NIM : 205190275
1. Latar Belakang
Pada saat ini, masih banyak orang awam yang tak menyadari bahwa Notaris dan
PPAT adalah Profesi yang berbeda dan berdiri sendiri. Namun tak sedikit orang yang
menyamaratakan keduanya karena yang berprofesi sebagai notaris belum tentu juga
PPAT.
Menurut UU No. 30 Tahun 2004, notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Lebih
lanjut, notaris berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta
otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu
tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang. Notaris juga berwenang untuk :
Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi).
Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus (waarmerking).
Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan (legalisir).
Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
Membuat akta otentik tentang perjanjian ataupun ketetapan.
Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
Membuat akta jual beli dan sertifikat tanah
Sedangkan Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996,
PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta
autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik
atas satuan rumah susun. PPAT bertugas untuk melaksanakan sebagian kegiatan
pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan
hukum tertentu, seperti :
jual beli;
tukar menukarl
hibah;
pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
pembagian hak bersama;
pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik;
pemberian hak tanggunan;
pemberian kuasa membebankan hak tanggunan.
Akta yang dibuat PPAT tersebut kemudian akan dijadikan dasar bagi pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum di atas.
Syarat untuk di angkat menjadi notaris, seseorang harus berusia minimal 27
tahun, memiliki ijazah sarjana hukum dan lulusan S2 Kenotariatan, sudah menjalani
magang/bekerja sebagai karyawan notaris minimal 2 tahun setelah lulus S2
Kenotariatan, dan tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat,
atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk di
rangkap dengan jabatan notaris. Hal ini sedikit berbeda dengan persyaratan menjadi
PPAT. Untuk menjadi PPAT, seseorang harus berusia minimal 22 tahun, memiliki
ijazah sarjana hukum dan lulusan S2 Kenotariatan atau lulus program pendidikan
khusus PPAT yang diselenggarakan Kementerian Agraria, lulus ujian yang
diselenggarakan Kementerian Agraria, dan telah menjalani magang/bekerja sebagai
karyawan pada kantor PPAT minimal 1 tahun setelah lulus S2 Kenotariatan. Dalam
PPAT tidak ada larangan untuk rangkap jabatan, hal ini karena di daerah terpencil
yang belum memiliki PPAT, wewenang tersebut dijalankan oleh camat namun
statusnya hanya PPAT Sementara.
Baik jabatan notaris maupun PPAT diberikan sesuai kebutuhan pada suatu
kabupaten/kota sehingga notaris/PPAT tidak dapat memilih tempat
kedudukan/wilayah kerja yang diinginkan. Terkait wilayah kerja, notaris dan PPAT
sama-sama mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat
kedudukannya. Jadi apabila seseorang membeli rumah di Tangerang Selatan, maka
orang tersebut dapat menggunakan jasa PPAT manapun yang berkedudukan di
provinsi Banten. . Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana “PERBEDAAN NOTARIS DAN
PPAT BESERTA LANDASAN HUKUMNYA”
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan beberapa pokok permasalahan
sebagai berikut :
1. Apa perbedaan Notaris dan PPAT ?
2. Apa landasan hukum Notaris dan PPAT ?
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
4. Pembahasan
1. jual beli;
2. tukar menukarl
3. hibah;
4. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
5. pembagian hak bersama;
6. pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik;
7. pemberian hak tanggunan;
8. pemberian kuasa membebankan hak tanggunan.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan
Hak Pakai Atas Tanah, bahwa “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya
disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat
akta-akta tanah”. Selanjutnya berdasarkan Pasal 1 angka 24 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa
“Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat
umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu”.
Pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah bahwa yang dimaksud
dengan “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah
pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun”. Dari keempat peraturan perundang-undangan di
atas menunjukkan bahwa kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
adalah sebagai pejabat umum. Namun dalam peraturan perundangundangan
tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan pejabat umum.
Maksud “pejabat umum” itu adalah orang yang diangkat oleh Instansi yang
berwenang, dengan tugas melayani masyarakat umum di bidang atau
kegiatan tertentu.
Pejabat pembuat aka tanah (PPAT) diangkat untuk suatu daerah kerja
tertentu dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia. PPAT yang diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya
diterbitkan Keputusan Pemberhentikan oleh Kepala BPN RI. Pemberhentian
PPAT ini ditetapkan oleh Kepala BP RI berdasarkan usulan Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat melalui Kepala Kanwil BPN Provinsi.
Pemberhentian PPAT karena alasan melakukan pelanggaran ringan dan
pelanggaan berat dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan diberikan
kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri kepada Kepala BPN RI
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004,
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
adalah Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan demikian terhadap Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) berlaku juga ketentuan-ketentuan Undang-
Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Namun akta yang dibuat Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut bukan termasuk Keputusan Tata
Usaha Negara, yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Peradilan Tata
Usaha Negara. Keputusan yang diambil Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) untuk menolak atau mengabulkan permohonan itulah yang
merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, oleh karena itu keputusan tersebut
dapat dijadikan obyek gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara oleh pihak-
pihak yang merasa dirugikan.
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bertugas pokok melaksanakan
sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti
telah dilakukannnya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh
perbuatan hukum Perbuatan hukum yang dimaksud diatas adalah jual-beli,
tukar-menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng), pembagian
hak bersama, pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik,
pemberian hak tanggungan, dan pemberian kuasa membebankan hak
tanggungan.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, seorang PPAT mempunyai
kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum
tentang hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
terletak di dalam daerah kerjanya. Kewajiban PPAT, disamping tugas pokok
ialah menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang dibuatnya dan
menyimpan asli dari akta-akta yang dibuatnya. Untuk menjaga dan mencegah
agar PPAT dalam menjalankan jabatannya tersebut tidak menimbulkan
akibat yang memberi kesan bahwa pejabat telah mengganggu keseimbangan
kepentingan para pihak. Ketentuan ini dibuat agar PPAT dapat menjalankan
tugas sebaik-baiknya demi melayani kepentingan umum agar melaksanakan
rasa kemandirian dan tidak memihak
Diberhentikan oleh Menteri merupakan suatu penyelesaian dari ada
seseorang diangkat sebagai PPAT, tetapi kemudian diangkat sebagai notaris
di kota lain, sehingga menurut ketentuan ini yang bersangkutan berhenti
sebagai PPAT, sungguhpun kalau masih ada lowongan di kota yang
bersangkutan diangkat sebagai notaris, dapat saja diangkat kembali sebagai
PPAT di tempat yang bersangkutan sebagai notaris. Hal ini sebagai suatu
solusi seseorang yang diangkat sebagai PPAT dan kemudian sebagai notaris
di kota lain tetap memegang kedua jabatan tersebut dan tetap melakukan
tugas-tugas PPAT dan notarisnya dan usahanya untuk diangkat sebagai
PPAT ditempat yang bersangkutan sebagai notaris tidak dapat dikabulkan
oleh Kepala BPN hanya disuruh berhenti saja sebagai PPAT atau dia
diangkat saja sebagai notaris di tempat ditunjuk sebagai PPAT.
PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah
kerjanya. Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan
akta pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun yang tidak semuanya terletak di dalam
daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya
meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya
menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta. PPAT dapat diberhentikan
untuk sementara dari jabatannya sebagai PPAT karena sedang dalam
pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu perbutan pidana yang
diancam dengan hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima)
tahun atau lebih berat. Pemberhentian sementara berlaku sampai ada
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri. Semua
jenis akta PPAT diberi satu nomor urut yang berulang pada permulaan
tahun takwim. Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar,
yaitu lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang
bersangkutan, dan lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih
menurut banyaknya hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun yang menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta, yang
disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran, atau
dalam hal akta tersebut mengenai pemberian kuasa membebankan Hak
Tanggungan, disampaikan kepada pemegang kuasa untuk dasar pembuatan
Akta Pemberian Hak Tanggungan, dan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dapat diberikan salinannya.
PPAT harus membuat satu buku daftar untuk semua akta yang
dibuatnya. Buku daftar akta PPAT diisi setiap hari kerja PPAT dan ditutup
setiap akhir hari kerja dengan garis tinta yang diparaf oleh PPAT yang
bersangkutan. PPAT wajib mengirim laporan bulanan mengenai akta yang
dibuatnya, yang diambil dari buku daftar akta PPAT kepada Kepala Kantor
Pertanahan dan kantor-kantor lain sesuai ketentuan Undang-Undang atau
Peraturan Pemerintah yang berlaku selambatlambatnya tanggal 10 bulan
berikutnya. Apabila PPAT meninggal dunia, salah seorang ahli
waris/keluarganya atau pegawainya wajib melaporkannya kepada Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari sejak PPAT meninggal dunia. Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya melaporkan meninggalnya PPAT
berdasarkan laporan atau karena pengetahuan yang diperoleh dari sumber
lain kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi
disertai usul penunjukan PPAT yang akan diserahi protokol PPAT yang
meninggal dunia. Ahli waris, keluarga terdekat atau pihak yang menguasai
protokol PPAT yang meninggal dunia wajib menyerahterimakan protokol
PPAT yang bersangkutan kepada PPAT yang ditunjuk kepala Kantor.
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa ruang lingkup wewenang yang
didapatkan oleh notaris mengenai akta jauh lebih luas dibandingkan PPAT. Hal ini
karena notaris dapat membuat akta apapun selama pembuatan akta memang tidak
ditugaskan kepada pejabat lain sedangkan PPAT hanya dapat membuat akta sebagai
bukti telah terjadi perbuatan hukum diatas dan terbatas mengenai hak atas tanah atau
hak milik atas satuan rumah susun.
5.2 Saran
Pembaca harus mempelajari perbedaan antara Notaris dan PPAT beserta landasan
hukumnya melalui UU no. 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris dan Pasal 1
angka 4 Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT)
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik terhadap UU
No.30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama,
Bandung.