Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

LEMBAGA PEMBIAYAAN SYARIAH

Disusun Oleh : Kelompok 10

Fauzie Al Rasyid Siregar 0201213077

Asri Sabrina Koto 0201213080

Syifa Qolbu Irsa 0201213176

Erika Nurul Hidayah 0201192063

Dosen Pengampu :

T. Fadlanil Muflih, M.E

Mata Kuliah : Hukum Ekonomi Syariah

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
tema dari makalah ini adalah "Lembaga Pembiayaan Syariah".

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya
kepada Bapak T. Fadlanil Muflih, M.E selaku dosen mata kuliah Hukum Ekonomi
Syariah yang telah memberikan tugas kepada kami. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat


banyak kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan
saran yang bersifat membangun kepada para pembaca guna perbaikan langkah-
langkah selanjutnya.

Medan, Mei 2023

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1

A. Latar Belakang .................................................................................1


B. Rumusan Masalah ............................................................................2
C. Tujuan ................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................3

A. Pengertian ..........................................................................................3
B. Prinsip-prinsip Pembiayaan Syariah ..............................................5
C. Dasar Hukum Pembiayaan Syariah ...............................................8
D. Bentuk-bentuk Pembiayaan Syariah ..............................................10
E. Penggunaan Akad-akad pada Pembiayaan Syariah .....................

BAB III PENUTUP ........................................................................................

A. Kesimpulan ........................................................................................
B. Saran ..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cukup pesat, hal itu ditandai


dengan meningkatnya jumlah bank syariah dan lembaga keuangan non-bank.
Ekonomi Islam bukan hanya sekedar membahas tentang perbankan Islam, tetapi
semua hal yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi manusia, diantaranya
Perusahaan Pembiayaan.

Disini terlihat pentingnya eksistensi lembaga keuangan dalam hal


pembiayaaan. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006
tentang perusahaan pembiayaan bahwa, perusahaan pembiayaan adalah badan
usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan
untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga
pembiayaan. Kehadiran perusahaan pembiayaan menambah deretan
berkembangnya industri jasa pembiayaan di Indonesia. Perusahaan pembiayaan
seperti ini memberikan kemudahaan kepada masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya, baik dalam bentuk investasi, modal kerja, atau semata-mata untuk
barang yang akan dipakai sendiri (konsumsi).

Di Indonesia telah banyak bermunculan perusahaan pembiayaan yang


mengadopsi prinsip syariah. Dalam rangka merespons kegiatan usaha perusahaan
pembiayaan secara syariah,Bapepam telah mengeluarkan Peraturan Nomor Per-
03/BL/2007 tentang kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
dalam rangka memberikan kerangka hukum terhadapsegala kegiatan bagi
perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan
syariahmerupakan bentuk pembiayaan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak lain
untuk mengembalikan pembiayaantersebut dalam jangka waktu tertentu
berdasarkan imbalan.

iv
B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian dari Lembaga Pembiayaan Syariah?
2) Apa saja Prinsip-prinsip Pembiayaan Syariah?
3) Apa dasar Hukum Pembiayaan Syariah?
4) Bagaimana Bentuk-bentuk Pembiayaan Syariah?
5) Bagaimana penggunaan akad-akad pada Pembiayaan Syariah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Lembaga Pembiayaan Syariah
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Pembiayaan Syariah
3. Untuk mengetahui dasar hukum Pembiayaan Syariah
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Pembiayaan Syariah
5. Untuk mengetahui penggunaan akad-akad pada Pembiayaan Syariah

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Lembaga Pembiayaan Syariah

Lembaga pembiayaan atau dikenal dengan multifinance merupakan salah satu


lembaga keuangan bukan bank yang mempunyai aktivitas membiayai kebutuhan
masyarakat baik bersifat produktif maupun konsumtif. Lembaga pembiayaan di
Indonesia saat ini telah menunjukkan perkembangan yang pesat, hal ini terjadi
karena semakin meningkatnya kemajuan dunia usaha serta pendapatan
masyarakat.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang


perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan
bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk
dalam bidang usaha lembaga pembiayaan1.

Secara umum pengertian Lembaga pembiayaan konvensional dengan syariah


adalah sama, yaitu perusahaan pembiayaan yang menyediakan produk berkualitas
dan mempunyai aktivitas membiayai kebutuhan masyarakat baik bersifat
produktif maupun konsumtif2. Mengenai perbedaan anatara keduanya adalah
operasional serta mekanisme dalam pembiayaan produk, Lembaga pembiayaan
syariah dalam melakukakan pembiayaan harus berdasarkan prinsip syariah, yaitu
pembiayaan yang harus berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil atau dengan akad-akad syariah yang lainnya seperti
mudharabah, musyarakah, ijarah, salam, istisna dan murabahah. Sedangkan

1
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan
Pembiayaan
2
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT.
Indeks, 2006)., hlm. 247.

vi
lembaga pembiayaan konvensional tidak melakukan persetujuan dengan pihak
yang dibiayai mengenai penetapan imbalan yang berupa bunga3.

Berdasarkan POJK 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha


Pembiayaan Syariah disebutkan bahwa kegiatan usaha yang dilakukan meliputi4:

1) Pembiayaan jual beli yaitu pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang


melalui transaksi jual beli sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah
yang disepakati oleh para pihak;
2) Pembiayaan investasi yaitu pembiayaan dalam bentuk penyediaan modal
dengan jangka waktu tertentu untuk kegiatan usaha produktif dengan
pembagian keuntungan sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang
disepakati oleh para pihak;
3) Pembiayaan jasa yaitu pemberian/penyediaan jasa baik dalam bentuk
pemberian manfaat atas suatu barang, pemberian pinjaman (dana
talangan), dan atau pemberian pelayanan dengan atau tanpa pembayaran
imbal jasa (ujrah) sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang
disepakati oleh para pihak;
4) Kegiataan usaha pembiayaan syariah lain yang sesuai dengan persetujuan
OJK

Pada pembiayaan syariah, setiap kegiatan usaha mesti merujuk kepada


sejumlah landasan hukum, antara lain POJK 31/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaran Usaha Pembiayaan Syariah, sejumlah fatwa DSN MUI yang
berkaitan dengan akad jual beli, akad pembiayaan berbagi hasil, akad sewa, dan
akad lainnya.

B. Prinsip-prinsip Pembiayaan Syariah


3
Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: PER-
03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan Berdasarkan Prinsip Syariah . Disetujui oleh DSN-MUI
melauli surat Nomor B-323/DSNMUI/XI/2007
4
Andri Soemitra, HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN FIQH MUAMALAH di Lembaga
Keuangan dan Bisnis Kontemporer ed.1, (Jakarta: Kencana, 2019), hlm. 231-232.

vii
Dalam kegiataan pembiayaan syariah wajib memenuhi prinsip keadilan (‘adl),
keseimbangan (tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah),
tidak mengandung gharar (onjek transaksi tidak jelas), maysir (spekulatif), riba
(tambahan yang haram), zhulm (tidak adil), risywah (suap), dan objek haram.

Praktek pembiayaan diperbankan syariah mempunyai sebuah sub-sistem yang


harus mengikuti ketentuan yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang perbankan yakni harus berpedoman pada prinsip-prinsip
syariah yaitu prinsip mudharabah, prinsip musyarakah, prinsip murabahah dan
prinsip ijarah.

Sistem pembiayaan berdasarakan prinsip syariah menurut sudut pandang


yuridis adalah sebagai berikut5:

1) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan prinsip


musyarakah
2) pembiayaan jual beli berdasarkan prinsip murabahah, prinsip istishna dan
prinsip as-salam
3) pembiayaan sewa menyewa berdasarkan prinsip ijarah (sewa murni) dan
ijarah al-muntahia bit-tamlik (sewa beli atau sewa dengan hak opsi)

1. Sistem Bagi Hasil

Bagi hasil adalah akad kerja sama antara bank sebagai pemilik modal dengan
nasabah sebagai pengelola modal untuk memperoleh keuntungan dan membagi
keuntungan yang diperoleh berdasarkan nisbah yang disepakati. Pembiayaan
denagn system bagi hasil ada dua macam yaitu berdasarkan prinsip mudharabah
dan prinsip musyarakah.

5
Ahmad Supriyadi, SISTEM PEMBIAYAAN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH (Suatu
Tinjauan Yuridis Terhadap Praktek Pembiayaan di Perbankan Syariah di Indonesia),
(Yogyakarta: Al-Mawarid, 2003), hlm. 46.

viii
Bagi hasil menurut syariah diperbolehkan sebab Rasulullah telah melakukan
bagi hasil, beliau mengambil modal dari Siti Khadijah sewaktu berniaga ke Syam.
Adapun praktek dalam system bagi hasil ini, yaitu:

1) Bagi hasil berdasarkan Prinsip Mudharabah

Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antar dua pihak, dimana pihak
pertama sebagai pemilik modal dan pihak kedua sebagai pengelola modal, sedang
keuntungan dibagi kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan yang tertuang
dalam perjanjan. Apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu
bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena
kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab
atas kerugian tersebut6.

Adapun pembiayaan mudharabah ini biasanya diterapkan dalam dua hal yaitu:

1) Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa


2) Investasi khusus

2) Bagi hasil berdasarkan Prinsip Musyarakah

Musyarakah berasal dari kata syirkah atau disebut juga syarikah yang artinya
akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung sesuai dengan porsi kontribusi dana atau
kesepakatan bersama.

Praktek pembiayaan berdasarkan prinsip musyarakah dalam perbankan syariah


diantaranya:

1) Pembiayaan proyek
2) Pembiayaan melalui pembelian saham

6
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001)., hlm. 95.

ix
2. Sistem Jual Beli

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di
mana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau
mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama
bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga
sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin/mark-up)7. Prinsip ini
dilaksanakan karena adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat
keuntungan bank ditetapkan di muka dan menjadi bagian antar harga barang yang
diperjual belikan.

1) Jual beli berdasarkan Prinsip Murabahah

Murahabah adalah akad jual beli atas barang tertentu bahwa transaksi jual beli
tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual belikan
termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.

2) Jual beli berdasarkan Prinsip Al-Istishna

Al-istishna yaitu kontrak jual beli di mana harga atas barang tersebut dibayar
lebih dulu, tetapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang
disepakati Bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan
kemudian.

3) Jual beli berdasarkan Prinsip As-salam

As-salam yaitu akad jual beli di mana pembeli membaar uang (sebesar harga)
atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang
diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudia, yaitu pada tanggal yang disepakati.

3. Sistem Sewa Menyewa

Pembiayaan berdasarkan prinsip ijarah atau sewa terdiri dari dua macam yaitu
ijarah (sewa menyewa) dan ijarah al-muntahia bittamlik (sewa dengan hak opsi
atau sewa beli). Ijarah tanpa kepemilikan yaitu pemindahan hak penggunaan atau
7
Muhammad (ed.), Bank Syariah: Analis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman,
(Yogyakarta: Ekonisi, 2006), hlm. 18.

x
pemanfaatan tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu
sendiri. Ijarah muntahia bittamlik atau ijarah waiqtina (financial lease with
purchase option) yaitu perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa menyewa atau
dengan kata lain akad sewa yang diakhiri pemindahan kepemilikan ke tangan
penyewa.

C. Dasar Hukum Pembiayaan Syariah

Lembaga Pembiayaan diatur dalam Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988


tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan No.
1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan. Pengertian lembaga pembiayaan menurut Pasal 1 angka (2) Keppres
No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam Pengertian Lembaga Pembiayaan.
Lembaga bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana
secara langsung dari masyarakat, selain itu juga menurut Peraturan Presiden
Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan, Lembaga Pembiayaan
adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal.

Ketentuan hukum syariah dalam kegiatan ekonomi terkait erat dengan adanya
larangan riba dan melakukan transaksi dengan cara yang bathil, di dalam Al-
Qur’an dan hadits, berikut merupakan surah Al Qur’an yang menjelaskan
larangan riba dan larangan melakukan transaksi dengan cara yang bathil adalah
sebagai berikut8:

8
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/6002/3/BAB%20II.pdf diakses pada tanggal
28/05/2023 pukul: 18.22 WIB

xi
Surah Ali Imran Ayat 130 :

َ‫ض َعفَةً ۖ َّواتَّقُوا هّٰللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ۚن‬


ٰ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَْأ ُكلُوا الر ِّٰب ٓوا اَضْ َعافًا ُّم‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba


dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan”.

Surah Al Baqarah ayat 275:

َ‫سِّ ٰذلِك‬ ۗ ‫اَلَّ ِذ ْينَ يَْأ ُكلُوْ نَ الرِّ ٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ اِاَّل َكما يَقُوْ ُم الَّ ِذيْ يَتَ َخبَّطُهُ ال َّشي ْٰط ُن ِمنَ ْالم‬
َ َ
ۗ ‫وا َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰب‬
ٌ‫وا فَ َم ْن َج ۤا َء ٗه َموْ ِعظَة‬ ۘ ‫بِاَنَّهُ ْم قَالُ ْٓوا اِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل الرِّ ٰب‬
ٰۤ ُ
ِ َّ‫ك اَصْ ٰحبُ الن‬
‫ار ۚ هُ ْم‬ َ ‫ول ِٕى‬ ‫فَ َواَ ْمر ٗ ُٓه اِلَى هّٰللا ِ ۗ َو َم ْن عَا َد فَا‬ۗ َ‫ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنت َٰهى فَلَهٗ َما َسل‬

َ‫فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن‬


Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat); “sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba”. Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya”

Salah satu hadits nabi juga mengemukakan mengenai riba, yaitu dari Jabir r.a.,
Artinya: “Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, terkutuklah orang yang
menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua 5
Ibid, h. 127 16 orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya
sama.” (H.R. Muslim no. 2995, kitab Al Masaqqah).

xii
D. Bentuk-bentuk Pembiayaan Syariah

E. Penggunaan Akad-akad pada Pembiayaan Syariah

xiii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang


perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan
bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk
dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.

Lembaga pembiayaan syariah dalam melakukakan pembiayaan harus


berdasarkan prinsip syariah, yaitu pembiayaan yang harus berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut
dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil atau dengan akad-
akad syariah yang lainnya seperti mudharabah, musyarakah, ijarah, salam, istisna
dan murabahah.

Pada pembiayaan syariah, setiap kegiatan usaha mesti merujuk kepada


sejumlah landasan hukum, antara lain POJK 31/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaran Usaha Pembiayaan Syariah, sejumlah fatwa DSN MUI yang
berkaitan dengan akad jual beli, akad pembiayaan berbagi hasil, akad sewa, dan
akad lainnya.

B. Saran

Demikianlah makalah ini kami susun. Semoga apa yang telah penulis uraikan
diatas dapat bermanfaat bagi kita semua. Karena keterbatasan pengetahuan dan
referensi, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar tulisan
ini dapat disusun menjadi lebih baik dan sempurna.

xiv

Anda mungkin juga menyukai