Anda di halaman 1dari 23

PERNEDAAN NOTARIS DAN PPAT DENGAN LANDASAN HUKUMNYA

NAMA : MUHAMMAD FALIH ABDI NUGROHO

NIM : 205190275
1. Latar Belakang

Pada saat ini, masih banyak orang awam yang tak menyadari bahwa Notaris dan
PPAT adalah Profesi yang berbeda dan berdiri sendiri. Namun tak sedikit orang yang
menyamaratakan keduanya karena yang berprofesi sebagai notaris belum tentu juga
PPAT.
Menurut UU No. 30 Tahun 2004, notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Lebih
lanjut, notaris berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta
otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu
tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang. Notaris juga berwenang untuk :
 Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi).
 Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus (waarmerking).
 Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan (legalisir).
 Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
 Membuat akta otentik tentang perjanjian ataupun ketetapan.
 Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
 Membuat akta jual beli dan sertifikat tanah
Sedangkan Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996,
PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta
autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik
atas satuan rumah susun. PPAT bertugas untuk melaksanakan sebagian kegiatan
pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan
hukum tertentu, seperti :
 jual beli;
 tukar menukarl
 hibah;
 pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
 pembagian hak bersama;
 pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik;
 pemberian hak tanggunan;
 pemberian kuasa membebankan hak tanggunan.
Akta yang dibuat PPAT tersebut kemudian akan dijadikan dasar bagi pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum di atas.
Syarat untuk di angkat menjadi notaris, seseorang harus berusia minimal 27
tahun, memiliki ijazah sarjana hukum dan lulusan S2 Kenotariatan, sudah menjalani
magang/bekerja sebagai karyawan notaris minimal 2 tahun setelah lulus S2
Kenotariatan, dan tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat,
atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk di
rangkap dengan jabatan notaris. Hal ini sedikit berbeda dengan persyaratan menjadi
PPAT. Untuk menjadi PPAT, seseorang harus berusia minimal 22 tahun, memiliki
ijazah sarjana hukum dan lulusan S2 Kenotariatan atau lulus program pendidikan
khusus PPAT yang diselenggarakan Kementerian Agraria, lulus ujian yang
diselenggarakan Kementerian Agraria, dan telah menjalani magang/bekerja sebagai
karyawan pada kantor PPAT minimal 1 tahun setelah lulus S2 Kenotariatan. Dalam
PPAT tidak ada larangan untuk rangkap jabatan, hal ini karena di daerah terpencil
yang belum memiliki PPAT, wewenang tersebut dijalankan oleh camat namun
statusnya hanya PPAT Sementara.
Baik jabatan notaris maupun PPAT diberikan sesuai kebutuhan pada suatu
kabupaten/kota sehingga notaris/PPAT tidak dapat memilih tempat
kedudukan/wilayah kerja yang diinginkan. Terkait wilayah kerja, notaris dan PPAT
sama-sama mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat
kedudukannya. Jadi apabila seseorang membeli rumah di Tangerang Selatan, maka
orang tersebut dapat menggunakan jasa PPAT manapun yang berkedudukan di
provinsi Banten. . Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana “PERBEDAAN NOTARIS DAN
PPAT BESERTA LANDASAN HUKUMNYA”

2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan beberapa pokok permasalahan
sebagai berikut :
1. Apa perbedaan Notaris dan PPAT ?
2. Apa landasan hukum Notaris dan PPAT ?

3. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk menganalisis perbedaan Notaris dan PPAT


2. Untuk mengkaji landasan hukum Notaris dan PPAT

4. Pembahasan

4.1 Pengertian Notaris


Menurut UU No. 30 Tahun 2004, notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-
undang lainnya. Lebih lanjut, notaris berwenang untuk membuat akta
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki
oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin
kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse,
salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu
tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain
yang ditetapkan oleh undang-undang. Notaris juga berwenang untuk :
 Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi).
 Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus (waarmerking).
 Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan (legalisir).
 Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
 Membuat akta otentik tentang perjanjian ataupun ketetapan.
 Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
 Membuat akta jual beli dan sertifikat tanah

4.2 Dasar Hukum Notaris

Jabatan notaris diatur dalam undang-undang Nomor 2 Tahun 2014


tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris. Di dalam Undang-Undang Perubahan ini diatur hal-hal
seperti:

1. Adanya surat keterangan sehat dari dokter dan psikiater serta


perpanjangan jangka waktu menjalani magang dari 12 menjadi 24
bulan,
2. Penambahan kewajiban larangan merangkap jabatan, dan alasan
pemberhentian sementara notaris,
3. Pengenaan kewajiban kepada calon notaris yang sedang melakukan
magang
4. Penyesuaian sanksi yang diterapkan pada pasal tertentu antara lain,
berupa pernyataan bahwa Akta yang bersangkutan hanya memiliki
kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan (bersifat
pribadi), peringatan lisan/tertulis, atau tuntutan ganti rugi kepada
notaris,
5. Pembedaan terhadap perubahan yang terjadi pada isi Akta, baik
yang bersifat mutlak maupun relatif,
6. Pembentukan majelis kehormatan notaris,
7. Penguatan dan penegasan organisasi notaris,
8. Penegasan untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi dalam pembuatan Akta autentik,
9. Penguatan fungsi, wewenang, dan kedudukan Majelis Pengawas.

Berdasarkan UU No.30 Tahun 2004 Pasal 3 , Syarat untuk dapat


diangkat menjadi Notaris adalah :
A. Warga Negara Indonesia
B. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
C. Berumur paling sedikir 27 Tahun
D. Sehat jasmani dan rohani
E. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan
F. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai
karyawan Notaris dalam waktu 12 bulan berturut-turut pada kantor
Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisai
Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan
G. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat,
atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang
dilarang untuk di arngkap dengan Jabatan Notaris.

Berdasarkan UU No.30 tahun 2004 Pasal 4 ayat (1) adalah Sebelum


menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut
agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk
Berdasarkan UU No.30 Tahun 2004 Pasal 4 Ayat (2) Sumpah/janji
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi
sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara
Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta
peraturan perundang-undangan lainnya. bahwa saya akan menjalankan
jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak.
bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan
kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan
tanggung jawab saya sebagai Notaris. bahwa saya akan merahasiakan isi
akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. bahwa
saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dengan nama atau dalih apa pun, tidak pernah dan tidak
akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapa pun.
Pengucapan sumpah/janji jabatan Notaris sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 dilakukan dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak
tanggal keputusan pengangkatan sebagai Notaris.
Dalam hal pengucapan sumpah/janji tidak dilakukan dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, keputusan pengangkatan
Notaris dapat dibatalkan oleh Menteri.
Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pengambilan sumpah/janji jabatan Notaris, yang bersangkutan wajib:
A. Menjalankan jabatannya dengan nyata;
B. Menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada
Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Daerah
C. Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf,
serta teraan cap/stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada
Menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang
agraria/pertanahan, Organisasi Notaris, ketua pengadilan negeri,
Majelis Pengawas Daerah, serta bupati atau walikota di tempat
Notaris diangkat.

Berdasarkan UU No.2 tahun 2004 Pasal 8 ayat (1) , Notaris berhenti


atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:
A. Meninggal dunia;
B. Telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
C. Permintaan sendiri;
D. Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk
melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus menerus lebih
dari 3 (tiga) tahun; atau
E. Merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
g

Bers]dasarkan UU No.30 tahun 2004 Pasal 8 ayat (2) ,ketentuan umur


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diperpanjang sampai
berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun dengan mempertimbangkan
kesehatan yang bersangkutan.

Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena:

A. Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran


utang;
B. Berada di bawah pengampuan;
C. Melakukan perbuatan tercela;
D. Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan
jabatan.

Sebelum pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan, Notaris diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan
Majelis Pengawas secara berjenjang.

Pemberhentian sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilakukan oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat.

Pemberhentian sementara berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf c dan huruf d berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
Namun Notaris yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a atau huruf b dapat diangkat kembali menjadi
Notaris oleh Menteri setelah dipulihkan haknya dan Notaris yang
diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf c atau huruf d dapat diangkat kembali menjadi Notaris oleh Menteri
setelah masa pemberhentian sementara berakhir.

Berdasarkan UU No.30 Tahun 2004 Pasal 12 , Notaris diberhentikan


dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis
Pengawas Pusat apabila:

A. Di nyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah


memperoleh kekuatan hukum tetap;
B. Berada di bawah pengampuan secara terus-menerus lebih dari 3
(tiga) tahun;
C. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan
martabat jabatan Notaris
D. Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan
jabatan.

Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi


pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

4.3 Pengertian PPAT


Berdasarkan Pasal 1 ayat 4 Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang
berkaitan dengan Tanah (UUHT) ,PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)
adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta
autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah
atau hak milik atas satuan rumah susun. PPAT bertugas untuk
melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat
akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu,
seperti :

1. jual beli;
2. tukar menukarl
3. hibah;
4. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
5. pembagian hak bersama;
6. pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik;
7. pemberian hak tanggunan;
8. pemberian kuasa membebankan hak tanggunan.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan
Hak Pakai Atas Tanah, bahwa “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya
disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat
akta-akta tanah”. Selanjutnya berdasarkan Pasal 1 angka 24 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa
“Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat
umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu”.
Pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah bahwa yang dimaksud
dengan “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah
pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun”. Dari keempat peraturan perundang-undangan di
atas menunjukkan bahwa kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
adalah sebagai pejabat umum. Namun dalam peraturan perundangundangan
tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan pejabat umum.
Maksud “pejabat umum” itu adalah orang yang diangkat oleh Instansi yang
berwenang, dengan tugas melayani masyarakat umum di bidang atau
kegiatan tertentu.
Pejabat pembuat aka tanah (PPAT) diangkat untuk suatu daerah kerja
tertentu dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia. PPAT yang diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya
diterbitkan Keputusan Pemberhentikan oleh Kepala BPN RI. Pemberhentian
PPAT ini ditetapkan oleh Kepala BP RI berdasarkan usulan Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat melalui Kepala Kanwil BPN Provinsi.
Pemberhentian PPAT karena alasan melakukan pelanggaran ringan dan
pelanggaan berat dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan diberikan
kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri kepada Kepala BPN RI
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004,
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
adalah Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan demikian terhadap Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) berlaku juga ketentuan-ketentuan Undang-
Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Namun akta yang dibuat Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut bukan termasuk Keputusan Tata
Usaha Negara, yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Peradilan Tata
Usaha Negara. Keputusan yang diambil Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) untuk menolak atau mengabulkan permohonan itulah yang
merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, oleh karena itu keputusan tersebut
dapat dijadikan obyek gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara oleh pihak-
pihak yang merasa dirugikan.
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bertugas pokok melaksanakan
sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti
telah dilakukannnya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh
perbuatan hukum Perbuatan hukum yang dimaksud diatas adalah jual-beli,
tukar-menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng), pembagian
hak bersama, pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik,
pemberian hak tanggungan, dan pemberian kuasa membebankan hak
tanggungan.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, seorang PPAT mempunyai
kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum
tentang hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
terletak di dalam daerah kerjanya. Kewajiban PPAT, disamping tugas pokok
ialah menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang dibuatnya dan
menyimpan asli dari akta-akta yang dibuatnya. Untuk menjaga dan mencegah
agar PPAT dalam menjalankan jabatannya tersebut tidak menimbulkan
akibat yang memberi kesan bahwa pejabat telah mengganggu keseimbangan
kepentingan para pihak. Ketentuan ini dibuat agar PPAT dapat menjalankan
tugas sebaik-baiknya demi melayani kepentingan umum agar melaksanakan
rasa kemandirian dan tidak memihak
Diberhentikan oleh Menteri merupakan suatu penyelesaian dari ada
seseorang diangkat sebagai PPAT, tetapi kemudian diangkat sebagai notaris
di kota lain, sehingga menurut ketentuan ini yang bersangkutan berhenti
sebagai PPAT, sungguhpun kalau masih ada lowongan di kota yang
bersangkutan diangkat sebagai notaris, dapat saja diangkat kembali sebagai
PPAT di tempat yang bersangkutan sebagai notaris. Hal ini sebagai suatu
solusi seseorang yang diangkat sebagai PPAT dan kemudian sebagai notaris
di kota lain tetap memegang kedua jabatan tersebut dan tetap melakukan
tugas-tugas PPAT dan notarisnya dan usahanya untuk diangkat sebagai
PPAT ditempat yang bersangkutan sebagai notaris tidak dapat dikabulkan
oleh Kepala BPN hanya disuruh berhenti saja sebagai PPAT atau dia
diangkat saja sebagai notaris di tempat ditunjuk sebagai PPAT.

PPAT wajib mengangkat sumpah jabatan PPAT di hadapan Kepala


Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di daerah kerja PPAT yang
bersangkutan, sebelum menjalankan jabatannya. PPAT yang daerah
kerjanya disesuaikan karena pemecahan wilayah Kabupaten/Kotamadya,
tidak perlu mengangkat sumpah jabatan PPAT untuk melaksanakan
tugasnya di daerah kerjanya yang baru. Untuk keperluan pengangkatan
sumpah, PPAT wajib lapor kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai
pengangkatannya sebagai PPAT, apabila laporan tersebut tidak dilakukan
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkannya
surat keputusan pengangkatan tersebut batal demi hukum. Sebagai bukti
telah dilaksanakannya pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan,
dibuatkan suatu Berita Acara Pelantikan dan Berita Acara Sumpah Jabatan
yang disaksikan paling kurang dua orang saksi. Setelah PPAT mengangkat
sumpah wajib menandatangani surat pernyataan kesanggupan pelaksanaan
jabatan PPAT sesuai dengan keputusan pengangkatannya.

4.4 Dasar Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)


Dasar hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
sebagaimana diubah denganUndang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang


Jabatan Notaris, Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah
Kabupaten atau Kota, dan mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh
wilayah provinsi dari tempat kedudukannya. Akan tetapi, untuk melakukan
pengurusan pengalihan hak atas tanah dengan jual-beli, yang berwenang
melakukan adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”). Hal ini
berdasarkan ketentuanPasal 2 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu: PPAT
bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah
dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data
pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

Kemudian, mengenai wilayah kerja PPAT, disebutkan dalam Pasal 12


ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, bahwa daerah kerja PPAT adalah
satu wilayah provinsi.

Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, adalah


pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan
hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa
membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan
pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum
itu.

PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah
kerjanya. Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan
akta pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun yang tidak semuanya terletak di dalam
daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya
meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya
menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta. PPAT dapat diberhentikan
untuk sementara dari jabatannya sebagai PPAT karena sedang dalam
pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu perbutan pidana yang
diancam dengan hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima)
tahun atau lebih berat. Pemberhentian sementara berlaku sampai ada
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan PPAT


wajib menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf,
dan teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Propinsi, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II, Ketua Pengadilan Negeri, dan Kepala Kantor Pertanahan yang
wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan dan
melaksanakan jabatannya secara nyata. 6 PPAT harus berkantor di satu
kantor dalam daerah kerjanya. PPAT wajib memasang papan nama dan
menggunakan stempel yang bentuk dan ukurannya ditetapkan oleh
Menteri.

Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri. Semua
jenis akta PPAT diberi satu nomor urut yang berulang pada permulaan
tahun takwim. Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar,
yaitu lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang
bersangkutan, dan lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih
menurut banyaknya hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun yang menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta, yang
disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran, atau
dalam hal akta tersebut mengenai pemberian kuasa membebankan Hak
Tanggungan, disampaikan kepada pemegang kuasa untuk dasar pembuatan
Akta Pemberian Hak Tanggungan, dan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dapat diberikan salinannya.

Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan


dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum
ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT.
PPAT dilarang membuat akta, apabila PPAT sendiri, suami atau istrinya,
keluarganya sedarah atau semenda, dalam garis lurus tanpa pembatasan
derajat dan dalam garis ke samping sampai derajat kedua, menjadi pihak
dalam perbuatan hukum yang bersangkutan, baik dengan cara bertindak
sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari pihak lain. Di
daerah Kecamatan yang hanya terdapat seorang PPAT yaitu PPAT
Sementara dan di wilayah desa yang Kepala Desanya ditunjuk sebagai
PPAT Sementara, Wakil Camat atau Sekretaris Desa dapat membuat akta
untuk keperluan pihak-pihak setelah mengucapkan sumpah jabatan PPAT
di depan PPAT Sementara yang bersangkutan.

PPAT harus membuat satu buku daftar untuk semua akta yang
dibuatnya. Buku daftar akta PPAT diisi setiap hari kerja PPAT dan ditutup
setiap akhir hari kerja dengan garis tinta yang diparaf oleh PPAT yang
bersangkutan. PPAT wajib mengirim laporan bulanan mengenai akta yang
dibuatnya, yang diambil dari buku daftar akta PPAT kepada Kepala Kantor
Pertanahan dan kantor-kantor lain sesuai ketentuan Undang-Undang atau
Peraturan Pemerintah yang berlaku selambatlambatnya tanggal 10 bulan
berikutnya. Apabila PPAT meninggal dunia, salah seorang ahli
waris/keluarganya atau pegawainya wajib melaporkannya kepada Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari sejak PPAT meninggal dunia. Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya melaporkan meninggalnya PPAT
berdasarkan laporan atau karena pengetahuan yang diperoleh dari sumber
lain kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi
disertai usul penunjukan PPAT yang akan diserahi protokol PPAT yang
meninggal dunia. Ahli waris, keluarga terdekat atau pihak yang menguasai
protokol PPAT yang meninggal dunia wajib menyerahterimakan protokol
PPAT yang bersangkutan kepada PPAT yang ditunjuk kepala Kantor.

PPAT yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan


Nasional Propinsi untuk menerima protokol yang berhenti menjabat
sebagai PPAT wajib menerima protokol PPAT tersebut. Serah terima
protokol PPAT dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima protokol
PPAT yang diketahui/disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat. PPAT dilarang meninggalkan kantornya
lebih dari 6 (enam) hari kerja berturut-turut kecuali dalam rangka
menjalankan cuti.

Selama PPAT diberhentikan untuk sementara atau menjalani cuti


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 tugas dan kewenangan PPAT dapat
dilaksanakan oleh PPAT pengganti atas permohonan PPAT yang
bersangkutan. PPAT Pengganti diusulkan oleh PPAT yang bersangkutan
dan diangkat oleh pejabat yang berwenang menetapkan pemberhentian
sementara atau persetujuan cuti di dalam keputusan mengenai
pemberhentian sementara atau keputusan persetujuan cuti yang
bersangkutan serta diambil sumpahnya oleh Kepala Kantor Pertanahan
setempat. Persyaratan untuk menjadi PPAT pengganti adalah telah lulus
program pendidikan strata satu jurusan hukum dan telah menjadi pegawai
Kantor PPAT yang bersangkutan sekurang-kurangnya selama 2 (dua)
tahun.

Formasi atau kebutuhan dan pengadaan PPAT ditetapkan oleh Kepala


Badan untuk setiap daerahkerja PPAT dengan mempertimbangkan faktor
sebagai berikut jumlah kecamatan di daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan, tingkat perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah
atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, tingkat perkembangan ekonomi
daerah yang bersangkutan, jumlah permohonan untuk dapat diangkat
sebagai PPAT di daerah kabupaten/kota yang bersangkutan, jumlah PPAT
yang sudah ada pada setiap daerah kabupaten/kota yang bersangkutan,
lain-lain faktor yang dianggap penting oleh Kepala Badan. Formasi PPAT
diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu formasi pada beberapa daerah
kabupaten/kota tertentu yang hanya diperuntukan bagi PPAT yang pernah
menjabat sebagai PPAT dan formasi pada daerah kabupaten/kota yang
diperuntukan bagi pengangkatan pertama kali dan/atau untuk PPAT yang
pernah menjabat sebagai PPAT. Penentuan beberapa daerah
kabupaten/kota yang hanya diperuntukan bagi PPAT yang pernah
menjabat sebagai PPAT ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan.
Formasi PPAT yang telah ditetapkan, dapat ditinjau kembali oleh Kepala
Badan apabila terdapat perubahan berdasarkan pertimbangan.

Di daerah kerja PPAT yang hanya diperuntukkan bagi PPAT yang


pernah menjabat sebagai PPAT tidak dapat dilaksanakan pengangkatan
PPAT, kecuali jumlah PPAT yang telah ada berkurang dari jumlah formasi
yang telah ditetapkan atau formasinya diadakan perubahan. Formasi atau
kebutuhan dan penunjukan PPAT Sementara ditetapkan oleh Kepala
Badan dengan mempertimbangkan faktor. Dalam hal di daerah
kabupaten/kota yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan PPATnya telah
terpenuhi, maka terhadap Camat yang baru dilantik tidak lagi ditunjuk
sebagai PPAT, kecuali jumlah PPAT yang telah ada berkurang dari jumlah
formasi yang telah ditetapkan atau formasinya diadakan perubahan.
Formasi PPAT Sementara yang telah ditetapkan, dapat ditinjau kembali
oleh Kepala Badan apabila terdapat perubahan berdasarkan pertimbangan.

PPAT diangkat oleh Kepala Badan. Untuk dapat diangkat sebagai


PPAT, yang bersangkutan harus lulus ujian PPAT yang diselenggarakan
oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Ujian PPAT
diselenggarakan untuk mengisi formasi PPAT di kabupaten/kota yang
formasi PPATnya belum terpenuhi. Sebelum mengikuti ujian PPAT, yang
bersangkutan wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan PPAT yang
diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang
penyelenggaraannya dapat bekerja sama dengan organisasi profesi PPAT.
Pendidikan dan pelatihan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimaksudkan untuk mendapatkan calon PPAT yang professional dan
memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas jabatannya.

Bagi calon PPAT yang akan diangkat sebagai PPAT, sebelum


melaksanakan tugasnya wajib mengikuti pembekalan tehnis pertanahan
yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
yang penyelenggaraannya dapat bekerja sama dengan organisasi profesi
PPAT. Keputusan pengangkatan PPAT diberikan kepada yang
bersangkutan setelah selesai pelaksanaan pembekalan tehnis pertanahan.
Tembusan keputusan pengangkatan PPAT sebagaimana dimaksud dalan
Pasal 16 disampaikan kepada pemangku kepentingan. Untuk keperluan
pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan PPAT, setelah menerima
keputusan pengangkatan calon PPAT wajib melapor kepada Kepala Kantor
Pertanahan setempat paling lambat 3 (tiga) bulan. Apabila calon PPAT
tidak melapor dalam jangka waktu maka keputusan pengangkatan PPAT
yang bersangkutan dibatalkan demi hukum. PPAT mempunyai hak yaitu
cuti, memperoleh uang jasa (honorarium) dari pembuatan akta sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, memperoleh informasi serta
perkembangan peraturan perundang-undangan pertanahan, memperoleh
kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri sebelum ditetapkannya
keputusan pemberhentian sebagai PPAT. PPAT mempunyai kewajiban
yaitu menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengikuti pelantikan dan
pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT, menyampaikan laporan
bulanan mengenai akta yang dibuatnya kepada Kepala Kantor Pertanahan,
Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan setempat paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan
menyerahkan protokol PPAT.

5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa ruang lingkup wewenang yang
didapatkan oleh notaris mengenai akta jauh lebih luas dibandingkan PPAT. Hal ini
karena notaris dapat membuat akta apapun selama pembuatan akta memang tidak
ditugaskan kepada pejabat lain sedangkan PPAT hanya dapat membuat akta sebagai
bukti telah terjadi perbuatan hukum diatas dan terbatas mengenai hak atas tanah atau
hak milik atas satuan rumah susun.

5.2 Saran
Pembaca harus mempelajari perbedaan antara Notaris dan PPAT beserta landasan
hukumnya melalui UU no. 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris dan Pasal 1
angka 4 Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku
Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik terhadap UU
No.30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama,
Bandung.

Chulaemi, Achmad, Hukum Agraria, Perkembangan, Macam Hak Atas Tanah


dan Pemindahannya, (Semarang: FH Undip, 1993)

Mustofa, Tuntutan Pembuatan Akta-Akta PPAT, (Yogyakarta: Karya Media,


2010)

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia (Himpunan Peraturan-Peraturan


Hukum Tanah), (Jakarta:Djambatan, 2002)
Parlindungan, A.P., Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung : Peenrbit
Mandar Maju, 1999)
Santoso, Urip, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, (Jakarta :
Penerbit Kencana, 2011)
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam
Pembuatan Akta, (Bandung : Mandar Maju, 2011)
Sutedi, Adrian, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta :
Penerbit Sinar Grafika, 2007)
2. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006
Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah
3. Web
Lamudi, Perbedaan Notaris dan PPAT,
https://www.lamudi.co.id/journal/perbedaan-Notaris-dan-ppat/ (diakses 26
September 2021).
4. Jurnal
Addien Iftitah, Kewenangan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dalam
membuat akta jual beli tanah beserta akibat hukumnya, Jurnal
Hukum Agraria Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014
Boediono, Peranan PPAT Dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah
Sekarang ini dan Kemungkinannya Dalam Sistem Publikasi
Positif yang Akan Datang. Jurnal Hukum 1(1). 2008
Ermasyanti, Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Proses
Jual Beli Tanah, Keadilan Progresif Volume 3 Nomor 1 Maret
2012
I Gusti Agung Dhenita Sari, Kewenangan Notaris dan PPAT Dalam
Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanag Hak Milik.
Jurnal Hukum 1(1)/ 2018

Anda mungkin juga menyukai