Anda di halaman 1dari 12

BAB I

I. Latar belakang
BAB II

PEMBAHASAN

1. Perusahaan Umum Pengadaian

Perum Pegadaian sangat diperlukan dalam menyediakan modal untuk mendorong


pertumbuhan bagi usaha kecil. Kegiatan utama dari Perum Pegadaian adalah menyalurkan
pinjaman dengan jaminan kepada masyarakat terutama masyarakat golongan menengah ke
bawah serta pengusaha golongan ekonomi lemah kategori kelas kecil dengan berdasarkan
Hukum Gadai, yang bertujuan untuk menghilangkan praktek ijon, pegadaian gelap dan pinjaman
dengan persyaratan yang kurang wajar. Perum Pegadaian merupakan sarana yang tepat dalam
pelayanan masyarakat khususnya dalam rangka meningkatkan krisis moneter dewasa ini. Selain
itu sistem dan mekanisme Perum Pegadaian sangat dikenal oleh golongan menengah kebawah
dan pelaku usaha kecil. Golongan ekonomi lemah yang meliputi usaha berskala. Kecil di
pedesaan maupun perkotaan ternyata mampu menciptakan kesempatan berusaha baik untuk
dirinya maupun lapangan kerja untuk orang lain.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan golongan ekonomi lemah tersebut, program


kredit untuk usaha kecil diantaranya melalui program KUK (Kredit Usaha Kecil). Program
kredit itu bertujuan untuk mengembangkan usaha dan melindungi golongan ekonomi lemah
dari lintah darat dengan suku bunga pinjaman yang tidak wajar. Untuk meningkatkan peranan
pengusaha-pengusaha golongan ekonomi lemah, dalam hal ini tidak saja penting dilihat dari
aspek kehidupan sehari-hari, tetapi ditinjau dari aspek sosial ekonomi, pada umumnya pengusaha
golongan ekonomi lemah adalah padat karya atau dapat menyerap tenaga kerja, dimana sebagian
besar masyarakat kita hidup di sektor pertanian, perikanan, pedagang kecil dan lain-lain dalam
kehidupan dan perekonomian yang masih lemah. Perum Pegadaian sangat dibutuhkan oleh para
pengusaha kecil dan golongan ekonomi lemah dalam menyerap fasilitas perkreditan perbankan
yang diberikan pemerintah, Perum Pegadaian mempunyai pendekatan yang lebih sesuai karena
Perum Pegadaian bersedia menerima berbagai bentuk jaminan yang tidak mungkin diterima oleh
lembaga perbankan. Dengan adanya kemudahan yang diberikan dalam pelayanan oleh Perum
Pegadaian, manfaatnya oleh masyarakat golongan ekonomi lemah sangat dirasakan. Dalam hal
ini diharapkan dapat mendorong tercapainya asas pemerataan pendapatan dan kesempatan
berusaha untuk meningkatkan peranan pengusaha golongan ekonomi lemah dan usaha kecil.
Peluang Perum Pegadaian untuk masuk ke pasar-pasar melayani sektor usaha kecil dalam
membantu untuk penyediaan modal sebenarnya sangat terbuka.

A. Tinjauan Umum Perum Pegadaian

Perum Pegadaian sebagai suatu lembaga yang mempunyai wewenang untuk dapat
menyediakan kredit kepada masyarakat. Perum Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara
(selanjutnya disingkat BUMN) yang mengemban misi untuk menyediakan pelayanan bagi
kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan yang berdasarkan pada prinsip
pengelolaan perusahaan, penyaluran uang pinjaman kepada masyarakat dan ini didasarkan
kepada hukum gadai. Sejak tahun 1928 Hukum Gadai dibentuk dengan menggunakan aturan
dasar Pegadaian (Pandhuis Reglement) yang hingga saat ini masih tetap bertahan di tanah air.

B. Pengertian Gadai

Pasal 1150 KUH Perdata merumuskan gadai sebagai berikut :

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan
yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang
tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya
untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya
setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. Dari definisi tersebut, dapat
dilihat beberapa unsur pokok dari gadai yaitu:

a. gadai lahir karena penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada kreditur pemegang
gadai.
b. Penyerahan itu dapat dilakukan oleh debitur.
c. Barang yang menjadi objek gadai atau barang gadai hanyalah barang bergerak.
d. Kreditur pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai lebih
dahulu daripada kreditur-kreditur lainnya.
e. Pasal 1152 ayat 1 KUHPer menekankan, bahwa unsur terpenting dari hak gadai adalah
barangnya harus ada dalam kekuasaan pemegang gadai, sedang ayat 2 menentukan
bahwa hak gadai tidak mungkin ada kalau barangnya dibiarkan dalam kekuasaan si
berutang atau sipemberi gadai, atau dikembalikan kepadanya dengan kemauan si
berpiutang.

Pada dasarnya gadai diberikan untuk menjamin suatu tagihan. Jika dihubungkan dengan
kredit, fasilitas kredit ini memerlukan jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. Gadai
merupakan hak jaminan yang adanya harus diperjanjikan lebih dahulu. Kata gadai dalam
undang- undang digunakan dalam dua arti. Pertama untuk menunjuk kepada bendanya, yaitu
benda gadai dan kedua tertuju kepada haknya, yaitu hak gadai.

Ada beberapa sifat umum dari gadai adalah sebagai berikut :

a. Gadai adalah untuk benda bergerak.


b. Hak gadai sebagai hak kebendaan.
c. Benda gadai dikuasai pemegang gadai.
d. Gadai adalah hak yang didahulukan (pasal 1133 yo pasal 1150 KUHPer).
e. Hak accessoir adalah hak gadai ini tergantung pada pokok perjanjian misalnya perjanjian
kredit. Karenanya hak gadai sendiri tidak dapat dipindah tangankan terlepas dari hak
utamanya yaitu piutangnya. Apabila piutang itu berpindah tangan barulah hak gadainya
turut berpindah tangan. Accessoir berasal dari bahasa latin “accedere” yang artinya
mengikuti. Perjanjian accessoir mempunyai ciri-ciri yaitu tidak dapat berdiri sendiri,
timbulnya maupun hapusnya bergantung pada perikatan pokoknya dan apabila perikatan
pokoknya dialihkan, accessoir turut beralih.

II. Pendirian pegadaian syariah di Indonesia


Sejarah PT Pegadaian (Persero) dikelompokkan dalam dua era, yaitu era
kolonial/penjajahan dan era kemerdekaan. Berdasarkan sejarah tersebut, bisnis gadai
yang sudah melekat dalam keseharian masyarakat Indonesia menjadi lembaga formal
sejak pemerintah Kolonial Belanda melalu Veenigde Oostindische Compagnie atau
VOC mendirikan Bank Van Leening sebagai lembaga keuangan yang memberikan
kredit dengan sistem gadai. Momentum awal pendirian lembaga Pegadaian di Indonesia
itu terjadi pada tanggal 20 Agustus 1748 di Batavia.
Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan Pemerintahan Hindia Belanda pada
tanggal 1811, Bank Van Leening dibubarkan dan sebagai gantinya, masyarakat
mendapat keleluasaan mendirikan usaha pegadaian sepanjang mendapat lisensi dari
pemerintah daerah setempat (liecentie stelsel). Dalam perkembangannya, metode
tersebut berdampak buruk karena pemegang lisensi menjalankan praktik rentenir atau
lintah darat yang dirasakan kurang menguntungkan pemerintah Inggris.
Pada tanggal 12 Maret 1901 diterbitkanlah peraturan Staatsblad (Stbl) No. 131
yang mengatur bahwa usaha pegadaian merupakan usaha monopoli pemerintah
sehingga berdirilah lembaga Pegadaian Negara pertama di Sukabumi, Jawa Barat
tanggal 1 April 1901 dan tanggal tersebut kemudian diperingati sebagai ulang tahun
pegadaian.
Pasca perang, kantor jawatan Pegadaian kembali berpusat di Jakarta dan dikelola
oleh Pemerintah Republik Indonesia. Sejak dikelola Pemerintah, Pegadaian telah
mengalami sejumlah pergantian status, mulai dari Perusahaan Negara pada 1 Januari
1961 dan menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN) pada tahun 1969 berdasarkan PP
nomor 7 tahun 1969. Kemudian pada tahun 1990 badan hukum diubah lagi dari
PERJAN menjadi PERUM. Selanjutnya, berubah menjadi PT Pegadaian (Persero)
berdasarkan Akta Pendirian PT Pegadaian (Persero) Nomor 01 tanggal 1 April tahun
2012 yang dibuat dihadapan Nanda Fauziwan, SH. M.Kn Notaris di Jakarta Selatan dan
kemudian disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor AHU-17525,AH.H.01.01 tahun 2012 tanggal 4 April 2012
tentang pengesahan badan hukum perseroan telah disahkan Badan Hukum Perusahaan
(Persero) Pegadaian (Persero) yang kemudian diubah terakhir dengan akta nomor: 10
tanggal 12 Agustus 2015 yang dibuat dihadapan Nanda Fauz Iwan SH. M.Kn Notaris di
Jakarta Selatan yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat nomor AHU-AH.01.03-0956467
tanggal 12 Agustus 2015.

III. Prospek pengadaian syariah


Dengan asumsi bahwa pemerintah mengizinkan berdirinya perusahaan gadai syariah
maka yang dikehendaki adalah perusahaan yang cukup besar yaitu yang mempunyai persyaratan
dua kali modal disetor setara dengan perusahaan asuransi1 8 (minimum dua kali 15 milyar rupiah
atau sama dengan 30 milyar rupiah), maka untuk mendirikan perusahaan seperti ini perlu
pengkajian kelayakan usaha yang hati-hati dan aman. Prospek suatu perusahaan secara relatif
dapat dilihat dari suatu analisa yang disebut SWOT atau dengan meneliti kekuatan (Strength),
kelemahannya (Weakness), peluangnya (Oportunity), dan ancamannya (Threat) sebagai berikut :

A. Kekuatan (Strength) dari sistem gadai syariah.

(1). Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk.

Perusahaan gadai syariah telah lama menjadi dambaan umat Islam di Indonesia, bahkan
sejak masa Kebangkitan Nasional yang pertama. Hal ini menunjukkan besarnya harapan dan
dukungan umat Islam terhadap adanya pegadaian syariah.

(2). Dukungan dari lembaga keuangan Islam diseluruh dunia.

Adanya pegadaian syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam adalah sangat
penting untuk menghindarkan umat Islam dari kemungkinan terjerumus kepada yang haram.
Oleh karena itu pada konferensi ke 2 Menteri-menteri Luar Negeri negara muslim di seluruh
dunia bulan Desember 1970 di Karachi, Pakistan telah sepakat untuk pada tahap pertama
mendirikan Islamic Development Bank (IDB) yang dioperasikan sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah Islam. IDB kemudian secara resmi didirikan pada bulan Agustus 1974 dimana Indonesia
menjadi salah satu negara anggota pendiri. IDB pada Articles of Agreement-nya pasal 2 ayat XI
akan membantu berdirinya bank dan lembaga keuangan yang akan beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam di negara-negara anggotanya1 9. Beberapa bank Islam yang
berskala internasional telah datang ke Indonesia untuk menjajagi kemungkinan membuka
lembaga keuangan syariah secara patungan. Hal ini menunjukkan besarnya harapan dan
dukungan lembaga keuangan internasional terhadap adanya lembaga keuangan syariah di
Indonesia.

(3). Pemberian pinjaman lunak al-qardhul hassan dan pinjaman mudharabah dengan sistem bagi
hasil pada pegadaian syariah sangat sesuai dengan kebutuhan pembangunan.

(a). Penyediaan pinjaman murah bebas bunga yang disebut al-qardhul hassan adalah jenis
pinjaman lunak yang diperlukan masyarakat saat ini mengingat semakin tingginya tingkat
bunga.
(b). Penyediaan pinjaman mudharabah mendorong terjalinnya kebersamaan antara
pegadaian dan nasabahnya dalam menghadapi resiko usaha dan membagi keuntungan /
kerugian secara adil.
(c). Pada pinjaman mudharabah, pegadaian syariah dengan sendirinya tidak akan
membebani nasabahnya dengan biaya-biaya tetap yang berada diluar jangkauannya.
Nasabah hanya diwajibkan membagi hasil usahanya sesuai dengan perjanjian yang telah
ditetapkan sebelumnya. Bagi hasil kecil kalau keuntungan usahanya kecil dan bagi hasil
besar kalau hasil usahanya besar.
(d). Investasi yang dilakukan nasabah pinjaman mudharabah tidak tergantung kepada
tinggi rendahnya tingkat bunga karena tidak ada biaya uang (biaya bunga pinjaman) yang
harus diperhitungkan.
(e). Pegadaian syariah bersifat mandiri dan tidak terpengaruh secara langsung oleh gejolak
moneter baik dalam negeri maupun internasional karena kegiatan operasional bank ini
tidak menggunakan perangkat bunga.
Dengan mengenali kekuatan dari pegadaian syariah, maka kewajiban kita semua untuk
terus mengembangkan kekuatan yang dimiliki perusahaan gadai dengan sistem ini.
B. Kelemahan (weakness) dari sistem mudharabah.
(1). Berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orang yang
terlibat dalam perjanjian bagi hasil adalah jujur dapat menjadi bumerang karena pegadaian
syariah akan menjadi sasaran empuk bagi mereka yang beritikad tidak baik. Contoh :
Pinjaman mudharabah yang diberikan dengan sistem bagihasil akan sangat bergantung
kepada kejujuran dan itikad baik nasabahnya. Bisa saja terjadi nasabah melaporkan
keadaan usaha yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Misalnya suatu usaha
yang untung dilaporkan rugi sehingga pegadaian tidak memperoleh bagian laba.
(2). Memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam menghitung biaya
yang dibolehkan dan bagian laba nasabah yang kecil-kecil. Dengan demikian
kemungkinan salah hitung setiap saat bisa terjadi sehingga diperlukan kecermatan yang
lebih besar.
(3). Karena membawa misi bagi hasil yang adil, maka pegadaian syariah lebih banyak
memerlukan tenaga-tenaga profesional yang andal. Kekeliruan dalam menilai kelayakan
proyek yang akan dibiayai dengan sistem bagi hasil mungkin akan membawa akibat yang
lebih berat daripada yang dihadapi dengan cara konvensional yang hasil pendapatannya
sudah tetap dari bunga.
(4). Karena pegadaian syariah belum dioperasikan diIndonesia,maka kemungkinan disana-
sini masih diperlukan perangkat peraturan pelaksanaan untuk pembinaan dan
pengawasannya. Masalah adaptasi sistem pembukuan dan akuntansi pegadaian syariah
terhadap sistem pembukuan dan akuntansi yang telah baku, termasuk hal yang perlu
dibahas dan diperoleh kesepakatan bersama. Dengan mengenali kelemahan-kelemahan ini
maka adalah kewajiban kita semua untuk memikirkan bagaimana mengatasinya dan
menemukan penangkalnya.
C. Peluang (Opportunity) dari Pegadaian Syariah
Bagaimana peluang dapat didirikannya pegadaian syariah dan kemungkinannya untuk
tumbuh dan berkembang di Indonesia dapat dilihat dari pelbagai pertimbangan yang
membentuk peluang-peluang dibawah ini :
(1). Peluang karena pertimbangan kepercayaan agama
(a). Adalah merupakan hal yang nyata didalam masyarakat Indonesia khususnya yang
beragama Islam, masih banyak yang menganggap bahwa menerima dan/atau membayar
bunga adalah termasuk menghidup suburkan riba. Karena riba dalam agama Islam jelas-
jelas dilarang maka masih banyak masyarakat Islam yang tidak mau memanfaatkan jasa
pegadaian yang telah ada sekarang.
(b). Meningkatnya kesadaran beragama yang merupakan hasil pembagunan disektor agama
memperbanyak jumlah perorangan, yayasan-yayasan, pondok-pondok pesantren, sekolah-
sekolah agama, masjid-masjid, baitul-mal, dan sebagainya yang belum memanfaatkan jasa
pegadaian yang sudah ada.
(c). Sistem pengenaan biaya uang/sewamodal dalam system pegadaian yangberlaku
sekarang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur yang tidak sejalan dengan syariah Islam,
yaitu antara lain :
• Biaya ditetapkan dimuka secara pasti (fixed), dianggap mendahului takdir karena seolah-
olah peminjam uang dipastikan akan memperoleh keuntungan sehingga mampu membayar
pokok pinjaman dan bunganya pada waktu yang telah ditetapkan (periksa surat Luqman
ayat 34).
• Biaya ditetapkan dalam bentuk prosentase (%) sehingga apabila dipadukan dengan unsur
ketidakpastian yang dihadapi manusia, secara matematis dengan berjalannya waktu akan
bisa menjadikan hutang berlipat ganda (periksa surat Al-Imron ayat 130).
• Memperdagangkan / menyewakan barang yang sama dan sejenis (misalnya rupiah
dengan rupiah yang masih berlaku, dan lain-lain) dengan memperoleh keuntungan /
kelebihan kualitas dan kuantitas, hukumnya adalah riba (periksa terjemah Hadits Shahih
Muslim oleh Ma’mur Daud, bab Riba no. 1551 s/d 1567).
• Membayar hutang dengan lebih baik (yaitu diberikan tambahan) seperti yang
dicontohkan dalam Al-Hadits, harus ada dasar sukarela dan inisiatifnya harus datang dari
yang punya hutang pada waktu jatuh tempo, bukan karena ditetapkan dimuka dan dalam
jumlah yang pasti (fixed). Unsur-unsur yang dikhawatirkan tidak sejalan dengan syariat
Islam tersebut diataslah yang ingin dihindari dalam mengelola pegadaian syariah. Adanya
peluang ekonomi dari berkembangnya pegadaian syariah
(a). Selama Repelita VI diperlukan pembiayaan pembangunan yang seluruhnya
diperkirakan akan mencapai jumlah yang sangat besar. Dari jumlah tersebut diharpkan
sebagian besar dapat disediakan dari tabungan dalam negeri dan dari dana luar negeri
sebagai pelengkap saja. Dari tabungan dalam negeri diharapkan dapat dibentuk melalui
tabungan pemerintah yang kemampuannya semakin kecil dibandingkan melalui tabungan
masyarakat yang melalui sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
(b). Mengingatdemikianbesarnyaperananyangdiharapkandaritabunganmasyarakat melalui
sektor perbankan maka perlu dicarikan berbagai jalan dan peluang untuk mengerahkan
dana dari masyarakat. Pegadaian berfungsi mencairkan (dishoarding) simpanan-simpanan
berupa perhiasan dan barang tidak produktif yang kemudian diinvestasikan melalui
mekanisme pinjaman mudharabah.
(c). Adanya pegadaian syariah yang telah disesuaikan agar tidak menyimpang dari
ketentuan yang berlaku akan memperkaya khasanah lembaga keuangan di Indonesia. Iklim
baru ini akan menarik penanaman modal di sektor lembaga keuangan khususnya IDB dan
pemodal dari negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah.
(d). Konsep pegadaian syariah yang lebih mengutamakan kegiatan produksi dan
perdagangan serta kebersamaan dalam hal investasi, menghadapi resiko usaha dan
membagi hasil usaha, akan memberikan sumbangan yang besar kepada perekonomian
Indonesia khususnya dalam menggiatkan investasi, penyediaan kesempatan kerja, dan
pemerataan pendapatan.
D. Ancaman (threat) dari pegadaian syariah
Ancaman yang paling berbahaya ialah apabila keinginan akan adanya pegadaian syariah
itu dianggap berkaitan dengan fanatisme agama. Akan ada pihak-pihak yang akan
menghalangi berkembangnya pegadaian syariah ini semata-mata hanya karena tidak suka
apabila umat Islam bangkit dari keterbelakangan ekonominya. Mereka tidak mau tahu
bahwa pegadaian syariah itu jelas-jelas bermanfaat untuk semua orang tanpa pandang
suku, agama, ras, dan adat istiadat. Isu primordial, eksklusivisme atau sara mungkin akan
dilontarkan untuk mencegah berdirinya pegadaian syariah. Ancaman berikutnya adalah
dari mereka yang merasa terusik kenikmatannya mengeruk kekayaan rakyat Indonesia
yang sebagian terbesar beragama Islam melalui sistem bunga yang sudah ada. Munculnya
pegadaian syariah yang menuntut pemerataan pendapatan yang lebih adil akan dirasakan
oleh mereka sebagai ancaman terhadap status quo yang telah dinikmatinya selama puluhan
tahun. Isu tentang ketidakcocokan dengan sistem internasional yang berlaku di seluruh
dunia mungkin akan dilontarkan untuk mencegah berkembangnya di tengah-tengah
mereka pegadaian syariah.
Dengan mengenali ancaman-ancaman terhadap dikembangkannya pegadaian syariah ini
maka diharapkan para cendekiawan muslim dapat berjaga-jaga dan mengupayakan
penangkalnya. Dari analisa SWOT tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pegadaian
syariah mempunyai prospek yang cukup cerah, baik itu adalah Perum Pegadaian yang
telah mengoperasikan sistem syariah maupun pegadaian syariah yang baru. Prospek ini
akan lebih cerah lagi apabila kelemahan (weakness) sistem mudharabah dapat dikurangi
dan ancaman (threat) dapat diatasi
BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulan

Kegiatan utama dari Perum Pegadaian adalah menyalurkan pinjaman dengan jaminan
kepada masyarakat terutama masyarakat golongan menengah ke bawah serta pengusaha
golongan ekonomi lemah kategori kelas kecil dengan berdasarkan Hukum Gadai, yang
bertujuan untuk menghilangkan praktek ijon, pegadaian gelap dan pinjaman dengan
persyaratan yang kurang wajar. Perum Pegadaian merupakan sarana yang tepat dalam
pelayanan masyarakat khususnya dalam rangka meningkatkan krisis moneter dewasa ini.
Selain itu sistem dan mekanisme Perum Pegadaian sangat dikenal oleh golongan menengah
kebawah dan pelaku usaha kecil.

Pegadaian syariah berdiri diindonesia pada tahun 2003, perum pegadaian syariah
mendirikan sebuah unit layanan gada syariah (ULGS) dijakarta. Dengan asumsi bahwa
pemerintah mengizinkan berdirinya perusahaan gadai syariah maka yang dikehendaki adalah
perusahaan yang cukup besar yaitu yang mempunyai persyaratan dua kali modal disetor
setara dengan perusahaan asuransi1 8 (minimum dua kali 15 milyar rupiah atau sama dengan
30 milyar rupiah), maka untuk mendirikan perusahaan seperti ini perlu pengkajian kelayakan
usaha yang hati-hati dan aman. Prospek suatu perusahaan secara relatif dapat dilihat dari
suatu analisa yang disebut SWOT atau dengan meneliti kekuatan (Strength), kelemahannya
(Weakness), peluangnya (Oportunity), dan ancamannya (Threat)
DAFTAR PUSTAKA

Badrulzaman, Mariam Darus. Kendala- kendala Yuridis Pengembang-an Perum Pegadaian


Dalam Menunjang Pembangunan Ek- onomi Nasional. seminar di- selenggarakan oleh
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Tanggal 9 April 1994, di Malang Bandung :
Alumni. 1994
Budiarto, M.. Analisa dan Evaluasi Pegadaian Sebagai Lembaga Pemberi Kredit Usaha Kecil.
BPHN Departemen Kehakiman. 1995-1996
Erdbrink, G.R.De Graff Algemeene Secretaris. Salinan. Staatsblad Tanah Hindia Nederland.
tanggal 29 Maret. 1928
Indonesia. GBHN dan Repelita Buku II. Sekretariat Negara. 1993
Kadir, Syamsir. Pegadaian Bagaikan The Sleeping Giant Yang Perlu Dibangun. Warta
Pegadaian Nomor: 22/ Th.IV/ 1992.
Kantor Pusat Pegadaian. Buku Peraturan Menaksir Perum Pegadaian. Jakarta. 1999
Laporan Tahunan Kegiatan Usaha Kecil di Indonesia. Jakarta : Biro Hukum BPS. Jakarta. 1997

Anda mungkin juga menyukai