Anda di halaman 1dari 5

PARTSIPASI KAUM MILLENIAL DALAM MENANGKAL HOAX DALAM PEMILU

SERENTAK 2024

Milenial merupakan generasi yang berevolusi melalui media yang terjadi pada tahun
1981-2000. Generasi milenial dikenal sebagai generasi Y adalah generasi penerus dari
generasi sebelumnya yaitu generasi X. Istilah milenial yang sering disingkat dengan
gen Y mulai terekenal pada tahun 1990 oleh dua orang sejarawan Amerika, William
Strauss dan Neil Howe, dalam beberapa publikasi. (Yusrin Ahmad Tosepu, Media Baru
Dalam Komunikasi Politk,2018)
Milenial adalah generasi muda dari usia 13-35 tahun. Menurut Undang-Undang No 7
tahun 2017 bahwa Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah
genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah
kawin mempunyai hak memilih. Maka penulis hanya menggunakan umur partisipasi
milenial 17 sampai 35 tahun.
Penulis menilai pemilih millennial disebut unik, sebab perilaku pemilih pemula dengan
antusiasme tinggi, relatif lebih rasional, haus akan perubahan dan tipis akan kadar
polusi pragmatisme. Kesadaran politik menjadi faktor determinan dalam partisipasi
pemilu atau sebagai hal yang berhubungan pengetahuan dan kesadaran akan hak dan
kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan menjadi ukuran dan kadar seseorang
terlibat dalam proses partisipasi pemilu. Namun yang membedakan pemilih pemula dan
kelompok lainnya adalah soal pengalaman politik dalam menghadapi pemilu sehingga
apa yang dijadikan sandaran ketika menentukan pilihan cenderung gamang, tidak stabil
atau mudah berubah-ubah sesuai dengan informasi atau preferensi yang
melingkarinya.

Pemilih pemula memiliki antusiasme yang tinggi sementara keputusan pilihan yang
belum bulat, sebenarnya menempatkan pemilih pemula sebagai swing vooters yang
sesungguhnya. Pilihan politik mereka belum dipengaruhi motivasi ideologis tertentu dan
lebih didorong oleh konteks dinamika lingkungan politik lokal. Pemilih pemula mudah
dipengaruhi kepentingan-kepentingan tertentu, terutama oleh orang terdekat seperti
anggota keluarga, mulai dari orang tua hingga kerabat dan teman. Selain itu, media
massa juga lkut berpengaruh terhadap pilihan pemilih pemula. Hal ini dapat berupa
berita di televisi, spanduk, brosur, poster, dan lain-lain. Pemilih pemula khususnya
remaja (berusia 17 tahun) mempunyai nilai kebudayaan yang santai, bebas, dan
cenderung pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua
hal yang kurang menyenangkan akan dihindari. Disamping mencari kesenangan,
kelompok sebaya adalah paling penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga
bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan.

Sejumlah survei menunjukkan generasi milenial dan generasi Z diprediksi menjadi


kelompok pemilih dengan proporsi terbesar di Pemilu 2024. Pemilih muda atau pemilih
milenial merupakan pemilih dengan rentang usianya antara 17-37 tahun. Pada Pemilu
Serentak 2024 diprediksi jumlah pemilih muda akan mengalami peningkatan. Jika
berkaca pada Pemilu Serentak 2019, data dari situs web KPU RI jumlah pemilih muda
sudah mencapai 70-80 juta jiwa dari 193 juta pemilih. Ini artinya 35 persen sampai 40
persen pemilih muda sudah mempunyai kekuatan dan memiliki pengaruh besar
terhadap partisipasi pemilu nanti.

Laporan We Are Social menunjukkan, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia
sebanyak 167 juta orang pada Januari 2023. Jumlah tersebut setara dengan 60,4% dari
populasi di dalam negeri. Jumlah pengguna aktif media sosial pada Januari 2023
mengalami penurunan 12,57% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak
191 juta jiwa. Penurunan itu pun menjadi yang pertama kali terjadi dalam satu dekade
terakhir.
Waktu yang dihabiskan bermain media sosial di Indonesia mencapai 3 jam 18 menit
setiap harinya. Durasi tersebut menjadi yang tertinggi kesepuluh di dunia. Lebih lanjut,
jumlah pengguna internet di Indonesia tercatat sebanyak 212,9 juta pada Januari 2023.
Berbeda dengan media sosial, jumlah pengguna internet pada awal tahun ini masih
lebih tinggi 3,85% dibanding pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dari jumlah
tersebut, 98,3% pengguna internet di Indonesia menggunakan telepon genggam. Selain
itu, rata-rata orang Indonesia menggunakan internet selama 7 jam 42 menit setiap
harinya,di tahun 2023 dipastikan penggunaan internet di Indonesia mencapai 212 juta
orang.Kaum millennial merupakan responden yang banyak dalam berselancar di dunia
internet atau pengguna media sosial.
Millennial antara partisipasi vs hoaks dalam hajat pemilu 2024
Bagaimana seharusnya millenials berpartisipasi dalam politik? Dalam era demokrasi
politik adalah segala hal yang menyangkut negara dan masyarakat selalu identik
dengan politik. Politik demokrasi dan pemilu harus menjadikan dalam menentukan
pemimpin untuk negara. Politik sebagai partisipasi aktif kita dalam menentukan arah
bangsa. Kampanye mengatasnamakan generasi milenial, memperjuangkan serta
memberikan ruang untuk generasi ini tampil sebagai aktor perubahan bangsa lebih
terlihat hanya sebatas untuk meraup suara dari generasi yang jumlahnya 35% di
Indonesia.
Pemilihan umum adalah suatu proses implementasi dari demokrasi dimana setiap
warga negara mempunyai hak yang dalam menentukan calon pemimpin bagi mereka
(Nasir, 2020), dimana terdapat kebebasan, keadilan dan kesetaraan pada setiap orang
dalam bidang apapun. 
Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 pasal 1 tentang Pemilihan Umum, pemilu
merupakan fasilitas masyarakat yang berdaulat dalam melakukan pemilihan DPR, DPD,
DPRD, dan presiden beserta wakilnya. Dalam pelaksanaan pemilu dilaksanakan
dengan asas luber jurdil "langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil" dan didasarkan
pada Pancasila serta UUD RI tahun 1945.
Pelaksanaan pemilu sebagai bentuk demokrasi yang ada di dalam suatu negara.
Generasi milenial berperan untuk  mempengaruhi kebijakan dan hasil pemerintah
melalui partisipasinya dalam pemilu sebagai bentuk implementasi di negara Indonesia
dalam sistem demokrasi. Salah satu bentuk berpartisipasi tersebut yakni, memilih figur
pemimpin yang mampu membawa perubahan, merakyat, dan bebas dari korupsi. Dan
yang tidak kalah penting bagi generasi Z melihat track record dan prestasi dari masing-
masing kandidat.
Waktu yang terbilang masih cukup lama, tetapi segala tahapan dan gerakan – gerakan
politik mulai diperlihatkan di public dan beberapa nama calon kandidat sudah ada.
Pemilu 2024 nantinya akan menjadi pesta demokrasi terbesar di indonesia, yaitu
melibatkan jumlah pemilih terbanyak.
Dari data tersebut menunjukkan, bahwa sikap politik generasi Z sudah seharusnya lebih
intens dan tidak apatis dalam menilai politik. Sebagai suara penentu suatu keniscayaan
bagi generasi Z untuk proaktif dalam mengevaluasi kondisi demokrasi politik yang akan
menjadi sorotan publik. 
Agar pemilu yang di laksanakan benar-benar membawa perubahan dan berdampak
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Gen Z dengan
kesadaran kolektif memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam menentukan
pilihan politik yang tepat tanpa di pengaruhi oleh propaganda dan retorika politik demi
kepentingan pribadi.

partisipasi pemilih pemula adalah partisipasi pemilih yang banyak menjadi perhatian
publik. Perhatian ini bisa saja menjadi tajam bila berkaca pada sikap apatis yang
ditunjukkan mayoritas anak muda, terutama sejak meluasnya penggunaan media
sosial. Hal ini tentu memiliki alasan yaitu secara kasat mata masyarakat melihat para
kaum muda lebih asik dengan permainan dunia maya dibandingkan dunia nyata.
Apa Sebab Pemilih Pemula (millennial ) Apatis?
Pemilih pemula berada pada fase peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa.
Pada fase ini mereka banyak bertanya dan berpikir keras untuk mendapatkan jawaban
atas kepenasarannya. Banyak dari yang mereka lebih memilih internet atau media
sosial sebagai sarana mendapatkan jawaban. Maka itu kita perlu memberikan bantuan
penjelasan hal baik dan tidak baik.
Pembiaran ketidaktahuan generasi muda dapat membuat mereka gamang, atau yang
terburuk bisa saja terjerumus pada informasi bohong atau hoaks, kampanye hitam yang
bertebaran di media sosial. Mengingat pribadi anak adalah peniru tingkah laku orang-
orang disekitarnya, perilaku apatis juga dapat diasumsikan merupakan cerminan
lingkungannya, baik itu di rumah, sekolah, ataupun masyarakat sekitarnya. Minimnya
figur yang dapat dicontoh sebagai idola membuat mereka tidak percaya pada orang-
orang disekitarnya sehingga memilih tidak peduli.
Faktor Meningkatkan Partisipasi Pemilih Pemula (millennial )
Ada tiga faktor yang berperan sangat dominan dalam peningkatan partisipasi pemilih
pemula, di antaranya orang tua, guru dan tokoh masyarakat. Peran guru di antaranya
memberikan pembelajaran kewarganegaraan, hak dan kewajiban warga negara, sistem
pemerintahan demokrasi, musyawarah untuk mufakat, kepatuhan terhadap Undang-
Undang, dan lain sebagainya. Yang fokus pada penanaman pemahaman sebagai
warga negara. Guru juga dapat memberikan contoh langsung proses pemilu melalui
kegiatan pemilihan ketua kelas dan ketua OSIS.
Berikutnya peran orang tua yang tidak bisa dianggap kecil, terlebih mayoritas waktu
anak adalah bersama orang tua di rumah. Orang tua berperan dalam penanaman
karakter anak seperti berperilaku jujur, adil, saling hormat menghormati, gotong royong,
musyawarah, dan lain sebagainya. Sadarilah orang tua adalah guru dan model utama
yang segala perilakunya dicontoh oleh anak, maka tampilkan peran terbaik saat berada
bersama anak-anak kita. Kurangi sikap mendikte pilihan anak, berikan kesempatan
anak untuk memaparkan kebenaran versinya dan kemudian orang tua meluruskan
bagian-bagian yang dianggap tidak tepat. Biasakan melakukan komunikasi untuk
mentransfer informasi dan menyerap apa yang mereka fikirkan. Dengan segala
pengalamannya orang tua dapat menciptakan suasana kondusif sehingga anak merasa
nyaman dan percaya akan bimbingan orang tuanya dan tidak mudah terbawa arus
berita hoaks diluaran.
Dan faktor ketiga adalah orang-orang dilingkungan anak. Kenapa lingkungan sangat
berpengaruh? Karena lingkungan memberikan penajaman dan pengalaman atas
semua pemahaman yang telah dimiliki anak di rumah dan di sekolah. Ibarat sebuah
pisau, lingkungan akan terus mengasah karakter anak menjadi mirip dengan yang ada
disekitarnya. Untuk itu anak memerlukan lingkungan yang baik, menerima dan
merangkulnya pada hal-hal positif dan tidak mengungkungnya dalam stigma ''anak kecil
tidak tau apa-apa''.
Hoaks dalam pemilu 2024

Seperti yang diketahui dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak di Indonesia
mengalami situasi yang sangat memprihatinkan , isu SARA yang dikembangkan dan
disebarkan melalui hoaks telah menjadi masalah nasional karena berpotensi
mengakibatkan perpecahan di masyarakat, instabilitas politik dan gangguan keamanan
sehingga menghambat pembangunan nasional. Berdasarkan data-data yang didapat
dari studi pustaka dapat dilihat bahwa penyebaran hoaks di media sosial online memiliki
latar belakang yaitu adanya kepentingan politik yang diselubungi dengan bungkus
agama, walaupun sasaran tembaknya adalah kekuasaan. Oleh karena itu isu SARA
dihembuskan dengan cara terorganisir sehingga tujuan penyebaran hoaks untuk
mempengaruhi opini masyarakat dapat sukses terlaksana.

Akibat hoaks yang sangat mengkuatirkan adalah munculnya rasa sentimen dan rasial
terhadap WNI keturunan Tionghoa dan juga WNI dengan agama non muslim. Berbagai
informasi palsu atau hoaks disebarkan terus-menerus untuk membangun rasa sentimen
masyarakat. Penulis mengibaratkan hoaks sebagai sebuah racun informasi yang
efeknya lebih berbahaya daripada racun pada makanan atau minuman. Karena racun
pada makanan atau minuman dapat segera diobati karena orang yang keracunan sadar
bahwa dirinya terkena racun, sedangkan orang yang keracunan informasi tidak akan
pernah tahu bahwa dirinya terkena racun, hanya orang-orang disekitarnya yang
mungkin tahu tetapi mereka tidak akan dapat berbuat banyak untuk menolong orang
yang sudah terkena racun informasi tersebut

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir 565.449 konten hoaks


dan berita di media sosial dan internet sepanjang tahun 2021 lalu. Tidak hanya itu,
pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 lalu, Kominfo juga menemukan sebanyak 3.356
hoaks yang tersebar pada Agustus 2018 hingga 30 September 2019 lalu. Hoaks
terbanyak yaitu mengenai isu politik sebanyak 916 konten hoaks, yang bertepatan
dengan momentum Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan legistlatif (Pileg). Badan
Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menyebut potensi penyebaran konten hoaks
mengalami peningkatan. Hal ini berkaitan dengan tembusnya angka pemilih pemuda
sekitar 60 persen pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang dari laman
kompas.com (31/10/2022)

Terlebih pada 2022,dari kanal website situs Polri terkait dengan pengaduan
masyarakat,polri menerima 113 laporan terkait kasus tersebut, Jumlah tersebut hampir
empat kali lipat lebih banyak ketimbang laporan di 2021 yaitu 33 kasus.tren ini,
menunjukkan terjadi peningkatan jumlah penindakan, pelapor, dan terlapor sejak 2021
sampai 2022. Ini menunjukkan jumlah penindakan terhadap berita hoaks menjelang
pelaksanaan Pemilu 2024.

Jadi, seorang milenials yang cerdas harus bisa menentukan pilihannya secara rasional.
Harus aktif dalam berbagai proses politik mulai aktif partisipasi dalam pemilu, partisipasi
politik yang berkualitas diimbangi dengan pandangan politik yang terbuka sehingga
tidak mudah terjebak pada konflik yang memecah belah
Dengan aktivitas generasi milenial yang dominan dalam menggunakan teknologi juga
sangat memudahkan siapa saja memberikan input pada generasi ini melalui media
sosial. Dilihat dari minat generasi ini tentu sudah terlihat siapa saja yang ingin
mendapatkan manfaat dari besarnya jumlah generasi milenial termasuk dalam
kepentingan politik mereka masing masing. Potensi milenial yang signifikan tentu tidak
serta merta dengan mudah didapat, perlu pendekatan yang aktif, kreatif dan tentunya
sesuai dengan dunia mereka yang update dengan teknologi.
Sebagai generasi milenial tentu harus tahu dalam teknologi dan media maka partisipasi
politik yang ada harus diimbangi dengan perbanyak referensi yang ada dalam
menentukan pilihan. Jangan terjebak hoaks di era milenial dalam penggunaan medsos.
Jangan sampai terjebak pada isu/berita palsu tanpa nyatanya.

Partisipasi kaum millennial tidak bisa dikesampingkan khususnya dalam hajatan bangsa
kita khususnya dalam menentukan arah bangsa dalam ikut berpartisipasi dalam
menggunakan hak pilihnya (no golput) dan upaya penangkalan dalam hoaks terkait
pemilu 2024 mendatang, hal ini perlu di dukung penuh oleh penyelenggaran pemilu
(KPU dan Bawaslu) serta stakeholder lain terkait edukasi yang massif dan
komprehensif khususnya dalam literasi digital.Demi suksesnya pesta demokrasi di
pemilu 2024.

Anda mungkin juga menyukai