ABSTRACT
The research was conducted at Cikajang Garut West Java from March
2013 until July 2013. The purpose of this research is characterize of vegetative
and generative character some genotypes of potato cultivated in Indonesia
qualitatively and quantitatively. The genotypes of Potato used consisted of three
comparator (Granola, Atlantic, South Sulawesi) and seven tested genotypes
(Intan, Bengkulu, Jambi, Bukit Tinggi, Wonosobo, Blis, and Mikraset).
Observations consist of a plant height, stem (diameter and color), leaves (number
of leaves, color, shape, and size), flowers (flowering time, shape, and color), time
of harvest, tubers (the number of tuber, weight, shape, size, color, and moisture
content). The research result showed genotype Jambi and Intan has a higher yield
than the comparison. Ten genotypes of potato that is used is divided into 3 groups.
The first group consists of Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, and Mikraset. The
second group consists of Granola, Intan, South Sulawesi, Blis and Wonosobo. The
third group is a group that does not have in common with the three comparator
namely Bengkulu. Genotypes Bengkulu have the purple stem and red skin of
tuber, so it can potentially to do registration of varieties.
KARAKTERISASI MORFOLOGI BEBERAPA GENOTIPE
KENTANG (Solanum tuberosum) YANG DIBUDIDAYAKAN
DI INDONESIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum
ruberosum) yang Dibudidayakan di Indonesia
Nama : Yudi Slamet Hidayat
NIM : A240900 19
Disetujui oleh
~-
Tanggal Lulus: ? .. ,
' I
I-
""\'\A
4
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Juli 2013 ini
ialah karakterisasi, dengan judul Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe
Kentang (Solanum tuberosum) yang Dibudidayakan di Indonesia, dilaksanakan di
daerah Cikajang Kabupaten Garut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Darda Efendi, MSi dan
Sulassih, SP MSi sebagai dosen pembimbing skripsi atas kesabaran dalam
memberikan bmbingan dan pengarahan selama penelitian dan pembuatan skripsi;
kepada Prof. Dr. Ir. G.A. Wattimena, MSc selaku dosen penguji, Ir. Is Hidayat
Utomo, MS.Alm selaku dosen pembimbing akademik selama tujuh semester, Dr.
Ir. Heni Purnamawati selaku Ketua Program Studi, dan Dr. Ir. Agus Purwito,
MSc.Agr selaku Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan teman-teman
atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga Karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR GAMBAR
1 Susunan daun kentang 6
2 Bentuk anak daun kentang 6
3 Bentuk kelopak bunga kentang 6
4 Bentuk mahkota bunga kentang 7
5 Bentuk umbi kentang 7
6 Karakter kualitatif kentang 9
7 Dendrogram 10 genotipe kentang berdasarkan karakter kualitatif
(warna batang, warna daun, bentuk daun, warna kulit umbi, warna
daging umbi, dan bentuk umbi) 10
8 Hama dan penyakit tanaman kentang; (a) ulat buah tomat (Helicoverpa
armigera Hubn.), (b) hawar daun (Phytopthora infestans), dan (c) layu
(Ralstonia solanacearum) 15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi kentang Jambi 18
2 Deskripsi kentang Atlantic 19
3 Deskripsi kentang Bukit Tinggi 20
4 Deskripsi kentang Mikraset 21
5 Deskripsi kentang Granola 22
6 Deskripsi kentang Intan 23
7 Deskripsi kentang Blis 24
8 Deskripsi kentang Sulawesi Selatan 25
9 Deskripsi kentang Wonosobo 26
10 Deskripsi kentang Bengkulu 27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
adalah Granola. Kultivar kentang yang saat ini banyak dibudidayakan adalah
Kultivar Atlantic dan Granola.
Menurut Sugiarto (2001) dalam Sari (2013) varietas Granola dirakit pada
tahun 1975 di Jerman. Granola mempunyai daging umbi berwarna kuning, mata
umbi dangkal, dan bentuk umbi bulat. Kentang varietas granola memiliki
kandungan gula reduksi tinggi dan persentase berat kering rendah (16–17 %)
sehingga tidak sesuai dengan kriteria kentang sebagai bahan baku industri.
Menurut Purwito dan Wattimena (2008) Varietas Granola banyak dipilih oleh
petani karena keunggulannya antara lain berumur pendek, adaptasinya luas, hasil
cukup tinggi, bentuk umbi yang bagus dan agak tahan penyakit layu bakteri,
meskipun kelemahannya mempunyai kadar air tinggi dan tidak cocok untuk
kentang olahan.
Menurut Fock et al (2000) dalam Maharijaya (2007) varietas Atlantic
memiliki kualitas umbi yang baik serta kandungan bahan kering yang tinggi.
Varietas Atlantic memiliki kelemahan yaitu rentan terhadap virus PVY, penyakit
hawar daun dan penyakit layu bakteri. Menurut Purwito dan Wattimena (2008)
VARIETAS Atlantic memiliki keunggulan berumur pendek, mutu umbi sangat
baik, bahan kering tinggi dan sangat baik untuk dijadikan chip dan fries,
meskipun kelemahannya tidak tahan penyakit salah satunya penyakit layu bakteri.
Bahan yang digunakan adalah umbi kentang yang terdiri atas 10 genotipe
yaitu 3 genotipe pembanding (Granola, Atlantic, dan Sulawesi Selatan) dan 7
genotipe uji yaitu Intan, Bengkulu, Jambi, Bukit Tinggi, Wonosobo, Blis, dan
Mikraset. Umbi kentang Sulawesi Selatan, Bengkulu, Wonosobo, Bukit Tinggi,
dan Jambi diperoleh dari daerah sesuai dengan nama umbinya masing-masing.
Umbi kentang Granola, Atlantic, Intan, Mikraset, dan Blis diperoleh dari daerah
Garut. Umbi kentang yang digunakan berukuran 22–72 g, sudah memiliki tunas
dengan panjang rata-rata 1 cm. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang,
Urea, SP-36, dan KCl serta Furadan. Peralatan yang digunakan berupa alat
pertanian, alat tulis, timbangan, kamera, penggaris, jangka sorong, dan color chart.
5
Metode Penelitian
Keterangan :
Yij : pengamatan pada genotipe ke i dan kelompok ke j
𝜇 : nilai tengah populasi
𝛽 ij : pengaruh genotipe ke i
𝛼i : pengaruh kelompok ke j
𝜀 ij : pengaruh galat percobaan pada genotipe ke i dan kelompok
ke j
Pelaksanaan Penelitian
Percobaan terdiri dari 10 genotipe kentang dengan jumlah bibit per petak
sebanyak 50 bibit dengan 4 ulangan. Luas petakan 12 m2 dengan jarak tanam yang
digunakan adalah 30 cm x 80 cm, bibit ditanam satu umbi perlubang. Dua minggu
sebelum tanam dilakukan pengolahan tanah. Tanah diolah sempurna sampai tanah
menjadi gembur. Pemupukan diberikan bersamaan dengan penanaman dengan
dosis 16 ton ha-1 pupuk kandang, 208 kg ha-1 NPK (15:15:15), 312 kg ha-1 SP-36,
208 kg ha-1 ZA serta 10 kg ha-1 furadan. Pemupukan susulan dilakukan pada 40
HST dengan dosis 208 kg ha-1 NPK (15:15:15).
Pemeliharaan meliputi pengendalian hama dan penyakit, penggemburan,
pengendalian gulma, pemasangan ajir, serta pembumbunan. Pengendalian hama
dan penyakit tanaman dilakukan pada 20 hari setelah tanam (HST).
Penggemburan dan pengendalian gulma dilakukan pada 30 HST. Pemasangan ajir
dilakukan pada 35 HST. Pembumbunan pertama dilakukan pada 40 HST
bersamaan dengan pemupukan susulan. Pembumbunan kedua dilakukan pada 50
HST.
Pengamatan
12. Warna umbi (cream, putih, putih-cream, kuning, merah, merah muda,
cokelat, ungu)
13. Bentuk umbi
14. Tinggi Tanaman (cm), diukur dari atas permukaan tanah sampai pucuk.
sangat pendek (<44.0 cm)
pendek (44.0–49.9 cm)
sedang (50.0–54.9 cm)
tinggi (55.0–59.9 cm)
sangat tinggi (>59.9 cm)
15. Diameter batang (cm), diukur pada batang 10 cm diatas permukaan tanah
16. Jumlah daun yang telah membuka sempurna pada satu tanaman
17. Panjang dan lebar daun (cm)
18. Waktu muncul bunga, dihitung dari saat menanam sampai 50% tanaman
berbunga
19. Waktu panen, dihitung dari saat menanam sampai 80% tanaman telah
mengering
20. Panjang dan diameter umbi (cm)
21. Bobot/umbi (g)
22. Kadar air umbi
Metode pengukuran kadar air menggunakan metode gravimetri.
Cara pengukurannya yaitu umbi di oven pada suhu 1050C selama 16 jam.
Kemudian KA dihitung berdasarkan bobot basah dan bobot kering umbi
dengan menggunakan rumus:
8
KA = M2-M3x 100%
M2-M1
Keterangan :
M1 = bobot cawan porselin + tutup
M2 = bobot umbi + cawan porselen + tutup sebelum dioven
M3 = bobot umbi + cawan porselen + tutup setelah dioven
Karakter Kualitatif
Blis adalah warna mahkota dan bentuknya, sedangkan pada karakter warna dan
bentuk kelopak, warna benang sari, dan warna kepala putik memiliki karakter
yang sama yaitu warna kelopak hijau berbentuk regular, warna benang sari
kuning, dan warna kepala putik hijau. Warna mahkota bunga Atlantic adalah putih
berbentuk semi stellate (seperti bintang), Sulawesi Selatan ungu berbentuk
pentagonal (segi lima), dan Blis putih agak pucat berbentuk pentagonal.
Warna kulit umbi pada Gambar 6 menunjukkan bahwa genotipe Bengkulu
memiliki warna yang berbeda dengan semua genotipe yaitu merah. Genotipe
Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, Mikraset, Granola, Intan, Sulawesi Selatan, dan
Blis memiliki kulit umbi yang berwarna cream. Wonosobo memiliki warna kulit
umbi putih-cream. Warna daging umbi kentang belum tentu memiliki warna yang
sama dengan warna kulitnya. Berdasakan penelitian terlihat bahwa daging umbi
kentang memiliki warna antara putih, cream dan kuning agak cream. Jambi,
Atlantic, Mikraset, Sulawesi Selatan, dan Blis memiliki warna daging umbi putih.
Daging umbi Granola memiliki warna cream, genotipe yang memiliki warna
daging umbi yang sama dengan Granola yaitu Bukit tinggi dan Wonosobo.
Bengkulu yang memiliki kulit umbi berwarna merah memiliki daging umbi yang
berwarna kuning agak cream yang sama dengan Intan.
Beberapa karakter kualitatif (warna batang, warna daun, bentuk daun, warna
kulit umbi, warna daging umbi, dan bentuk umbi) yang dianalisis dengan
menggunakan software NTSYS yang terlihat dalam bentuk dendrogram (Gambar
7) menunjukkan bahwa berdasarkan karakter kualitatifnya pada jarak koefesien
kemiripan 0.36 atau memiliki kemiripan 36%, genotipe kentang dikelompokan ke
dalam 3 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Atlantic, Jambi, Bukit Tinggi,
dan Mikraset. Kelompok kedua terdiri dari Granola, Intan, Sulawesi Selatan, Blis,
dan Wonosobo. Kelompok ketiga merupakan Kelompok yang secara kualitatif
tidak mempunyai kesamaan terhadap ketiga pembanding yaitu Bengkulu.
Genotipe Bengkulu dikatakan berbeda dengan semua pembanding karena
memiliki batang yang berwarna ungu muda, kulit umbi yang berwarna merah dan
daging umbi berwarna kuning cream.
Karakter Kuantitatif
Pertumbuhan Vegetatif
Tanaman kentang merupakan tanaman herba (tidak berkayu), sehingga
dalam budidayanya dibutuhkan ajir untuk membantu tanaman agar dapat tumbuh
tegak. Tinggi tanaman yang terlalu tinggi menyebabkan kesulitan pada
budidayanya yaitu pada proses pengajiran. Tanaman kentang yang terlalu tinggi
harus diikat beberapa kali pada ajir supaya tanaman tidak roboh, sehingga tinggi
tanaman yang pendek sampai sedang lebih baik untuk dibudidayakan. Menurut
UPOV (1986) tinggi tanaman kentang di klasifikasikan ke dalam lima tingkatan
yaitu sangat pendek (<44.0 cm), pendek (44.1–49.9 cm), sedang (50.0–54.9 cm),
tinggi (55.0–59.9 cm), dan sangat tinggi (>59.9 cm). Berdasarkan klasifikasi
UPOV, hasil pada Tabel 1 menunjukkan tinggi tanaman yang beragam yaitu
sangat pendek (Atlantic, Mikraset, Granola, Bengkulu, dan Wonosobo), pendek
(Intan, Blis, dan Sulawesi Selatan), sedang (Bukit Tinggi), dan tinggi (Jambi).
11
Pertumbuhan Generatif
Karakter panjang umbi pada Tabel 2 menunjukkan genotipe Jambi dan Intan
memiliki ukuran umbi yang paling panjang dari semua genotipe. Genotipe Bukit
Tinggi dan mikraset memiliki panjang umbi yang tidak berbeda nyata dengan
ketiga pembanding. Genotipe Wonosobo memiliki panjang umbi yang tidak
berbeda nyata dengan Granola. Blis memiliki panjang umbi yang tidak berbeda
nyata dengan Granola dan Atlantic. Genotipe Bengkulu memiliki panjang umbi
yang tidak berbeda nyata dengan Atlantic dan Sulawesi Selatan.
Menurut Kusmana dan Basuki (2004) ukuran umbi kentang yang yang
diterima industri memiliki diameter yang besar yaitu berkisar antara 5–7 cm.
Berdasarkan ukuran diameter dan bobot umbi, hasil pada Tabel 2 menunjukkan
Intan dan Blis memiliki diameter yang lebih besar dari semua genotipe dan
termasuk kedalam umbi yang berukuran besar. Genotipe Jambi, Atlantic, Bukit
Tinggi, Mikraset, Granola, Sulawesi Selatan, Wonosobo, dan Bengkulu memiliki
umbi yang berukuran kecil karena memiliki diameter kurang dari 5 cm.
Bobot hasil umbi dipengaruhi oleh jumlah umbi dan bobot umbi yang
dihasilkan. Bobot hasil yang tinggi harus diikuti dengan kualitas umbi yang
dihasilkan. Menurut Kusmana (2012) banyaknya jumlah umbi yang dihasilkan
menjadi kurang berarti apabila berukuran kecil, karena umbi yang kecil memiliki
nilai jual yang rendah. Proporsi yang ideal dikehendaki petani ialah 70–80% umbi
berukuran besar (>60 g) dan sisanya yaitu 20–30% umbi ukuran kecil (<60 g).
Berdasarkan ukuran bobot umbi, hasil pada Tabel 2 menunjukkan Intan dan Blis
memiliki bobot/umbi yang lebih besar dari semua genotipe dan termasuk kedalam
umbi yang berukuran besar. Genotipe Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, Mikraset,
Granola, Sulawesi Selatan, Wonosobo, dan Bengkulu memiliki umbi yang
berukuran kecil.
Varietas kentang yang memiliki kadar air tinggi biasanya digunakan sebagai
kentang sayur sedangkan varietas yang memiliki kadar air rendah biasanya cocok
digunakan sebagai kentang olahan. Menurut Kusmana dan Basuki (2004) salah
satu kriteria varietas kentang yang sesuai untuk olahan adalah memiliki kadar air
±75%. Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa berdasarkan kadar air-nya
13
genotipe Atlantic, Bukit Tinggi, Sulawesi Selatan, dan Bengkulu cocok untuk
kentang olahan. Genotipe Jambi, Mikraset, Granola, Intan, Blis, dan Wonosobo
cocok untuk kentang sayur karena memiliki kadar air lebih dari 75%.
Kandungan kadar air pada suatu varietas kentang bukan merupakan faktor
tunggal untuk menentukan suatu varietas kentang cocok digunakan sebagai
kentang sayur maupun olahan, tetapi perlu adanya informasi mengenai kadar gula
dan kadar pati kentang. Menurut Kusdibyo dan Asandhi (2004) keripik kentang
yang baik berasal dari umbi kentang yang mempunyai kadar air dan gula rendah
serta kadar pati tinggi. Kadar air yang tinggi dan kadar pati yang rendah akan
menghasilkan keripik kentang dengan tekstur kurang renyah. Kadar gula yang
tinggi pada kentang akan menurunkan kualitas keripik kentang yaitu timbulnya
warna coklat pada keripik kentang.
Salah satu ciri varietas kentang unggul yaitu memiliki hasil yang tinggi.
Hasil umbi/tanaman pada Tabel 2 menunjukkan Mikraset merupakan genotipe
yang menghasilkan jumlah umbi paling banyak daripada semua genotipe. Blis
merupakan genotipe yang menghasilkan jumlah umbi paling sedikit dari semua
genotipe. Genotipe Intan, Bengkulu, Jambi, Bukit tinggi, dan Wonosobo memiliki
jumlah umbi pertanaman yang tidak berbeda nyata dengan ketiga pembanding.
Bobot umbi/tanaman dipengaruhi oleh bobot/umbi dan jumlah umbi/tanaman
yang dihasilkan, hasil pada Tabel 2 menunjukkan genotipe Intan memiliki bobot
umbi/tanaman yang paling besar diantara semua genotipe. Genotipe Bengkulu dan
Mikraset memiliki bobot umbi/tanaman paling kecil dari semua genotipe.
Hasil umbi pada Tabel 2 menunjukkan bahwa genotipe Intan dan Jambi
memiliki hasil yang paling tinggi daripada semua genotipe serta memiliki
keunggulan yaitu tahan terhadap penyakit hawar daun (Phytopthora infestans) dan
layu (Ralstonia solanacearum). Granola memiliki hasil yang lebih baik daripada
Atlantic dan Sulawesi Selatan. Genotipe yang memiliki hasil umbi tidak berbeda
nyata dengan Granola adalah Wonosobo. Genotipe yang memiliki hasil umbi yang
tidak berbeda nyata dengan Atlantic dan Sulawesi Selatan adalah Mikraset, Blis,
dan Bengkulu. Atlantic, Mikraset, dan Bengkulu memiliki hasil yang rendah
karena rentan terhadap penyakit hawar daun (Phytopthora infestans). Genotipe
Bukit tinggi memiliki hasil umbi yang tidak berbeda nyata dengan ketiga
pembanding. Hasil produktivitas pada Tabel 2 masih rendah dibandingkan dengan
produktivitas kentang pada tahun 2012. Menurut BPS (2012) produktivitas
kentang pada tahun 2012 mencapai 16.58 ton ha-1. Hal tersebut terjadi karena
kondisi lingkungan yang kurang baik, selama penelitian sering terjadi hujan dan
kondisi lingkungan mendung. Menurut Sunarjono (2007) tanaman kentang
memerlukan banyak air, terutama pada stadia berbunga, tetapi tidak menghendaki
hujan lebat yang berlangsung terus menerus. Hujan lebat terus menerus
menghambat pancaran radiasi surya dan memperlemah energi surya sehingga
fotosintesis tidak berlangsung optimal. Hal tersebut menyebabkan umbi yang
terbentuk kecil dan produksi menjadi rendah. Tanaman kentang memerlukan sinar
matahari penuh (60–80%) untuk fotosintesis. Kondisi lingkungan yang mendung
dan berkabut akan menghambat proses fotosintesis dan mendorong timbulnya
penyakit busuk daun yang disebabkan oleh cendawan.
14
Tanaman kentang mulai terserang hama dan penyakit pada saat berumur 20
HST. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman kentang yaitu ulat jengkal
(Crysodeixis arichalcea L.), ulat grayak (Spodoptera litura F.), ulat buah tomat
(Helicoverpa armigera Hubn.), hawar daun (Phytopthora infestans) dan layu
(Ralstonia solanacearum). Genotipe yang terserang ulat yaitu Jambi, Intan, dan
Bukit Tinggi. Tanaman yang terserang ulat, daunnya berlubang-lubang tak
beraturan atau sampai habis (Gambar 8). Pengendalian hama dilakukan dengan
menggunakan insektisida curacron dengan dosis 1.33 l ha-1 dan decis 0.71 l ha-1.
Semua genotipe yang digunakan pada penelitian terserang oleh penyakit
hawar daun, namun yang rentan yaitu Atlantic, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Gejala
serangan yang terjadi yaitu daun berbercak kecil berwarna cokelat dan agak
basah, kemudian menyebar sampai seluruh daun hingga menjadi busuk dan kering
(Gambar 8). Genotipe yang terserang penyakit layu yaitu Atlantic, Sulawesi
Selatan, Jambi, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Pengendalian penyakit tanaman
dilakukan dengan menggunakan fungisida antracol dengan dosis 1.42 kg ha-1,
daconil 1.42 kg ha-1, dan acrobat 70.80 g ha-1.
15
a b c
Gambar 8 Hama dan penyakit tanaman kentang; (a) ulat buah tomat (Helicoverpa
armigera Hubn.), (b) hawar daun (Phytopthora infestans), dan (c) layu
(Ralstonia solanacearum)
Simpulan
Genotipe Jambi dan Intan memiliki hasil yang lebih tinggi daripada ketiga
pembanding. Genotipe Intan memiliki potensi untuk mendampingi Granola
sebagai kentang sayur karena memiliki hasil yang tinggi, namun secara kualitatif
(warna batang, warna daun, bentuk daun, warna kulit umbi, dan bentuk umbi)
memiliki kesamaan dengan Granola. Genotipe Bukit Tinggi memiliki potensi
untuk mendampingi Atlantic apabila termasuk kedalam jenis kentang olahan.
Sepuluh genotipe kentang yang digunakan terbagi kedalam 3 kelompok.
Kelompok pertama terdiri dari Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, dan Mikraset.
Kelompok kedua terdiri dari Granola, Intan, Sulawesi Selatan, Blis dan
Wonosobo. Kelompok ketiga adalah kelompok yang tidak mempunyai kesamaan
dengan ketiga pembanding yaitu Bengkulu. Genotipe Bengkulu berbeda dengan
ketiga pembanding karena memiliki warna batang ungu muda dan kulit umbi
merah, sehingga genotipe Bengkulu memiliki potensi untuk dilakukan
pendaftaran varietas.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
UPOV. 1986. Guidelines for The Conduct of Test for Distincness, Homogenity
and Stability of Potato. International Union for The Protection of New
Varieties of Plants. 27 p.
Wattimena GA. 2000. Pengembangan propagul kentang bermutu dan kultivar
kentang unggul dalam mendukung peningkatan produksi kentang di
Indonesia.Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Hortikultura Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wattimena GA. 1992. Bioteknologi Tanaman. Depdikbud. Dirjen Dikti. PAU
Bioteknologi. IPB. Bogor. 185 hal.
Wattimena GA. 2006. Prospek plasma nutfah kentang dalam mendukung
swasembada benih kentang di Indonesia. Pusat Peneliti Sumberdaya Hayati
dan Bioteknologi (PPSHB) IPB dan jurusan Agrohort, Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
18
Deskripsi Kentang
SK Mentan No. 444/Kpts/TP
Data Penelitian
240/6/1993
Asal : - : Introduksi dari Jerman Barat
Bentuk penampang batang : Segi lima : Segi lima
Tinggi Tanaman : 36.7 cm : 60–70 cm
Diameter batang : 0.4 cm : -
Warna batang : Hijau : Hijau
Susunan daun : Terbuka : -
Bentuk anak daun : Sedang : -
Ukuran daun : Panjang: 29.7 cm : -
Lebar: 14.1 cm
Jumlah daun : 8–10 daun : -
Warna daun : Hijau muda : Hijau
Bentuk mahkota bunga : - : -
Bentuk kelopak bunga : - : -
Warna bunga
kelopak : - : -
mahkota : - : -
kepala putik : - : Putih
benangsari : - : Kuning
Umur mulai berbunga : - : -
Umur panen : 120 HST : 100–115 HST
Bentuk umbi : Bulat, eliptic, : Oval
biovate
Ukuran umbi : Panjang: 5.6 cm : -
Diameter: 4.6 cm
Warna kulit umbi : Cream : Kuning-putih
Warna daging umbi : Cream : Kuning
Kadar air : 86.3% : -
Kandungan karbohidrat : - : 12%
Bobot per umbi : 43.7 g : -
Jumlah umbi per tanaman : 6–7 umbi : -
Bobot umbi per tanaman : 269.7 g : -
Ketahanan penyakit : - : Tahan terhadap PVA dan PVY,
agak tahan terhadap PLRV, agak
peka terhadap penyakit layu
bakteri dan busuk daun
Hasil umbi per hektar : 7.1 ton : 26.5 ton
Pemulia : - : Nazifah Umar, Hamzah Basah,
Sudjoko Sahat, Dadan Supardah
DJ, Rusmana Agus Senja
23
Deskripsi Kentang
Dinas Pertanian dan Perkebunan
Data Penelitian
Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan
Asal : - : Lokal
Bentuk penampang batang : Segitiga : Segitiga
Tinggi Tanaman : 45.2 cm : 75–103 cm
Diameter batang : 0.5 cm : -
Warna batang : Hijau : Hijau kecoklatan
Susunan daun : Tertutup : -
Bentuk anak daun : Lebar : -
Ukuran daun : Panjang: 22.1 cm : Panjang: 7–19 cm
Lebar: 13.0 cm Lebar: 5–10 cm
Jumlah daun : 11–14 daun : -
Warna daun : Hijau muda : Hijau
Bentuk mahkota bunga : Pentagonal (segi : Seperti bintang
lima)
Bentuk kelopak bunga : Regular : -
Warna bunga : :
kelopak : Hijau : Hijau
mahkota : Ungu : Putih Keunguan
kepala putik : Hijau : Hijau
benangsari : Kuning : Kuning
Umur mulai berbunga : 40 HST : 45–75 HST
Umur panen : 100 HST : 92–99 HST
Bentuk umbi : Bulat, eliptic, : Bulat tidak teratur
compressed
Ukuran umbi : Panjang: 4.8 cm : Panjang: 7.0–7.7 cm
Diameter: 3.9 cm Diameter: 5.2–6.1 cm
Warna kulit umbi : Cream : Kuning muda berbercak
Warna daging umbi : Putih : Kuning
Kandungan karbohidrat : - : 11.81–13.09 %
Kadar air : 70.1% : -
Bobot per umbi : 29.6 g : 35–52 g
Jumlah umbi per tanaman : 6–8 umbi : 15–21 umbi
Bobot umbi per tanaman : 178.1 g : 635–755 g
Ketahanan terhadap : - : -
penyakit
Hasil umbi per hektar : 4.1 ton : 20.0–29.5 ton
Pemulia : - : Baharuddin P.
Peneliti : - : Baharuddin P., Badron Z., Arif N., Nur
Rosida, Baharuddin S., Ach.
Syaifuddin, Mario Mega, Farida Riani,
Hasilan, Sumardi, Erna Suriani, Rusdi
R., Riadi R., Yunus G., Irmawati A.,
Herman K., Latif Qaeda
26
RIWAYAT HIDUP