Anda di halaman 1dari 5

Persona Politik Pemilih Muda

Jumlah pemilih muda pada Pemilu 2024 paling besar dalam sejarah pemilu Indonesia dan
menentukan arah politik nasional.

Oleh Whinda Yustisia Dosen Psikologi Politik UI, Kandidat Doktor Loyola Universitas Chicago,
Penerima Beasiswa Fulbright-Dikti

Kompas, 9 November 2023 05:01 WIB

KOMPAS/HERYUNANTO

Ilustrasi

Data Komisi Pemilihan Umum menunjukkan bahwa pemilih muda mendominasi daftar pemilih tetap
pada Pemilu 2024.

Sebanyak 33,6 persen pemilih adalah generasi milenial (kelahiran tahun 1980 hingga 1994), dan
22,85 persen adalah pemilih dari generasi Z (kelahiran tahun 1995 hingga 2000-an). Jumlah ini
merupakan representasi pemilih muda paling besar dalam sejarah pemilu di Indonesia. Keberadaan
pemilih muda ini menjadi kunci yang dapat menentukan arah politik nasional.

Dalam upaya untuk lebih memahami perilaku politik mereka, kita dapat mengidentifikasi beberapa
ciri khas dari persona politik pemilih muda.

Nilai-nilai sosial

Berdasarkan hasil survei Universitas Multimedia Nusantara (UMN, 2023), diketahui bahwa generasi
muda saat ini cenderung menganut nilai-nilai universal dan kebajikan.

Menurut Schwartz (2012), seorang psikolog sosial ternama, mereka yang menganut nilai-nilai ini
peduli pada kepentingan bersama dan toleran.

Uniknya, riset menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia saat ini juga menganut nilai sosial lain,
yaitu pentingnya berprestasi. Artinya, selain peduli pada kepentingan bersama (other interest),
generasi muda Indonesia juga peduli kepentingan pribadi (self-interest).
Sekilas hal ini kontradiktif, tetapi sebenarnya tidak. Tampaknya, kepedulian pada kepentingan
bersama telah menjelma menjadi salah satu indikator prestasi masa kini. Hal ini terlihat dari
meningkatnya minat kesukarelawanan di kelompok usia muda, misalnya dengan menjadi
sukarelawan dalam berbagai kegiatan bakti sosial, dan aksi penggalangan dana melalui portal donasi.
Kegiatan-kegiatan kesukarelawanan ini menjadi salah satu prestasi sosial yang mereka harapkan
untuk dicapai.

Keberadaan pemilih muda ini menjadi kunci yang dapat menentukan arah politik nasional.

Implikasi nyata dari nilai-nilai ini adalah kecenderungan generasi muda untuk memilih pemimpin
yang dapat memberikan arah kebijakan seimbang bagi kepentingan orang banyak sekaligus
kepentingan pribadi mereka.

Dalam bahasa zaman sekarang, generasi muda tertarik pada pemimpin yang memperhatikan
kesejahteraan masyarakat sekaligus terkait dengan kegelisahan mereka, seperti isu lapangan kerja
dan kesehatan mental.

Pengguna internet aktif

Hasil survei terbaru menunjukkan bahwa generasi muda saat ini adalah pengguna internet aktif
(UMN, 2023; IDN Times, 2022). Mereka dapat berselancar di internet hingga lebih dari delapan jam
setiap hari.

Berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi muda lebih piawai dalam menggunakan internet,
misalnya soal kemampuan mengidentifikasi kredibilitas informasi. Persona ini menciptakan keyakinan
umum bahwa generasi muda saat ini melek dan cerdas politik.

Namun, kenyataannya, konten utama yang mereka akses adalah konten hiburan dan edukasi, seperti
film, musik, komedi, olahraga, dan gaya hidup. Konten politik berada di urutan ke-20 dari 30 jenis
konten yang menarik perhatian generasi muda, khususnya generasi Z.

Rendahnya ketertarikan pada isu politik tumbuh karena berbagai faktor. Misalnya, semakin banyak
generasi muda yang apatis terhadap politik karena, pertama, penyebaran kasus korupsi. Itulah
sebabnya, riset menunjukkan bahwa korupsi menjadi salah satu isu utama yang dianggap penting
oleh generasi muda (CSIS, 2022).
Kedua, hal ini terjadi karena tekanan ekonomi. Kondisi ekonomi yang memburuk akibat resesi global
membentuk generasi muda yang mementingkan kerja keras individu (human agency) untuk
kehidupan layak (Franceschelli dan Keating, 2018). Generasi muda memiliki standar sendiri tentang
hidup layak, yang secara umum dilihat dari kepemilikan materi dan pengaruh sosial.

Tuntutan memenuhi kebutuhan hidup inilah yang kemudian menjadikan isu politik adalah urusan ke
sekian.

Hal ini sekaligus menjelaskan mengapa kelompok usia ini lebih banyak menggunakan internet untuk
hiburan. Internet adalah salah satu mekanisme mengurai stres akibat beban hidup sehari-hari yang
mudah dan murah.

Lantas apa dampak persona minat politik yang rendah terhadap perilaku politik generasi muda?
Dampak paling nyata adalah terciptanya kemalasan kognitif dalam memahami peristiwa politik. Riset-
riset psikologi menunjukkan bahwa pengolahan informasi politik secara sistematis adalah hal yang
tak mudah.

Seseorang perlu memiliki kemampuan dan kesempatan (waktu) untuk melakukannya. Mereka yang
minat politik saja belum tentu dapat memiliki kedua hal ini, apalagi mereka yang minat politiknya
rendah. Seseorang bisa saja memiliki kemampuan kognitif yang baik memahami informasi yang
beredar, tetapi tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengolahnya dengan baik.

Sebaliknya, bisa saja seseorang punya banyak kesempatan untuk mengolah informasi politik, tetapi
tidak memiliki kemampuan yang mumpuni untuk memahaminya dengan baik (kritis).

Saat kemampuan dan kesempatan absen, gaya pengolahan informasi secara dangkal akan
mendominasi. Gaya pengolahan informasi semacam ini efisien, tetapi sering kali menyesatkan.

Riset-riset psikologi menunjukkan bahwa pengolahan informasi politik secara sistematis adalah hal
yang tak mudah.

Sikap labil
Dampak lain dari aktifnya penggunaan internet adalah sikap politik generasi muda yang mudah
berubah, tergantung informasi yang apa yang ramai diperbincangkan.

Sempat mengidolakan Ganjar Pranowo sebagai capres pada tahun 2022, pada tahun ini Prabowo
Subianto muncul sebagai capres favorit.

Selain karena pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres yang dianggap
merepresentasikan generasi muda, pergeseran ini juga terjadi karena meningkatnya sentimen positif
terhadap Prabowo. Dari yang awalnya dianggap sosok tegas dan tak ”terkait” dengan generasi muda,
saat ini Prabowo dipersepsikan sebagai figur menyenangkan.

Prabowo dipersepsikan sebagai pemimpin gemoy (kata pelesetan dari gemas) sehingga generasi
muda dapat merasakan sentuhan-sentuhan psikologis yang sulit untuk dijelaskan oleh logika.

Karakteristik ideal pemimpin ideal pun berubah. Pada tahun 2019, sebagian besar generasi muda
masih menganggap pemimpin ideal adalah pemimpin merakyat, tahun 2022 bergeser menjadi
pemimpin yang memiliki jiwa anti-korupsi. Jika melihat garis waktunya, perubahan sikap dan
preferensi politik ini jelas mengikuti tren informasi yang beredar di media sosial.

Membangkitkan kesadaran politik

Dampak nyata dari sikap politik yang mudah berubah ini adalah rentannya generasi muda terhadap
pengaruh populisme atau kampanye dangkal yang hanya berfokus pada gaya dan kepribadian calon,
daripada substansi kebijakan. Pada gilirannya, suara pemilih muda akan mudah dimanfaatkan oleh
politikus yang hanya mencari dukungan sementara untuk kepentingan politik mereka (mendapatkan
kekuasaan).

Sebagai kelompok usia mayoritas, pemilih muda memiliki potensi besar untuk memengaruhi hasil
pemilihan umum. Jika mereka bersatu dan memilih dengan cerdas, mereka dapat menjadi kekuatan
yang berperan signifikan dalam menentukan arah masa depan politik Indonesia.

Persona politik terkait nilai-nilai hidup dapat mendorong para pemimpin untuk memerhatikan
aspirasi baru yang belum disentuh pemimpin sebelumnya.
Meski demikian, beberapa persona politik lain sekaligus bisa menjadi titik lemah bagi kehidupan
politik Indonesia saat ini dan masa yang akan datang. Karena itu, perlu ada pendekatan yang cermat
untuk menyadarkan generasi muda agar mereka menjadi pemilih yang lebih kritis dan sadar akan
pentingnya politik bagi kehidupan mereka.

Jika tidak, politikus-politikus oportunistis akan memanfaatkan suara mereka untuk kepentingan
pribadi dan kelompok mereka secara tak bertanggung jawab.

Baca juga : Antusiasme dan Kehati-hatian Pemilih Pemula Tentukan Jagoan

ARSIP PSIKOLOGI.UI.AC.ID

Whinda Yustisia

Editor: SRI HARTATI SAMHADI, YOHANES KRISNAWAN

Anda mungkin juga menyukai