Dosen Pengampu :
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
tema dari makalah ini adalah "Lembaga Pembiayaan Syariah".
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya
kepada Bapak T. Fadlanil Muflih, M.E selaku dosen mata kuliah Hukum Ekonomi
Syariah yang telah memberikan tugas kepada kami. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Kelompok 10
ii
DAFTAR ISI
A. Pengertian ..........................................................................................3
B. Prinsip-prinsip Pembiayaan Syariah ..............................................5
C. Dasar Hukum Pembiayaan Syariah ...............................................8
D. Bentuk-bentuk Pembiayaan Syariah ..............................................10
E. Penggunaan Akad-akad pada Pembiayaan Syariah .....................
A. Kesimpulan ........................................................................................
B. Saran ..................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
iv
B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian dari Lembaga Pembiayaan Syariah?
2) Apa saja Prinsip-prinsip Pembiayaan Syariah?
3) Apa dasar Hukum Pembiayaan Syariah?
4) Bagaimana Bentuk-bentuk Pembiayaan Syariah?
5) Bagaimana penggunaan akad-akad pada Pembiayaan Syariah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Lembaga Pembiayaan Syariah
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Pembiayaan Syariah
3. Untuk mengetahui dasar hukum Pembiayaan Syariah
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Pembiayaan Syariah
5. Untuk mengetahui penggunaan akad-akad pada Pembiayaan Syariah
v
BAB II
PEMBAHASAN
1
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan
Pembiayaan
2
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT.
Indeks, 2006)., hlm. 247.
vi
lembaga pembiayaan konvensional tidak melakukan persetujuan dengan pihak
yang dibiayai mengenai penetapan imbalan yang berupa bunga3.
vii
Dalam kegiataan pembiayaan syariah wajib memenuhi prinsip keadilan (‘adl),
keseimbangan (tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah),
tidak mengandung gharar (onjek transaksi tidak jelas), maysir (spekulatif), riba
(tambahan yang haram), zhulm (tidak adil), risywah (suap), dan objek haram.
Bagi hasil adalah akad kerja sama antara bank sebagai pemilik modal dengan
nasabah sebagai pengelola modal untuk memperoleh keuntungan dan membagi
keuntungan yang diperoleh berdasarkan nisbah yang disepakati. Pembiayaan
denagn system bagi hasil ada dua macam yaitu berdasarkan prinsip mudharabah
dan prinsip musyarakah.
5
Ahmad Supriyadi, SISTEM PEMBIAYAAN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH (Suatu
Tinjauan Yuridis Terhadap Praktek Pembiayaan di Perbankan Syariah di Indonesia),
(Yogyakarta: Al-Mawarid, 2003), hlm. 46.
viii
Bagi hasil menurut syariah diperbolehkan sebab Rasulullah telah melakukan
bagi hasil, beliau mengambil modal dari Siti Khadijah sewaktu berniaga ke Syam.
Adapun praktek dalam system bagi hasil ini, yaitu:
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antar dua pihak, dimana pihak
pertama sebagai pemilik modal dan pihak kedua sebagai pengelola modal, sedang
keuntungan dibagi kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan yang tertuang
dalam perjanjan. Apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu
bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena
kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab
atas kerugian tersebut6.
Adapun pembiayaan mudharabah ini biasanya diterapkan dalam dua hal yaitu:
Musyarakah berasal dari kata syirkah atau disebut juga syarikah yang artinya
akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung sesuai dengan porsi kontribusi dana atau
kesepakatan bersama.
1) Pembiayaan proyek
2) Pembiayaan melalui pembelian saham
6
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001)., hlm. 95.
ix
2. Sistem Jual Beli
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di
mana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau
mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama
bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga
sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin/mark-up)7. Prinsip ini
dilaksanakan karena adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat
keuntungan bank ditetapkan di muka dan menjadi bagian antar harga barang yang
diperjual belikan.
Murahabah adalah akad jual beli atas barang tertentu bahwa transaksi jual beli
tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual belikan
termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
Al-istishna yaitu kontrak jual beli di mana harga atas barang tersebut dibayar
lebih dulu, tetapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang
disepakati Bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan
kemudian.
As-salam yaitu akad jual beli di mana pembeli membaar uang (sebesar harga)
atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang
diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudia, yaitu pada tanggal yang disepakati.
Pembiayaan berdasarkan prinsip ijarah atau sewa terdiri dari dua macam yaitu
ijarah (sewa menyewa) dan ijarah al-muntahia bittamlik (sewa dengan hak opsi
atau sewa beli). Ijarah tanpa kepemilikan yaitu pemindahan hak penggunaan atau
7
Muhammad (ed.), Bank Syariah: Analis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman,
(Yogyakarta: Ekonisi, 2006), hlm. 18.
x
pemanfaatan tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu
sendiri. Ijarah muntahia bittamlik atau ijarah waiqtina (financial lease with
purchase option) yaitu perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa menyewa atau
dengan kata lain akad sewa yang diakhiri pemindahan kepemilikan ke tangan
penyewa.
Ketentuan hukum syariah dalam kegiatan ekonomi terkait erat dengan adanya
larangan riba dan melakukan transaksi dengan cara yang bathil, di dalam Al-
Qur’an dan hadits, berikut merupakan surah Al Qur’an yang menjelaskan
larangan riba dan larangan melakukan transaksi dengan cara yang bathil adalah
sebagai berikut8:
8
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/6002/3/BAB%20II.pdf diakses pada tanggal
28/05/2023 pukul: 18.22 WIB
xi
Surah Ali Imran Ayat 130 :
َسِّ ٰذلِك ۗ اَلَّ ِذ ْينَ يَْأ ُكلُوْ نَ الرِّ ٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ اِاَّل َكما يَقُوْ ُم الَّ ِذيْ يَتَ َخبَّطُهُ ال َّشي ْٰط ُن ِمنَ ْالم
َ َ
ۗ وا َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰب
ٌوا فَ َم ْن َج ۤا َء ٗه َموْ ِعظَة ۘ بِاَنَّهُ ْم قَالُ ْٓوا اِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل الرِّ ٰب
ٰۤ ُ
ِ َّك اَصْ ٰحبُ الن
ار ۚ هُ ْم َ ول ِٕى فَ َواَ ْمر ٗ ُٓه اِلَى هّٰللا ِ ۗ َو َم ْن عَا َد فَاۗ َِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنت َٰهى فَلَهٗ َما َسل
Salah satu hadits nabi juga mengemukakan mengenai riba, yaitu dari Jabir r.a.,
Artinya: “Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, terkutuklah orang yang
menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua 5
Ibid, h. 127 16 orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya
sama.” (H.R. Muslim no. 2995, kitab Al Masaqqah).
xii
D. Bentuk-bentuk Pembiayaan Syariah
xiii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami susun. Semoga apa yang telah penulis uraikan
diatas dapat bermanfaat bagi kita semua. Karena keterbatasan pengetahuan dan
referensi, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar tulisan
ini dapat disusun menjadi lebih baik dan sempurna.
xiv