima oleh individu
juga oleh kelompok
Pelaksanaan Pilihan
Alternatif yang telah dipilih baru memiliki nilai keputusan setelah
diimplementasikan. Sekalipun pemilihan alternatif sudah jelas, akan tetapi
seringkali keputusan yang baik pun mengalami kegagalan karena tidak diterapkan
dengan benar. Kesalahan yang sering dilakukan manajer adalah menganggap
bahwa, jika ia telah membuat putusan, maka tindakan atas keputusan itu menyusul
dengan sendirinya. Jika keputusan itu baik, tetapi bawahan tidak bersedia atau
tidak dapat melaksanakannya, maka keputusan itu tidak akan efektif. Keberhasilan

19
penerapan keputusan yang dibuat oleh manajer organisasi, bukan semata-mata
tanggungjawab dari manajer organisasi akan tetapi komitmen dari bawahan untuk
melaksanakannya juga memegang peranan penting.
Dalam mengevaluasi dan memilih alternatif suatu keputusan seha-rusnya juga
mempertimbangkan kemungkinan penerapan dari keputusan tersebut. Betapapun
baiknya suatu keputusan apabila keputusan tersebut sulit diterapkan maka
keputusan tersebut juga tidak ada artinya. Pembuatan putusan di beberapa
organisasi mereka tidak terlibat dengan operasional harian, mereka membuat
putusan berkaitan dengan tujuan yang ideal dan hanya sedikit mempertimbangkan
penerapan operasionalnya.
Pemantauan terhadap Pelaksanaan
Agar keputusan yang telah dibuat dan kemudian dilaksanakan mencapai
sasaran yang telah ditentukan, pelaksanaannya perlu dipantau (dimonitor). Dari
kegiatan pemantauan itu diperoleh umpan balik yang berguna dalam
menyempurnakan kegiatan selanjutnya sehingga pembuatan putusan tersebut
memberikan hasil yang diharapkan dan merupakan suatu proses yang
berkelanjutan, tak ada putus-putusnya

C. Dasar dan Gaya Pembuatan Putusan


1. Dasar pembuatan putusan
Masya dkk. (1978) dan Hasibuan (1990), keduanya menjelaskan bahwa
dalam melaksanakan empat langkah dalam membuat suatu putusan yaitu menilai
data, memilih data, konsekuensi terhadap pilihan, dan tindakan pelaksanaan,
kesanggupan tersebut dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: 1) intuisi (suara hati),
2) fakta, 3) pengalaman (experience), dan 4) kekuasaan atau kewenangan
(authority). Berbeda dengan Wursanto (opcit) yang mengemukakan atas lima
faktor, yaitu 1) intuition (intuisi), 2) pengalaman, 3) data – ini adalah fakta, 4)
research, dan 5) standard.
a. Intuisi (intuition). Membuat putusan berdasarkan intuisi adalah penggunaan
perasaan dalam organisasi yang membuat putusan tersebut. Hal ini biasanya
secara tak sadar dipengaruhi oleh pengetahuan latihan serta pengalamannya.
Keuntungannya:

20
1) pembuatan putusan dapat dibuat dengan cepat
2) cara yang memuaskan atas masalah yang terlampau penting
3) dipergunakannya kemampuan membuat putusan
b. Data. Data adalah fakta, angka-angka, keterangan yang dapat dipergunakan
sebagai bahan atau sumber informasi. Data atau fakta merupakan dasar yang
paling baik untuk membuat putusan yang cukup meyakinkan. Putusan yang
berdasarkan dengan data dan fakta hasilnya akan rasional, efektif, dan
realistis. Akhirnya orang yang merasakan akibatnya dari pembuatan putusan
tersebut tidak bisa membantahnya. Fakta tersebut yang perlu:
1) diusahakan (dikumpulkan)
2) diselidiki
3) diklasifikasikan (digolong-golongkan), dan
4) ditafsirkan dengan hati-hati.
c. Pengalaman (Experience). Dalam membuat putusan, perlu diperhatikan
kejadian masa yang lalu sebab pengalaman memberikan petunjuk bagi
pembuat putusan. Pengalaman adalah guru yang akan memberikan petunjuk
serta pedoman bagaimana seseorang harus mengambil putusan agar ditaati
dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
d. Kekuasaan atau kewenangan (authority). Kebanyak pembuatan putusan ini
dibuat atas dasar kekuasaan sipembuat putusan. Pembuat putusan atas dasar
kekuasaan dipedomani dan dipengaruhi oleh faktor: 1) Undang-undang, 2)
Peraturan-peraturan, 3) Hak milik, dan 4) Status. Kebaikannya, yaitu: 1) cepat
diterima, 2) otentik, dan 3) bersifat permanen. Keburukannya yaitu: 1)
terlampau rutin, akan menjurus kepada praktek diktator, 2) kemungkinan fakta
yang ada kurang dievaluasi (evaluasi = diteliti).
e. Research; yaitu pembuatan putusan yang berdasarkan pada hasil suatu
penelitian yang dilakukan secara ilmiah terhadap sesuatu objek yang erat
hubungannya dengan masalah yang sedang dihadapi.
f. Standard, yaitu pembuatan putusan yang berdasarkan kepada suatu standar
sebagai ukuran yang telah ditetapkan. Standar dapat bersifat kuantitatif
maupun kualitatif.

21
2. Gaya Pembuatan Putusan
Manajer dalam membuat putusan dapat berperan dalam berbagai macam
gaya. Mungkin saja terjadi persamaan dalam gaya antara manajer yang satu
dengan manajer lainnya, tetapi mungkin juga terdapatnya variasi dalam gaya.
Pada beberapa organisasi seringkali terdapat variasi gaya pembuatan putusan
manajemen, antara manajer pada suatu organisasi dengan organisasi lainnya.
Siswanto (opcit) mengemukakan bahwa gaya manajer dalam membuat
putusan akan banyak diwarnai oleh beberapa hal seperti latar belakang
pengetahuan, perilaku, pengalaman dan sejenisnya. Secara umum gaya pembuatan
putusan yang dimaksudkan adalah:
a. Manajer membuat putusan sendiri dengan menggunakan informasi yang
tersedia pada waktu tertentu
b. Manajer memperoleh informasi yang diperlukan dari para bawahan dan
kemudian menetapkan putusan yang dipandang relevan. Peranan yang
dimainkan oleh orang lain adalah lebih, dalam hal informasi yang diperlukan
kepada manajer ketimbang formulasi atau penilaian alternatif.
c. Manajer membicarakan peroblema yang dihadapi organisasi dengan para
bawahan secara individual dan mendapatkan gagasan dan saran-saran tanpa
melibatkan para bawahan sebagai suatu kelompok. Kemudian manajer
membuat putusan yang dapat atau tidak mencerminkan masukan-masukan
atau intuisi, maupun aspirasi para bawahan.
d. Manajer membicarakan situasi putusan dengan para bawahan sebagai suatu
kelompok dan mengumpulkan gagasan-gagasan dan saran-saran para
bawahan tersebut dalam suatu konferensi atau pertemuan kelompok. Putusan
yang diambil dapat atau tidak mencerminkan masukan intuisi dan aspirasi
para bawahan
e. Manajer membicarakan situasi putusan dengan para bawahan sebagai suatu
kelompok dan kelompok menyusun serta menilai alternatif-alternatif. Manajer
tidak bermaksud untuk mempengaruhi para bawahan dan berkeinginan untuk
menerima implementasi serta merealisasikan setiap putusan hasil
musyawarah bersama.

22
Berbeda dengan konsep yang diajukan oleh psikolog Carl Jung dalam Umar
Nimran (1999:p0.112-113) mengemukakan empat fungsi psikologi dalam
kaitannya dengan pengambilan putusan, yaitu: sensing (penginderaan), intuiting
(intuisi), thinking (pemikiran), dan feeling (perasaan). Penjelasan dari msing-
msing konsep te3rsebut adalah sebagai berikut:
Penginderaan, berkenaan dengan tendensi untuk mencari fakta, bersifat
realistis, dan melihat sesuatu dalam perspektif yang obyektif. Karenanya, fungsi
ini menempatkan nilai yang tinggi pada fakta yang dapat diverifikasi oleh
penggunaan panca indera, menyukai rutinitas dan prestasi.
Intuisi, berkenaan dengan tendensi untuk mencoba menyingkap
kemungkinan-kemungkinan baru guna mengubah cara menangani sesuatu.
Menyukai situasi yang baru dan unik, tidak menyukai hal-hal bersifat rutin, detail,
dan presisi.
Pemikiran, adalah tendensi untuk mencari hubungan-hubungan sebab akibat
yang sistematik untuk dinalisis secara utuh, dan membedakan dengan tegas
aantara yang benar dan salah. Dus, pemikiran bertumpu pada proses kognitif.
Perasaan, dalah tendensi untuk mempertimbangkan bagaimana perasaan diri
sendiri dan orang lain sebagai akibat dari keputusan-keputusan yang dibuat.
Dalam hal ini ada perbedaan antara yang baik dan buruk, benilai dan tak bernilai.
Dus ia menggantungkan diri pada proses afektif.

D. Beberapa Pertimbangan Dalam Pembuatan Putusan


Di atas telah dijelaskan bahwa pembuatan putusan adalah aktivitas memilih
dan menetapkan satu alternative yang dianggap paling tepat dari beberapa
alternatif yang dihadapi. Dengan demikian pembuatan putusan adalah suatu
keberanian menanggung risiko. Keberanian tersebut harus didasarkan kepada
kebenaran yang diyakini. Diperlukan di sini “judgement” atau “wisdom”.
Pembuatan putusan harus dipertimbangkan masak-masak secara obyektif
mengenai hal-hal antara lain:
a. Manfaat. Dalam pembuatan putusan telah dipikirkan apa yang menjadi
manfaat putusan tersebut. Dipertimbangkan mengenai untung ruginya sebelum

23
menjadi putusan. Dan apabila diperhadapkan keduanya, maka putusan yang
dibuat adalah putusan yang lebih banyak keuntungan-nya/manfaatnya.
b. Pelaksanaan. Tidak ada artinya suatu pembuatan putusan yang tidak dapat
dilaksanakan atau dilaksanakan tapi penuh risiko. Untuk itu, putusan yang
dapat dibuat adalah putusan yang secara teknis dapat dilaksanakan, ekonomis
menguntungkan, dan dapat dipertanggung-jawabkan.
c. Orang-orang. Dalam pembuatan putusan perlu dipertimbangkan orang yang
akan merasakan akibat pembuatan putusan tersebut. Putusan yang dibuat bisa
saja dipersoalkan sehingga tindak lanjut pelaksanaan putusan itu akan
memungkinkan tidak ada realisasinya.
d. Sarana atau media. Tidak semua pembuatan putusan secara individu oleh
seorang diri. Terlebih lagi kalau pembuatan putusan itu menyangkut
kepentingan bersama (organisasi). Putusan yang dibuat akan dipertimbangkan
apakah perlu membawa serta orang lain atau tidak. Jika putusan yang dibuat
dirasa perlu keterlibatan orang lain, seorang manajer dapat mengadakan rapat
(meeting) atau sumbang saran (brainstorming).

E. Pembuatan Putusan Yang Rasional


Diasumsikan bahwa pembuatan putusan manajerial adalah rasional.
Dimaksud dengan ini ialah bahwa manajer berlaku taat asas, memilih nilai
maksimal dalam setiap hambatan yang muncul. Bila pembuatan putusan benar-
benar rasional tentulah dia sangat obyektif dan logis. Itu berarti dia mampu
merumuskan masalah dengan cermat. Dia memilih tujuan yang spesifik dan jelas.
Tambahan lagi langkah-langkah pembuatan putusan terarah secara taat asas, pada
seleksi alternative yang memaksismalkan pencapaian tujuan.
Berikut ini dikemukakan pendapat Mansoer (opcit) tentang rasionalitas
pembuatan putusan, yaitu:
Kejelasan masalah. Dalam pembuatan putusan yang rasional masalah harus
jelas dan tidak tersamar. Pembuatan putusan diasumsikan mempunyai informasi
lengkap tentang situasi putusan.
Orientasi sasaran jelas. Dalam pembuatan putusan yang rasional tidak ada
perbedaan pendapat tentang sasaran yang dituju. Apakah putusan menyang-kut

24
pembelian mobil baru, memilih fakultas yang akan dimasuki, menetapkan harga
produksi baru, memilih pegawai baru untuk jabatan yang lowong. Pembuatan
putusan mempunyai sasaran tungal, jelas apa yang ia hendak capai.
Mengetahui pilihan. Diasumsikan bahwa pembuatan putusan adalah
seorang kreatif, mampu mengidentifikasikan semua persyaratan yang gayut
(relevan) dan mampu membuat daftar semua alternatif yang berkemung-kinan
untuk dikerjakan. Selanjutnya pembuatan putusan sadar akan kon-sekuensi yang
mungkin terjadi untuk masing-masing alternatif.
Pilihan jelas. Rasionalitas berasumsi bahwa persyaratan dan alternatif dapat
diurut dalam urut-urutan menurut tingkat kepentingannya.
Pilihan tetap. Di samping sasaran dan pilihan jelas, diasumsikan pula bahwa
persyaratan khusus dari putusan adalah berubah-ubah dan bobot yang diberikan
adalah stabil setiap saat.
Tidak ada pembatasan biaya dan waktu. Pembuatan putusan yang rasio-
nal mampu mengadakan informasi lengkap tentang persyaratan dan alter-natif
karena diasumsikan tidak ada pembatasan dalam hal biaya dan waktu.
Hasil ekonomi maksimal. Pembuatan putusan yang rasional selalu memilih
alternatif yang akan membuahkan hasil ekonomi yang maksimal.
Asumsi tentang rasionalitas ini dapat diterapkan pada semua pengambilan
putusan. Namun demikian karena disadari bahwa pembuatan
putusanmanajerial ada dalam suatu organisasi perusahaan, perlu menambahkan
asumsi. Pembuatan putusan manajerial yang rasional berasumsi bahwa putusan
dibuat atas kepentingan ekonomi yang terbaik dari organisasi.

F. Sarana Pembuatan Putusan Kelompok


Pembuatan putusan atau manajer yang bergaya kepemimpinan demokratis,
lebih banyak putusannya merupakan pembuatan putusan bersama. Karena mereka
yang melaksanakan pembuatan putusan nanti, turut memutuskan, ikut
menyumbangkan pikiran. Dengan demikian mereka bertanggung jawab secara
bersama-sama.
Sehubungan dengan itu, Effendy (opcit) menyebutkan ada dua sarana
pembuatan putusan bagi manajer dalam rangka membawa serta orang lain dalam

25
mengambil putusan, yaitu: melakukan rapat (meeting) dan curah saran
(brainstorming). Dan sebagian sarjana (Salusu, opcit) yang menambahkan dengan
teknik Delphi.

1. Rapat (meeting)
Rapat, dalam kamus mempunyai beberapa pengertian, tetapi dalam hal ini
diartikan sebagai sidang, majelis atau pertemuan untuk membi-carakan sesuatu
yang melahirkan keputusan.
Dalam organisasi, rapat bisa bertaraf rapat manajer/direksi (board meeting)
atau rapat pegawai (committees meetings of workmen). Rapat mana yang akan
diselenggarakan tergantung pada besar kecilnya masalah yang akan dipecahkan.
Sudah tentu masalah yang di bawa ke rapat manajer adalah masalah yang sifatnya
manajerial yang menyangkut kebijaksanaan manajer.
Bukan tidak mungkin, keputusan yang telah dihasilkan di bawa ke rapat
pegawai untuk memutuskan pelaksanaan keputusan yang dihasilkan rapat manajer
tadi. Jadi rapat adalah salah satu sarana terpenting dalam membuat putusan, dapat
pula dikatakan bahwa ada keuntungan-keuntungan tertentu yang dapat dipetik
dalam dan melalui rapat tersebut:
Keuntungan yang dapat diperoleh dari rapat itu, yakni:
a. Masalah yang akan dipecahkan akan menjadi lebih jelas, karena dikupas
dalam forum terbuka
b. Pertukaran pengetahuan dan pengalaman di antara para peserta rapat akan
dapat menghasilkan cara pemecahan masalah yang lebih mantap.
c. Akan timbul lebih banya alternative, sehingga dapat dipilih salah satu yang
paling kecil risikonya.
d. Akan dapat ditanamkan rasa keterlibatan (sense of belonging) di antara para
pegawai, sehingga akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang lebih besar.
e. Akan dapat dikembangkan jiwa demokrasi, karena para peserta rapat terlatih
untuk menerima pendapat orang lain seraya harus bersedia melaksanakannya,
lepas dari setuju atau tidak setuju.
Meskipun rapat banyak manfaatnya, namun seringkali tidak me-muaskan,
disebabkan:

26
a. Penyelengaraan rapat tidak dipersiapkan, sehingga kelangsungannya tidak
lancar dan hasilnya tidak sebagaimana yang diharapkan.
b. Rapat diadakan terlalu mendadak, sehingga orang-orang yang diharap-kan
hadir, terlalu banyak yang tidak datang.
c. Suasana rapat diliputi emosi dan menonjolkan pribadi sehingga tujuan pribadi
diboncengkan pada tujuan organisasi.
Berdasarkan hal tersebut di atas, rapat perlu diorganisasi dengan matang
dengan pentahapan sebagai berikut:
Pertama. Persiapan, meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. merumuskan masalah yang akan di bawa ke rapat
b. menentukan orang-orang yang akan diminta menjadi peserta rapat
c. menetapkan tempat dan waktu pelaksanaan
d. menyusun agenda (kalau perlu kertas kerja)
e. membuat surat undangan
f. membuat daftar hadir
g. menyediakan “alat pandang dengar (audio visual aids), kalau diperlukan
seperti: papan tulis, bagan, overhead projector, slide projector, film projector,
sound system, dan sebagainya.
h. menunjuk notulis.
Kedua. Pelaksanaan, meliputi kegiatan seperti berikut:
a. Mempersiapkan para peserta rapat mengisi daftar hadir
b. Membuka rapat, diteruskan dengan pemberitahuan siapa-siapa yang tidak
hadir, dan pembacaan agenda rapat.
c. Mamanfatkan tujuan rapat
d. Mempersilahkan peserta rapat memberikan tanggapan
e. Memelihara berlangsungnya pembahasan masalah, sehingga teratur dan tertib.
f. Membacakan simpulan, dilanjutkan dengan penutupan rapat.
Ketiga. Penilaian, antara lain:
a. Menginstruksikan kepada notulis untk menyusun secara sistematis dan
memperbanyak hasil kerjanya
b. Mengkaji hasil pengetikan notulis

27
c. Mentranspormasikan kesimpulan rapat ke dalam bentuk surat keputusan atau
instruksi, surat edaran, atau bentuk-bentuk lainnya sesuai dengan isi, urgensi,
situasi, dan kondisi.

d. Memasukkan semua hasil rapat dalam map atau ordner untuk diarsipkan.
Siagian (1977) mengemukakan bahwa rapat dapat diadakan apabila:
a. Para peserta sebagai suatu kelompok memiliki pengetahuan dan pengalaman,
melalui hubungan mereka dengan situasi yang sama di masa lalu, untuk
memecahkan sesuatu masalah, pengetahuan dan pengalaman mana tidak
mungkin dimanfaatkan melalui saluran adminis-trasi yang biasa;
b. Bahan pembicaraan rapat adalah sedemikian rupa sifatnya sehingga bahan
tersebut memerlukan sumbangan fikiran dari para peserta secara simultan
agar supaya sumbangan itu dapat dihubungkan dan digunakan untuk
memcahkan masalah yang dihadapi. Atau, jika pengetahuan teknis para
peserta itu sebagai keseluruhan diperlukan untuk memecahkan masalah;
c. Rapat diadakan jika tidak terdapat cukup waktu untuk memcahkan masalah
yang dihadapi melalui saluran administrasi yang biasa;
d. Rapat diadakan apabila benar-benar dirasakan perlu untuk menjelaskan
sesuatu kepada para peserta rapat (echelon manajer) agar supaya mereka
mengetahui dengan tepat peranan apa yang diharapkan untuk mereka mainkan,
bilamana peranan itu akan dimainkan dan bagaimana cara peranan itu akan
dimainkan sehinga cocok dengan pola kegiatan di dalam seluruh organisasi;
e. Materi yang akan dibicarakan bersifat rahasia yang tidak tepat jika disalurkan
melalui saluran administrasi biasa yang bersifat terbuka; dengan perkataan
lain, rapat dapat diadakan jika yang terlibat terbatas pada kelompok manajer.
Kelima hal yang dikemukakan oleh Siagian menunjukkan bahwa dalam suatu
organiasi rapat memang mutlak diadakan. Hanya saja cara, waktu, dan prosedur
meng-adakannya memerlukan pemikiran yang matang dari manajer organisasi.
Dalam hubungan ini dapat ditambahkan bahwa rapat dapat dilaksanakan
dengan berbagai bentuk, seperti: rapat paripurna, yaitu suatu rapat yang dihadiri
oleh semua unsur manajer dalam organisasi; dewan, yaitu suatu bentuk badan di
dalam organisasi yang bersifat tetap (permanent) yang dibentuk karena kebutuhan
yang kontinu terhadap badan yang demikian itu terasa ada; panitia, yaitu suatu

28
badan yang terdiri dari beberapa orang yang keanggotaannya di dalam panitia
didasarkan kepada jabatan fungsional, dus bersifat ex officio, atau oleh karena
keahlian, pengetahuan khusus dan pengalaman yang diperlukan oleh panitia;
badan ad hoc dan/atau “task force” yaitu suatu bentuk badan sementara yang
dibentuk untuk memecahkan masalah masalah khusus yang pada umumnya
bersifat mendesak.
Perlu pula ditambahkan bahwa ada petunjuk yang umum dipandang sebagai
pedoman yang baik, yaitu bahwa organisasi yang ditata dengan baik akan
memerlukan sedikit dewan, panitia dan team ad hoc yang mesti dibentuk, berarti
manajer organisasi kurang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan echelon
bawahan untuk melaksanakan tugas pokok masing-masing. Dengan perkataan
lain, fungsionalisasi kurang berjalan di dalam organisasi.
Selanjutnya, rapat apapun juga dalam suatu organisasi harus ada yang
memimpin dengan kewenangan si pemimpin yang berpartisipasi sesuai dengan
formal atau tidak formalnya rapat. Sejauh mana kewenangannya itu tergantung
pada tujuan yang akan dicapai. Yang penting ialah bahwa kalau ia menginginkan
gagasan-gagasan, ia harus menciptakan suasana permisif (permissive atmosphere),
yaitu suasana yang memberikan keleluasaan kepada para pegawai eselon rendahan
untuk berbicara secara bebas.
Siagian (ibid) mengemukakan bahwa seorang pemimpin rapat yang baik
adalah yang memiliki keterampilan berikut:
a. Ia harus seorang yang aktif, mampu memberikan bimbingan dan tegas. Sikap
seperti itu sangat diperlukan untuk mencegah pembicaraan dalam rapat yang
menyimpang dari agenda dan waktu yang telah ditentukan. Perlu disadari
bahwa untuk melakukan tindakan pencegahan seperti ini bukanlah merupakan
hal yang mudah karena pencegahan itu harus dilakukan tanpa menyakiti
perasaan orang/fihak yang mempunyai kecenderungan untuk menyimpang
dari agenda yang telah ditentukan.
b. Ia harus diterima oleh para peserta rapat sebagai pemimpin, baik karena
kemampuannya dan pengetahuannya tentang tugas pokok organisasi, maupun
karena kemampuannya memelihara hubungan yang baik dengan orang lain.

29
c. Jika dia menjadi anggota peserta rapat, dus berbicara bukan karena pemimpin
rapat, jika berbicara maka bicaralah dengan jelas dan “to the point”. Artinya
seorang pemimpin rapat jika berbicara harus pula “to the point” dan tidak
boleh mendominasi pembicaraan. Jika sampai pemimpin rapat mendominasi
pembicaraan dalam rapat, yang terjadi bukan lagi rapat, melainkan sauatu
“monopologne”

d. Ia harus mempunyai integritas. Artinya, di samping kemauan dan kerelaan


untuk membicarakan sebanyak mungkin kesempatan berbicara kepada orang
lain, pemimpin rapat perlu mempunyai pendirian yang tetap, konsekuen dalam
setiap apa yang dikatakannya dan tidak mudah terombang-ambing oleh
suasana sekelilingnya.
e. Ia mempunyai keterampilan yang tinggi serta sistematis dalam memecahkan
masalah dan memimpin diskusi.

2. Sumban Saran (brainstorming)


Curah saran atau brainstorming adalah suatu cara untuk mendapat-kan banyak
gagasan dari sekelompok orang dalam waktu yang sangat singkat. Golberg &
Larso dalam Effendy (ibid) mengemukakan a procedure for encouraging
creativity in discussion groups by eliminating or reducing those factors that in
hibit the formulation an expression of new and creative ideas (curah saran
merupakan tata cara untuk menggalakkan atau mengu-rangi faktor-faktor yang
merintangi pengekspresian gagasan-gagasan yang baru dan kreatif)
Lebih tegas lagi apa yang dikatakan oleh Freeley dalam Effendy (ibid) bahwa
curah saran adalah untuk menciptakan suatu situasi yang menggalakkan jalan
pintas dalam proses logis dan untuk memproduksikan sejumlah besar gagasan
dalam waktu singkat.
Dari pengertian tersebut jelas bahwa curah saran juga merupakan pertemuan
untuk mendapatkan input dalam membuatl putusan, tetapi bukan rapat
pemimpin/manajer atau rapat pegawai seperti biasa dijumpai dalam suatu
organisasi, melainkan lebih tepat dikatakan diskusi kelompok, sebab di situ para
peserta bukan saja diberikan kebebasan, melainkan digalakkan untuk
mengemukakan gagasannya. Dari gagasan-gagasan yang diusahakan sebanyak-

30
banyaknya itu, diambil satu yang terbaik, dalam arti kata mengan-dung kelayakan
untuk dilaksanakan seraya risikonya paling kecil guna memecahkan suatu masalah
yang diketengahkan dalam pertemuan itu.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan curah saran
ini, yaitu:
a. Para peserta duduk mengelilingi meja dengan jumlah tidak lebih dari 15 orang.
Jika lebih banyak orang yang dapat diikut-sertakan, sebaiknya dibagi menjadi
kelompok kecil.
b. Suasana diciptakan sedemikian rupa sehingga tidak formal para peserta dalam
keadaan tidak kaku serta mempunyai kebebasan untuk mengemu-kakan
pendapat.
c. Karena tujuan curah saran adalah untuk menampung gagasan-gagasan
sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya untuk meme-cahkan
suatu masalah, maka waktu yang ditetapkan tidak lebih dari satu jam.
d. Pemrakarsa curah saran mengumumkan kepada para peserta masalah yang
akan dipecahkan begitu pertemuan dimulai atau beberapa waktu sebelumnya.
e. Curah saran akan berhasil apabila peserta hampir sama derajatnya (rank) dan
fungsinya. Percampuran orang-orang yang sangat berbeda fungsinya akan
menyebabkan tidak tercapainya tujuan yang diharapkan.
f. Diskusi dalam curah saran sengaja tidak menggunakan pola tertentu: karena
itu sifatnya tidak resmi. Dalam diskusi dilakukan teknik “efek picu senapan”
(trigger effect), artinya sekali sebuah gagasan diketengah-kan – apakah
gagasan itu buruk atau tidak relevan – akan memotivasikan munculnya gagasa
yang lebih baik.
g. Para peserta digalakkan untuk berpartisipasi: dalam hal ini suasana akrab dan
tidak resmi banyak membantu. Para peserta bukan saja dapat memberikan
gagasan asli. Juga dapat merubah atau mengembangkan gagasan orang lain.
h. Selama diskusi, penilaian atau kritik apapun tidak dibenarkan, sebab kritik
akan mematikan semangat berpartisipasi. Sipemrakarsa curah saran harus
menekan setiap kritik seraya berusaha agar setiap peserta bebas
menyumbangkan gagasannya.

31
i. Semua gagasan, termasuk yang sekilas tampak tidak bernilai, dituangkan
dalam bentuk tulisan. Berbagai cara dapat ditempuh, antara lain menun-juk
dua atau tiga orang untuk menuliskan setiap gagasan pada papan tulis begitu
gagasan dilontarkan: menggunakan juru steno; membuat “pohon gagasan” (ide
tree), yaitu semacam sebongkah kayu yang ditaro diatas meja tempat para
peserta melekatkan kertas yang bertulisan gagasannya dengan perekat; atau
meletakkan sebuah keranjang di atas meja untuk menampung lembaran kertas
berisikan gagasan para peserta; peranti rekaman kaset, dan lain-lain.

j. Begitu curah saran selesai dan semua gagasan dihimpun dalam bentuk yang
mudah diperiksa, maka kegiatan meningkat pada tahap penilaian secara
menyeluruh. Himpunan gagasan tersebut lalu diserahkan kepada sekelompok
penyusun kebijaksanaan (policy makers) atau perorangan yang bertanggung
jawab atas pembuatan putusan (decision making).

3. Teknik Delphi (Delphi Technique)


Teknik Delphi (Delphi technique) adalah teknik Pengambilan putusan dengan
peran serta anggota kelompok, tidak dalam bentuk tatap muka, tetapi dalam
memperoleh ide masukan dengan menggunakan kuesio-ner, ide tertulis. Teknik
Delphi sering kali dipakai pada tingkat manajemen puncak yang biasanya tidak
mempunyai cukup waktu untuk bertemu satu dengan yang lain. Dan sangat tepat
dalam pengambilan putusan pada situasi konflik karena tidak berdebat langsung
antara yang komplik. Untuk dapat melaksanakan teknik ini dengan sukses, perlu
menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a. Para pembuat putusan memulai proses Delphi dengan mengiden-tifikasikan
isu dan masalah pokok yang hendak diselesaikan.
b. Kemudian kuesioner dibuat dan para peserta teknik Delphi, para ahli, mulai
dipilih.
c. Kuesioner yang telah dibuat dikirim kepada para ahli, baik di dalam organisasi
maupun luar organisasi, yang dianggap mengetahui dan menguasai dengan
baik permasalahan yang dihadapi

32
d. Para ahli diminta untuk mengisi kuesioner yang dikirim, menghasilkan
ide dan alternatif solusi penyelesaian masalah, serta mengirimkan
kembali kuesioner kepada manajer kelompok, para pembuat putusan
akhir

e. Sebuah tim khusus dibentuk untuk merangkum seluruh respon yang


muncul dan mengirimkan kembali hasil rangkuman kepada partisipan
teknik ini
f. Pada tahap ini, partisipan diminta untuk: menelaah ulang hasil rang-
kuman, menetapkan skala prioritas atau memeringkat alternatif solusi
yang dianggap terbaik dan mengembalikan seluruh hasil rangkuman
beserta masukkan terakhir dalam periode waktu tertentu
g. Proses ini kembali diulang sampai para pembuat putusan telah
mendapatkan informasi yang dibutuhkan guna mencapai kesepakatan
untuk menentukan satu alternatif solusi atau tindakan terbaik
Demikian beberapa cara pembuatan putusan yang dapat dipergunakan
oleh seorang manajer manakala harus membuat putusan yang penting.
Putusan penting akan merupakan informasi penting bagi manajemen, baik
untuk tahap perencanaan penggiatan atau pun pengawasan. Penyampaian
atau penyebaran informasi kepada khalayak, baik khalayak intern maupun
khalayak ekstern, yang dilaksanakan dengan sistem yang mapan dan
mantap, akan merupakan bentuk yang besar bagi lancarnya manajemen.

33
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pembuatan putusan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
dalam usaha pemecahan atau problem yang sedang dihadapi kemudian ditetapkan
berbagai macam alternatif untuk diadakan pemilihan seleksi satu diantara
alternatif yang dianggap paling baik dan tepat untuk dilaksanakan. Hasil dari
pembuatan putusan adalah “putusan” (decision). Segala sesuatu yang berkaitan
dengan putusan atau segala putusan yang telah ditetapkan adalah “keputusan”.
Orang atau pejabat yang mengam-bil/menetapkan putusan disebut “pembuat
putusan” (decision maker)
Setiap pembuatan putusan melahirkan putusan yang mempunyai kadar
kehebatan putusan yang berbeda-beda, yaitu:
(1) keputusan otomatis,
(2) keputusan berdasarkan informasi yang diharapkan
(3) keputusan berdasarkan berbgi pertimbangan, dan
(4) keputusan ketidakpastian ganda.
Dalam pembuatan putusan terdapat tiga kekuatan yang selalu mem-
pengaruhinya, yaitu dinamika individu, dinamika kelompok dan dinamika
lingkungan
Manajer dalam pembuatan putusan harus memecahkan masalah. Jenis masalah
dan kondisi di mana masalah tersebut harus dipecahkan adalah berbeda-beda satu
sama lain. Karenanya jenis dan tingkat pembuatan putusan oleh para ahli
mengungkapkan berbeda-beda sesuai sudut pan-dangannya.
Membuat putusan tidak sekedar perolehan masalah langsung diputuskan,
melainkan harus punya dasar dan gaya, serta pertimbangan, dan melalui suatu
proses hingga jadi suatu putusan rasional.
Dasar pembuatan putusan, yaitu: 1) Intuisi, 2) Data, 3) Pengalaman, 4)
Kekuasaan atau kewenangan, 5) Penelitian (research), 6) Standar. Gaya
pembuatan putusan, yaitu: 1) Dibuat sendiri, 2) memperoleh informasi, 3)
dibicarakan problemanya tanpa melibatkan bawahan, 4) Dibicarakan dengan para

34
bawahan anggota kelompok., dan 5) Dibicarakan dan dibuat putusan bersama
para bawahan sebagai putusan kelompok. Pertimbangan dalam pembuatan
putusan, yaitu: 1) mempunyai manfaat, 2) dapat dilaksanakan, 3) orang yang
merasakan, dan 4) Sarana atau media pembutan putusan.
Pembuatanan putusan yang rasional diasumsikan yaitu 1) permasalahan jelas,
tuntas; 2) Tujuan yang hendak dicapai, tunggal dan rumusan jelas; 3) Semua
alternative dan konsekuensinya diketahui; 4) Pilihan jelas, konstan dan stabil 5)
Tidak ada hambatan waktu dan biaya; 6) Pilihan akhir akan menaikkan hasil
ekonomi.
Pembuatan putusan yang melibatkan sejumlah orang dapat ditempuh dengan
menggunakan sarana pembuatan putusan berupa rapat (meeting), curah sarang
(brainstorming), dan teknik Delphi.

35
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. 5 Langkah Mengambil Keputusan.


https://www.proweb.co.id/articles/erp/5_langkah_mengambil_keputusan.html
. Diakses pada tanggal 11 November 2021

Effendy Onong Uchjana. 1989. Psikologi Manajemen dan Administrasi, Bandung:


Mandar Maju

Fahriana, Swastika Ava. 2018. Pengambilan Keputusan Secara Musyawarah dalam


Manajemen Pendidikan Islam: Kajian Tematik Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Malang : UIN Malang

Hasibuan, Malayu SP, 1990. Manajemen Sumber Daya Manusia dan Kunci

I.G. Wursanto. 1989. Manajemen Kepegawaian. Kanisius. Yogyakarta

James A.F. Stoner et.al, Manajemen, Jilid I dan II (JS)

Lindawati, Qonita. _____. Pembuatan Keputusan.


https://www.scribd.com/document/504864175/Makalah-Pembuatan-
Keputusan. Diakses pada tanggal 11 November 2021

T. Hani Handoko, Manajemen (HH)

Kamaludin. 1989. Manajemen. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan


Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan.

Kasim, M. 1994. Analisis Kebijakan Negara. Jakarta: Erlangga.

Mansoer, H. Hamdan . 1989. Jakarta : Proyek Pengembangan Lembaga


Pendidikan Tenaga Kependidikan

36
Muhyadi. 1989. Organisasi, Teori, Sturuktur, Proses. Yogyakarta: Depdikbud

Nimran, Umar. 1999. Perilaku Organisasi.Edisi Revisi. Surabaya: Citra Media

Pangewa, Maharuddin. 2008. Pembuatan Putusan. Makassar: Fakultas Ekonomi


dan Ilmu Sosial, Universitas Negeri Makassar

Purbo. Hadiwidjojo .M.M. 1998. Peta geologi lembar Bali, Nusa Tenggara
Geological map of the Lombok Sheet, West Nusa Tenggara . Bandung : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi

Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publikan


Organisasi non Profit. Jakarta : PT Grasindo

Siagian, Sondang P. 1992. Kerangka Dasar Ilmu Administrasi

Siagian, S.P. 1985 Filsafat Administrasi, Gunung. Cet.kelimabelas, Jakarta:


Gunung Agung

Simon Herbert A. 1984. Administrative Behavior edisi ketiga (terjemahan St.


Dianjung), Jakarta: Bina Aksara

37
38
39

Anda mungkin juga menyukai