Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HUKUM TATA NEGARA

PEMILU / PEMILIHAN UMUM

DI SUSUN OLEH :

1. ALFAREZA NUR SYIFA

2. ALIF AKMAL FAUZI

3. ANDRE MANULANG

4. RAHMA MUTIA SARI

5. YUSUF HENDRA

6. ZAITUN MAULIDAH AL IHSAN

PROGRAM STUDI LMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PAMULANG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alikum Wr.Wb

Puji syukur  senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan

makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang

telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.

Makalah ini di  susun guna memenuhi tugas mata kuliah bahasa Indonesia dan juga untuk

khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan tentang hukum Indonesia yang

berada serta informasi yang semoga bermanfaat.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin.

Sebagai mahasiswa baru dan juga sebagai orang awam dalam menanggapi hukum yang ada.

Namun, kami menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan

masih banyak kesalahan serta kekurangan yang perlu terus kita belajar dan berlatih. Maka dari

itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca

makalah ini terutama Bapak/Ibu Dosen yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Tangerang selatan, 12 maret 2020

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .........................................................................................................................................3

BAB I

PENDAHULUAN..................................................................................................................................4

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH............................................................................................4

BAB II

PEMBAHASAN.....................................................................................................................................6

2.1   PEMILIHAN UMUM..................................................................................................................6

2.2  SISTEM PEMILIHAN UMUM ………………………………………………………. … 8

2.3 JENIS KASUS HUKUM PEMILU..........................................................................................12

2.4 ANALISIS HUKUM KASUS PEMILU...................................................................................15

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN...........................................................................................................................18

3.2 SARAN..........................................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................20

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus

tolak ukur dari sebuah demokrasi. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam

suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

mencerminkan walaupun tidak begitu akurat, partisipasi dan kebebasan masyarakat.

Sekalipun demikian, disadari bahwa pemilihan umum (PEMILU) tidak

merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa

kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan

partai, lobbying, dan sebagainya. Di banyak negara berkembang beberapa kebebasan

seperti yang dikenal di dunia barat kurang diindahkan. Seperti Indonesia, perkembangan

demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Selama 67 tahun berdirinya

Republik Indonesia ternyata masalah pokok yang kita hadapi adalah bagaimana dalam

masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya dapat mempertinggi tingkat kehidupan

ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis.

pada pokok masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik dimana

kepemimpinaan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta nation

building, dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya diktator.


Pemilihan umum juga menunjukkan seberapa besar partisipasi politik masyarakat,

terutama di negara berkembang. Kebanyakan negara ini ingin cepat mengadakan

pembangunan untuk mengejar keterbelakangannya, karena dianggap bahwa berhasil-

tidaknya pembangunan banyak bergantung pada partisipasi rakyat. Ikut sertanya

masyarakat akan membantu penanganan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh

perbedaan-perbedaan etnis, budaya, status sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya.

Integritas nasional, pembentukan identitas nasional, serta loyalitas terhadap negara

diharapkan akan ditunjang pertumbuhannya melalui partisipasi politik.

Di beberapa negara berkembang partisipasi yang bersifat otonom, artinya lahir

dari mereka sendiri, masih terbatas. Di beberapa negara yang rakyatnya apatis,

pemerintah menghadapi masalah bagaimana meningkatkan partisipasi itu, sebab jika

partisipasi mengalami jalan buntu , dapat terjadi dua hal yaitu “anomi” atau justru “

revolusi”. Maka melalui pemilihan umum yang sering didefenisikan sebagai “ pesta

kedaulatan rakyat”, masyarakat dapat secara aktif menyuarakan aspirasi mereka baik itu

ikut berpartisipasi dalam kegiatan partai, ataupun “menitipkan” dan “mempercayakan”

aspirasi mereka pada salah satu partai peserta PEMILU yang dianggap dapat memenuhi ,

serta menjalankan aspirasi masyarakat tyang telah dipercayakan pada partai tersebut.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dan juga sebagai demokrasi yang sedang

berusaha mencapai stabilitas nasional dan memantapkan kehidupan politik juga

mengalami gejolak-gejolak sosial dan politikdalam proses pemilihan umum.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1   PEMILIHAN UMUM

Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan

rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dan pemilu pun bisa difungsikan sebagai

wadah / alat untuk pelaksanaan partai politik.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI

1945) menentukan : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat.” Mana kedaulatan sama dengan makna kekuasaan tertinggi, yaitu

kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat keputusan. Tidak ada satu

pasalpun yang menentukan bahwa negara Republik Indonesia adalah suatu negara demokrasi.

Namun, karena implementasi kedaulatan rakyat itu tidak lain adalah demokrasi, maka secara

implesit dapatlah dikatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi.

Hal yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah menghadapi masalah

besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan, hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya

ekonomi, agama “ semua orang warga negara diundang untuk berkumpul disuatu tempat guna

membicarakan, merembuk, serta membuat suatu keputusan.” ini adalah prinsipnya.

6
2.1.1 Pengertian Pemilu

Menurut teori demokrasi klasik, pemilu merupakan suatu Pengganti Tahta Kekuasaan

sehingga kekuasaan yang berasal dari rakyat dapat beralih menjadi kekuasaan negara yang

kemudian menjelma dalam bentuk wewenang pemerintah untuk memerintah dan mengatur

rakyat. Pemilihan Umum ini diselenggarakan di negara yang berbentuk Republik seperti halnya

Indonesia.

Berikut beberapa pernyataan beberapa para ahli mengenai pemilu :

 Secara Umum (Wikipedia) Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang - orang

untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.

 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim Pemilihan umum tidak lain adalah suatu cara untuk

memilih wakil-wakil rakyat. Jika suatu negara yang menyebut dirinya sebagai negara demokrasi,

pemilihan umum itu harus dilaksanakan dalam wakru-waktu tertentu.

 Bagir Manan Pemilhan umum yang diadakan dalam siklus lima tahun sekali merupakan saat

atau momentum memperlihatkan secara nyata dan langsung pemerintahan oleh rakyat. Pada saat

pemilihan umum itulah semua calon yang diingin duduk sebagai penyelenggara negara dan

pemerintahan bergantung sepenuhnya pada keinginan atau kehendak rakyat.

 Anonim (Tidak Diketahui) Pemilu adalah lembaga sekaligus prosedur praktik politik untuk

mewujudkan kedaulatan rakyat yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan

perwakilan (representative government). Secara sederhana, Pemilihan Umum didefinisikan

7
sebagai suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam

menjalankan pemerintahan.

2.1.2 tujuan pemilu

Secara umum, tujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum (Pemilu) adalah untuk

memilih wakil rakyat dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat

dan memperoleh dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional suatu negara.

Selain itu pemilu juga bertujuan sebagai pelaksanaan dari HAM politik.

2.1.3 manfaat pemilu

Pemilu dipandang sebagai bentuk paling nyata dari kedaulatan yang berada di tangan

rakyat serta wujud paling konkret partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena

itu,sistem dan penyelenggaraan pemilu selalu menjadi perhatian utama karena melalui penataan,

sistem dan kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar - benar mewujudkan

pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Penyelenggaraan Pemilu sangatlah penting bagi suatu

negara, hal ini disebabkan karena : a. Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. b.

Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional. c.

Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi. d. Pemilu

merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.

2.2  SISTEM PEMILIHAN UMUM

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi

umumnya berkisar pada 2 prinsip pokok, yaitu :

8
2.2.1 Single-member constituency

satu daerah memilih atau wakil biasanya disebut Sistem Distrik. Sistem yang

mendasarkan pada kesatuan geografis. Jadi setiap kesatuan geografis yang biasanya disebut

distrik karena kecilnya daerah yang diliputi mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan

rakyat.

A. Sistem ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya :

1. Kurang memperhitungkan adanya partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan

ini terpencar dalam beberapa distrik.

2. Kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-

suara yang telah mendukungnya.

B. Disamping itu sistem ini juga mempunyai kelebihan, antara lain :

1.Wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan

penduduk distrik lebih erat.

2. Lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam

setiap distrik pemilihan hanya satu. Mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan

-perbedaan yang ada dan mengadakan kerjasama.

3. Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-partai yang mempermudah

terbentuknya pemerintah yang stabil dan meningkatkan stabilitas nasional

4. Sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.

2.2.2 Multi-member constituency

satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan Proportional

Representation atau Sistem Perwakilan Berimbang. Gagasan pokok dari sistem ini adalah bahwa

9
jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara

yang diperolehnya.

A.) Sistem ini ada beberapa kelemahan:

a. Mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru.

b. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas

kepada daerah yang telah memilihnya.

c. Mempersukar terbentuknya pemerintah yang stabil, oleh karena umumnya harus mendasarkan

diri atas koalisi dari dua-partai atau lebih.

B.) Keuntungan system Propotional:

a. System propotional di anggap representative, karena jumlah kursi partai dalm parlemen sesuai

dengan jumlah suara masyarakat yang di peroleh dalam pemilu.

b. System ini di anggap lebih demokatis dalam arti lebih egalitarian, karena praktis tanpa ada

distorsi.

Di Indonesia pada pemilu kali ini, tidak memakai salah satu dari kedua macam sistem

pemilihan diatas, tetapi merupakan kombinasi dari keduanya. Hal ini terlihat pada satu sisi

menggunakan sistem distrik, antara lain pada Bab VII pasal 65 tentang tata cara Pencalonan

Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dimana setiap partai Politik

peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD

Kabupaten/ Kota dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.

Disamping itu juga menggunakan sistem berimbang, hal ini terdapat pada Bab V pasal 49

tentang Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD

Kabupaten/Kota.

10
Dimana : Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

didasarkan pada jumlah penduduk provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan :

a.       Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1000.000 (satu juta) jiwa mendapat 35

(tiga puluh lima) kursi

b.      Provinsi dengan julam penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 3.000.000

(tiga juta) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi;

c.       Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.000 (tiga juta) sampai dengan 5.000.000 (lima

juta) jiwa mendapat 55 (lima puluh lima) kursi;

d.      Provinsi dengan jumlah penduduk 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 7.000.000 (tujuh

juta) jiwa mendapat 65 (enam puluh lima) kursi;

e.       Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.000 (tujuh juta) sampai dengan 9.000.000

(sembilan juta) jiwa mendapat 75 (tujuh puluh lima) kursi;

f.       Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.000 (sembilan juta) sampai dengan 12.000.000

(dua belas juta) jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima) kursi;

g.      Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat

100 (seratus) kursi.

2.2.3 pelaksanaan pemilihan umum di indonesia

Sejak kemerdekaan hingga tahun 2004 bangsa Indonesia telah menyelenggarakan

Sembilan kali pemilhan umum, yaitu pemilihan umum 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,

1997, 1999, 2004, 2009, 2014 dan 2019. Dari pengalaman sebanyak itu, pemilihan umum 1955

dan 2004 mempunyai kekhususan di banding dengan yag lain.Semua pemilihan umum tersebut

tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung di dalam lingkungan

yang turut menentuka hasil pemilhan umum yang cocok untuk Indonesia.

11
Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat

nasional, tetap, dan mandiri. Komisi ini memiliki tanggung jawab penuh atas penyelenggaraan

pemilu, dan dalam menjalankan tugasnya, KPU menyampaikan laporan kepada Presiden dan

DPR.

Dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dijelaskan bahwa kedaulatan rakyat

dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai

penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis

ini bertugas mempersiapkan Undang-undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan

negara. MPR juga mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan wakilnya (Wakil Presiden). MPR

adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara, sedangkan Presiden bertugas menjalankan

haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh MPR. Di sini, peran Presiden

adalah sebagai mandataris MPR, maksudnya Presiden harus tunduk dan bertanggung jawab

kepada MPR.

2.3 JENIS KASUS HUKUM PEMILU

1. Money Politik

Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap

seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia

menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan

menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye.

Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kaderatau bahkan pengurus partai politik.

12
Menjelang hari H pemilihan umum Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian

berbentuk uang, sembakoa ntaralain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan

untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang

bersangkutan.

Hal tersebut tertuang jelas dalam Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No.3 tahun 1999 berbunyi:

“Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini

dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan

haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana

dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada

pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.”

2. Penggelembungan Suara

Penggelembungan suara juga merupakan sebuah contoh kasus dalam pelanggaran pemilu

sebagaimana tujuan hukum acara pidana. Hal ini tentu masih marak terjadi sebagai upaya curang

untuk memenangkan satu kandidat tertentu.

3.Teror Kepada Pemilih Untuk Memilih Kandidat Tertentu

Salah satu bentuk pelanggaran pemilu yang berikutnya adalah adanya terror yang dilakukan oleh

pihak tertentu kepada para pemilih agar memilih satu kandidat dalam pemilu. Tentunya hal ini

merupakan bentuk pelanggaran terhadap undang undang . Pemilih berhak memilih kandidat

pilihan sesuai hati nuraninya. Namun pada faktanya masih kerap ditemui kejadian dilapangan

dimana marak terjadi tindakan teror. Hal ini masih kerap ditemui pada daerah daerah dipelosok

13
yang masih jauh dari pengawasan, serta juga biasanya dilakukan pada masyarakat yang tidak

paham hukum dan juga takut melaporkan hal ini.

Sejatinya, penyelenggaraan Pemilu berdasarkan UUNo.15Tahun2011 disebutkan dalam

Pasal 1. angka 1 bahwa Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan.

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun1945. Adanya pengertian yang demikian ini sesungguhnya juga harus dimaknai

bahwa pelaksanaan pemilihan umum diIndonesia bukan hanya kongritisasi dari kedaulatan

rakyat(langsung, umum, bebas, dan rahasia) ,tetapi lebih dari itu yaitu menghendaki adanya

suatu bentuk pemerintahan yang demokratis yang ditentukan secara jujur dan adil.

4. Pemalsuan Dokumen Pemilihan

Bentuk pelanggaran lainnya yang tidak luput dan masih terjadi pada penyelenggaraan

pemilu adalah adanya tindakan pemalsuan dokumen pemilih. Sehingga hal ini memungkinkan

pihak pihak tertentu menyalah gunakan dokumen sebagai upaya untuk memberikan suara pada

satu kandidat tertentu sebagaimana fungsi hukum administrasi negara. Kasus ini tentunya dapat

terjadi karena adanya kerjasama yang dilakukan oleh berbagai pihak. Bahkan pihak KPU yang

harusnya bersikap netral dapat secara terang terangan mendukung salah satu calon yang

mencalonkan diri. Tentu saja hal ini sangat mencoreng citra demokrasi yang harusnya

berlangsung dengan Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia.

5. Penyalah Gunaan Jabatan

14
Tidak sedikit kasus pelanggaran pemilu yang bersumber dari adanya penyalahgunaan

jabatan sebagaimana tujuan hukum acara pidana. Biasanya hal ini terjadi pada mereka yang

bekerja baik dipemerintahan atau swasta. Atasan akan memberi penekanan kepada bawahan

mereka diharuskan untuk memilih satu calon.Tentunya akan ada konsekuensi yang diberikan

kepada mereka yang membangkan atau juga memiliki pilihan lain diluar calon yang didukung

oleh atasan.

Konsekuensinya seperti skorsing, mutasi hingga bahkan pemecatan, tentu saja hal ini

sudah sangat keterlaluan dan melanggar hak pilih masing masing orang.

2.4 ANALISIS HUKUM KASUS PEMILU

1. kasus money politik

Dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk

memperolah dukungan bagi pencalonan pemilu legislatif, biasanya dengan cara membagi-

bagikan sembako, uang dan barang pada saat kampanye, hari tenang, menjelang pencotrengan/

pencoblosan (serangan fajar) kepada penduduk yang dsertai dengan permintaan untuk

mendukungnya pada pelaksanaan Pemilihan Umum.

Hukuman untuk pelaku money politik pada pasal 523 ayat 3 diatur bahwa setiap orang

yang dengansengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi

lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu

tertentu dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.

15
2. kasus Penggelembungan suara

Para pelaku mengubah hasil pemilu memanipulasi suara caleg DPR RI nomor urut tiga

dari Partai Gerindra, Lia Lastaria. Mereka mengubah perolehan 185 suara menjadi 1.137 suara.

Hukuman untuk penggelembungan suara 551 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang tindak pidana

pelanggaran pemilu dengan ancaman kurungan pidana selama dua tahun dan denda sebesar Rp

24 juta.

3. kasus Teror kepada pemilih untuk memilih kandidat tertentu

Perbuatan melanggar hukum memaksa seseorang untuk memilih atau tidak memilih calon

tertentu kasus pemaksaan dalam memilih terjadi di Bekasi. Guru Sekolah Dasar Islam Terpadu

(SDIT) Darul Maza Kota Bekasi bernama Robiatul Adawiyah mengaku dipecat karena beda

pilihan dengan arahan sekolah dalam Pilkada 2018.

Hukuman untuk teror kepada pemilih untuk memilih kandidat tertentu Sanksi bagi yang

melanggar tercantum dalam Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 182A yang

berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum

menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan

melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan

paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 24 juta dan dan paling banyak Rp 72 juta”.

4. kasus pemalsuan dokumen pemilihan

Dengan sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau

menyuruh orang memakai surat atau dokumen tersebut khususnya dalam pendaftaran sebagai

16
syarat administrasi bakal calon anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD) juga dipergunakan

sebagai dasar untuk mendapatkan hak pilih dari rakyat dalam pemilihan umum legislatif.

Hukuman bagi pelaku pemalusan dokumen pemilihan : Tindak pidana berupa pemalsuan

suatu surat dapat kita jumpai ketentuannya dalam Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum

Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu

hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu

hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-

olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan

kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau

yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

5. kasus penyalahgunaan jabatan

Pejabat Negara tertentu turut mengatur dan memfasilitasi pertemuan antara masyarakat

dengan peserta kampanye atau tim kampanye dengan maksud agar masyarakat melihat

keberadaan pejabat tersebut dapat mempengaruhi pilihan masyarakat.

Hukuman bagi penyalahgunaan jabatan : Pasca perubahan Undang-undang Pemilu,

pengaturan tentang sanksi terhadap modus tindak pidana sebagaimana yang telah di kemukakan

di atas ketentuan pidana dalam UU Pemilu (UU No 8 Tahun 2012) telah menghapuskan pidana

minimum pada UU pemilu sebelumnya (UU Nomor 10 tahun 2008), guna memberikan asas

kepastian hukum dan memudahkan bagi hakim dalam memberikan putusan.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Di kebanyakan negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai lambang dan tolak ukur

demokrasi. Pemilu yang terbuka, bebas berpendapat dan bebas berserikat mencerminkan

demokrasi walaupun tidak begitu akurat. Pemilihan umum ialah suatu proses pemilihan orang-

orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Dalam ilmu politik dikenal berbagai macam

sistem pemilu dengan berbagai variasi, tetapi umumnya berkisdar pada dua prinsip pokok, yaitu :

sistem distrik dan sistem proprosional. Sejak awal kemerdekaan Indonesia telah mengalami

pasang surut dalam sistem pemilu. Dari pemilu terdahulu hingga sekarang dapat diketahui bahwa

adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia . sejak awal

pemerintahan yaitu demokrasi parlementer, terpimpin, pancasila dan reformasi, dalam kurun

waktu itulah Indonesia telah banyak mengalami transformasi politik dan sistem pemilu. Melihat

fenomena politik Indonesia, sistem pemilihan umum proprosinal tertutup memang lebih

menguntungkan , tetapi harus diikuti dengan transparansi terhadap publik kalau tidak akan

menimbulkan oligarki pemerintahan. Pada akhirnya konsilidasi partai politik dan sistem

pemilihan umum sudsah berjalan denganm baik. Akan tetapi, itu belum berarti kehidupan

kepartaian Indonesia juga sudah benar-benar siap untuk memasuki zaman global. Sejumlah

kelemahan yang bisa diinventarisir dari kepartaian kita adalah rekrutmen politik, kemandirian

secara pendanaan, kohesivitas internal,dan kepemimpinan.

18
3.2 SARAN

Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan kehidupan politik Indonesia

semakin kompleks. Diharapkan dengan semakin banyaknya pengalaman dan perkembangan

politik Indonesia dapat menciptakan stabilitas nasional. Tugas pembangunan kehidupan politik

pada masa yang akan datang bukan hanya tugas partai politik saja, tetapi semua elemen

pemerintahan dan tidak ketinggalan masyarakat juga harus ikut berpartisipasi mengembangkan

perpolitikan di Indonesia. Manejemen dan kepemimpinan juga haruis terus ditingkatkan, ongkos

politik yang tidak terlalu mahal dan transparansi terhadap publik harus dekembangkan dan

ditumbuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar stabilitas nasional dan politik kita

semakin kokoh Bagi pemerintah, hendaknya merumuskan kebijakan mengenai Pemilu dengan

sebaik-baiknya, menyeleksi jumlah partai dengan ketat, dan melakukan sosialisasi politik secara

maksimal kepada masyarakat dan sebaiknya

pemerintah membuat pembenahan misalnya pendidikan dan pemberian informasi yang

lengkap terhadap masyarakat sebagai pemilih. Bagi partai politik, hendaknnya memaksimalkan

fungsi-fungsi partai yang berkaitan dengan komunikasi, partisipasi, dan sosialisasi untuk

melakukan pendidikan politik kepada masyarakatdan tidak melakukan praktek money politic.

Bagi masyarakat, supaya tidak mau menerima praktek money politic yang dilakukan oleh partai

politik, agar tidak menyesal untuk kedepannya dan tidak golput dalam pemilihan dan juga harus

peka terhadap partai politik. Bagi praja, seharusnya praja lebih peduli terhadap informasi terkait

dengan perkembangan perpolitikan di Indonesia untuk meningkatkan pandangan dan pemikiran

aktual mengenai kondisi bangsa sehingga dapat menularkan ilmu yang didapat kepada orang-

orang yang disekitarnya yang belum mengerti tentang pemilu.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://ormitamedia.com/sejarah-dan-pelaksanaan-pemilu-di-indonesia.html

http://kopiapung.blogspot.com/2013/07/makalah-pemilihan-umum.html

http://hennidamanik.blogspot.com/2012/11/sistem-pemilu-di-indonesia.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum http://www.kpu.go.id/index.php?

option=com_content&task=view&id=43&Itemid=66

http://simplenews05.blogspot.com/2013/08/landasan-hukum-pemilihan-umum- pemilu.html

http://priankarara.blogspot.com/2013/03/pengertian-pemilu.html http://sistempemerintahan-

indonesia.blogspot.com/2013/06/pemilu-di-indonesia- sistem.html Recommended

20

Anda mungkin juga menyukai