Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM 13

MANAJEMEN KEUANGAN

Dosen Pengampu: Sari Heviawati S.TP., M.M

Disusun oleh: Kelompok 5

1. Zalfa Kyla Kaneshia (J0311211007)


2. Meshal Haikal M (J0311211117)
3. Jeri Putra R (J0311211167)
4. Baharico Yusuf R (J0311211211)
5. Namirra Vernadies A (J0311211225)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN INDUSTRI


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2022
TUGAS 1

1. Jelaskan kenapa korporasi menawarkan pembiayaan syariah?


Jawab :
Perusahaan Pembiayaan Syariah adalah pembiayaan berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil. Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah berbeda
dengan kredit yang diberikan oleh bank konvensional. Dalam bank syariah, return atas
pembiayaan tidak dalam bentuk bunga, akan tetapi dalam bentuk lain (bagi hasil)
sesuai dengan akad-akad yang disediakan dalam bank syariah.
Alasan korporasi menawarkan pembiayaan syariah karena di dalam
pembiayaannya tidak terdapat riba. Riba merupakan bunga berbunga, artinya dalam
pelunasan pencicilanjika tidak tepat waktu dapat meningkatkan bunga hingga berkali-
kali lipat, hal ini akan menyusahkan/mencekik peminjam dana. Oleh karena itu riba
adalah sesuatu yang dilarang/diharamkan dalam Islam.

2. Tunjukkan dasar hukum penerapaan pembiayaan syariah


a. Ayat-ayat Al Quran yang terkait (minimal 3 ayat)
b. Sumber hadist yang terkait (minimal 2 hadist)
c. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI (minimal 2 fatwa)
d. Undang-undang Perbankan
e. Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan
Jawab :
A. Ayat-ayat Al Quran yang terkait (minimal 3 ayat)
Q.S An-Nisa ayat 29

Q.S Al Muthaffifin ayat 1-3


Q.S An Nahl Ayat 90
A. Sumber hadist yang terkait (minimal 2 hadist)
1. Hadits Nabi dari Abu Said al-Khudri : Dari Abu Said al-Khudri bahwa
Rasulullah SAW bersabda,:"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka
sama suka." (HR. alBaihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu
Hibban).
2. Hadist Riwayat Ibnu Majah no. 2280, kitab At-Tijarah, yang artinya: “Dari
Shalih bin Shuahaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda,“tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan
rumah, bukan untuk dijual.”

B. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI (minimal 2 fatwa)


1. 130/DSN-MUI/X/2019 Pedoman bagi Lembaga Penjamin Simpanan dalam
Pelaksanaan Penanganan atau Penyelesaian Bank Syariah yang Mengalami
Permasalahan Solvabilitas
2. 124/DSN-MUI/XI/2018 Penerapan Prinsip Syariah dalam Pelaksanaan
Layanan Jasa Penyimpanan dan Penyelesaian Transaksi Efek Serta
Pengelolaan Infrastruktur Investasi Terpadu.
3. 125/DSN-MUI/XI/2018 Kontrak Investasi Kolektif-Efek Beragun Aset
(KIK EBA) Berdasarkan Prinsip Syariah

C. Undang-undang Perbankan
1. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
2. UU 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mengatur tentang jenisusaha,
ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana, dan
larangan bagi Bank Syariah maupun UUS yang merupakan bagian dari Bank
Umum Konvensional.
3. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memiliki
tujuan untunmemberikan keyakinan pada masyarakat yang masih meragukan
kesyariahan operasional Perbankan Syariah.

4. UU 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah didalamnya mengatur pula


kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah meliputi
kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram,
dan zalim. Juga diatur juga mengenai masalah kepatuhan syariah (syariah
compliance) yang kewenangannya beradapada Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang direpresentasikan melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus
dibentuk pada masing-masing Bank Syariah dan UUS.

E. Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan


POJK Nomor 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha
Pembiayaan Syariah dirilis dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip syariah
Islam, termasuk fatwa-fatwa yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2019 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Unit Usaha
Syariah Perusahaan Pembiayaan

3. Jelaskan perbedaan keuntungan pembiayaan syariah di bawah ini.


a) Bebas Riba
b) Minim Resiko
c) Manajemen Islami
d) Halal
e) Mengedepankan Kegiatan Sosial

Jawab :
a) Bebas Riba
Dalam pembagian keuntungan konvesional, keuntungan pembiyaan telah
ditetapkanmenjadi dalam jumlah terntentu dan diputuskan secara sepihak oleh
perusahaan. Sedangkan, bila bebas riba bunga ditiadakan namun akan tetap
mendapatkeuntungan dengan sistem bagi hasil.
b) Minim Resiko
Risiko kerugian lebih sedikit dikarenakan pelaksanaannya yang lebih
transparan dengan unsur kekeluargaan. Sehingga nasabah mengetahui prosedur,
kemana uang investasi digunakan sehingga tidak takut terjadi penipuan.
c) Manajemen Islami
Semua proses dan pengelolaan pada bank syariah haruslah didasarkan atas
syariat Islam, nasabah tentu akan merasa lebih aman dan nyaman saat memilih
pembiayaan syariah.
d) Halal
Pengelolaan pembiayaan syariah menjamin halal seutuhnya dari hasil yang
diperoleh. Prinsip syariah yang dijalani pembiayaan ini mampu membawa
manfaat untuk dunia dan dapat dipertanggungjawabkan di mata agama Islam.
e) Mengedepankan Kegiatan Sosial
Investasi syariah juga digunakan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan
sosial, dengan menjadi penggerak untuk meningkatkan kualitas ekonomi dengan
caramengurangi pengangguran di Indonesia

4. Sebutkan dan jelaskan perbedaan jenis-jenis pembiayaan syariah yang sering


dipraktekan oleh Bank Islam/Syariah/BPR Syariah?

Jawab :

Pembiayaan syariah adalah jenis pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,


sehingga dalam menjalankan seluruh kegiatannya harus selalu mengacu prinsip
hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip
keadilan dan keseimbangan (‘adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme
(alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram.

Jenis Pembiayaan

Sejatinya pembiayaan syariah merupakan proses peminjaman uang tanpa riba yang
tidak berlawanan dengan hukum dan syariat Islam. Sistem inilah yang membedakan
pembiayaan syariah dengan pembiayaan lain yang pada umumnya bisa ditemukan.
Pada sistem pembiayaan syariah tidak terdapat bunga di dalamnya.

1. Pembiayaan Konsumtif Syariah

Pembiayaan konsumtif syariah adalah produk pembiayaan yang bertujuan membantu


kebutuhan kebutuhan konsumtif masyarakat sehingga mendukung aktivitas sehari-hari.
Pembiayaan konsumtif ini dilakukan berdasarkan prinsip syariah dengan
akad murabahah, ijarah maupun multijasa. Bagi masyarakat, kredit dari pembiayaan
ini bisa digunakan untuk pembelian barang konsumsi, kendaraan, sewa rumah, biaya
pendidikan, biaya pernikahan, dan lain sebagainya. Beberapa lembaga pembiayaan
umumnya mematok plafon kredit sampai Rp400 juta.

2. Pembiayaan Investasi Syariah

Pembiayaan investasi syariah merupakan pembiayaan untuk tujuan investasi tempat


usaha, modal usaha atau sarana produksi lainnya sesuai dengan prinsip syariah.
Pembiayaan investasi syariah memiliki alternatif skema pembiayaan diantaranya jual
beli (murabahah) dan leasing syariah (IMBT). Dimana masing-masing memiliki
manfaat yakni murabahah dengan margin tetap selama jangka waktu pembiayaan,
sementara IMBT memastikan performa keuangan yang lebih baik.

Pembiayaan Modal Kerja Syariah

Terakhir ada pembiayaan modal kerja syariah yang merupakan penyediaan dana jangka
pendek atau menengah berdasarkan prinsip syariah untuk membantu usaha nasabah
dalam memenuhi kebutuhan modal kerja seperti penyediaan barang dagangan, bahan
baku, dan kebutuhan modal kerja lainnya.

Ada berbagai macam akad yang digunakan dalam pembiayaan syariah sesuai dengan
kegiatan usaha yang dilakukannya.

Produk Pembiayaan Syariah

1. Pembiayaan Rekening Koran Syariah


Ini merupakan fasilitas yang diberikan perbankan berupa pembiayaan jangka
pendek untuk membiayai kebutuhan modal kerja seasonal.
2. Pembiayaan Sindikasi
Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada lebih dari satu lembaga keuangan
bank untuk satu objek pembiayaan tertentu. Pembiayaan ini biasanya
diperlukan kepada nasabah koperasi karena nilai transaksinya yang sangat
besar.
3. Pembiayaan Take Over
Pembiayaan take over adalah pembiayaan yang timbul akibat take
over terhadap transaksi non syariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh
bank syariah atas permintaan nasabah.
4. Pembiayaan Letter of Credit
Selanjutnya adalah pembiayaan letter of credit yang diberikan dalam rangka
memfasilitasi transaksi import dan eksport nasabah.

5. Jelaskan perbedaan dari bentuk-bentuk pembiayaan syariah di bawah ini?.

a) Saham Syariah
b) Sukuk/Obligasi Syariah
c) Deposito Syariah
d) Reksadana Syariah
e) Pasar Modal Syariah
• Saham Syariah merupakan salah satu bentuk dari saham biasa yang memiliki
karakteristik khusus berupak control yang ketat dalam hal kehalalan ruang
lingkup kegiatan usaha. Saham syariah adalah sertifikat yang menunjukan bukti
kepemilikan suatu perusahaan yang diterbitkan oleh emiten yang kegiatan
usaha maupun cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
• Obligasi Syariah atau sukuk merupakan surat berharga (efek) berupa
penyertaan modal yang diterbitkan oleh penerbit sukuk dan dilakukan sesuai
prinsip syariah.
• Deposito Syariah adalah produk keuangan beupa simpanan berjangka yang
dikelola berdasarkan prinsip syariah. Deposito syariah ditujukan bagi nasabah
perorangan dan perusahaan. Perbedaan antara deposito konvensional dengan
deposito syariah terletak pada cara pengelolaannya yaitu menggunakan
akadmudharabah.
• Reksadana Syariah adalah wadah untuk mengumpulkan dana masyarakat
yang dikelola oleh Manajer Investasi, untuk kemudian diinvestasikan ke dalam
surat berharga seperti saham, obligasi, dan instrumen pasar uang yang
disesuaikan dengan ketentuan dan prinsip syariah Islam antara lain dengan
portofolio penempatan dana di instrumen keuangan syariah seperti saham
syariah dan sukuk.
• Pasar Modal Syariah adalah pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip
syariah.Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
o Larangan terhadap setiap transaksi yang mengandung unsur
ketidakjelasan.
o Instrumen atau efek yang diperjual belikan harus memenuhi kriteria
halal.
Kasus 1

A) PT. VokBIZ Syariah korporasi yang bergerak dibidang tataniaga kebutuhan pokok
(sembako) bekerjasama dengan 3 orang investor, yang bernama Hasan, Ismail, dan
Ardi. Mereka bertiga bersepakat berinvestasi di PT. AgrBiz Syariah dengan sistem
mudharabah. Modal tambahan yang dibutuhkan PT. VokBIZ Syariah sebesar Rp.
6.000.000.000,- (enam milyar rupiah). PT. VokBIZ Syariah dan para investor
bersepakat bahwa keuntungan akan disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan
masing-masing.

Rincian prosentase dari modal yang ditanam masing-masing sebesar Rp.


6.000.000.000,-

adalah:

Hasan : Rp. 2.400.000.000,- (40%)

Ismail : Rp. 1.500.000.000,- (25%)

Ardi : Rp. 2.100.000.000,- (35%)

Selanjutnya uang tersebut diserahkan kepada PT. VokBIZ Syariah untuk diniagakan
dengan akad mudharabah. Pada saat akad disepakati bahwa keuntungan dibagi 60%
untuk pemilik modal (Hasan, Ismail, dan Ardi) dan 40% untuk PT. VokBIZ Syariah.
Keuntungan dibagikan (dihitung) setiap usaha telah memperoleh laba (satu kali putaran
produksi).

Pertanyaan:
1. Jika PT. VokBIZ Syariah memperoleh keuntungan setelah satu kali putaran produksi
sebesar Rp. 1.250.000.000,-. Bagaimana cara pembagian keuntungannya untuk
masing-masing pemilik modal?

Jawab :

2. Pada putaran akhir bisnis kedua, modal yang ada diperhitungkan akan dilakukan
divestasi (pengembalian modal). Ternyata PT. VokBIZ Syariah mengalami kerugian.
Kerugiannya sebesar Rp. 500.000.000,-. Pada posisi akhir bisnis putaran kedua sisa
modal dari para investor menjadi Rp. 5.500.000.000,- (Rp. 6.000.000.000 –
500.000.000,-).

a) Bagaimana mana perhitungan bagi untungnya?

Jawab :

Pada no. 1 Menunjukan pernah dibagikan keuntungan sebesar Rp1.250.000.000 maka


(sisa modal + keuntungan)

= Rp 5.500.000.000 + Rp 1.250.000.000

= Rp 6.750.000.000

*Modal tidak mengalami kerugian

(Jumlah modal - uang yang ada)

= Rp 6,750.000.000 - Rp 6.000.000.000
= Rp 750.000.000 (laba sebenarnya)

Pembagian Modal:

- Pemilik modal = 60% x 750.000.000= Rp 450.000.000

- PT VokBIZ syariah = 40% x 750.000.000= Rp 300.000.000

b) Berapa nilai modal yang dikembalikan kepada masing-masing para pemilik


modal?

Jawab :

Bagian keuntungan yang pernah diterima masing-masing yang harus dianggap


sebagai modal, adalah:
Hasan : 40% x 450.000.000 = Rp.180.000.000
Ismail : 25% x 450.000.000 = Rp.112.500.000
Ardi : 35% x 450.000.000= Rp.157.500.000

Maka ketiga orang ini diakhir bisnis masing-masing akan menerimapengembalian


modal, sebagai berikut:
Hasan : 2.400.000.000 - 180.000.000 = Rp.2.220.000.000
Ismail : 1.500.000.000 - 112.500.000 = Rp.1.387.500.000
Ardi : 2.100.000.000 - 157.500.000 = Rp.1.942.500.000
Catatan: Dalam sistem mudharabah, jika korporasi mengalami kerugian,
keuntungan putaran sebelumnya diperhitungkan lagi dalam penentuan bagi hasil dan
pengembalian modal pada putaran berikutnya.

3. Jika pada putaran akhir bisnis kedua, modal yang ada diperhitungkan serta akan
dilakukan divestasi (pengembalian modal), ternyata PT. VokBIZ Syariah
mengalami kerugian. Kerugiannya sebesar Rp. 2.500.000.000,-. Pada posisi akhir
bisnis kedua sisa modal dari para investor menjadi Rp. 3.500.000.000,- (Rp.
6.000.000.000 – Rp. 2.500.000.000,-).
A) Bagaimana mana perhitungan bagi untung/ruginya, jika masing-masing pemilik
modalmengembalikan keuntungan yang pernah diperolehnya?
Jawab :

Soal no 2 bagian A menunjukan pendapatan Laba sebesar


Rp750.000.000 (Rugi + Laba)
= - Rp2.500.000.000 + Rp750.000.000 = Rp1.750.000.000

Pembagian Modal :
Pemilik modal = 60% x Rp1.750.000 = Rp1.050.000.000
PT. VokBiz Syariah = 40% x Rp1.750.000.000 = Rp700.000.000

Jadi perhitungan rugi untuk masing - masing pemilik modal mengembalikan


keuntungan yang pernah diperoleh :
Hasan : 40% x 1.750.000.000 = Rp. 700.000.000
Ismail : 25% x 1.750.000.000 = Rp. 437.500.000
Ardi : 35% x 1.750.000.000 = Rp. 612.500.000

Total kerugian untuk pemilik modal sebesar Rp. 1.750.000.000

B) Bagaimana mana perhitungan bagi untung/ruginya, jika masing-masing pemilik


modaltidak mengembalikan keuntungan yang pernah diperolehnya?
Jawab :

Kerugian yang diperoleh Rp2.500.000.000

Hasan : 40% x 2.500.000.000 = Rp. 1.000.000.000


Ismail : 25% x 2.500.000.000 = Rp. 625.000.000
Ardi : 35% x 2.500.000.000 = Rp. 875.000.000

C) Berapa nilai modal yang dikembalikan kepada masing-masing para pemilik


modal?
Jawab :
Total kepemilikan modal Rp3.500.000.000

Hasan : 40% x 3.500.000.000 = Rp. 1.400.000.000


Ismail : 25% x 3.500.000.000 = Rp. 875.000.000
Ardi : 35% x 3.500.000.000 = Rp. 1.225.000.000

Maka ketiga orang ini di akhir bisnis masing-masing akan menerima


pengembalian modal sebagai berikut:

Hasan : 1.400.000.000 - 700.000.000 = Rp. 700.000.000


Ismail : 8750.000.000 - 437.500.000 = Rp. 437.500.000
Ardi : 1.225.000.000 - 612.500.000 = Rp. 612.500.000

KASUS 2

Hasan, Ismail, dan Ardi bersepakat untuk melakukan perjanjian kerjasama


musyarakah, dalam satu usaha bisnis, dimana semua pihak mengumpulkan modal dan
mengelolanya secara bersama-sama.Modal yang dibutuhkan Husen sebesar Rp.
200.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Masingmasing pemodal bersepakat, pembagian
keuntungan akan disesuaikan dengan modal yangdiinvestasikan masing-masing tanpa
membedakan kemampuan dalam melakukan pekerjaannya. Modal yang diinvestasikan
sesuai dengan kesanggupan masing-masing, yaitu:

• Hasan : Rp. 50.000.000 (25%)


• Ismail : Rp. 80.000.000 (40%)

• Ardi : Rp. 70.000.000 (35%)

1. Setelah satu kali putaran produksi, diperoleh keuntungan sebesar Rp. 25.000.000,
Bagaimana pembagian keuntungan antara anggota syirkah disesuaikan dengan
modal yang diinvestasikan masing-masing anggota syirkah?
Jawab :
Cara 1 (Persentase saham masing-masing pemilik modal x Keuntungan)
• Hasan : 25% x 25.000.000 = 6.250.000
• Ismail : 40% x 25.000.000 = 10.000.000
• Ardi : 35% x 25.000.000 = 8.750.000 + 25.000.000

Cara 2 ( Keuntungan : Seluruh modal x Modal masing-masing)


25.000.000 : 200.000.000 = 0,125
• Hasan : 0,125 x 50.000.000 = 6.250.000
• Ismail : 0,125 x 80.000.000 =10.000.000
• Ardi : 0,125 x 70.000.000 = 8.750.000 + 25.000.000

2. Jika diakhir putaran bisnis kedua sampai kelima, bisnis mengalami rugi Rp.
15.000.000,- (putaran 2), untung Rp. 30.000.000,- (putaran 3), untung Rp.
20.000.000,- (putaran 4), dan rugi Rp. 25.000.000,- (putaran 5).

a) Berapa nilai keuntungan/kerugian yang diperoleh masing-masing para


pemilik modal?
Jawab :
Putaran 1 = 25.000.000
Putaran 2 (Rugi) = 15.000.000 –
10.000.000
Putaran 3 (Untung) = 30.000.000 +
40.000.000
Putaran 4 (Untung) = 20.000.000 +
60.000.000
Putaran 5 (Rugi) = 25.000.000 –
35.000.000

Hasan = 25% x 35.000.000 = 8.750.000

Ismail = 40% x 35.000.000 = 14.000.000

Ardi = 35% x 35.000.000 = 12.250.000

b) Berapa nilai pengembalian modal untuk masing-masing para pemilik modal,


jika di akhir putaran ke-5 dilakukan divestasi?
Jawab :
Hasan = 50.000.000 - 8.750.000 = 41.250.000
Ismail = 80.000.000 - 14.000.000 = 66.000.000
Ardi = 70.000.000 - 12.250.000 = 57.750.00

Anda mungkin juga menyukai