Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TEMA 5

PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar

Dosen Pengampuh:

AD. Basniwati, SH. MH

Disusun Oleh:

Nama : Sely Wulan Widya Ningsih


NIM : G1A020058
Fakultas/ Prodi : FMIPA/ BIOLOGI
Semester : 2 (dua)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan dan nikmat dari-Nya tentunya tugas ini tidak dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah Ilmu Soaial dan Budaya Dasar.

Sholawat dan Salam saya haturkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW, karna
telah membimbing kita dari alam kebodohan menuju alam pengetahuan seperti yang kita rasakan
pada hari ini dengan memberikan kita pengetahuan sehingga saya bisa menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh dosen AD. Basniwati, SH.MH.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Ibu AD. Basniwati, SH. MH sebagai dosen
pengampuh mata Kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar yang telah membimbing saya dalam
menyelesaikan tugas ini.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi para pembaca. Semoga makalah
ini dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk dapat lebih mengembangkan ilmu
pengetahuan.

Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat megharapkan kritik dan saran dari para
pembaca demi kesempurnaan makalahl ini.

Penyusun, Mataram 12 Juni 2021


BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi
menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum adalah suatu hal
yang penting dalam kehidupan kenegaraan. Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi,
melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam
struktur pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya apabila
memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara yang juga
menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi negara.
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari
"Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru.
Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh
diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah
memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa
ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih
bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari
"Jujur dan Adil". Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai
dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih
sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan
wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu
dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih
tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi
juga penyelenggara pemilu.
Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi peserta pemilu adalah partai-partai
politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon untuk dipilih
oleh rakyat melalui pemilihan itu. Berdasarkan hal di atas maka penulis tertarik untuk membuat
makalah mengenai “ Analisis Pemilihan Umun 2014 di Indonesia”.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah makna pemilu?

2. Kapankah pemilu presiden 2014 dilaksanakan dan partai apa sajakah yang menjadi peserta
dalam pemilu 2014?

3. Apakah yang melatarbelakangi RUU pemilihan pilkada paska pilpres?

4. Apa kekurangan dan kelebihan pemilihan umum secara langsung dan tidak langsung ?

C. TUJUAN PERMASALAHAN

Tujuan dari mengangkat materi ini tentang Pemilu 2014 di Indonesia yaitu:

1. Mengetahui makna pemilu.

2. Mengetahui waktu dilaksanakannya pemilu presiden dan partai peserta pemilu.

3. Mengetahui latar belakang RUU pilkada paska pilpres.

4. Mengatahui kekurangan dan kelebihan pemilu secara langsung dan tidak langsung.
BAB II

PEMBAHASAN

PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

A. MAKNA PEMILU
Pengertian Pemilu yang paling esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokratis adalah
sebagai institusi pergantian dan perebutan kekuasaan yang dilakukan dengan regulasi, norma, dan
etika sehingga sirkulasi elite politik dapat dilakukan secara damai dan beradab.
Selain mempesona, kekuasaan mempunyai daya rusak yang dahsyat. Kekuatan daya rusak
kekuasaan melampaui nilai-nilai yang terkandung dalam ikatan-ikatan etnis, ras, ikatan
persaudaraan, agama dan lainnya. Transformasi dan kompetisi merebutkan kekuasaan tanpa
disertai norma, aturan, dan etika; nilai-nilai dalam ikatan-ikatan itu seakan tidak berdaya
menjinakan kekuasaan. Daya rusak kekuasaan telah lama diungkap dalam suatu adagium ilmu
politik, power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absoluteny.
Kerangka hukum perlu didukung niat politik yang sehat sehingga regulasi bukan sekedar hasil
kompromi politik oportunistik dari partai-partai besar untuk menjaga kepentingannya. Bila hal itu
yang terjadi, dikhwatirkan hasil pemilu akan memperkuat oligarki politik. Karena itu, partisipasi
masyarakat amat diperlukan. Bahkan, tekanan publik perlu dilakukan agar kerangka hukum yang
merupakan aturan permainan benar-benar menjadi sarana menghasilkan pemilu yang demokratis.
Untuk itu, perlu diberikan beberapa catatan mengenai perkembangan konsensus politik dari
peraturan kepentingan di parlemen serta saran mengenai regulasi penyelenggaraan pemilu yang
akan datang.

Pertama, diperlukan penyelenggaraan pemilu yang benar-benar independen. Parsyaratan ini


amat penting bagi terselenggaranya pemilu yang adil dan jujur. Harapan itu tampaknya
memperlihatkan tanda-tanda akan menjadi kenyataan setelah pansus pemilu menyetujui bahwa
kondisi pemilihan umum (KPU) benar-benar menjadi lembaga independen dan berwewenang
penuh dalam menyelenggarakan pemilu. Sekretariat KPU yang semula mempunyai dua atasan:
untuk urusan operasional bertanggung jawab kepada KPU, telah disatukan dalam struktur yang
tidak lagi bersifat dualistik. Struktur yang sama diterapkan pula ditingkat propinsi serta kabupaten
dan kota.
Kedua, kesepakatan mengenai sistem proporsional terbuka, kesepakatan partai-partai
menerima sistem pemilu proporsional terbuka adalah suatu kemajuan. Sejak semula, sebenarnya
argumen kontra terhadap sistem proporsional terbuka dengan menyatakan sistem ini terlalu rumit
gugur dengan sendirinya.

Begitu suatu masyarakat atau bangsa sepakat memilih sistem demokrasi, saat itu harus
menyadari bahwa mewujudkan tatanan politik yang demokratis itu selain rumit, diperlukan
kesabaran melakukan pendidikan politik bagi rakyat. Sebab, partai politik bukan saja instrumen
untuk melakukan perburuan kekuasaan, tetapi juga institusi yang mempunyai tugas melakukan
pendidikan dan sosialisasi politik kepada masyarakat.

Ketiga, pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu supaya kebih efektif dari pemilu 2004.
Caranya antara lain, agar pengawas pemilu selain terdiri dari aparat penegak hukum dan KPU,
juga melibatkan unsur-unsur masyarakat. Selain itu, perlu semacam koordinasi diantara lembaga
pemantau dan pengawas pemilu sehingga tidak tumpang tindih. Pengawasan dilakukan terhadap
seluruh tahapan kegiatan pemilu. Tugas lembaga pengawas adalah menampung, menindak lanjuti,
membuat penyilidikan dan memberi saksi terhadap pelanggaran pemilu.

Keempat, Money politics mencegas habis-habisan permainan uang dalam pemilu mendatang
amat penting sekali. Upaya itu amat perlu dilakukan mengingat money politics dewasa ini telah
merebak luas dan mendalam dalam kehidupan pilih memilih pemimpin mulai dari elite politik
sampai dibeberapa organisasi sosial dan kemahasiswaan. Karena itu, kontrol terhadap dana
kampanye harus lebih ketat. Misalnya, Batasan sumbangan berupa uang, mengonversikan utang
dan sumbangan barang dalam bentuk perhitungan rupiah, dilarang memperoleh bantuan dari
sumber asing dan APBN/APBD lebih-lebih sumber ilegal dan tentu saja hukuman pidana yang
tegas dan setimpal bagi para pelanggarannya.

Kelima, pendidikan politik perlu segera dilakukan baik oleh organisasi masyarakat dan partai
politik. Bagaimanapun, pemilihan mendatang mengandung unsur-unsur baru serta detail-detail
yang sangat perlu diketahui oleh masyarakat.

A. JADWAL PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN 2014 DAN DAFTAR PESERTA


PARTAI PEMILU 2014
Pemilu Presiden 2014 dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 yang akan memilih Presiden dan
Wakil Presiden.
Pemilu 2014 akan memakai e-voting dengan harapan menerapkan sebuah sistem baru dalam
pemilihan umum. Keutamaan dari penggunaan sistem e-voting adalah Kartu Tanda Penduduk
Elektronik (e-KTP) yang sudah mulai dipersiapkan sejak tahun 2012 secara nasional.
Dan pada tanggal 20 Oktober 2014 akan dilaksanakan pelantikan presiden baru yakni
pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang telah memenangkan pemilu presiden 2014.
Sebanyak 15 partai politik telah dinyatakan lolos verifikasi dan berhak mengikuti Pemilihan
Umum 2014. Sebanyak duabelas partai politik adalah peserta pemilu nasional dan tiga lainnya
adalah partai politik lokal di Daerah Istimewa Aceh Nanggroe Darussalam.
Di bawah ini adalah daftar partai politik peserta Pemilihan Umum 2014:

1. Partai Nasional Demokrat (Partai Nasdem)


2. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
3. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
5. Partai Golongan Karya (Partai Golkar)
6. Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindra)
7. Partai Demokrat
8. Partai Amanat Nasional (PAN)
9. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
10. Partai Hati Nurani Rakyat (Partai Hanura)
14. Partai Bulan Bintang (PBB)
15. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
 Anggota Koalisi Merah Putih terdiri atas Partai Golkar, Partai Gerindra, PAN, PKS,
PPP, Demokrat,dan PBB yang nonparlemen.
 Anggota Koalisi Indonesia Hebat terdiri atas Partai PKB,PDI-P, Partai Hanura, Partai
Nasdem, dan PKPI.
B. LATAR BELAKANG RUU PILKADA PASKA PILPRES
Indonesia telah berhasil menyelenggarakan Pemilu Presiden (Pilpres) pada tanggal 9 Juli
2014, yang diikuti 2 pasangan Calon Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo-Hatta Rajasa, KPU
bahkan telah menetapkan perolehan suara dengan kemenangan pasangan Calon Presiden Joko
Widodo dan Jusuf Kalla dengan perolehan suara 70.997.833 (53,15 persen) dan perolehan
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa: 62.576.444 (46,85 persen).
Sejak awal pada masa kampanye dan pada masa penghitungan suara pada Pemilu Presiden
tersebut, Koalisi Pendukung pasangan calon telah melakukan banyak manuver untuk menyangkal
kemenangan Joko Widodo yang sering disebut Jokowi tersebut. Kita kemudian akrab dengan
istilah bocor, non islam, non pribumi, keturunan PKI, kita juga akrab dengan hasil quick count
yang direkayasa, lahirnya lembaga-lembaga quick count yang tidak kredibel, tuduhan Pilpres
curang, kita disuguhi dengan tontonan gugatan hasil Pilpres di MK, bahkan dilanjutkan dengan
gugatan ke PTUN dan ke Mabes Polri, namun tidak satupun institusi tersebut mengabulkan
gugatan Koalisi pendukung Prabowo.
Tidak berhenti sampai disitu, Partai Politik yang bergabung dalam Koalisi Merah Putih tiba-
tiba memberikan kejutan kepada rakyat Indonesia pada awal September 2014. Semua parpol
Koalisi Merah Putih, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan, dan
Partai Amanat Nasional, malah mendorong agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. PKS yang
awalnya setuju dengan Pilkada Langsung oleh rakyat tiba-tiba berbalik arah, bergabung dengan
Koalisi Merah Putih mendukung Pilkada melalui DPRD. Berbalik arahnya PKS ini dicurigai
banyak pihak sebagai dampak dari kekalahan pasangan Capres yang didukung oleh partai-partai
tersebut dalam Pilpres. Menariknya, SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat telah
memberikan sinyal bahwa partainya mendukung Pilkada Langsung, meskipun hal tersebut
bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Dalam Negerinya, Gamawan Fauzi yang
mendukung Pilkada melalui DPRD, Demokrat sedang bermain?.
Situasi tersebut telah menggelitik kesadaran politik rakyat yang sedang bertumbuh paska
lahirnya pemimpin seperti Jokowi sebagai sebuah ide tentang perubahan, kesadaran politik rakyat
yang menganggap Jokowi adalah ide perubahan bukan saja telah melahirkan gerakan relawan,
suatu gerakan fenomenal yang belum dikenal sebelumnya dalam perkembangan politik di
Indonesia. Ide tentang Jokowi dengan segala prestasi dan citranya sebagai rakyat kecil telah
menumbuhkan antusiasme rakyat untuk terlibat dalam politik melalui Pemilu dengan
mengenyampingkan dan cenderung mengabaikan trend money politik yang marak terjadi pada
Pemilihan Calon Legislatif April 2014. Jokowi bahkan didukung secara materi oleh rakyat yang
peduli, tercatat sebanyak 58.532 orang mengirimkan dana ke rekening Jokowi yang konon
jumlahnya mencapai lebih dari 109 Miliar Rupiah.
Fenomena politik tersebut membuat sebagian orang curiga bahwa manuver-manuver yang
dilakukan oleh Koalisi pendukung Prabowo adalah sebagai suatu bentuk penyangkalan terhadap
kemenangan Jokowi, yang juga berarti equivalent dengan menyangkal pilihan rakyat. Mendukung
Pilkada melalui DPRD adalah suatu bentuk kepongahan politik yang ingin dipusatkan kepada
sekelompok orang tanpa melibatkan posisi rakyat sebagai penetunya, hal tersebut bukan saja
sebagai tindakan yang memundurkan pilar demokrasi yang telah berhasil dibangun, namun juga
membuat rakyat tidak memiliki kesempatan untuk memilih Jokowi-Jokowi lain yang benar-benar
berpihak, bekerja, dan terbiasa mendengar keluh kesah rakyatnya secara langsung. Kita harus
menyadari, Jokowi menjadi walikota Solo pada tahun 2005 adalah hasil dari Pemilihan Langsung
oleh rakyat.
Keinginan untuk mengembalikan Pilkada melalui DPRD dianggap sebagai suatu taktik untuk
menguasai jabatan Kepala Daerah oleh Partai pendukung Capres yang kalah. Sebagaimana kita
ketahui, partai pendukung Pilkada melalui DPRD ini memiliki anggota DPRD mayoritas di 33
Propinsi, taktik ini patut dicurigai dilakukan sebagai upaya untuk menghambat program Presiden
terpilih, dan untuk selanjutnya dapat dengan mudah memenangkan Pilpres yang akan
diselenggarakan pada tahun 2019. Keinginan Pemerintah yang mengembalikan Pilkada melalui
DPRD telah disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, yang bahkan dengan tegas
menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh SBY adalah mewakili suara partai (Demokrat)
bukan mewakili Pemerintah. Ironisnya, para bupati dan wali kota yang tergabung dalam Asosiasi
Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh
Indonesia (Apeksi) telah mengeluarkan pernyataan menolak tegas pilkada oleh DPRD.
Rakyat yang telah merasakan bagaimana usaha politisi dan penguasa untuk mendekati rakyat
saat mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah pada Pilkada langsung tentu tidak ingin kembali
pada masa Orde Baru, dimana rakyat hanya sebagai penonton tanpa memiliki peran dalam memilih
Kepala Daerahnya. Rakyat menemukan bargaining politiknya pada Pilkada Langsung, bagi calon
Kepala Daerah yang memiliki sedikit prestasi, maka upaya untuk melakukan money politik sering
dilakukan, trend tersebut bukanlah kebiasaan rakyat, namun dihasilkan oleh situasi dimana calon
kepala daerah memiliki prestasi yang minim untuk dijadikan sebagai justifikasi memilihnya.
Namun bagi calon yang memiliki banyak prestasi kerakyatan dan memiliki latar belakang
kedekatan dengan rakyat, pada Pilkada Langsung dapat dengan mudah menjadi Kepala Daerah
selama dia di dukung oleh Partai, itulah bargaining politik rakyat. Namun kita sering dihadapkan
pada situasi dimana Partai Politik malah mendukung calon yang memiliki banyak kekayaan harta
dibandingkan mencalonkan pemimpin yang memiliki keberpihakan kepada rakyat.
Sistem demokrasi telah menjadikan semua masyarakat setara, rakyat yang berasal dari
berbagai golongan, kelas ekonomi, berbeda latar belakang pendidikan, memiliki hak suara yang
sama, setiap orang yang telah memenuhi syarat untuk memilih sesuai dengan Undang-Undang
Pemilu memiliki satu suara. Untuk mempertahankan bargaining politik rakyat tersebut dan
menolak kepongahan orang-orang yang saat ini berpolitik, setiap rakyat yang menolak bangkitnya
kebiasaan politik Orde Baru harus bersatu padu melakukan aksi-aksi massa untuk menekan DPR
agar menolak menetapkan RUU Pilkada melalui DPRD.
Akhirnya, selain melakukan aksi-aksi massa sebagai bentuk parlemen jalanan untuk mendesak
pemerintah menolak usul Pilkada melalui DPRD, kita berharap banyak pada manuver politik Partai
Demokrat, Demokrat memiliki 145 kursi di DPR periode 2009-2014, sehingga rencana Pilkada
melalu DPRD yang diusung koalisi Merah Putih dapat dibatalkan jika Demokrat benar-benar
melakukan pengaruh politiknya yang kebetulan Ketua Umumnya juga menjabat sebagai Presiden
yang masih bertugas sebelum Jokowi dilantik pada pertengahan Oktober 2014. Saatnya SBY
menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang Presiden yang menghargai hak politik rakyatnya,
mendengarkan suara rakyatnya, semoga kepongahan politik Pilkada melalui DPRD bukanlah
menjadi warisan pemerintahannya.
Polemik mengenai RUU Pilkada memang semakin ramai dibicarakan saat ini. Sebagaimana
pengumuman yang telah dikonfirmasi oleh DPR bahwa mereka menjadwalkan pengesahan RUU
Pilkada pada 25 September 2014, rakyat akan menantikan bagaimana nantinya keputusan dari
majelis tertinggi untuk memilih apakah pilkada dipilih melalui DPR atau melalui rakyat?

Tentunya bukan sebuah hal yang mengejutkan jika pembahasan RUU ini mengundang
perhatian, setelah salah satu pasalnya mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah, dari
pemilihan langsung menjadi pemilihan oleh DPRD. Ini jelas-jelas memutuskan hak rakyat untuk
memilih sendiri siapa kepala daerahnya.

Untuk itu tentu tidak ada salahnya bagi DPR melakukan beberapa perbaikan dan perubahan
atas UU Pilkada tersebut agar dapat menjadi lebih efektif, lebih maksimal dan lebih bermanfaat
bagi kepentingan banyak orang. Pandangan seperti ini sudah pasti akan dapat diterima oleh
seluruh lapisan masyarakat. Pada kenyataanya yang terjadi saat ini di masyarakat adalah
pembahasan RUU Pilkada yang sedang berlangsung di DPR. Tentu saja Pilkada-pilkada yang
telah kita lakukan selama kurang lebih 9 tahun memang membutuhkan Evaluasi dan sudah pasti
juga membutuhkan banyak perbaikan.

Tapi kemudian yang menjadi masalah adalah Konstelasi Politik pasca Pilpres 2014 kemarin
ternyata menimbulkan paradigma yang berbeda pada anggota legislative yang ada. Ada kesan
kuat ataupun diduga ada kecenderungan dari kelompok-kelompok tertentu untuk mencoba
mengambil keuntungan dari pembahasan RUU ini demi kepentingan partainya maupun
kepentingan kelompoknya. Belum lagi hal tersebut juga ditambah dengan masalah Peredaran
uang palsu (upal) pada perhelatan Pemilihan umum merupakan hal lama yang selalu terjadi dan
terus berulang. Termasuk pada Pemilu 2014 ini, peredaran Upal diyakini bakal tetap ada di
berbagai daerah di Indonesia. Ini malah semakin menambah masalah yang sudah ada.

Dikarenakan kondisinya yang sudah seperti itu sebaiknya mari kita kesampingkan dulu
tentang adanya dugaan bahwa RUU tersebut akan dimanipulasi oleh kelompok tertentu. Kita
coba saja dulu mengevaluasinya dari sudut pandang kita tentang apa kekurangan dan kelebihan
dari Pilkada Langsung. Begitu juga dengan Pilkada yang dilakukan lewat DPR, apa saja
kelebihan dan kekurangannya. Dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan dari 2 opsi
tersebut. Kita bisa mengevaluasi mana yang terbaik untuk dilakukan.

Guna mendapatkan solusi untuk polemik tersebut, pembahasan RUU pun telah dilakukan
sebelumnya. Pembahasan RUU ini sebenarnya sudah dimulai bulan Mei lalu dan sudah ada
pandangan dari beberapa Fraksi untuk RUU ini. Sayangnya pembahaan RUU tertunda hingga
awal September ini. Dan begitu dimulai kembali pembahasannya, ternyata sikap-sikap berbagai
Fraksi yang ada banyak yang berbalik 180 derajat. Dan mayoritas menginginkan Pilkada seperti
10 – 20 tahun yang lalu dimana Kepala Daerah dipilih oleh DPRD/DPRD Tingkat II. Inilah yang
akhirnya menimbulkan Pro dan Kontra di masyarakat. Masyarakat mempertanyakan unsur
keadilan dalam Pilkada yang dipilih oleh DPRD.

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PEMILU SECARA LANGSUNG DAN TIDAK


LANGSUNG
Menurut analisa saya sendiri inilah keuntungan & kelemahan Pilkada dilaksanakan secara
tak langsung atau Kepala Daerah dipilih melalui DPRD :

 Kelebihan pilkada tidak langsung

1. Tidak ada kerusuhan & kebencian antar pendukung kandididat Kepala Daerah

2. Tidak ada politik uang untuk menyuap rakyat

3. Tidak ada kebencian & persaingan antar Tim Sukses

4. Tidak ada bakar bakaran ban dijalanan oleh mahasiswa & pendukung salah satu calon
Kepala Daerah

5. Tidak ada pembakaran kantor KPUD, pelemparan tomat & telur, serta perusakan pagar
KPUD oleh massa calon Kepala Daerah yang kalah atau merasa dicurangi

6. Tidak ada demonstrasi anarkis dari massa calon Kepala Daerah yang kalah Atau merasa
dicurangi

7. Tidak banyak fasilitas umum yang digunakan dan tidak ada perusakan fasilitas umum
lainnya

8. Tidak banyak menghabiskan anggaran daerah (APBD) untuk biaya penyelenggaraan


Pilkada

9. Tidak ada gugat menggugat di MK

 Kekurangan pilkada tidak langsung

Sedangkan KEKURANGANNYA adalah anggota DPRD bisa disuap oleh para calon Kepala
daerah untuk memenangkan dirinya.

 Kelebihan Pilkada Langsung oleh rakyat.

Ada sebagian orang yang pro dengan pilkada langsung. Pada kenyataanya, pilkada-pilkada
yang telah dilakukan selama 9 tahun bisa dikatakan mempunyai sisi positif antara lain :
1.Kepala Daerah Terpilih diyakini telah merepresentasikan atau merupakan keterwakilan
dari rakyat mayoritas.

2.Kepala Daerah Terpilih mempunyai legitimasi tinggi karena dihasilkan oleh proses
Demokrasi yang melibatkan rakyat sehingga lebih berkualitas dari sebelumnya.

3.Sebagai Catatan pinggir, Pilkada langsung telah menghasilkan pemimpin seperti Walikota
Surabaya, Walikota Bandung, Walikota Solo dan Gubernur Jateng.

4.Akan tetapi harus dicatat juga bahwa banyak Kepala Daerah Terpilih malah melakukan
Korupsi. Bahkan disebut-sebut sekitar 60% dari Kepala Daerah yang ada.

 Kekurangan pilkada langsung

Meskipun dinilai pro rakyat, bukan berarti tidak ada kelemahannya. Berdasarkan
pengalaman 9 tahun terakhir Pilkada-pilkada langsung ternyata menimbulkan beberapa dampak
yaitu :

1.Biaya yang dikeluarkan Pemerinta Cukup Besar. Pilkada-pilkada terdiri dari Pilgub 33
Propinsi dan 495 Kabupaten/ Kota. Biaya pelaksanaan Pilkada-pilkada dikeluarkan untuk semua
kebutuhan KPU seperti Gaji, Peralatan, Inventaris, Logistik dan lainnya.

2.Sering terjadi konflik horizontal selama dilaksanakannya Pilkada-pilkada di daerah.


Bahkan sering terjadi Anarkistis dan Pengrusakan fasilitas publik.

3.Konflik itu juga sering menimbulkan ketegangan di masyarakat untuk waktu yang lama,
bahkan mungkin ada juga dendam.

4.Sering terjadi Partisipasi yang rendah dari masyarakat untuk mengikuti Pilkada. Mungkin
bosan dengan begitu banyaknya Pemilu.

5.Sering terjadi Jor-joran dalam biaya kampanye oleh calon-calon Kepala daerah disertai
terjadinya money politit.

6.Calon yang akhirnya menang setelah menjadi Pemimpin sering korupsi untuk
mengembalikan modal.
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN
Pemilu adalah institusi pergantian dan perebutan kekuasaan yang dilakukan dengan regulasi,
norma, dan etika sehingga sirkulasi elite politik dapat dilakukan secara damai dan beradab.
Kebiasaan melakukan pergantian kekuasaan dan sirkulasi elite penguasa yang reguler, aman
dan beradab hanya dapat dilakukan melalui serangkaian pemilu yang jujur dan adil..
Pemilu Presiden 2014 dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 yang akan memilih Presiden dan
Wakil Presiden, dan pada tanggal 20 Oktober 2014 akan dilaksanakan pelantikan presiden baru
yakni pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang telah memenangkan pemilu presiden 2014.
Sebanyak 15 partai politik telah dinyatakan lolos verifikasi dan berhak mengikuti Pemilihan
Umum 2014.
Polemik mengenai RUU Pilkada paska pilpres memang semakin ramai dibicarakan saat ini.
Sebagaimana pengumuman yang telah dikonfirmasi oleh DPR bahwa mereka menjadwalkan
pengesahan RUU Pilkada pada 25 September 2014, rakyat akan menantikan bagaimana nantinya
keputusan dari majelis tertinggi untuk memilih apakah pilkada dipilih melalui DPR atau melalui
rakyat. Dan mengenai pemilu secara langsung maupun tidak langsung itu juga mempunyai
kelebihan dan kekurangan tersendiri.
DAFTAR PUSTAKA

https://journals.usm.ac.id/index.php/the-messenger/article/download/430/259

https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/58242789/DINAMIKA_KOALISI_PARTAI-
PARTAI_POLITIK_DI_INDONESIA_MENJELANG_DAN_SETELAH_PEMILIHAN_PRESI
DEN_TAHUN_2014-with-cover-page-
v2.pdf?Expires=1623578283&Signature=RzKIkvTMKuNlaEaqFZS4KW-
jKR4I4ULpVDSLrzsDT-
30YmDwnEA~Di~Yax0ye6PTJXIp6JRO7AzagrfS8i8Y2mBLKbS5~q4cv49qKRV5635JFSY~g
Ig9bQ~WUaCy1b6-
1Tmr03H5HDi7Z2ezidb1RIA8CVvRmD835TrRZjDBTj2drgQfnUVCA9M7ndtr6SjKAG7LuT
T~PNF93I1AL-
yHtpegTTb7nACzXuXTfAONpLhfjSxCqZOqNB2UyjkwbBcTvb3q6P9GR5gwj1lc7pS15xpQN
SdSSgfrc1EOzx0mB3MzPNSmAfFMggV7yVCL0MM6H0Ni4qvVzKnvrzZWXfcsew__&Key-
Pair-Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA

http://www.jurnalpolitik.ui.ac.id/index.php/jp/article/download/8/47

Anda mungkin juga menyukai