Disusun Oleh :
Kelompok 10
2023
KATA PENGANTAR
Assalammu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Puji syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat , hidayah serta karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Ekonomi Syariah Pada
Lembaga Syariah”. Penyusunan tugas ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Hukum Ekonomi Syariah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Karena penulis hanya manusia biasa yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai
hal. Oleh karena itu, tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu
pula dengan makalah ini yang telah penulis selesaikan. Penulis telah melakukannya
semaksimal mungkin dengan kemampuan yang dimiliki.
Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga gagasan pada makalah
ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya pembaca. Penulis
ucapkan kepada seluruh anggota kelompok 10 atas partisipasinya dalam mengerjakan makalah
ini sehingga dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Kelompok 10
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki prospek yang
baik dalam kegiatan ekonomi, hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya lembaga
keuangan bank dan non bank yang berkembang dengan baik. Semakin berkembangnya
lembaga keuangan non bank yang menawarkan berbagai bentuk fasilitas pembiayaan akan
lebih memperluas penyediaan pembiayaan alternatif bagi dunia usaha serta kebutuhan
masyarakat Indonesia dalam sistem perekonomian Indonesia. Perluasan lembaga pembiayaan
disambut baik oleh pemerintah, yaitu dengan adanya Kepres No 61 Tahun 1988, dimana dalam
Kepres ini di dalamnya terdapat landasan operasional yang jelas.
Dalam perkembangan selanjutnya, landasan hukum perusahaan pembiayaan
semakin kuat dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang
perusahaan pembiayaan, yang menjelaskan bahwa : “Perusahaan pembiayaan adalah badan
usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan selain beroperasi
menggunakan sistem keuangan konvensional, lembaga pembiayaan ini juga dapat melakukan
kegiatannya dengan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dimana pada saat ini prinsip
syariah sedang berkembang dalam berbagai transaksi keuangan di Indonesia sebagai alternatif
pembiayaan yang adil dan berkah bagi individu yang menjalankannya.
Sistem keuangan Islam yang bebas dari prinsip bunga diharapkan mampu menjadi
alternatif terbaik dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Penghapusan prinsip bunga ini
memiliki dampak makro yang cukup baik bagi perkembangan ekonomi Indonesia, hal ini dapat
dilihat dengan banyaknya lembaga keuangan yang menggunakan prinsip syariah dalam
menjalankan kegiatannya. Untuk mewujudkan sistem keuangan yang adil dan efisien, maka
setiap tipe dan lapisan masyarakat harus terwadahi keinginannya dalam berinvestasi dan
berusaha, sesuai dengan kemampuan dan keinginan mereka. Lembaga pembiayaan harus
memfasilitasi hal tersebut guna menampung seluruh keinginan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan akan sumber dana yang mereka inginkan.
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu sebagai berikut :
a. Apa yang dimaksud dengan pembiayaan syariah?
b. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip pembiayaan syariah?
c. Apa saja yang mejadi dasar hukum pembiayaan syariah?
d. Jabarkanlah bentuk-bentuk pembiayaan syariah?
e. Apa sajakah penggunaan akad-akad pada pembiayaan syariah?
f. Apa yang dimaksud dengan financial tehnology (fintech syariah)?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembiayaan Syariah
Istilah pembiayaan pada dasarnya lahir dari pengertian I believe, I trust, yaitu „saya
percaya‟ atau „saya menaruh kepercayaan‟. Perkataan pembiayaanyang artinya kepercayaan
(trust) yang berarti bank menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah
yang diberikan oleh bank selaku shahibul maal. Dana tersebut harus digunakan dengan benar,
adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas serta saling menguntungkan
bagi kedua belah pihak1. Menurut kamus besar bahasa Indonesia pembiayaan adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.
Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992, yang dimaksud pembiayaan adalah “Penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan sejumlah bunga, imbalan
atau pembagian hasil.”. Sedangkan menurut PP No. 9 tahun 1995, tentang pelaksanaan simpan
pinjam oleh koperasi, pengertian pinjaman adalah : “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
koperasi dengan pihak lain yangmewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan disertai pembayaran sejumlah imbalan”
Lembaga Pembiayaan diatur dalam Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 tentang
Lembaga Pembiyaanan. Menurut Pasal 1 Perpres No. 9 Tahun 2009 yang dimaksud dengan
Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang konsumsi. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
28/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan Pasal 1
perusahaan pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk
pengadaan barang dan/atau jasa2. Perusahaan pembiayaan syariah adalah perusahaan
pembiayaan yang seluruh kegiatan usahanya melakukan pembiayaan syariah . Pasal 1 ayat 3
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha
1
Veithzal, Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi, (Jakarta: Bumi Aksara 2010), h.698
2
Serlika,Atika, Hukum Dagang, (Jakarta : Predanamedia Group 2014), h.150
3
Pembiayaan Syariah : Lembaga penjaminan adalah Perusahaan Penjaminan, Perusahaan
Penjaminan Syariah, Perusahaan Penjaminan Ulang, dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah.
Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara BRI dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Untuk selanjutnya Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip Syariah dalam Bisnis Syariah disebut Pembiayaan3. Menurut Veithzal
Rival dan Arifin (2010:681) dalam bukunya yang berjudul “Islamic Banking”, Pembiayaan
atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik sendiri maupun lembaga. Atau
pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :
a. Transaksi dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik.
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang mudharabah, salam, dan istishna.
d. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk Qard, dan
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multi jasa4.
3
Rahadi Kristiyanto, Konsep Pembiayaan Dengan Prinsip Syariah Dan Aspek Hukum Dalam Pemberian
Pembiayaan Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Syariah Semarang, Jurnal Law reform, Vol. 5.
No.1 2010, h.104
4
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,2010), h.78.
4
2.2 Prinsip-Prinsip Pembiayaan Syariah
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara BRI dan
pihak lain untuk penyimpanan dan/atau pempembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lain-nya
yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Dalam Undnag-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perbankan yakni harus berpedoman pada prinsip-prinsip syariah yaitu prinsip mudharabah,
prinsip musyarakah, prinsip murabahah dan prinsip ijarah. Sistem pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah menurut sudut pandang yuridis adalah sebagai berikut:
a) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan prinsip musyarakah
b) Pembiayaan jual beli berdasarkan prinsip murabahah, prinsip istishna dan prinsip as-salam
c) Pembiayaan sewa-menyewa berdasarkan prinsip ijarah (sewa murni) dan Ijarah al-
muntahia bit-tamlik (sewa beli atau sewa dengan hak opsi). Penjelasan ketiga sistem
pembiayaan diatas adalah sebagai berikut:
5
Syafi’I, Antonio, Bank Syariah Dari Teori Kepraktik, (Jakarta: Gema Insani 2001), hal 95
5
Prinsip mudharabah terdapat adanya penggabungan antara pengalaman keuangan
dengan pengalaman bisnis. Dalam sistem ini bank memberikan modal dana dan nasabah
menyediakan kapabiliti usaha. Selanjutnya laba dibagi menurut suatu rasio yang disepakati.
Dalam hal kerugian, banklah yang memikulnya dan nasabah hanya kehilangan nilai
kerjanya selama modal pokok tidak berkurang. Bila modal pokok berkurang, maka nas
harus mengembalikannya seperti semula dan nasabah disebut sebagai orang yang
mempunyai hutang terhadap bank selama belum dibayar. Pembiayaan mudharabah bila
dijalankan dengan menejemen yang baik dan keterbukaan dapat bermanfaat menghilangkan
kesenjangan antara majikan dan karyawan.
Contoh: Amin seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang, kemudian
mengajukan permohonan pembiayaan kepada bank syariah dalam bentuk bagi hasil
berdasarkan prinsip mudharabah untuk jangka waktu satu atau dua tahun. Caranya adalah
dengan menghitung perkiraan modal yang dibutuhkan dan pendapatan yang akan diperoleh
dari usaha tersebut, misalnya jumlah modal yang dibutuhkan Rp. 30.000.000,- dan
keuntungan yang diperoleh Rp. 5.000.000,- perbulan. Dari pendapatan ini harus disisihkan
terlebih dahulu untuk tabungan pengembalian modal misalnya Rp. 2.000.000,- selebihnya
dibagi antara bank dengan nasabah debitur sesuai perjanjian misalnya 50% untuk nasabah
dan 50% untuk bank.
7
memesan untuk membeli barang, bank memperoleh keuntungan jual beli yang disepakati
bersama antara para pihak.
Pembiayaan dengan sistem jual beli berdasarkan prinsip murabahah disyaratkan harus
menjelaskan harga pokok barang dan juga menentukan besarnya keuntungan bagi bank.
Bank dalam menetapkan margin keuntungan perlu kehati-hatian atau secara wajar dan tidak
berlebih-lebihan, karena jika berlebihan adalah merupakan riba yang dilarang Islam.
Contoh: Mamat seorang pengusaha membutuhkan kendaraan sepeda motor yang harganya
Rp. 5. 000.000,- untuk fasilitas transportasi urusan usaha, ia mengajukan permohonan
pembiayaan kepada bank syariah dengan jangka waktu dua tahun. Setelah bank meneliti
kemampuan nasabah untuk membayar dan aspek legalnya, ia mendapat pembiayaan dengan
cara sebagai berikut: Diketahui harga sepeda motor Rp. 5.000.000,- hasil negosiasi bank
memperoleh keuntungan sebesar Rp. 1.000.000,- selama dua tahun. Dengan demikian
nasabah mengembalikan kepada bank sebesar Rp. 5.000.000,- ditambah keuntungan Rp.
1.000.000,- (20% dari modal) jumlah Rp. 6.000.000,- diangsur selama dua tahun Rp. 6.000
.000,- diangsur 24 bulan yaitu tiap bulan Rp. 250.000, 24 bulan yaitu tiap bulan Rp.
250.000,-
2. Jual Beli Berdasarkan Prinsip Al-Istishna
Istishna adalah akad jual beli barang pesanan antara nasabah (pembeli) dan bank
(Penjual), spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati diawal akad dengan pembayaran
dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. Jual beli dengan prinsip al-istishna
diperuntukkan bagi perusahaan yang punya pesanan barang tetapi tidak mempunyai dana
untuk produksi. Jual beli yang dimaksudkan adalah bank menyanggupi pembelian barang
yang masih dalam proses pembuatan sesuai dengan pesanan nasabah. Tanggung jawab
selama barang itu belum jadi masih menjadi tanggung jawab bank dan produsen. Setelah
barang pesanan itu jadi, bank membelinya dan menjual barang tersebut kepada nasabah.
Tetapi bila nasabahnya itu adalah perusahaan yang memproduksi barang tersebut, maka
tanggung jawab ada pada nasabah dan bank selama proses pembuatan dimana bank dapat
menuntut kerugian bila pesanan tidak sesuai dengan kriteria yang diperjanjikan.
Contoh memperoleh pembiayaan berdasarkan prinsip al-istishna: perusahaan konveksi
mendapat pesanan barang celana sebanyak 4.000 potong. Untuk memproduksi barang
tersebut perusahaan membutuhkan dana Rp. 40.000.000,-. Setelah mengajukan ke bank
Syariah, bank menyanggupi untuk memberikan modal dana. Menurut proyeksi perusahaan
harga satu potong celana Rp. 15.000,- adapun bank diberi harga Rp. 13.000,- perpotong
sehingga bank mendapat keuntungan Rp. 2.000,- perpotong. Jadi keuntungannya yaitu:
8
Diketahui: jumlah barang 4000 potong celana, modal dana yang dibutuhkan Rp. 40. 000
000,- jadi a = Rp. 10.000,- harga barang di pasar Rp. 15.000 x Rp.4.000 Rp. 60. 000.000,-
harga barang bagi bank Rp. 13.000 x Rp.4.000 Rp.52.000.000,- Jadi keuntungan Bank Rp.
2.000 x Rp.4.000,- Rp.8.000.000,-dan keuntungan perusahaan Rp.3.000 x Rp.4.000,-
Rp.12.000.000,-
C. Sistem Sewa
Ijarah termasuk salah satu pembiayaan di Perbankan syariah, menurut ijarah adalah
akad pemindahan hak penggunaan atau pemanfaatan atas barang atau jasa dengan melalui
pembayaran sewa kepada pemilik. Pembiayaan berdasarkan prinsip ijarah atau sewa terdiri
dari dua macam yaitu ijarah (sewa-menyewa) dan ijarah al-muntahiya bittamlik (sewa dengan
hak opsi atau sewa beli). Ijarah tanpa kepemilikan Yaitu pemindahan hak penggunaan atau
pemanfaatan tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Ijarah
muntahiya bit-tamlik atau ijarah waiqtina (financial lease with purchase option) yaitu
perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa-menyewa atau dengan kata lain akad sewa yang
diakhiri pemindahan kepemilikan ke tangan penyewa.
9
Praktek pembiayaan oleh bank syariah dengan prinsip tersebut adalah menggunakan
prinsip sewa beli atau ijarah al-muntahia bit-tamlik. Karena sifat pembiayaan adalah untuk
menolong para pengusaha yang membutuhkan modal dan bank juga tidak bermaksud untuk
memiliki barang tersebut, sehingga hanya pembiayaan sewa beli yang dilakukan. Sewa beli
yang dimaksudkan prakteknya adalah sebagai berikut, nasabah membutuhkan rumah dengan
harga beli Rp. 100 juta. Bank membelikannya kemudian disewakan kepada nasabah yang
lamanya sesuai kesepakatan. Misalnya lama sewa beli satu tahun dengan harga sewa Rp. 5.000
000,-maka nasabah harus membayar dengan cara mengangsur harga beli ditambah harga sewa
yaitu Rp. 100.000 000, + Rp. 5.000.000,= Rp. 105.000.000,-.
Artinya: “Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri,
kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu
terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba.Padahal, Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai
kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga
apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka.
Mereka kekal di dalamnya.” (Q.S.Al-Baqarah : 275)6
6
Kementrian Agama, Al-Qur’an Terjemah Dan Tajwid, (Surakarta : Ziyad 2014), h.47
10
(b). Hadits
Artinya : “Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya
jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan
dinilai shahih oleh Ibnu Hibban)7.
Artinya : “Rasulullah ﷺmengutuk orang yang makan harta riba, yang memberikan
riba, penulis transaksi riba dan kedua saksi transaksi riba. Mereka semuanya sama
(berdosa)." (HR Muslim)8
Artinya : “ Hukum asal muamalah itu adalah boleh (mubah) dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.”9
(d). Undang-Undang
Undang-Undang tentang Perbankan No. 10 Tahun 1998, dimana pada undang-
undang ini telah dilakukan revisi terhadap beberapa pasal yang dianggap penting dan
merupakan aturan hukum secara leluasa menggunakan istilah syariah dengan tidak
lagi menggunakan istilah bagi hasil. Diantaranya ketentuan ini mencakup :
1) Pasal 1 ayat (12) menyatakan: "Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
7
Fithriana Syarqawie, Fikih Muamalah,(Banjarmasin : IAIN Antasari Press 2014), h.66
8
Iwan Permana, Hadits Ahkam Ekonomi, ( Jakarta : Amzah 2020), h.95
9
Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, (Jakarta: Prenada Media Group 2007), h. 10
11
yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
2) Pasal 1 ayat (13) berbunyi : "Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara
lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan
prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah
waiqtina).
10
Asiyah, Nur, Managemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: Kalimedia 2015 ),h. 13
12
d. Pembiayaan Sindikasi
Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada lebih dari satu lembaga keuangan bank untuk
satu objek pembiayaan tertentu. Pembiayaan ini biasanya diperlukan kepada nasabah
koperasi karena nilai transaksinya yang sangat besar.
e. Pembiayaan Take Over
Yaitu pembiayaan yang timbul akibat take over terhadap transaksi non syariah yang
telah berjalan yang dilakukan oleh bank syariah atas permintaan nasabah.
f. Pembiayaan Letter of Credit
Yaitu pembiayaan yang diberikan dalam rangka memfasilitasi transaksi import dan
eksport nasabah.
Salah satu tugas pokok bank yaitu memberikan Pembiayaan, Menurut sifat
penggunannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu11:
1. Pembiayaan Produktif
yaitu pembiayaan yang diajukan untuk memenuhi kebutuhan produksi, dalam arti luas,
yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun
investasi.
2. Pembiayaan Konsumtif
Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan
habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Merupakan pembiayaan yang digunakan
untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi.
11
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafik 2008), h. 46
13
(maslahah). Dan universalisme (alamiyah) serta tidakmengandung gharar, masyir, riba, zhulm,
riswah, dan obyek haram Kegiatan usaha pembiayaan syariah , yaitu dengan menggunakan
akad-akad yang meliputi12:
12
Jaih Mubarok, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta : Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah 2021), h.134
14
d). Pembiayaan Jasa
Kegiatan pembiayaan jasa dilakukan dengan menggunakan akad:
1. Ijarah : adalah pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam jangka waktu
tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti denganpemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
2. Ijarah Muntahiyah Bittamlik : adalah ijarah yang disertai dengan janji pemindahan
kepemilikan (wa‟d) setelah masa ijarah selesai;
3. Hawalah Atau Hawalah Bil Ujrah : adalah pengalihan utang dari satu pihak
yangberutang kepada pihak lain yang wajib menanggung
4. Wakalah Atau Wakalah Bil Ujrah : adalah pemberian kuasa dari pemberi kuasa
(muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) dalam hal yang boleh diwakilkan.dimana
penerima kuasa (wakil) tidak menanggung risiko terhadap apa yangdiwakilkan, kecuali
karena kecerobohan.
Ketentuan Akad pembiayaan menurut fatwa Dewan Syariah Nasional MUI (DPS-MUI)
yaitu sebagai berikut :
a. Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang Secara Syariah adalah Wakalah bil
Ujrah.
b. Pihak yang berpiutang mewakilkan kepada pihak lain untuk melakukan pengurusan
dokumen-dokumen penjualan kemudian menagih piutang kepada pihak yang berutang
atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang;
c. Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dari yang berpiutang untuk melakukan penagihan
(collection) kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang
berutang untuk membayar.
d. Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memberikan dana talangan (Qardh) kepada
pihak yang berpiutang sebesar nilaipiutang;
e. Atas jasanya untuk melakukan penagihan piutang tersebut, pihak yang ditunjuk menjadi
wakil dapat memperoleh ujrah/fee.
f. Besar ujrah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk presentase yang dihitung dari pokok piutang.
g. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan atausesuai kesepakatan dalam akad.
h. Antara akad Wakalah bil Ujrah dan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan
(ta‟alluq).
15
2.6 Financial Tehnology (Fintech Syariah)
Finansial Teknologi atau Financial Technology (Fintech) merupakan istilah umum
yang mengacu pada perangkat lunak, aplikasi seluler, dan teknologi lain yang dibuat untuk
meningkatkan dan membuat otomatis bentuk keuangan tradisional untuk bisnis dan konsumen.
Selain itu fintech pun dapat diartikan sebagai kombinasi kata "keuangan" dan "teknologi,"
adalah istilah yang relatif baru, dan seringkali samar-samar yang berlaku untuk teknologi apa
pun yang muncul yang membantu konsumen atau lembaga keuangan memberikan layanan
keuangan dengan cara yang lebih baru dan lebih cepat daripada yang tersedia secara
tradisional13. Fintech memberdayakan konsumen untuk mengendalikan kehidupan finansial
mereka, yang mengarah pada literasi finansial yang jauh lebih besar daripada sebelumnya.
Dengan perkembangan teknologi digital yang sangat cepat, menyebabkan perkembangan
Fintech secara langsung memiliki kecepatan perkembangan yang sama tinggi.
Financial technology (fintech) syariah merupakan inovasi yang dilakukan
oleh penyedia layanan intermediasi keuangan yang mengkombinasikan transaksi-transaksi
keuangan melalui optimalisasi fungsi teknologi informasi dengan akad-akad yang
menggunakan skema transaksi syariah14. Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh operator
fintech syariah secara umum juga digunakan dengan lembaga keuangan syariah seperti
perbankan syariah.
Definisi dari fintech syariah ialah perpaduan atau gabungan inovasi antara keuangan
dan teknologi pada proses pelayanan keuangan dan investasi dengan berlandaskan nilai – nilai
ajaran islam. Meskipun fintech syariah merupakan jenis inovasi baru namun perkembangannya
cukup pesat. Pada dasarsanya dalam agama islam memiliki beberapa aturan yang menjadi
acuan sesuai dengan prinsip islam. Sehubungan dengan potensi pengembangan fintech syariah
tersebut, Dewan Syariah Nasional (DSN) Mejelis Ulama Indonesia (MUI) melihat urgensi
diterbitkannnya Fatwa Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah untuk memberikan kepastian landasan
syariah bagi pelaksanaan transaksi akad-akad syariah yang diselenggarakan oleh operator
penyedia platform fintech syariah baik dengan model peer-to-peer financing ataupun
crowdfundin.
13
Safarinda Imani,dkk, Fintech syariah, (Bandung : Widina Bhakti Persada 2023), h 56
14
Rifqi,Izzun, Analisis Resiko Pembiayaan dan Resolusi Syariah pada Peer-To-Peer Financing, , Jurnal Ekonomi
Syariah , Vol.8, No.1, 2020, hal 68
16
Menurut Mukhlisin (2017), fintech Syariah merupakan kombinasi inovasi yang ada
dalam bidang keuangan dan teknologi yang memudahkan proses transaksi dan investasi
berdasarkan nilai-nilai syariah. Acmad (2018), menyatakan bahwa finansial teknologi syariah
adalah sebuah bentuk inovasi pelayanan keuangan berbasis teknologi dan berdasarkan syariat
islam yang bermanfaat untuk membantu masyarakat agar dengan mudah mengakses produk
dan layanan keuangan yang tidak terdapat pada layanan keuangan tradisional. Terkait Fintech
syariah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia menetapkan fatwa No:111/DSN-
MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi berdasarkan prinsip
syariah.
Sinergitas Fintech dengan Bank Syariah dapat menjadi alternatif pembiayaan untuk
meningkatkan produktivitas kinerja perbankan syariah. Pembiayaan yang Disalurkan (PYD),
dan Dana Pihak Ketiga (DPK), perbankan syariah memang mengalami pertumbuhan yang
positif. Perkembangan teknologi menjadi peluang bagi semua industri termasuk industri
keuangan khususnya industri fintech syariah untuk merevolusi kegiatan konvensional menjadi
sebuah inovasi layanan dan produk digital yang memudahkan masyarakat dalam
mengaksesnya. Namun, potensi disruptif pada fintech syariah tidak boleh diremehkan. Disrupsi
fintech syariah bak pisau bermata dua, ia dapat berayun kepada dua arah. Sisi baiknya, Inovasi
fintech memberikan pilihan yang lebih selaras dengan kebutuhan individu. Dengan lebih
banyak pilihan, konsumen menikmati biaya layanan keuangan yang lebih kompetitif. Sehingga,
teknologi terbaru yang dianut oleh fintech yang memanfaatkan internet, perangkat seluler dan
integrasi media sosial menjadikan transaksi.
17
pembiayaan melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet15. Penerima
Pembiayaan adalah pihak yang menggunakan dana yang bersumber dari Pemberi Pembiayaan.
Pemberi Pembiayaan adalah pihak yang memiliki dana dan bermaksud memberikan
pembiayaan untuk membantu pihak yang membutuhkan dana.
MUI mengeluarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN -
MUI) No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi
berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas delapan bagian :
1) Ketentuan Umum;
2) Ketentuan Hukum;
3) Subjek Hukum;
4) Ketentuan Terkait Pedoman Umum Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi;
5) Mode Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi;
6) Ketentuan Terkait Mekanisme Dan Akad;
7) Penyelesaian Perselisihan;
8) Penutup.
15
Trimulato, Linkage Bank Syariah dan Fintech Syariah Penyaluran Pembiayaan Berbasis Digital dan Risiko
Pembiayaan, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Vol,8., No.02, 2022
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan makalah di atas yaitu sebagai berikut :
a. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara BRI dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau
tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut sudut pandang yuridis adalah sebagai
berikut: Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan prinsip
musyarakah,Pembiayaan jual beli berdasarkan prinsip murabahah, prinsip istishna dan
prinsip as-salam, Pembiayaan sewa-menyewa berdasarkan prinsip ijarah (sewa murni)
dan Ijarah al-muntahiya bit-tamlik (sewa beli atau sewa dengan hak opsi).
b. Adapun dasar hukum dari lembaga pembiayaan yaitu : surah Al-Baqarah : 275, HR. al-
Baihaqi dan Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban, dan dari kaidah fiqhiyyah
yaitu "Hukum asal muamalah itu adalah boleh (mubah) dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya".
c. Bentuk-bentuk pembiayaan syariah yaitu : Pembiayaan Modal Kerja Syariah,
Pembiayaan Investasi Syariah, Pembiayaan Konsumtif Syariah, Pembiayaan Sindikasi,
Pembiayaan Take Over, Pembiayaan Letter of Credit.
d. Akad-akad dalam pembiayaan syariah yaitu meliputi : Akad Murabahah, Akad Ijarah,
Akad Musyarakah, Akad Musyarakah mutanaqishoh, Mudharabah Musyarakah, Ijarah
Muntahiyah Bittamlik,Hawalah atau Hawalah Bil Ujrah, Wakalah atau Wakalah Bil
Ujrah.
e. Financial technology (fintech) syariah merupakan inovasi yang dilakukan oleh penyedia
layanan intermediasi keuangan yang mengkombinasikan transaksi-transaksi keuangan
melalui optimalisasi fungsi teknologi informasi dengan akad-akad yang menggunakan
skema transaksi syariah
3.2 Saran Dan Kritik
Apabila ada kesalahan dalam penulisan nama, tempat dan gelar, penulis memohon
maaf, karena penulis hanya manusia biasa yang tidak terlepas dari perbuatan khilaf. Penulis
juga berharap kritikan yang membangun untuk menjadilan makalah ini lebih baik lagi .
19
DAFTAR PUSTAKA
Agama Kementrian.2014. Al-Qur‟an Terjemah Dan Tajwid, Surakarta : Ziyad
Ali Zainuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafik
Antonio Syafi‟i. 2001. Bank Syariah Dari Teori Kepraktik. Jakarta: Gema Insani
Arifin Veithzal. 2010. Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi. Jakarta: Bumi
Aksara
Atika, Serlika.2023. Hukum Dagang, Jakarta : Predanamedia Group
Djazuli. 2007. Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Prenada Media Group
Imani Safarinda, dkk.2023. Fintech syariah, Bandung : Widina Bhakti Persada
Izzun, Rifqi. 2020. Analisis Resiko Pembiayaan dan Resolusi Syariah pada Peer-To-Peer
Financing, Jurnal Ekonomi Syariah , Vol. 8, No.1
Kristiyanto Rahadi. 2010. Konsep Pembiayaan Dengan Prinsip Syariah Dan Aspek Hukum
Dalam Pemberian Pembiayaan Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Kantor Cabang
Syariah Semarang, Jurnal Law reform, Vol. 5. No.1
Mubarok Jaih.2021. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta : Departemen Ekonomi dan Keuangan
Syariah
Nur, Asiyah. 2015. Managemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: Kalimedia
Permana Iwan.2020. Hadits Ahkam Ekonomi, Jakarta : Amzah
Syarqawie, Fithriana.2014. Fikih Muamalah. Banjarmasin : IAIN Antasari Press 2014
Trimulato.2022. Linkage Bank Syariah dan Fintech Syariah Penyaluran Pembiayaan Berbasis
Digital dan Risiko Pembiayaan. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Vol,8., No.02
Wangsawidja.2010. Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
20