Anda di halaman 1dari 3

Golput Bukan Pilihan Anak Muda Pada Pemilu 2024

Jasri Fanny Humairah

Pasal 23 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyatakan setiap orang bebas untuk memilih
dan mempunyai keyakinan politiknya.

Pemilih muda atau pemilih milenial merupakan pemilih dengan rentang usianya antara 17-37 tahun
dengan pengaruh besar terhadap hasil pemilu yang nantinya berpengaruh kepada kemajuan bangsa.
Jika berkaca pada pemilu serentak 2019, data dari KPU jumlah pemilih muda sudah mencapai 70 juta -
80 juta jiwa dari 193 juta pemilih. Ini artinya 35%-40% pemilih muda dari seluruh warga negara
Indonesia. Tantangan yang kemudian menjadi negatif dalam pesta politik melalui pemilu ini adalah
banyaknya kemungkinan peluang pemilih muda menjadi penyumbang “golput” terbanyak dalam pemilu
2024.

Sikap golput bukanlah penyebab melainkan dampak dari tidak adanya demokrasi yang disertai dengan
komunikasi politik yang baik di publik oleh pemerintah, partai dan warga negara. Golput sebenarnya bisa
dikatakan adalah hak warga negara untuk tidak memilih satupun dari calon dikarenakan lunturnya
kepercayaan publik kepada para wakil rakyat. Asumsi bahwa pemilu hanya sekedar menjadi forum
meraih kekuasaan dan memperjuangkan kepentingan tertentu serta mengabaikan rakyat pasca pemilu.

Pemilih muda dalam konteks Pemilu, pada satu sisi antusiasme dan mengikuti jalannya pemilu mulai dari
kampanye hingga pemilihan namun ada juga yang apatis dan memilih tidak menyalurkan hak pilih nya.
Dorongan untuk tidak memilih dikarenakan informasi calon wakil rakyat yang reputasi nya buruk
terlebih di media sosial karena pemilih muda sebagian besarnya adalah pengguna media sosial. Tidak
mengerti pemilu, siapa yang mau di pilih dan visi misinya atau kecenderungan lebih kritis dan tak
mustahil pula apatis.

Kekecewaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah yang menilai bahwa pemerintah yang sudah
dipilih melalui pemilu tidak mengakomodir aspirasi-aspirasi mereka sehingga muncul perasaan kecewa
mendalam yang berujung pada ketidakpedulian. Generasi milenial yang antipati pada politik
beranggapan bahwa calon pemimpin yang diusung oleh partai politik hanya berdasar popularitas atau
ketenaran calon wakil rakyat dalam sosial media pribadi nya. Banyak juga money politics yang dengan
sejumlah uang dititipkan calon wakil kepada rakyat agar mau dipilih. Ongkos politik yang dilakukan calon
wakil rakyat dan partai menggiring kepada isu korupsi di kemudian hari untuk membayar biaya yang
dikeluarkan selama proses kampanye dan pemilihan sehingga asumsi pemilih muda dan masyarakat
bahwa proses penerimaan kader di internal partai tidak hanya berdasarkan berkas administrasi yang
sesuai dengan visi misi partai namun ada hal hal baik dibelakang yang menjadi pertanyaan besar hingga
saat ini. Sangat disayangkan jika partai politik seolah mengesampingkan proses dan lebih mementingkan
hasil. Padahal, pemimpin yang berkualitas adalah ia yang telah merasakan proses dari awal di bandng
dibentuk di dalam partai dengan mementingkan hasil kemenangan yang curang.
Preferensi pemilih muda dalam menentukan pilihan pada calon wakil rakyat baik itu Pilpres ataupun
Pilkada cenderung bergantung pada kapasitas serta isu yang dibawa kandidat, terutama isu
ketenagakerjaan, pendidikan, dan lingkungan sosial. Pemilih usia muda cenderung rasional dalam
memilih pemimpin karena fokus pada kapasitas dan kedekatan isu yang akan dibawa calon presiden
nantinya. Anak muda memperhatikan terkait 'masalah sosial' dan 'masalah politik' yang berdampak
langsung bagi kehidupan mereka.

Golput, atau tidak memberikan suara dalam pemilihan umum, dapat memiliki dampak negatif pada
partisipasi politik dan demokrasi. Anak muda adalah salah satu kelompok yang rentan terhadap golput.
Golput pada anak muda dapat mengurangi representasi suara mereka dalam proses demokrasi. Hal ini
dapat menimbulkan kepentingan dan aspirasi mereka tidak terwakili secara memadai dalam pembuatan
kebijakan. Selain itu, golput juga dapat mengurangi kepercayaan anak muda terhadap sistem politik dan
pemerintah.

Penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi politik anak muda. Ini dapat
dilakukan melalui pembentukan kelompok diskusi atau forum yang memungkinkan mereka berbagi
pandangan dan ide-ide mereka tentang isu-isu politik. Selain itu, melibatkan mereka dalam kegiatan
sosial dan politik lokal juga dapat membantu meningkatkan minat mereka dalam berpartisipasi.
Memastikan bahwa anak muda memiliki akses yang mudah dan nyaman untuk mendaftar sebagai
pemilih dan memberikan suara. Membuat proses pendaftaran dan pemungutan suara lebih mudah dan
terjangkau bagi mereka dapat membantu mengurangi hambatan yang mungkin mereka hadapi.

Pemilih muda harus lebih perduli terhadap rekam jejak para calon wakil rakyat yang dapat dilihat di situs
web infopemilu.kpu.go.id dan ada banyak media dengan sumber terpercaya yang membahas data
lengkap tentang riwayat hidup dan data diri tentang para kandidat atau calon wakil rakyat. Mengenali
calon engan melihat dan mempelajari rekam jejak dari setiap calon yang akan dipilih di media
terpercaya juga mengawal proses rekapitulasi penghitungan suara yang dapat diilihat melalui aplikasi
SITUNG.

Pemilih muda diharapkan tidak hanya hadir memberikan suaranya pada pemilu, melainkan jugaikut aktif
melakukan pengawasan penyelenggaraan Pemilu karena berperan besar sebagai pengawas partisipatif
yang memastikan suaranya tidak dimanipulasi. Hal yang harus dilakukan adalah menjalankan pemilu
dengan langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil, salah satu yang bisa dilakukan pemuda memberikan
sosialisasi kepada masyarakat akan calon-calon yang akan menjadi pemimpin bagi mereka. Pendidikan
politik menjadi penting agar masyarakat yang memilih bukan karna sogokan yang diberikan partai atau
calon wakil rakyat melainkan karena hati nurani dan visi misi calon wakil rakyat tersebut. Edukasi politik
dilakukan dengan harapan dapat menurunkan angka Golput. Pemerintah, partai, masyarakat terutama
anak muda harus dapat mengedukasi masyarakat lain melalui melalui komunikasi politik sebagai
pengenalan awa calon atau kandidat wakil rakyat beserta visi misinyal kepada pemilih lain terutama
pemilih muda agar mereka dapat mengimplementasikan hak suara mereka dalam partisipasi politik
pesta demokrasi di Indonesia tahun 2024.
Sudah sepatutnya kita turut serta dalam menentukan wakil rakyat atau pemimpin baik di daerah dan
pusat dikarenakan visi misi dan program yang mereka lakukan berkaitan dengan seluruh hal dan
kewajiban sebagai warga negara. Misal program meningkatkan kesejahteraan sosial melalui bantuan
sosial seperti PKH, BLT, meratanya pendidikan dengan setidak-tidaknya di satu desa memiliki sekolah
dengan jenjang SD sampai SMA, sampai pembangunan jalan dan infrastruktur di daerah sesuai
kebutuhan masyarakat. Pemilih cerdas adalah pemilih yang paham terkait teknis pelaksanaan pemilih,
kenal dengan siapa yang dipilih dan mengawasi jalannya pemilu serta lebih mengedepankan akal dalam
menentukan pilihannya. Dalam pendidikan pemilih tersebut juga memberi pemahaman dan
keterampilan teknis pencoblosan yang sah agar kehadiran pemilih muda ke TPS sesuai dengan apa yang
menjadi teknis pemilihan. Para pemilih juga diharapkan tidak mudah terprovokasi hoax atau berita
bohong dan meneliti dulu sumber informasi yang didapatkan.

Kita yang menentukan siapa wakil rakyat kita. Kita yang menentukan nasib daerah dan bangsa
kedepannya. Memilih saja belum tentu akan menjalankan pekerjaan dan tugasnya sesuai dengan apa
yang dijanjikan, bagaimana lebih parahnya jika kita tidak memilih? Apa yang mau diharapkan dari wakil
yang sebenarnya pun tidak berdasarkan pilihan kita. Demokrasi adalah kebebasan memilih pemimpin
yang tidak idealnya lebih sedikit agar pemimpin yang tidak idealnya lebih banyak tidak berkuasa!

Golput bukan pilihan anak muda pada pemilu 2024. Pesta demokrasi melalui pemilu harus
memunculkan kesadaran akan hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia.
Partisipasi warga negara dengan datang ke tempat pemungutan suara dan memilih calonnya, juga
mengawasi jalannya pemilu itu sendiri dari awal hingga akhir. Pentingnya keterbukaan informasi untuk
seluruh lapisan masyarakat, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya
dengan alasan ketidaktahuan infromasi pemilu tersebut atu kesulitan administratif. Pemerintah, partai
politik dan generasi muda harus menjadi agen perubahan dengan mengambil langkah nyata dalam
memberikan pendidikan dan pengetauan masyarakat melalui sosialisasi dan pengabdian kepada
masyarakat. Karena meningkatkan kesadaran serta mengupayakan sebuah perubahan di dalam
masyarakat adalah tanggung jawab bersama, tidak hanya parpol atau pun pemerintah saja.

Anda mungkin juga menyukai