Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SYARAT DAN RUKUN PEGADAIAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


MANAJEMEN PEGADAIAN SYARIAH

Dosen Pengampu: Suriani, ME.

Disusun Oleh

kelompok 5
Emi Ratul Arus ( 170501203)
Lalu Agus Kurniawan (170501216)
NadjiAzqa Fadil (170501213)
Zulkarimi (170501197)
Syahrul Nizam (170501204)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM

2020
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memeberikan
rahmat, taufik,sertainayah-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah ini. Sholawat serta
salamnya semoga dilimpahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, keluarganya,
sahabat, serta orang-orang yang taat kepada ajarannya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendari masih banyak kekurangannya, baik
dalam penyusunan maupun dalam aturan bahasanya. Namun penulisan tetap mengharapkan dan
semoga makalah ini dapat memberi manfaat pada semua yang berkepentingan, khususnya bagi
penulis sendiri. Untuk itu, kritik dana saran yang membagun senantiasa penulis harapkan sebagai
landsan penyusunan makaah selanjutnya. Semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat untuk
kita semua.

Mataram, 15 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pegadaian
B. Rukun Pegadaian Syariah
C. Syarat Pegadaian Syariah
D. Akad Perjanjian Gadai

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perkembangan produk-produk berbasis syariah semakin marak di Indonesia, tidak
terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang
disebut dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah
memiliki karaktristik, seperti tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba,
menentapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperrdagangkan,
dan melekukan bisnis untuk memeperoleh imbalan atas jasa dan atau bagi hasil.
Pegadaian syariah atau dikenal dengan istilah rahn, dalam pengoperasiannya
menggunakan metode fee besed income (FEB) atau mudharabah (bagi hasil). Hal tersebut
karena nasabah dalam memperguakan marhumbih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-
beda misalnya untuk konsumsi, memebayar uang sekolah atau tambahan modal kerja,
penggunaan metode mudharabah belum tepet pemakaiannya.
Sebagai penerimaan gadai atau disebut murtahim, pegadaian akan mendapatkan
Surat Bukti Rahn (gadai) berikut dengan akad pinjam-meminjam yang disebut dengan
akad gadai syaiah dan akad sewa tempat (ijarah). Dalam akad gadai syariah disebutkan,
apabila dalam jangka waktu tertentu akad tidak diperpanjang, pegadai menyetujui bahwa
anggunan (marhun) miliknya dijual oleh murtahin untuk melunasi pinjaman.
Salah satu inovasi produk yang diluncurkan oleh pegadaian adalah program kredit
tunda jual komoditas pertanian yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan gadai gabah.
Program ini diluncurkan atas landasan pemikiran untuk mengurangi kerugian petani
akaibat perbedaan harga jual gabah pada qsaqat panen raya. Sasaran utama program ini
adalah memebantu petani agar bias menjual gabahnya sesuai dengan harga dasar yag
ditetapkan oleh pemerintah.
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Pegadaian?
2. Apa Saja Rukun Pegadaian Syariah?
3. Apa Saja Syarat pegadaian Syariah?
4. Bagaimana Akad perjanjian gadai?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian pegadaian
Berdasarkan kitab Undang – Undang Hukum Perdata pasal 1150 pengertian dari
gadai adalah sebagai berikut.“Gadai adalah hak yang diperoleh seorang yang mempunyai
piutang atas suatu barang bergerak.Barang tersebut diserahkan kepada orang yang
berpiutang oleh seseorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang
yang mempunyai utang.Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada
orang yang memberi utang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan
untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya
pada saat jatuh tempo.”Barang bergerak tersebut diserahkan kepada yang berpiutang oleh
yang berutang atau orang lain atas nama orang yang berutang.Seseorang yang
mempunyai utang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang memberi utang
untuk memakai barang bergerak yang sudah diserahkan untuk melunasi utang.Hal
tersebut terjadi jika pihak yang mempunyai utang tidak bisa memenuhi kewajibannya
ketika jatuh tempo.Perusahaan umum pegadaian adalah suatu badan usaha yang ada di
Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melakukan kegiatan lembaga
keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar
hukum gadai.
Tugas pokok dari perum pegadaian ini adalah memberikan pinjaman kepada
masyarakat atas dasar hukum gadai.Hal tersebut bertujuan supaya masyarakat tidak
dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan informal yang cenderung memanfaatkan
kebutuhan dana mendesak dari masyarakat.Gadai dalam bahasa fikih disebut
dengan rahn, yang  berdasarkan bahasa Indonesia adalah nama barang yang digunakan
sebagai jaminan kepercayaan.Sedangkan berdasarkan syara’ mempunyai arti
menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, namun bisa
diambil kembali sebagai tebusan. 
1. Pengertian Pegadaian Menurut Para Ahli
Untuk lebih memahami pengertian dari pegadaian berikut ini merupakan beberapa
pendapat yang disampaikan dari para ahli:
a. Susilo
“Pegadaian adalah suatu hak yang didapatkan oleh seseorang yang mempunyai
piutang atas barang bergerak.”
b. Subagyo
“Pegadaian adalah suatu lembaga bukan bank yang memberikan suatu kredit
kepada nasabah atau masyarakat dengan memakai corak khusus yaitu dengan
hukum gadai.”
c. Sigit Triandaru
“Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha yang ada di negara Indonesia yang
secara resmi mempunyai izin dalam melakukan kegiatan lembaga keuangan yang
berupa pembayaran dalam bentuk penyaluran dana kepada masyarakat
berdasarkan hukum gadai.”
2. Sejarah Pegadaian
Pegadaian pada awalnya dikenal di daerah Eropa, yaitu di negara Italia, Inggris,
dan Belanda.Pegadaian masuk di Indonesia pada awal masuknya Kolonial Belanda,
yaitu sekitar akhir abad XIX, oleh sebuah bank yang bernama Van Lening.Bank
tersebut memberikan jasa peminjaman dana dengan menggunakan syarat penyerahan
barang bergerak.Sehingga bank tersebut pada hakikatnya sudah memberikan jasa
pegadaian. Pada awal abad 20 pemerintah Hindia Belanda berusaha me-monopoli dan
mengambil alih usaha pegadaian yaitu dengan menggunakan cara
mengeluarkan Staatsblad  no.131 tahun 1901.Peraturan tersebut diikuti dengan
didirikannya rumah gadai resmi pemerintah dan statusnya dirubah menjadi dinas
pegadaian sejak berlakunya Staatsblad no.226 tahun 1960.Dinas pegadaian
mengalami beberapa kali bentuk badan hukum, oleh karena itu pada akhirnya pada
tahun 1990 menjadi perusahaan umum.
Pada tahun 1960 dinas pegadaian berubah menjadi perusahaan negara atau PN
pegadaian.Dan akhirnya pada tahun 1990 berubah menjadi perusahaan umum atau
perum melalui peraturan pemerintah no. 10 tahun 1990 pada tanggal 10 April
1990.Ide pembentukan bank syariah muncul selain karena tuntutan idealisme juga
dikarenakan keberhasilan terlembaganya bank syariah dan asuransi syariah.Melihat
realitas tersebut, keberadaan pegadaian syariah tidak bisa ditunda-tunda lagi, oleh
karena itu pada tahun 2003 didirikanlah pegadaian syariah.
3. Pengertian Pegadaian Syariah
Pegadaian syariah adalah suatu lembaga keuangan non-bank yang dimiliki oleh
pemerintah yang mempunyai hak memberikan suatu pembiayaan kepada masyarakat
berdasarkan hukum gadai yang terdapat di dalam syariat Islam dan peraturan undang
– undang yang berkaitan dengan pegadaian syariah.Keberadaan dari pegadaian
syariah di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari keinginan masyarakat.Keinginan
tersebut yaitu untuk melaksanakan transaksi akad gadai yang berdasarkan pada
syariah dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan praktik ekonomi dan
lembaga keuangan yang sesuai dengan nilai dan prinsip hukum Islam.Pendanaan
yang ada di dalam pegadaian syariah ini sama seperti yang ada di lembaga keuangan
lainnya yaitu untuk mendapatkan keuntungan.Namun dalam mendapatkan
keuntungan tersebut mempunyai cara yang berbeda.Pegadaian syariah adalah
lembaga keuangan yang mempunyai misi ganda, yaitu misi sosial dan misi komersial,
oleh karena itu harus menerapkan prinsip operasional yang modern.
4. Tujuan Pegadaian Syariah
Sifat dari usaha pegadaian pada dasarnya adalah memberikan pelayanan bagi
kemanfaatan masyarakat umum dan juga menghasilkan keuntungan yang berdasarkan
pada prinsip pengelolaan yang baik.Nah berikut merupakan beberapa tujuan pokok
dari pegadaian syariah.
Ikut berperan dalam melaksanakan dan menjunjung pelaksanaan kebijakan dan
program dari:
a. pemerintah di bidang ekonomi serta pembangunan nasional pada umumnya
dengan melalui penyaluran uang pembiayaan atas dasar hukum gadai.
b. Menerapkan sistem gadai bebas bunga yang berfungsi sebagai jaring pengaman
sosial. Hal tersebut dikarenakan masyarakat yang membutuhkan dana mendesak
tidak lagi dijerat dengan pinjaman atau pembiayaan berbasis bunga.
c. Mencegah terjadinya praktek ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman yang tidak
wajar / bertentangan dengan hukum lainnya.
d. Membantu masyarakat yang memerlukan pinjaman dengan syarat yang mudah.
5. Landasan Hukum Pegadaian Syariah
a. Al-Quran
1) Al-Muddassir
Artinya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah
diperbuatnya. (QS. Al-Muddassir: 38).
2) Al-Baqarah
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang yang dipegang (oleh yang berpiutang).
b. Al-Hadits
1) Dari Abu Hurairah ra bahwasannya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
berkata,“Barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang
menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan, dan tanggungjawab-nya
adalah jika ada kerugian (biaya)”. (HR. Syafi’I dan Daruqutni).
2) Dari Anas ra berkata,“Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menggadaikan
baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya
gandum untuk keluarga beliau”. (HR. Bukhari, Ahmad, Nasa’I, dan Ibnu
Majah).
3) Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
berkata,“Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki
(oleh orang yang menerima gadai). Karena ia telah mengeluarkan biaya
(menjaga)-nya.
Apabila ternak itu digadaikan, maka air susu-nya yang deras boleh diminum
(oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya
(menjaga)-nya.Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus
mengeluarkan biaya (perawatan)-nya”. (HR. Jamah kecuali Muslim dan
Nasa’i).
c. Ijtihad Ulama
Perjanjian pegadaian yang ada didalam Al-Quran dan Al-Hadits tersebut
dalam pengembangan-nya selanjutnya dilakukan oleh para fuqaha dengan
menggunakan jalan ijtihad.Dengan kesepakatan dari para ulama bahwa gadai
diperbolehkan dan para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehan-nya
demikian juga dengan landasan hukumnya.Namun, harus dilakukan pengkajian
ulang yang lebih mendalam lagi bagaimana seharusnya pegadaian menurut
landasan hukumnya.
B. Rukun Pegadaian Syariah
Dalam menjalankan suatu pegadaian syariah, pegadaian harus memenuhi rukun
gadai syariah. Rukun gadai tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Yang Menggadaikan (Ar-Rahin)
Adalah orang yang sudah dewasa, berakal, dapat dipercaya, dan mempunyai
barang yang akan digadaikan.
2. Yang menerima gadai (Al-Murtahin)
Adalah orang, bank, atau suatu lembaga tertentu yang mendapat kepercayaan
dari Ar-Rahin untuk memperoleh modal dengan menggunakan jaminan suatu barang
(gadai).
3. Barang yang digadaikan (Al-Marhun/rahn)
Adalah barang yang dipakai rahin untuk dipakai sebagai jaminan dalam
memperoleh utang.
4. Utang (Al-Marhun Bih)
Adalah sejumlah dana yang diberikan oleh murtahin kepada rahin atas dasar
besarnya tafsiran marhun.
5. Sighat, ijab, dan qabul
Adalah kesepakatan yang dilakukan antara rahin dan murtahin dalam melakukan
transaksi gadai.

C. Syarat Pegadaian Syariah


Berikut merupakan beberapa syarat pegadaian syariah.
1. Rahin dan Murtahin
Para pihak yang terlibat dalam perjanjian rahn, yaitu rahin dan murtahin harus
mengikuti semua syarat berikut kemampuan, yaitu berakal sehat.Kemampuan berarti
kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi gadai.
2. Sighat
a. Sighat tidak boleh berkaitan dengan syarat tertentu dan juga dengan suatu waktu
dimasa yang akan datang.
b. Rahn memiliki sisi pelepasan barang dan pemberian utang sama seperti akad
jual beli. Maka tidak boleh diikat dengan syarat tertentu atau dengan suatu waktu
di masa yang akan datang.
3. MarhunHih (Utang)
a. Harus berupa hak yang wajib untuk diberikan atau diserahkan kepada pemiliknya.
b. Memungkinkan untuk dimanfaatkan atau mempunyai manfaat. Jika sesuatu
menjadi utang tidak bisa dimanfaatkan, maka tidaklah sah.
c. Harus dikuantifikasi atau bisa dihitung jumlahnya. Jika tidak bisa diukur atau di
kualifikasi rahn tersebut tidaklah sah.
4. Al-Marhun (Barang)
Aturan pokok yang dijelaskan dalam madzab Maliki tentang masalah ini adalah,
bahwa gadai itu bisa dilakukan pada seluruh macam harga pada semua macam jual-
beli.
Kecuali pada jual-beli mata uang (sharf) dan pokok modal pada salam yang
berhubungan dengan tanggungan.
Karena pada sharf disyaratkan tunai (yaitu ke-2 belah pihak saling menerima),
maka tidak boleh terjadi akad gadai padanya.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh ulama Syafi’iyah, barang yang
digadaikan itu mempunyai 3 syarat:
a. Berupa utang. Karena barang nyata tidak bisa digadaikan.
b. Menjadi tetap. Karena sebelumnya tetap tidak bisa digadaikan, seperti halnya jika
seseorang menerima gadai dengan suatu imbalan yang dipinjam-nya. Namun
Imam Malik membolehkan hal ini.
c. Mengikatnya gadai tidak sedang dalam proses penantian terjadi dan tidak menjadi
wajib, seperti halnya gadai dalam kitabah.
Pada umumnya barang yang digadai harus memenuhi beberapa syarat, yaitu
sebagai berikut:
a. Harus harta yang mempunyai nilai atau bernilai.
b. Harus dapat diperjualbelikan.
c. Marhun harus dapat dimanfaatkan secara syariah.
d. Harus dimiliki oleh rahin, kalaupun tidak harus mendapatkan izin dari
pemiliknya.
e. Harus bisa diketahui kondisi fisiknya.

D. Akad Perjanjian Gadai


Ulama syafi’iyah mengemukakan pendapatnya bahwa penggadaian dapat sah jika
sudah memenuhi 3 syarat, yaitu sebagai berikut:
1. Harus berupa suatu barang, karena utang tidak dapat digadaikan.
2. Penetapan kepemilikan penggadaian atas suatu barang yang digadaikan tidak
terhalang, misalnya seperti mushaf.
3. Barang yang digadaikan dapat dijual jika sudah pada masa pelunasan utang gadai.
Berdasarkan dari 3 syarat tersebut, maka bisa diambil suatu alternative dalam
mekanisme perjanjian gadai.Yaitu dengan memakai 3 akad perjanjian. Ke-3 akad
perjanjian tersebut adalah sebagai berikut.
1. Akad al-Qardul Hasan
Akad tersebut dilakukan pada kasus nasabah yang menggadaikan barangnya
untuk kebutuhan konsumtif.Dengan begitu, nasabah akan memberikan sejumlah biaya
kepada pegadaian yang sudah menjaga atau merawat barang gadaiannya tersebut.
2. Akad al-Mudharabah
Akad tersebut dilakukan untuk para nasabah yang menggadaikan jaminan-nya
untuk menambah modal usaha (pembiayaan investasi dan modal usaha).Dengan
begitu, rahin  atau nasabah akan bagi hasil (berdasarkan pada keuntungan yang
diperoleh) kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan, sampai modal yang dipinjam
dapat dilunasi.
3. Akad Bai’ al-Muqayadah
Untuk sementara akad tersebut bisa dilakukan apabila rahin menginginkan
menggadaikan barangnya untuk memenuhi kebutuhan yang produktif.
Artinya dalam menggadaikan, nasabah tersebut menginginkan modal kerja berupa
pembelian barang.
Sedangkan barang jaminan yang bisa digunakan sebagai jaminan untuk akad ini
adalah berbagai barang yang bisa dimanfaatkan atau tidak bisa dimanfaatkan
oleh rahin atau murtahin.Dengan begitu, murtahin  akan membelikan suatu barang
yang sesuai dengan apa yang diinginkan rahin.Atau rahin akan memberikan
suatu mark-up  kepada murtahin sesuai dengan apa yang sudah disepakati ketika akad
berlangsung hingga batas waktu yang sudah ditentukan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan kitab Undang – Undang Hukum Perdata pasal 1150 pengertian dari
gadai adalah sebagai berikut. “Gadai adalah hak yang diperoleh seorang yang mempunyai
piutang atas suatu barang bergerak. Barang tersebut diserahkan kepada orang yang
berpiutang oleh seseorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang
yang mempunyai utang.Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada
orang yang memberi utang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan
untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya
pada saat jatuh tempo”.
Pada awal abad 20 pemerintah Hindia Belanda berusaha me-monopoli dan
mengambil alih usaha pegadaian yaitu dengan menggunakan cara
mengeluarkan Staatsblad  no. 131 tahun 1901. Peraturan tersebut diikuti dengan
didirikannya rumah gadai resmi pemerintah dan statusnya dirubah menjadi dinas
pegadaian sejak berlakunya Staatsblad no. 226 tahun 1960. Dinas pegadaian mengalami
beberapa kali bentuk badan hukum, oleh karena itu pada akhirnya pada tahun 1990
menjadi perusahaan umum.
Pegadaian syariah adalah suatu lembaga keuangan non-bank yang dimiliki oleh
pemerintah yang mempunyai hak memberikan suatu pembiayaan kepada masyarakat
berdasarkan hukum gadai yang terdapat di dalam syariat Islam dan peraturan undang –
undang yang berkaitan dengan pegadaian syariah. Keberadaan dari pegadaian syariah di
Indonesia tidak bisa dipisahkan dari keinginan masyarakat.Keinginan tersebut yaitu untuk
melaksanakan transaksi akad gadai yang berdasarkan pada syariah dan kebijakan
pemerintah dalam pengembangan praktik ekonomi dan lembaga keuangan yang sesuai
dengan nilai dan prinsip hukum Islam. Pendanaan yang ada di dalam pegadaian syariah
ini sama seperti yang ada di lembaga keuangan lainnya yaitu untuk mendapatkan
keuntungan.Namun dalam mendapatkan keuntungan tersebut mempunyai cara yang
berbeda.

Anda mungkin juga menyukai