Anda di halaman 1dari 11

PERAN WARGA NEGARA DALAM PROSES DEMOKRASI:

HAK MEMILIH DAN KEWAJIBAN BERPARTISIPASI DALAM PEMILU

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN:

DEWI AYU HIDAYATI, S. SOS., M. SI.

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 11:

1. MESYHA RINI PUSPA SARI 2316011010


2. PRIYANDITA WULANDARI 2316011026
3. HARIS MUNANDAR 2316011028
4. HERLIA RAHMA SAPUTRI 231601104
5. GINANJAR AGUNG WASKITO AJI 2316011060
6. EXSA RAHAYU 2316011076
7. SATRIA ADIT BAGASKARA 2316011092
8. NOVA ABELIA 2316011108

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Bandar Lampung, 25 Februari 2024


BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Hak warga negara adalah suatu kewenangan yang dimiliki oleh warga negara guna melakukan
sesuatu sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain hak warga negara merupakan
suatu keistimewaan yan menghendaki agar warga negara diperlakukan sesuai keistimewaan
tersebut. Sedangkan Kewajiban warga negara adalah suatu keharusan yang tidak boleh
ditinggalkan oleh warga negara dalam kehidupan bermasyarkat berbangsa dan bernegara.
Kewajiban warga negara dapat pula diartikan sebagai suatu sikap atau tindakan yang harus
diperbuat oleh seseorang warga negara sesuai keistimewaan yang ada pada warga lainnya.

Hak dan kewajiban adalah sesuatu yang tak bisa dipisahkan karena akan terjadi kesenjangan
apabila keduanya tidak dilaksanakan dengan seimbang. Untuk mencapai keseimbangan antara
hak dan kewajiban salah satunya dengan mengetahui posisi diri kita sendiri. Kita mesti tahu apa
yang menjadi hak dan kewajiban sebagai warga negara seperti apa yang sudah dituliskan dalam
undang-undang yang berlaku. Oleh karena ini, sebagai warga negara yang berdemokrasi kita
harus membangun dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak yang semestinya kita dapatkan
dan tak lupa juga untuk melaksanakan kewajiban kita sebagai warga negara.

Dalam konteks demokrasi, warga negara tentu saja memiliki hak dan kewajiban dalam
berpartisipasi di pemilihan umum. Dari segi hak, sudah disebutkan dalam undang-undang nomor
7 tahun 2017 tentang pemilihan umum yang menyebutkan bahwa warga negara Indonesia yang
usianya sudah memenuhi kriteria, maka berhak mengikuti pemilu. Warga negara bisa saja
menjadi pemilih, peserta, atau bahkan menjadi penyelenggara dalam pemilu. Dan hal tersebut
sekaligus menjadi kewajiban warga negara memilih pemimpin yang memiliki kompentensi dan
integritas yang tentunya bisa bekerja sebagai pemimpin.
2. RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa hak memilih dianggap penting dalam demokrasi?


2. Mengapa kewajiban berpartisipasi dalam pemilu menjadi aspek penting dalam menjaga
keseimbangan kekuasaan di antara pemerintah dan rakyat?
3. Apa saja tantangan yang dihadapi dalam berpartisipasi di pemilu?
4. Bagaimana perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memengaruhi partisipasi
pemilih?

3. TUJUAN

1. Menganalisis hak warga negara dalam pemilu.


2. Menganalisis kewajiban partisipasi warga negara dalam pemilu.
3. Menganalisis tantangan yang dihadapi dalam partisipasi pemilu.
4. Menganalisis perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memengaruhi
partisipasi pemilih.
BAB II

ISI

1. HAK MEMILIH DALAM BERPARTISIPASI DEMOKRASI MELALUI PEMILU

Hak memilih dianggap penting dalam demokrasi karena memiliki dampak yang signifikan dalam
beberapa aspek sistem demokratis:

1. Representasi Politik
Melalui hak memilih, warga negara memiliki kesempatan untuk memilih wakil mereka
dalam pemerintahan. Ini menciptakan sistem representasi politik di mana pemimpin
dipilih oleh suara mayoritas warga negara untuk mewakili kepentingan dan aspirasi
mereka di tingkat pemerintahan.
2. Legitimasi Pemerintahan
Partisipasi dalam pemilihan umum memberikan legitimasi kepada pemerintahan yang
terpilih. Ketika pemimpin dipilih melalui proses yang demokratis dan partisipatif,
pemerintah memiliki otoritas moral dan legal yang diperlukan untuk mengambil
keputusan dan bertindak atas nama masyarakat.
3. Pengaruh terhadap Kebijakan Publik
Suara warga negara dalam pemilihan umum memiliki dampak langsung pada
pembentukan kebijakan publik. Partai politik dan kandidat cenderung memperhatikan
preferensi pemilih untuk mendapatkan dukungan, sehingga pemilihan umum menjadi
mekanisme utama di mana warga negara dapat memengaruhi arah kebijakan pemerintah.

Secara keseluruhan, hak memilih adalah hak yang mendasar dalam demokrasi yang
memungkinkan warga negara untuk berpartisipasi dalam proses politik, memberikan legitimasi
kepada pemerintahan yang terpilih, dan memengaruhi pembentukan kebijakan publik.
3. TANTANGAN YANG DIHADAPI DALAM PARTISIPASI PEMILU

Tantangan yang kerap dihadapi dalam memastikan masyarakat berpartisipasi dalam pemilu bisa
bervariasi tergantung pada konteks dan kondisi di berbagai negara. Namun, ada beberapa
tantangan umum yang sering dihadapi di antaranya:

1. Rendahnya tingkat kesadaran politik dan partisipasi masyarakat dalam proses politik.

Kesadaran politik merupakan keadaan dimana kesadaran seseorang secara penuh tentang
pengetahuan berbagai hal terkait proses politik di dalam masyarakat. Menurut Miriam Budiardjo,
kesadaran politik merupakan perasaan bahwa dirinya diperintah dan percaya bahwa mereka bisa
sedikit banyak mempengaruhi pemegang kekuasaan atau mempercayai bahwa mereka memiliki
efek politik (political efficacy). Dia juga menambahkan, bahwa kesadaran politik merupakan
salah satu faktor yang penting tingginya tingkat partisipasi politik. Kesadaran politik dan
partisipasi politik mempunyai hubungan yang berbanding lurus. Sedangkan Partisipasi politik
adalah kegiatan dimana seseorang atau kelompok orang untuk ikut, serta ikut secara aktif dalam
kehidupan politik, yang antara lain dengan jalan memilih pemimpin negara, baik secara langsung
atau tidak langsung, dapat memengaruhi kebijakan pemerintah(public policy (Budiarjo, 2008:
367). Salah satu bentuk partisipasi politik yaitu, kegiatan memilih pemimpin dalam pemilihan
umum (pemilu) atau pemilihan umum kepala daerah (pilkada) untuk memilih gubernur dan wakil
gubernur, bupati dan wakil bupati, dan walikota dan wakil walikota. Hal ini menjadi suatu wujud
dari negara yang demokratis. Namun, tidak semua orang memiliki kesadaran politik yang tinggi,
terdapat beberapa alasan yang menjadikan orang memiliki kesadaran politik yang rendah seperti
pendidikan yang rendah, sosialisasi yang kurang, dan stigma “politik” yang selalu identik dengan
perebutan kekuasan menjadikan masyarakat seringkali bersikap "apatis" terhadap dunia politik di
Indonesia. Partisipasi politik masyarakat dalam pemilu bisa juga dipandang sebagai evaluasi dan
kontrol masyarakat terhadap suatu pemimpin atau pemerintahan yang ada.

2. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem politik dan pemilu.

Dari hasil penelitian menyebutkan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat tidak
memberikan suara pada Pemilu 2014 karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap calon
anggota legislatif, baik ketidak percayaan terhadap janji-janji kampanye, tidak tertarik dengan
visi dan misi yang ditawarkan, sampai adanya ketidakyakinan masyarakat tentang apakah ketika
ia memilih akan memberikan pengaruh atau perubahan bagi masyarakat. Ternyata selain
mengakibatkan masyarakat tidak memilih karena ketidakpercayaan pada partisipasi politik dan
calon, ketidakpercayaan masyarakat juga menjadi penyebab tingginya modus transaksasi atau
pemberian hadiah dari calon kepada pemilih.

3. Keterbatasan aksesibilitas dan keterjangkauan pemilu bagi masyarakat.

Keterbatasan ini biasanya kerap disebabkan oleh lokasi tempat pemungutan suara (TPS) yang
jauh dari tempat tinggal warga/masyarakat, kurangnya transportasi publik menuju TPS, dan juga
masih kurangnya fasilitas bagi para pemilih yang menyandang disabilitas.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan diatas, pemerintah dan lembaga terkait seharusnya dapat
melakukan berbagai upaya seperti; meningkatkan pendidikan politik dan informasi yang
memadai, memperbaiki sistem pemilu yang dapat terjamin integritasnya, meningkatkan
aksesibilitas dan keterjangkauan tempat pemilu bagi segala kalangan, serta memperkuat
pengawasan dan regulasi terhadap media sosial dan informasi yang tidak akurat. Selain itu,
partisipasi aktif dari masyarakat dalam pemilu juga dapat ditingkatkan melalui kampanye
sosialisasi dan partisipasi aktif dari partai politik dan calon pemimpin.

4. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI YANG


MEMENGARUHI PARTISIPASI PEMILIH

Era digital telah membawa perubahan signifikan dalam cara masyarakat berinteraksi dengan
pemerintahan dan politik. Perkembangan teknologi digital memungkinkan partisipasi politik
yang lebih inklusif dan memperkuat suara warga dari berbagai latar belakang. Warga negara
dapat dengan mudah berkomunikasi dan berbagi pandangan mengenai isu-isu politik melalui
platform media sosial. Selain itu, partisipasi politik melalui teknologi digital juga meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Warga dapat memantau tindakan pemimpin
politik dan memberikan umpan balik langsung melalui media sosial. Penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah dengan melakukan studi literatur dari berbagai sumber yang relevan dan kontemporer.
Artikel ini menekankan peran penting media sosial sebagai platform partisipasi politik di era
digital, namun juga mengimbau untuk menggunakan media sosial dengan bijaksana guna
menghindari polarisasi opini dan pembentukan "filter bubble". Partisipasi politik di era digital
memiliki dampak positif dan tantangan yang harus diatasi dengan bijaksana. Kesadaran literasi
digital dan kritis menjadi kunci untuk menjaga partisipasi politik yang inklusif dan sehat di era
digital yang terus berkembang.
BAB III

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Amanda, L., Yanuar, F., & Devianto, D. (2019). Uji Validitas dan Reliabilitas Tingkat Partisipasi
Politik Masyarakat Kota Padang. Jurnal Matematika UNAND, 8(1), 179.
https://doi.org/10.25077/jmu.8.1.179-188.2019

Astuti, D., & Suharto, D. G. (2021). Aksesibilitas Penyandang Disabilitas dalam Pemilu 2019 di
Kabupaten Sleman. Public Inspiration: Jurnal Administrasi Publik, 6(1), 29–41.
https://doi.org/10.22225/pi.6.1.2021.29-41

Dewi, L. Y., Sinaga, H. L. N., Pratiwi, N. A., & Widiyasono, N. (2022). Analisis Peran Komisi
Pemilihan Umum (KPU) dalam Partisipasi Politik Masyarakat di Pilkada serta
Meminimalisir Golput. Jurnal Ilmu Politik Dan Pemerintahan, 8(1), 36–47.
https://doi.org/10.37058/jipp.v8i1.4082

Liando, D. M. (2016). Pemilu dan Partisipasi Politik Masyarakat (Studi Pada Pemilihan Anggota
Legislatif Dan Pemilihan Presiden Dan Calon Wakil Presiden Di Kabupaten Minahasa
Tahun 2014). Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum, 3(2), 14–28.

Nurbaiti, L. (2019). Kesadaran politik dan partisipasi politik. 105.

Mirnawati. (2016). Pemilu, Demokrasi, dan Pemberdayaan Masyarakat. Kencana.

Hosen, N. (2007). Pemilu dan Demokrasi di Indonesia: Suatu Pengantar.


Yayasan Obor Indonesia.

https://risetpress.com/index.php/jimat/article/view/342

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11732

Anda mungkin juga menyukai