Anda di halaman 1dari 29

PEMILU DI INDONESIA

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata kuliah :Kewarganegaraan

Prodi :Manajemen Pendidikan Islam(MPI) Semester :1(satu)

Dosen Pengampu :Ilyas Hibatullah A.Q, S.H.I., S.IP., M.Si., M.H.

Disusun Oleh :

MUHAMMAD ALI SYA’BANA NIM :1221030321

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM(STAI)”SYAMSUL ULUM”

GUNUNG PUYUH KOTA SUKABUMI

TAHUN 2023
2

KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya

dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya

tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta

salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda alam ya’ni Nabi Muhammad

SAW, kepada keluarganya, para shabatnya juga kita selaku ummatnya.

Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik

itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga saya mampu menyelesaikan

pembuatan makalah dengan berjudul “PEMILU DI INDONESIA”.

Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih

banyak terdapat kesalahan serta kekukarangan di dalamnya. Oleh sebab itu, saran dan

kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Sukabumi, 8 Januari 2023

Penulis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................(i)
DAFTAR ISI..............................................................................................................(ii)
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................7
PEMBAHASAN............................................................................................................7
A. Pengertian Pemilu.................................................................................................7
B. Sejarah Pemilu di Indonesia..................................................................................9
C. Fungsi dan Tujuan Pemilu...................................................................................13
D. Asas-asas Pemilu.................................................................................................19
E. Pentingnya Pemilu...............................................................................................21
F. Sistem Pemilu di Indonesia.................................................................................21
BAB III........................................................................................................................26
PENUTUP...................................................................................................................26
A. Kesimpulan.........................................................................................................26
B. Saran....................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan bernegara sudah pasti tidak asing dengan pemilihan umum

atau yang biasa disingkat dengan PEMILU. Pemilu ini merupakan suatu hal yang

wajib ada dalam negara yang menganut sistem demokratis kerakyatan seperti

Indonesia ini. Ajang pemilu ini menjadi puncak demokrasi bagi setiap warga

negara demokrasi, karena mayoritas atau bahkan semua petinggi negara dapat

dipilih secara langsung oleh rakyat yang tentunya terdapat beberapa prosedur dalam

pemilu. Badan negara yang biasa dipilih langsung oleh rakyat di Indonesia adalah

badan Legislatif dan Eksekutif.1 Legislatif dalam hal ini adalah DPR, DPRD,

DPD. Sedangkan eksekutif terdiri dari Presiden dan Wakil Presiden.

Pemilihan umum merupakan bentuk implementasi dari sistem demokrasi juga

dari penerapan sila keempat Pancasila dan pasal 1 (2) UUD Negara Republik

Indonesia Tahun1945. Pemilu merupakan mekanisme untuk memilih wakil

rakyat di badan Eksekutif maupun Legislatif di tingkat pusat maupun

daerah.Pemilihan umum di Indonesia sejak 1955 hingga saat ini yang terakhir di

Pemilu serentak 2019 mengalami banyak sekali perubahan dari aspek kerangka

hukum, penyelenggara, tahapan, peserta, kelembagaan, pelanggaran, maupun

1
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Gramedia Widya Sarana,Jakarta: 1992,hal.181
5

manajemen pelaksaannya. Salah satu ukuran dalam menilai suksesnya

penyelenggaraan pemilihan umum adalah partispasi politik yang diwujudkan dengan

pemberian hak suara oleh masyarakat yang telah mempunyai hak pilih. Boleh

dikatakan bahwa semakin tinggi partipasi masyarakat dalam pemilahan umum

itu lebih baik. Sebaliknya, tingkat partispasi yang rendah pada umumnya dianggap

sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa banyak warga

tidak menaruh perhatian terhadap negara. Pemilihan umum tidak lahir tanpa tujuan

tetapi untuk memilih para wakil rakyat dalam rangka mewujudkan pemerintah dari,

oleh, dan untuk rakyat. Untuk itu partisipasi masyarakat jelas di perlukan agar dapat

mengimplementasikan makna demokrasi secara mutlak.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Pemilu?

2. Bagaimana Sejarah Pemilu di Indonesia?

3. Apa Fungsi dan Tujuan Pemilu?

4. Apa saja Asas-asas Pemilu?

5. Apa Pentingnya Pemilu?

6. Bagaimana Sistem Pemilu di Indonesia?


6

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi dari Pemilu

2. Mengetahui Sejarah awal Pemilu di Indonesia

3. Mengetahui Fungsi dan Tujuan Pemilu

4. Mengetahui Asas-asas Pemilu

5. Mengetahui Pentingnya Pemilu

6. Mengetahui Bagaimana sistem Pemilu di Indonesia


7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemilu

Perihal Pemilu di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun

2017. Pasal 1 angka 1 UU itu memuat tentang pengertian Pemilu, yang berbunyi

sebagai berikut:

"Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat

untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan

Daerah,Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah,yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,

dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2

Pemilihan Umum adalah bentuk perwujudan atas kedaulatan rakyat dan

demokrasi dimana sebagai penentu wakil-wakil rakyat yang akan duduk pada suatu

2
Tim Redaksi BIP, Undang-Undang Pemilu 2019 Berdasarkan Undang-Undang NO 7 Tahun 2007
Tentang Pemilihan Umum, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2018), hlm, 3.
8

lembaga perwakilan rakyat yang juga memilih presiden dan wakil presiden termasuk

memilih pemimpin yang akan memimpin pemerintahan (eksekutif).3

Berikut adalah pendapat beberapa para ahli tentang pemilihan umum:

1. Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim - Pemilihan umum merupakan sebuah cara

untuk memilih wakil-wakil rakyat. oleh karenanya bagi sebuah negara yang

menganggap dirinya sebagai negara demokratis, pemilihan umum itu wajib

dilaksanakan dalam periode tertentu.4

2. Bagir Manan - Pemilhan umum yang diselenggarakan dalam periode lima 5 tahun

sekali adalah saat ataupun momentum memperlihatkan secara langsung dan nyata

pemerintahan oleh rakyat. Ketika pemilihan umum itulah semua calon yang bermimpi

duduk sebagai penyelenggara negara dan juga pemerintahan bergantung sepenuhnya

pada kehendak atau keinginan rakyatnya.5

3. Ali Moertopo - Pemilihan umum adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk

menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi. Ia menyatakan

Secara teoritis pemilihan umum dianggap merupakan tahapan paling awal dari

berbagai rangkaian kehidupan ketatanegaraan yang demokratis, sehingga pemilu

merupakan motor penggerak mekanisme sistem politik demokrasi.6

3
Muhamad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik indonesia, (Bandung: PT Refika
Aditama,cetakan ketiga 2012), hal. 141.
4
Kusnardi dan Ibrahim, op. cit., hal. 328.
5
Martha Eri Safira, Hukum Tata Negara, (Ponorogo: CV.Senyum Indonesia), hal.156
6
Ali Murtopo, Strategi Politik Nasional, CSIS, Jakarta: 1974, hlm.61
9

Pemilihan umum penting untuk diselenggarakan secara berkala disebabkan

oleh beberapa sebab. Pertama, pendapat atau aspirasi rakyat mengenai berbagai aspek

kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat dinamis, dan berkembang dari waktu

ke waktu.7

Kata pemilihan umum yang kemudian disingkat menjadi pemilu, dan

selanjutnya kata pemilu begitu akrab dengan masalah politik dan pergantian

pemimpin, karena pemilu, politik dan pergantian pemimpin saling berkaitan.

Sehingga pemilu yang diselenggarakan tidak jauh dari masalah politik yang berkaitan

dengan masalah pergantian pemimpin.

Dengan pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemilu

merupakan sarana bagi rakyat untuk memilih pemimpinnya dengan demokrasi.

B. Sejarah Pemilu di Indonesia

Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum sejak zaman

kemerdekaan. Semua pemilihan umum itu tidak diselenggarakan dalam kondisi yang

vacuum, tetapi berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil

pemilihan umum tersebut. Dari pemilu yang telah diselenggarakan juga dapat

diketahui adanya usaha untuk menemukan sistem pemilihan umum yang sesuai untuk

diterapkan di Indonesia. Berikut sejarah pemilu di Indonesia pasca merdeka hingga

sekarang:
7
Jimly Asshiddiqie, 2016. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. hlm.
415.
10

1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)

Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap

(tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang

pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September

dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem

yang diterapkan pada pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional.8

Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khidmat,

Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan

intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik.

Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.

Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak

tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan

Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang

berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer

berakhir.9

2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945 tentang

keleluasaan untuk mendirikan partai politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah

8
Sardiman, sejarah 3, (Jakarta: Yudhistira Ghalia,2006), hlm.128.
9
Sardiman, sejarah 3, (Jakarta: Yudhistira Ghalia,2006), hlm.129
11

partai politik menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak

diselanggarakan pemilihan umum.

3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)

Setelah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat

berharap bisa merasakan sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang

ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum

diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang terdengar baru di telinga

bangsa Indonesia.

Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem

distrik dapat menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan

tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam

upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik

diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam

melaksanakan program-programnya, terutama di bidang ekonomi.

Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan

umum, Presiden Soeharto melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan

kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi atau

penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi tiga

golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan
12

Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan

hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.10

4. Zaman Reformasi (1998- Sekarang)

Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan

berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan

diberikannya ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan

memiliki hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal

reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti

pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.

Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini

disebabkan telah diberlakukannya ambang batas (Electroral Threshold) sesuai UU no

3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti

pemilu selanjtnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah

kursi DPR. Partai politik yang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu

selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol

baru.

Untuk partai politik baru. Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa

perlu seperti persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya

10
Fajlurrahman Jurdi, Pengantar Hukum Pemilihan Umum, … hlm, 27
13

pemilu 2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga

dinaikan lagi atau diturunkan.

Sedangkan sistem Pemilu pada tahun 2019 masih sama dengan pemilu

sebelumnya, namun dalam pelaksanaannya yang berbeda. Pelaksanaan pemilu 2019

yaitu dilakukan serentak pada tanggal 17 April 2019, yaitu dengan pemilihan DPRD,

DPD, DPR sekaligus pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Aturan tentang Pemilu

terbaru adalah UU No. 07 Tahun 2017 yang mengatur tentang pelaksanaan Pemilu

ditahun 2019.11

C. Fungsi dan Tujuan Pemilu

Adapun fungsi-fungsi dari pemilihan umum menurut Rose dan Mossawir12 antara

lain:

(1) menentukan pemerintahan secara langsung maupun tak langsung.

(2) sebagai wahana umpan balik antara pemilik suara dan pemerintah.

(3) barometer dukungan rakyat terhadap penguasa.

(4) sarana rekrutmen politik.

(5) alat untuk mempertajam kepekaan pemerintah terhadap tuntutan rakyat.

11
Martha Eri Safira, Hukum Tata Negara, (Ponorogo: CV.Senyum Indonesia), hal.161

12
Rose, R. dan Mossawir, Konsep-Konsep Politik, hlm.289.
14

1. Menentukan Pemerintahan secara Langsung Maupun Tak Langsung

Sejarah telah membuktikan bahwa kekuasaan selain memiliki daya tarik dan

pesona yang sangat besar bagi setiap orang ternyata juga mempunyai daya rusak yang

besar. Daya rusak kekuasaan telah lama diungkap dalam suatu adagium ilmu politik,

power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absolutely. Siapa pun tidak

hanya akan mudah tergoda untuk merebut kekuasaan, tetapi juga untuk

mempertahankan kekuasaan yang telah didapatnya. Begitu memesonanya dayatarik

kekuasaan sehingga untuk mendapatkannya harus melalui perebutan atau kompetisi

yang terkadang dapat menelan korban jiwa.13

Daya rusak kekuasaan bersumber dari watak kekuasaan yang menggoda serta

memesona. Oleh sebab itu, para pemegang dan pemburu kekuasaan selalu cenderung

menghalalkan cara dalam mencapai tujuannya. Maka,kekuasaan harus dikontrol

dengan kekuatan yang sama besarnya agar tidak menghancurkan pranata sosial dan

politik.14

Maka, dalam kehidupan politik modern yang demokratis, pemilu berfungsi

sebagai suatu jalan dalam pergantian dan perebutan kekuasaan yang dilakukan

dengan regulasi, norma, dan etika sehingga penentuan pemerintahan yang akan

berkuasa dapat dilakukan secara damai dan beradab. Pemilihan tersebut dapat

13
Sunarso dan Anis Kusumawardani, Pendidikan kewarganegaraan, hlm.23-24.
14
J. Kristiadi, Mendayung di antara Dua Karang dalam Abun Sanda,(]akarta: Gramedia, 2011 ) hlm.
309.
15

dilakukan secara langsung (rakyat ikut memberikan suara) ataupun tidak langsung

(pemilihan hanya dilakukan oleh wakil rakyat).

2. Sebagai Wahana Umpan Balik Antara Pemilik Suara dan Pemerintah

Pemilu yang digunakan sebagai ajang untuk memilih para pejabat publik

dapat juga dimanfaatkan sebagai sarana umpan balik dari masyarakat terhadap

pemerintah yang sedang berkuasa. Ketika pemerintah yang sedang berkuasa dianggap

tidak menunjukkan kinerja yang baik selama memerinrah maka dalam ajang pemilu

ini para pemilih akan menghukumnya dengan cara tidak memilih calon atau partai

politik yang sedang berkuasa saat ini. Begitu juga sebaliknya, ketika selama

menjalankan roda pemerintahan mereka menunjukkan kinerja yang bagus maka besar

kemungkinan para pemilih akan memilih kembali calon atau partai yang sedang

berkuasa agar dapat melanjutkan roda pemerintahan.15

3. Barometer Dukungan Rakyat Terhadap Penguasa

Setelah proses penghitungan suara dan penetapan para peserta pemenang

pemilu usai maka kita bisa mengukur seberapa besar dukungan rakyat terhadap

mereka yang telah terpilih tersebut. Pengukuran tersebut dapat kita lakukan dengan

melihat perolehan suara, apakah mereka menang secara mutlak atau menang dengan

selisih suara yang tipis dengan calon lain. Semakin besar persentase perolehan suara

dari suatu calon maka semakin tinggi tingkat dukungan rakyat kepada calon tersebut.
15
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Konpress, Jakarta, 2005.
16

4. Sarana Rekrutmen Politik

Menurut Cholisin, rekrutmen politik adalah seleksi dan pengangkatan

seseorang atau kelompok untuk melaksanakan sejumlah peran dalam sistem politik

pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya.16 Rekrutmen politik memegang

peranan yang sangat penring dalam sistem politik suatu negara. Dalam proses

rekrutmen politik inilah akan ditentukan siapa-siapa saja yang akan menjalankan

pemerintahan melalui lembaga-lembaga yang ada. Oleh karena itu, fungsi rekrutmen

politik ini memegang peranan yang sangat penting dalam suatu sistem politik.17

5. Alat untuk Mempertajam Kepekaan Pemerintah Terhadap Tuntutan Rakyat

Sebelum dilaksanakan pemilu, tentu para calon akan melakukan kampanye

politiknya. Dalam masa kampanye tersebut para calon akan menyampaikan visi, misi

serta program yang akan dilaksanakan jika terpilih. Selain itu, pada masa ini rakyat

juga menyampaikan tuntuntan-tuntutannya sekaligus koreksi terhadap pemerintah

yang sedang berkuasa. Pada saat ini dilakukanlah "evaluasi" besar-besaran terhadap

kinerja pemerintah selama ini.

Selanjutnya, Ramlan Surbakti menyebutkan bahwa terdapat tiga tujuan

dilaksanakannya pemilu. Ketiga tujuan tersebut antara lain18

16
Cholisin, dkk., Dasar-Dasar llmuPolitik, (Yogyakana: UNY Press, 2007), hlm. 113.
17
Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah, (Jakarta: UI-Press,
1996)
18
Ramlan Surbakti dan Muhammad Aziz Hakim, Politik Hukum Sistem Pemilihan Umum di lndonesia
pada Era Reformasi. (Jakarta: Tesis. UI. 2012), hlm. 15.
17

Pertama, sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan

dan alternatif kebijakan umum (public policy) dalam demokrasi. Sesuai dengan

prinsip demokrasi yang memandang rakyat yang berdaulat, tetapi pelaksanaannya

dilakukan oleh wakil-wakilnya (demokrasi perwakilan).19 Oleh karena itu, pemilihan

umum merupakan mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan

kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercayai. Untuk menentukan alternatif

kebijakan yang harus ditempuh oleh pemerintah biasanya yang menyangkut hal yang

prinsipil beberapa negara menyelenggarakan pemilihan umum sebagai mekanisme

penyeleksian kebijakan umum' Biasanya rakyat yang memilih diminta untuk

menyatakan "setuju" atau "tidak setuju" terhadap kebijakan yang ditawarkan

pemerintah. Pemilihan umum menentukan kebijakan umum yang fundamental ini

disebut referendum.

Kedua,pemilu juga dapat dikatakan sebagai mekanisme memindahkan konflik

kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-

wakil rakyat yang terpilih atau melalui partai-partai yang memenangkan kursi

sehingga integrasi masyarakat tetap terjamin. Hal ini didasarkan atas anggapan di

dalam masyarakat terdapat berbagai kepentingan yang tidak hanya berbeda, tetapi

juga kadang-kadang malahan saling bertentangan, dan dalam sistem demokrasi

perbedaan atau pertentangan kepentingan tidak diselesaikan dengan

kekerasan,melainkan melalui proses musyawarah (deliberation) .

19
Djokosoetono, Hukum Tata Negara, kuliah dihimpun oleh Harun Alrasid pada tahun 1959, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1982), hal. 117
18

Ketiga, pemilu merupakan sarana memobilisasikan dan/atau menggalang

dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta ddam

proses politik. Hal yang ketiga ini tidak hanya berlaku di negara-negara berkembang,

tetapi juga di negara-negara yang menganut demokrasi liberal (negara-negara indusrri

maju) kendati sifatnya berbeda.20

Sedangkan menurur Jimly Asshiddiqie21, tujuan penyelenggaraan pemilu ada

4 (empat), yaitu:

a.Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara

tertib dan damai.

b.Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili

kepentingan rakyat di lembaga perwakilan.

c.Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat di lembaga perwakilan

d.Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.

D. Asas-asas Pemilu

Undang-undang pemilu era reformasi telah menetapkan secara konsisten

enam asas pemilu, yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Termasuk
20
Ramlan Surbakti dan Muhammad Aziz Hakim, Politik Hukum Sistem Pemilihan Umum di lndonesia
pada Era Reformasi. (Jakarta: Tesis. UI. 2012), hlm. 17.

21
Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Hukum Tata Negara jilid II, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan MK RI, Juli 2006) , cet.1 hal.175
19

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu sebagaimana yang disebutkan

dalam pasal 1 angka 1 pasal 2 menetapkan hal yang sama frasa langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur dan adil tanpa ditambah dan dikurangi. Hal ini menunjukkan

bahwa asas tersebut merupakan prinsip fundamental pemilu.22 Berikut penjelasan

asas-asas pemilu:

1. Langsung

Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih

secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa

ada perantara.

2. Umum

Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yg

memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis Hukum Tata

Negara |163 kelamin, golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial yang lain.

3. Bebas

Bebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai

pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos

untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.

4. Rahasia

Rahasia, berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan

pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat

diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.


22
Fajlurrahman Jurdi, Pengantar Hukum Pemilihan Umum, (Jakarta: Kencana, 2018), hlm, 27.
20

5. Jujur

Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan

juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Adil

Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan

umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.23

E. Pentingnya Pemilu

Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling

konkret keikutsertaan (partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab

itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama

karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat

benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.24 Pemilu sangatlah penting bagi

sebuah negara, dikarenakan:

1. Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.

2. Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.

3. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.

23
Martha Eri Safira, Hukum Tata Negara, (Ponorogo: CV.Senyum Indonesia), hal.163
24
Kusnardi dan Ibrahim, op. cit., hal. 328.
21

4. Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara

konstitusional.25

F. Sistem Pemilu di Indonesia

1. Sistem Pemilu Mekanis dan Organis

Oleh karena pemilihan umum adalah salah satu cara untuk menentukan wakil-

wakil rakyat yang akan duduk dalam Badan Perwakilan Rakyat, maka dengan

sendirinya terdapat berbagai sistem pemilihan umum. Sistem pemilihan umum

berbeda satu sama lain, tergantung dari sudut mana hal itu dilihat. Dari sudut

kepentingan rakyat, apakah rakyat dipandang sebagai individu yang bebas untuk

menentukan pilihannya, dan sekaligus mencalonkan dirinya sebagai calon wakil

rakyat, atau apakah rakyat hanya dipandang sebagai anggota kelompok yang sama

sekali tidak berhak menentukan siapa yang akan menjadi wakilnya di lembaga

perwakilan rakyat, atau juga tidak berhak untuk mencalonkan diri sebagai wakil

rakyat. Berdasarkan hal tersebut, sistem pemilihan umum dapat dibedakan dalam dua

macam, yaitu:

1) sistem pemilihan mekanis

2) sistem pemilihan organis

25
Martha Eri Safitri ,Op, Cit, hal.162
22

Sistem pemilihan mekanis mencerminkan pandangan yang bersifat mekanis

yang melihat rakyat sebagai massa individu-individu yang sama. Baik aliran

liberalisme, sosialisme, dan komunisme sama-sama mendasarkan diri pada

pandangan mekanis. Liberalisme lebih mengutamakan individu sebagai kesatuan

otonom dan memandang masyarakat sebagai suatu kompleks hubungan-hubungan

antar individu yang bersifat kontraktual, sedangkan pandangan sosialisme dan

khususnya komunisme, lebih mengutamakan totalitas kolektif masyarakat dengan

mengecilkan peranan individu.26 Namun, dalam semua aliran pemikiran di atas,

individu tetap dilihat sebagai penyandang hak pilih yang bersifat aktif dan

memandang korps pemilih sebagai massa individu-individu, yang masing-masing

memiliki satu suara dalam setiap pemilihan, yaitu suaranya masing-masing secara

sendiri-sendiri.

Sementara itu, dalam sistem pemilihan yang bersifat organis, pandangan

organis menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu-individu yang hidup bersama

dalam berbagai macam persekutuan hidup berdasarkan geneologis (rumah tangga,

keluarga), fungsi tertentu (ekonomi, industri), lapisan-lapisan sosial (buruh, tani,

cendekiawan), dan lembaga-lembaga sosial (universitas). Kelompok-kelompok dalam

masyarakat dilihat sebagai suatu organisme yang terdiri atas organ-organ yang

mempunyai kedudukan dan fungsi tertentu dalam totalitas organisme, seperti

komunitas atau persekutuan-persekutuan hidup.27 Dengan pandangan demikian,

26
Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Aksara Baru, 1987), hal. 14.
27
Soegondo Soemodiredjo, Sistim Pemilihan Umum, (Jakarta : Nasional, 1952), Cit.1 hal.124
23

persekutuan-persekutuan hidup itulah yang diutamakan sebagai penyandang dan

pengendali hak pilih. Dengan perkataan lain, persekutuan-persekutuan itulah yang

mempunyai hak pilih untuk mengutus wakil-wakilnya kepada badan-badan

perwakilan masyarakat.

Apabila dikaitkan dengan sistem perwakilan seperti yang sudah diuraikan di

atas, pemilihan organis ini dapat dihubungkan dengan sistem perwakilan fungsional

(function representation) yang biasa dikenal dalam sistem parlemen dua kamar,

seperti di Inggris dan Irlandia. Pemilihan anggota Senat Irlandia dan juga para Lords

yang akan duduk di House of Lords Inggris, didasarkan atas pandangan yang bersifat

organis tersebut. Dalam sistem pemilihan mekanis, partai-partai politiklah yang

mengorganisasikan pemilih-pemilih dan memimpin pemilih berdasarkan sistem dua-

partai atau pun multi-partai menurut paham liberalisme dan sosialisme, ataupun

berdasarkan sistem satu-partai menurut paham komunisme. Tetapi dalam sistem

pemilihan organis, partai-partai politik tidak perlu dikembangkan, karena pemilihan

diselenggarakan dan dipimpin oleh tiap-tiap persekutuan hidup itu sendiri, yaitu

melalui mekanisme yang berlaku dalam lingkungannya sendiri.

Menurut sistem mekanis, lembaga perwakilan rakyat merupakan lembaga

perwakilan kepentingan umum rakyat seluruhnya. Sedangkan, menurut sistem yang

kedua (organis), lembaga perwakilan rakyat itu mencerminkan perwakilan

kepentingan-kepentingan khusus persekutuan-persekutuan hidup itu masing- masing.


24

Dalam bentuknya yang paling ekstrim, sistem yang pertama (mekanis) menghasilkan

parlemen, sedangkan yang kedua (organis) menghasilkan dewan korporasi

(korporatif). Kedua sistem ini sering dikombinasikan dalam struktur parlemen dua-

kamar (bikameral), yaitu di negara-negara yang mengenal sistem parlemen

bikameral.28

Seperti yang sudah dikemukakan di atas, misalnya, parlemen Inggris dan

Irlandia yang bersifat bikameral mencerminkan hal itu, yaitu pada sifat perwakilan

majelis tingginya. Di Inggris hal itu terlihat pada House of Lords, dan di Irlandia pada

Senatnya yang para anggotanya semua dipilih tidak melalui sistem yang mekanis,

tetapi dengan sistem organis.

Pendek kata, setiap sistem selalu mengandung kelebihan dan kelemahannya

sendiri-sendiri. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Bahkan, negara-negara yang

tadinya menganut sistim distrik cenderung berusaha untuk mengadopsi sistim

proporsional, tetapi negara-negara yang biasa dengan sistim proporsional dan banyak

mengalami sendiri kekurangan-kekurangannya, cenderung berusaha untuk

menerapkan sistim distrik yang dianggapnya lebih baik. Semua pilihan itu tergantung

tingkat kebutuhan riel yang dihadapi setiap masyarakat yang ingin memperke-

mbangkan tradisi dan sistem demokrasi yang diterapkan di masing-masing negara.29

28
Jimly Asshiddiqqie, Op, Cit, hal.180
29
Jimly Asshiddiqqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara jilid II, (Jakarta:Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,2006) Cet.1 hal.185
25

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemilihan Umum adalah bentuk perwujudan atas kedaulatan rakyat dan

demokrasi dimana sebagai penentu wakil-wakil rakyat yang akan duduk pada suatu

lembaga perwakilan rakyat yang juga memilih presiden dan wakil presiden termasuk

memilih pemimpin yang akan memimpin pemerintahan (eksekutif).

Sejarah pemilu di Indonesia dapat dikelompokan dalam 4 zaman sebagai

berikut:

1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)

2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)

4. Zaman Reformasi (1998 – Sekarang)

Fungsi diadakannya pemilu adalah:

(1) menentukan pemerintahan secara langsung maupun tak langsung.

(2) sebagai wahana umpan balik antara pemilik suara dan pemerintah.

(3) barometer dukungan rakyat terhadap penguasa.

(4) sarana rekrutmen politik.

(5) alat untuk mempertajam kepekaan pemerintah terhadap tuntutan rakyat.

Sedangkan Tujuan diadakannya pemilu adalah:


26

1. Sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan

alternatif kebijakan umum dalam demokrasi

2. Sebagai mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat

kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil rakyat yang

terpilih atau melalui partai-partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi

masyarakat tetap terjamin.

3. Sebagai sarana memobilisasikan atau menggalang dukungan rakyat terhadap

negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik.

Asas-asas pemilu sebagaimana undang-undang pemilu era reformasi telah

menetapkan secara konsisten enam asas pemilu, yakni langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur dan adil.

Pentingnya pemilu disebabkan oleh 4 hal:

1. Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.

2. Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh

legitimasi.

3. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses

politik.

4. Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara

konstitusional

Pada umumnya sistem Pemilu di Indonesia menggunakan sistem organis dan

sistem mekanis. Sistem organis menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu-


27

individu yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup berdasarkan

geneologis (rumah tangga, keluarga), fungsi tertentu (ekonomi, industri), lapisan-

lapisan sosial (buruh, tani, cendekiawan), dan lembaga-lembaga sosial (universitas).

Sedangkan sistem mekanis memandang rakyat sebagai massa individu-

individu yang sama. Baik aliran liberalisme, sosialisme, dan komunisme sama-sama

mendasarkan diri pada pandangan mekanis.

Menurut sistem mekanis, lembaga perwakilan rakyat merupakan lembaga

perwakilan kepentingan umum rakyat seluruhnya. Sedangkan, menurut sistem yang

kedua (organis), lembaga perwakilan rakyat itu mencerminkan perwakilan

kepentingan-kepentingan khusus persekutuan-persekutuan hidup itu masing- masing.

Dalam bentuknya yang paling ekstrim, sistem mekanis menghasilkan parlemen,

sedangkan sistem organis menghasilkan dewan korporasi (korporatif).

Sistem mekanis biasanya dilaksanakan dengan sistem proporsional atau distrik.

Sistem proporsional adalah persentase kursi di lembaga perwakilan rakyat

dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan persentase jumlah suara yang

diperoleh tiap-tiap partai politik.

Sedangkan sistem distrik adalah wilayah negara dibagi dalam distrik- distrik

pemilihan atau daerah-daerah pemilihan (dapil) yang jumlahnya sama dengan jumlah

anggota lembaga perwakilan rakyat yang diperlukan untuk dipilih.


28

B. Saran

Tulisan hanyalah bersifat pendahuluan. Untuk itu perlu dilakukan

penyempurnaan oleh semua pihak yang berkecimpung dalam bidang akademik.

Demikian pula penyempurnaan dari segala aspek perlu dilakukan demi kesempurnaan

tulisan ini.
29

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II. Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2006.

Eri Safira, Martha. Hukum Tata Negara Dalam Bingkai Sejarah dan Perkembangan

Ketatanegaraan di Indonesia. Ponorogo: CV. Senyum Indonesia, tt.

Mahdi, Imam. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta: Teras, 2011.

Mujiburohman, Dian Aris. Pengantar Hukum Tata Negara. Yogyakarta: STPN Press,

2017.

Muhadam, Labolo. Ilham, Teguh. Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di

Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2015

Jurdi, Fajlurrahman. Pengantar Hukum Pemilihan Umum. Jakarta: Kencana, 2018

http://repository.unissula.ac.id/16063/5/bab%20I.pdf

https://repository.uhn.ac.id/bitstream/handle/123456789/4063/Alboin

%20Manihuruk.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai