Anda di halaman 1dari 3

Khawatir Bank Tanah Terlalu Perkasa

Vindry Florentin

Koran Tempo, Kamis, 2 Februari 2023

Bank Tanah dinilai memiliki kewenangan yang terlampau besar. Posisinya pun tak jelas karena
berorientasi mencetak keuntungan.

Lahan kosong di kawasan Kuningan, Jakarta, 2019. Dok Tempo/Muhammad Hidayat. tempo :
167529802990

Lihat Ringkasan Berita Ini

JAKARTA — Kehadiran Bank Tanah yang sudah lama diupayakan pemerintah membuat sejumlah


pihak khawatir. Mereka menilai badan ini terlalu kuat. Direktur Eksekutif Sajogyo Institute, Maksum
Syam, menyatakan kuatnya kewenangan Bank Tanah itu terlihat pada Pasal 125 Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang
menyebutkan badan ini bisa mengatur perencanaan, konsolidasi lahan, hingga distribusi tanah.
Mereka juga bisa mengelola sendiri tanah tersebut.

"Maka wajar jika kita curiga bahwa Bank Tanah akan menjadi lembaga yang memonopoli penguasaan
tanah," ujarnya kepada Tempo. Maksum menjelaskan, saat konsentrasi penguasaan tanah justru
secara resmi dilakukan negara lewat badan tersebut, maka sulit menjamin konsolidasi dan distribusi
lahan tidak melanggar hak masyarakat. Khususnya, hak milik kelompok rentan, seperti masyarakat
adat dan masyarakat perdesaan. 

Maksum juga menyoroti wewenang badan tersebut dari sisi keuangan. Sumber anggaran Bank Tanah,
menurut Pasal 128 Perpu Cipta Kerja, bisa berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
pendapatan sendiri, penyertaan modal, serta sumber lain yang sah. Pengaturan ini, menurut dia,
membuat posisi badan menjadi tidak jelas, antara lembaga publik atau privat yang bisa menjalankan
usaha layaknya perseroan terbatas.

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, menyatakan posisi Bank
Tanah yang semu berpotensi menghambat progres reforma agraria, yang juga menjadi fokus lembaga
tersebut. Dia sangsi para pejabat di sana akan memprioritaskan pengadaan lahan untuk diredistribusi
kepada masyarakat dibanding memenuhi kebutuhan lahan untuk investasi yang bakal membawa
profit. 

Lahan kosong yang dijadikan tempat pembuangan sampah di kawasan Tebet Timur, Jakarta, 9
Agustus 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Selain itu, orientasi keuntungan ini berpotensi membuat Bank Tanah menjadi spekulan tanah. Dewi
mengatakan praktik pencadangan tanah sudah lazim dilakukan investor, terutama di kawasan
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Mereka biasanya mengumpulkan tanah,
membiarkannya, lalu melepasnya saat harga naik. "Hati-hati, Bank Tanah ini bisa jadi praktik spekulan
tanah yang dilegitimasi oleh negara."

KPA juga memiliki kekhawatiran soal kekuatan Bank Tanah karena kewenangannya yang meluas dari
hulu ke hilir urusan pertanahan. Dalam Pasal 129 Perpu Cipta Kerja, diatur bahwa badan tersebut
bisa memberikan hak pengelolaan di atas tanah yang mereka kelola. Hak tersebut bisa menjadi hak
guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. Kewenangan itu berpotensi tumpang-tindih dengan
fungsi Kementerian Agraria dan Tata Ruang. "Ini bisa jadi ada abuse of power karena kewenangannya
sangat luas," katanya. 

Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Himawan Arief Sugoto, menyatakan Bank
Tanah dibentuk untuk mengumpulkan lahan-lahan telantar milik negara. Aset itu bakal disimpan
sampai nanti ada yang memanfaatkannya dengan satu tujuan: membuat tanah tersebut kembali
produktif.
Arief menuturkan konsepnya serupa seperti bank tanah milik swasta. "Negara sampai sekarang tidak
punya land bank, padahal negara punya banyak kepentingan," ujarnya menjelaskan latar belakang
pembentukan badan tersebut. Dia yakin kinerja badan ini tak akan bertubrukan dengan Kementerian
Agraria. Sebab, Menteri Agraria juga duduk dalam kelembagaan badan sebagai Ketua Komite. Dia
juga memastikan bagian untuk reforma agraria tetap tersedia. 

Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian Agraria, Andi Tenrisau, juga memastikan tak ada
masalah soal pembagian peran kementerian dan Bank Tanah, terutama perihal reforma agraria.
"Dilihat dari potensi tanah, ketersediaan tanah, Menteri Agraria-lah yang mengatur kepada siapa
diberikan," ujarnya. Dia menyatakan Menteri bakal mengambil keputusan yang memiliki manfaat
terbesar untuk negara dan rakyat.

VINDRY FLORENTIN | JIHAN RISTIYANTI

https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/480023/peran-bank-tanah-dianggap-terlalu-besar

Anda mungkin juga menyukai