Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TEORI EKONOMI MIKRO ISLAM

Sejarah mekanisme pasar dalam islam

OLEH:

Zaenul Fanani

NIM. 170501221

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas

karunia, rahmat, dan nikmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

makalah yang berjudul sejarah mekanisme pasar dalam islam.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah TEORI

EKONOMI MIKRO. Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis

banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih.

Makalah ini juga masih jauh dari kata sempurna karena memiliki banyak

kekurangan, baik dalam hal isi dan sistematika maupun dalam teknik penulisannya.Oleh

sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya

bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang...............................................................................................

b. Rumusan Masalah .........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

a. Konsep Harga Abu Yusuf .............................................................................

b. Proses Evolusi Pasar Al-Gazali......................................................................

c. Konsep Permintaan Penawaran Harga Dan Laba Menurut Al-Gazali..........

d. Mekanisme Pasar Ibnu Taimiyah …………………………………………..

e. Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Pasar Harga …………………………….

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan ...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang sempurna. Hal ini dikarenakan didalamnya dibahas

nilai-nilai, etika, dan pedoman hidup secara komperhensif. Islam pula merupakan agama

penyempurna agama-agama terdahulu dan mengatur seluruh aspek kehidupan manusia

baik persoalan aqidah maupun muamalah. Dalam hal muamalah, Islam mengatur

kaitannya dengan relasi manusia dengan sesama dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya sehari-hari termasuk didalamnya dituntun bagaimana cara pengelolaan pasar

dan segala bentuk mekanismenya.

Peranan ekonomi Islam dalam mekanisme pasar menyumbangkan andil yang

amat penting di tengah carut-marut kondisi perekonomian bangsa Indonesia. Praktek

pasar sejatinya harus ditampilkan nilai-nilai yang sesuai dengan norma dan nilai yang

dibenarkan. Dua paham ekonomi yang selama ini menjadi acuan dan barometer dunia,

yaitu ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis ternyata tidak dapat mengatur mekanisme

kegiatan pasar saat ini yang serba tidak menentu dan tidak jelas, malah semakin

memperparah keadaan.1

Pasar yang selama ini berkembang khususnya di Indonesia hanya tertuju pada

upaya pemaksimalan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya semata dan cenderung

terfokus pada kepentingan sepihak. Sistem tersebut nampaknya kurang tepat dengan

sistem ekonomi syariah yang menekankan konsep manfaat yang lebih luas pada kegiatan

ekonomi termasuk didalamnya mekanisme pasar dan pada setiap kegiatan ekonomi itu

mengacu kepada konsep maslahat dan menjunjung tinggi asas-asas keadilan. Selain itu
1
Wiharto, S., Mekanisme Pasar menurut Ekonomi Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), hal. 48-52.
pula, menekankan bahwa pelakunya selalu menjunjung tinggi etika dan norma hokum

dalam kegiatan ekonomi.

Dalam hal mekanisme pasar dalam konsep Islam akan tercermin prinsip syariah

dalam bentuk nilai-nilai yang secara umum dapat dibagi dalam dua perspektif yaitu

makro dan mikro. Nilai syariah dalam prespektif mikro menekankan aspek

kompetensi/profesionalisme dan sikap amanah, sedangkan dalam prespektif makro nilai-

nilai syariah menekankan aspek distribusi, pelarangan riba dan kegiatan ekonomi yang

tidak memberikan manfaat secara nyata kepada sistem perekonomian.2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep harga Abu Yusuf ?

2. Bagaimana proses evolusi pasar Al-Gazali ?

3. Bagaimana konsep permintaan penawaran harga dan laba menurut Al-Gazali

4. Bagaimana mekanisme pasar Ibnu Taimiyah ?

5. Bagaimana pandangan Ibnu Khaldun tentang pasar harga ?

BAB II
2
Adi Warman, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta : IIT Indonesia, 2003)
PEMBAHASAN

A. Konsep Harga Abu Yusuf

Terkait dengan Abu Yusuf, kajian sosial ekonomi menjadi urgen dipaparkan,

dalam upaya pemetaan dan memposisikan pemikiran Abu Yusuf ditengah gejolak

perekonomian masyarakat Abbasiyah, yang beliau sendiri ikut berperan dalam menyulut

dinamika perekonomiannya. Selain itu sebagai upaya untuk melihat dalam posisi apa dan

kondisi bagaimana kitab al-Kharāj yang menjadi referensi sebagian besar perekonomian

kerajaan ditulis.

Upaya menciptakan sistem ekonomi yang otonom terlihat pada pandangan Abu

Yusuf dalam penolakannya atas intervensi pemerintah dalam pengendalian dan penetapan

harga. Dalam hal ini beliau berpendapat bahwa jumlah banyak dan sedikitnya barang

tidak dapat dijadikan tolak ukur utama bagi naik dan turunnya harga, tetapi ada variabel

lain yang lebih menentukan. Pendapat Abu Yusuf ini

Berdasarkan hadis Rasulullah SAW:

”Diriwayatkan dari Abdu al-Rahman bin Abi Laila, dari Hikam Bin ’Utaibah

yang menceritakan bahwa pada masa Rasulullah harga pernah melambung

tinggi, sehingga sebagian masyarakat mengadu kepada Rasulullah dan

meminta agar Rasulullah membuat ketentuan tentang penetapan harga ini.

Maka Rasulullah berkata, ‘Tinggi dan rendahnya harga barang merupakan

bagian dari keterkaitan dengan keberadaan Allah dan kita tidak dapat

mencampuri terlalu jauh bagian dari ketetapan tersebut.” (QS Yusuf, 1302: 87)

Teori harga Abu Yusuf tersebut memposisikan terbalik dari teori ekonomi

konvensional yang menyatakan bahwa, naik dan turunnya harga ditentukan oleh
permintaan dan penawaran komoditi (Teori Supply and Demand). Meskipun Abu Yusuf

tidak secara tegas menolak keterkaitan supply dan demand, namun secara eksplisit

memuat pemahaman bahwa tingkat naik dan turunnya produksi tidak akan berpengaruh

terhadap harga.

Dari pemikiran Abu Yusuf yang termuat dalam kitab al-Kharāj dapat

disimpulkan meliputi beberapa bidang sebagai berikut:

1. Tentang pemerintahan, Ia mengemukakan bahwa seorang penguasa bukanlah seorang

raja yang dapat berbuat secara diktator. Ia adalah seorang khalifah yang mewakili

Tuhan di bumi ini untuk melaksanakan perintah-Nya. Oleh karena itu penguasa harus

bertindak atas nama Allah s.w.t. Dalam hubungan hak dan tanggung jawab

pemerintah terhadap rakyat, ia menyusun sebuah kaidah fikih yang sangat populer

yaitu setiap tindakan pemerintah yang berkaitan dengan rakyat senantiasa terkait

dengan kemaslahatan

2. Keuangan, Ia menyatakan bahwa uang negara bukan milik khalifah dan sultan, tetapi

amanat Allah s.w.t. dan rakyatnya yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.

Hubungan penguasa dengan kas negara sama seperti hubungan seorang wali dengan

harta anak yatim yang diasuhnya.

3. Pertanahan, Ia meminta kepada pemerintah agar hak milik tanah rakyat dihormati,

tidak boleh diambil dari seseorang lalu diberikan kepada orang lain. Tanah yang

diperoleh dari pemberian dapat ditarik kembali jika tidak digarap selama tiga tahun

dan diberikan kepada yang lain.

4. Perpajakan, Ia berpendapat bahwa pajak hanya ditetapkan pada harta yang melebihi

kebutuhan rakyat yang ditetapkan berdasarkan kerelaan mereka.

5. Peradilan, Ia mengatakan bahwa jiwa dari suatu peradilan adalah keadilan yang

murni. Penghukuman terhadap orang yang tidak bersalah dan pemberian maaf
terhadap orang yang bersalah adalah suatu penghinaan, terhadap lembaga peradilan.

Menetapkan hukum tidak dibenarkan berdasarkan hal yang syubhat. Kesalahan dalam

mengampuni lebih baik daripada kesalahan dalam menghukum. Orang yang ingin

menggunakan kekuasaan untuk mencampuri persoalan keadilan harus ditolak dan

kedudukan seseorang atau jabatannya tidak boleh menjadi bahan pertimbangan dalam

persoalan keadilan.3

B. Evolusi Pasar Al-Gazali

Dilihat dari segi penggunaan bahasa (evolusi pasar), dimana al-Ghazali tidak

menggunakan istilah tersebut dalam membahas tentang hal ihwal dalam transaksi jual beli

di pasar. Istilah evolusi pasar merupakan suatu istilah yang ditemukan dan digunakan

dalam dunia ekonomi moderen. Namun, pelaksanaan dari evolusi pasar itu sendiri ditulis

secara rinci oleh al-Ghazali di dalam karyanya. Dari berbagai literatur dan merujuk dari

apa yang ditulis oleh al- Ghazali tentang evolusi pasar sehingga, evolusi pasar menurut al-

Ghazali adalah sebuah pemicu manusia untuk berbuat perilaku yang mulia yang dapat

membantu sesama dan saling memberi. Jadi syarat untuk mendapatkan sebuah

kesejahteraan adalah sebuah ketenangan, kekayaan, dan saling berkasih sayang, Saling

menghargai hak-hak orang lain juga bisa menumbuhkan sifat yang mengarah kepada

evolusi pasar.

Al-Ghazali menyajikan penjabaran yang rinci akan peranan aktivitas

perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai kekuatan permintaan

dan penawaran. Menurutnya, pasar merupakan bagian dari "keteraturan alami". Dengan

demikian, ia menegaskan bahwa seorang pedagang, wajib mengetahui (memahami) hal

ihwal yang berkaitan dengan hukum-hukum perdagangan, minimal secara global. Karena,

dengan tidak mengetahuinya halhal yang seputar perdagangan, maka ia akan menduga

3
Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam. jilid 1-3. (Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997)
benar dan mubah dari apa yang telah dilakukannya di pasar. Akan tetapi, bila ia

memahami dan mengetahui, hal ini dapat membedakan apa saja yang dibolehkan dari apa

yang dilarang, dan tempat kesulitan dari tempat yang jelas. Dalam kaitan dengan

pendapat alGhazali di atas, senada dengan yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar

Bin Khattab Radhiallahu „anhu tentang evolusi pasar yang dilakukannya pada saat itu,

adalah: Bahwasanya ia berkeliling di pasar dan ia memukul sebagian pedagang dengan

cambuk seraya berkata: “Janganlah berjualan di pasar kami kecuali orang yang pandai

(mengetahui) dan jika tidak, maka ia memakan riba, mau atau enggan”

Selanjutnya, secara rinci juga dijelaskan al-Ghazali bahwa bagaimana

terciptanya evolusi pasar, yaitu "Dapat saja petani hidup di mana alat-alat pertanian tidak

tersedia. Sebaliknya, pandai besi dan tukang kayu hidup dimana lahan pertanian tidak

ada. Namun secara alami mereka akan saling memenuhi kebutuhan masing-masing.

Dapat pula terjadi tukang kayu membutuhkan makanan, tetapi petani tidak membutuhkan

alat-alat tersebut atau sebaliknya. Keadaan ini menimbulkan masalah. Oleh karena itu,

secara alami pula orang akan terdorong untuk menyediakan tempat penyimpanan alat-alat

di satu pihak dan tempat penyimpanan hasil pertanian di lain pihak. Tempat inilah yang

kemudian yang didatangi pembeli sesuai kebutuhannya masing-masing sehingga

terbentuklah pasar. Petani, tukang kayu, dan pandai besi yang tidak dapat langsung

melakukan barter, juga terdorong pergi ke pasar. Bila di pasar juga tidak ditemukan orang

yang mau melakukan barter, ia akan menjual pada pedagang dengan harga yang relatif

murah untuk kemudian disimpan sebagai persediaan. Pedagang kemudian menjualnya

dengan suatu tingkat keuntungan. Hal ini berlaku untuk setiap jenis barang".

Secara eksplisit juga dijelaskan tentang perdagangan regional. "Selanjutnya

praktek-praktek ini terjadi di berbagai kota dan negara. Orang-orang melakukan

perjalanan ke berbagai tempat untuk mendapatkan alat-alat makanan dan membawanya


ke tempat lain. Urusan ekonomi orang akhirnya diorganisasikan ke kota-kota di mana

tidak seluruh makanan dibutuhkan. Keadaan inilah yang pada giliran menimbulkan

kebutuhan alat transportasi. Terciptalah kelas pedagang regional dalam masyarakat.

Motifnya tentu saja mencari keuntungan. Para pedagang ini bekerja keras memenuhi

kebutuhan orang lain dan mendapat keuntungan dan makan oleh orang lain juga. Imam

Ghazali menyadari tentang kesulitan dari sistem barter yang terjadi. Sehingga diperlukan

adanya sistem mata uang yang dapat digunakan sebagai alat transaksi antara pembeli dan

penjual.

Selanjutnya ia menegaskan tentang perlunya spesialisasi dan pembagian kerja

menurut regional dan sumber daya yang ada di suatu setempat. Ia juga menyadari bahwa

pentingnya suatu perdagangan untuk memberikan nilai tambah dengan menyediakannya

pada waktu dan tempat di mana dibutuhkan. Ghazali tidak menolak kenyataan bahwa

keuntunganlah yang menjadi motif perdagangan. Dari apa yang telah dikemukakan al-

Ghazali berkaitan dengan nilai dan menetapkan nilai dari suatu perbuatan (qimatu al-

A‟maal) yang dilakukannya, di antaranya dalam bidang ekonomi maka nilai yang harus

ditetapkan dan diraih adalah nilai materi (qimatu al-Madiyah), dengan motif mengejar

dan meraih keuntungan dari apa yang telah diusahakan.

Di samping itu, terdapat beberapa etika menurut al-Ghazali ketika terjadi

transaksi di pasar, yaitu:

1. Larangan penimbunan (ikhtikar) Ikhtikar adalah perilaku pedagang yang menyimpan

barang dagangan bukan untuk dijual dan baru dijual ketika harganya mahal. Perilaku

penimbunan merupakan tindakan penzhaliman yang umum dilakukan pedagang di

pasar dan merupakan tindakan tercela.

2. Praktek jual beli uang palsu di tengah masyarakat. Menurut al-Ghazali, praktek jual

beli uang palsu di pasar juga merupakan salah satu bentuk penzhaliman. Karena,
praktek tersebut dapat memudharatkan orang yang bermuamalah, jika ia tidak

mengetahuinya. Namun, jika ia mengetahui tentang uang palsu tersebut, maka ia akan

menjual (menjadi laku) kepada yang lain.

Maka demikian pula terjadi pada orang ketiga dan keempat, sehingga beredarlah

uang palsu di masyarakat (pasar). Dengan demikian, meratalah kemudharatan itu serta

kerusakan yang meluas. Selanjutnya, al-Ghazali menjelaskan bahwa terdapat lima hal

dari praktek uang palsu yang beredar di pasar, yaitu:

a. Hendaklah khawater menggunakan uang palsu dalam transaksi yang lain di pasar.

b. Perlunya pedagang mempelajari dan memahami tentang uang palsu. Hal ini

dilakukan untuk menghindari tersebarnya kemudharatan di pasar yang

mengakibatkan tersebarluasnya penzhaliman.

c. Pedagang yang mengetahui dalam transaksinya menggunakan uang palsu, maka

transaksi yang telah dilakukan merupakan suatu perbuatan dosa.

d. Seorang pedagang yang dalam transaksi jual beli di pasar mendapatkan adanya uang

palsu diperoleh dari transaksi tersebut, dan ia tidak menyebarluaskan kepada orang

lain dalam transaksi lain, maka ia akan memperoleh keberkahan dari Allah SWT.

Dijelaskan oleh al-Ghazali tentang uang palsu adalah uang yang tidak dilapisi

oleh cairan emas maupun perak. Karena dalam prinsipnya mata uang emas dan perak

merupakan mata uang yang sah dan dikenal dalam sistem Islam sepanjang sejarah.

Dalam fakta sekarang, mata yang palsu dapat dipahami adalah mata uang yang tidak

dikeluarkan secara sah atau resmi oleh pihak yang berwenang (Pemerintah), seperti

Indonesia dengan mata uang rupiah.

3. Tidak memuji barang dagangan dengan sesuatu yang tidak sebenarnya. Dalam masalah

larangan memuji barang dagangan di pasar, secara global menurut alGhazali ada empat

hal yang harus diperhatikan, yaitu: (a) Tidak memuji barang dagangan dengan sesuatu
yang tidak ada padanya, (b) Tidak menyembunyikan sama sekali tentang cacatnya dan

sifatnya yang tersembunyi sedikitpun. (c) Tidak menyembunyikan sedikitpun tentang

timbangan dan takaran yang dilakukan, dan (d) Tidak menyembunyikan harga.

Beberapa ketentuan secara global yang harus diperhatikan pedagang dalam melakukan

jual beli di pasar adalah dalam rangka menghindari terjadinya praktek penipuan yang

dilakukan dalam transaksi jual beli antara pembeli dan penjual di pasar maupun

pedagang menjemput barang dagangan sebelum sampai ke pasar.

4. Menghindari tipu daya. Perilaku tipu daya yang harus dihindari dalam oleh pedagang

dalam jual beli adalah tipu daya dalam masalah harga barang yang diperjual belikan. Di

sisi lain, dalam transaksi ekonomi dilakukan dalam rangka meraih keuntungan (laba).

Dengan demikian, menurut al-Ghazali dibenarkan melakukan tipu daya jika pembeli

memberikan kelebihan atas untung yang biasa, adakalanya sangat senang dan butuhnya

dalam keadaan itu,maka untuk mencegah dari menerimanya, hal ini termasuk suatu

kebaikan.

5. Di samping itu, menurut al-Ghazali ada beberapa hal yang merupakan pesan moral yang

harus diperhatikan oleh pedagang dalam melakukan transaksi di pasar, yaitu:

a. Pedagang harus senantiasa selalu mengawali niat baik dan berdasarkan kepada aqidah

Islamiyyah dalam melakukan transaksi jual beli di pasar.

b. Perdagangan dilakukan merupakan salah satu bentuk fardhu kifayah yang dilakukan.

Karena, seandainya pekerjaan-pekerjaan (industri) dan perdagangan ditinggalkan,

maka batallah penghidupan dan binasalah sebagian besar makhluk.

c. Pasar dunia tidak mengahalangi pedagang untuk menuju pasar akhirat. Seorang

pedagang harus selalu mengutamakan kehidupan akhirat dan juga tidak melupakan

duniawi. Atau mengutamakan dunia dan melupakan akhirat. Karena kehidupan dunia

merupakan jalan baginya menuju kesuksesan akhirat


d. Selalu mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam hal ini, seorang

pedagang ketika ia telah memasuki pasar harus senantiasa selalu mengingat dan

mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan senantiasa selalu berzikir sebagaimana

mereka berada di dalam masjid.

e. Seorang pedagang tidak loba tehadap pasar. Mereka menguasai pasar dan melupakan

kewajiban lain dan bahkan sampai melupakan Allah SWT.

f. Mengupayakan diri untuk menghindari segala hal yang diharamkan Allah SWT.

Seorang pedagang harus selalu mengikatkan diri dengan hukum Islam dan

mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari termasuk ketika berada di pasar.

g. Selalu menjalin hubungan (interaksi) dengan sesama.

Menurut al-Ghazali, ketika tujuh hal di atas dipahami dan dilaksanakan, maka

akan terwujud evolusi pasar yang sempurna. Sehingga, berbagai bentuk kemudharatan

yang dihindari dan diperangi yang mengantarkan kepada terjadinya penzhaliman tidak

ditemukan di pasar. Hal ini akan sesuai dengan uangkapannya bahwa “pedagang yang

jujur lebih utama di sisi Allah SWT dari pada ahli ibadah”. Dengan demikian, di pasar

akan banyak ditemukan para pedagang yang amanah dan jujur serta selalu menjalin

silaturrahmi dengan para pembelinya.

Lebih jauh Ghazali menjabarkan pentingnya peran pemerintah dalam menjamin

keamanan jalur perdagangan demi kelancaran perdagangan dan pertumbuhan ekonomi.

Akhirnya ia juga memberikan definisi yang jelas tentang etika bisnis. Walaupun Ghazali

tidak memjelaskan permintaan dan penawaran dalam terminologi modern, beberapa

paragraf dari tulisannya jelas menunjukan bentuk kurva penawaran dan permintaan. Untuk

kurva penawaran yang "naik dari kiri bawah ke kanan atas" dinyatakan oleh dia sebagai

"jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, maka ia akan menjualnya pada

harga yang lebih murah.


C. Konsep Permintaan Penawaran Harga Dan Laba Menurut Al-Gazali

Menurut Ghazali setiap perdagangan harus menggunakan cara yang terhormat.

Sesungguhnya para pedagang pada hari kiamat nanti akan dibangkitkan seperti para

pelaku dosa besar, kecuali yang bertaqwa pada Allah,berbuat kebajikan dan jujur.

Penimbunan barang merupakan tindakan kriminal terhadap moral dan sosial. Hal tersebut

merupakan jalan pintas untuk memakan harta orang lain, dengan cara bathil. Kejahatan

paling membahayakan yang dilakukan para pelaku bisnis pada zaman modern ini adalah

membakar sebagian hasil pertanian sehingga harganya di pasar tidak menurun, justru

akan melonjak tinggi.4

Sepanjang tulisannya, al-Ghazali berbicara mengenai “harga yang berlaku

seperti yang ditentukan oleh praktek-praktek pasar”, sebuah konsep yang dikemudian hari

dikenal sebagai al-tsaman al- adil (harga yang adil) dikalangan ilmuan Muslim atau

equilibrium price (harga keseimbangan) dari kalangan ilmuan Eropa kontemporer. 5 Bagi

Al-Ghazali, pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”. Ia menerangkan bagaimana

evolusi terciptanya pasar. Al-Ghazali juga secara eksplisit menjelaskan mengenai

perdagangan regional. Walaupun al-Ghazali tidak menjelaskan permintaan dan

penawaran dalam terminologi modern, beberapa tulisannya jelas menjelaskan bentuk

kurva permintaan dan penawaran. Untuk kurva penawaran yang “naik dari kiri bawah ke

kanan atas” dinyatakan oleh dia sebagai “jika petani tidak mendapatkan pembeli dan

barangnya, ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah”. Sementara itu untuk kurva

permintaan yang “turun dari kiri atas ke kanan Bawah” dijelaskan oleh beliau sebagai

“harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan”. 6 Al-Ghazali juga telah

memehami konsep elastisitas permintaan, yang dinyatakan dengan “Mengurangi margin

4
Syaikh, M. Al-Ghazali, Al-Ghazali Menjawab 100 Soal Keislaman, (Jakarta:Lentera Hati. 2011), hal.
498-501
5
Adiwarman A, Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta : IIT Indonesia, 2003) hal, 325.
6
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, Hal. 21-22.
keuntungan dengan menjual pada harga yang lebih murah akan meningkatkan volume

penjualan dan ini pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan”. Al-Ghazali juga

menyadari permintaan “harga inelastis”.

Al-Ghazali bersikap sangat kritis terhadap laba yang berlebihan. Ia menyatakan

bahwa laba normal berkisar antara 5 sampai 10 persen dari harga barang. Lebih jauh ia

menekankan bahwa penjual seharusnya didorong oleh laba yang akan diperoleh dari pasar

yang hakiki yakni akhirat.7

D. Mekanisme Pasar Ibnu Taimiyah

Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah pertemuan antara permintaan dan

penawaran. Dalam pengertian ini, pasar bersifat interaktif, bukan fisik. Adapun

mekanisme pasar adalah proser penentuan tingkat harga berdasarkan kekuatan permintaan

dan penawaran. Pertemuan antara permintaan (demand) dan penawaran (supply)

dinamakan equilibrium price (harga seimbang).

Ibn Taimiyah juga memiliki pandangan tentang pasar bebas, di dalam kitab

Majmu’ al-Fatawa, dia mengatakan:

“Naik turunnya harga tidak selalu disebabkan pada kezhaliman sebagian orang.

Kadang-kadang sebabnya adalah kekurangan dalam produksi atau penurunan

impor dari barang-barang yang dibutuhkan. Maka apabila kebutuhan meningkat

terhadap barang, dan menurunnya kemampuan menyediakannya, harga dengan

sendirinya akan naik, jika kemampuan penyediaan barang meningkat dan

permintaan menurun, harga akan turun. Sedikit dan banyaknya barang tidak mesti

diakibatkan oleh perbuatan seseorang. Bisa saja berkaitan dengan sebab yang

tidak melibatkan ketidakadilan. Atau sesekali bisa juga disebabkan oleh

ketidakadilan. Maha besar Allah, yang menciptakan kemauan pada hati manusia”

.
7
Adiwarman A, Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam…..hal. 327.
Dari unngkapan di atas dapat dipahami bahwa jika kebutuhan terhadap jumlah

barang meningkat, sementara kemampuan menyediakannya menurun, harga dengan

sendirinya akan naik. Di sisi lain, jika kemampuan penyediaan barang meningkat dan

permintaan menurun, secara otomatis harga akan turun. Itulah hukum alam tentang pasar,

suatu harga dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan yang terjadi

secara alami. Tetapi, Ibn Taimiyah juga tidak menampik adanya kelangkaan barang atau

berlimpahnya persediaan barang bisa juga disebabkan oleh ketidakadilan.

Walaupun Ibn Taimiyah tidak pernah membaca Wealt of Nations karena ia

hidup lima abad sebelum kelahiran Adam Smith, bapak teori ekonomi klasik yang

menulis buku termasyhur itu. Namun, ketika masyarakat pada masanya beranggapan

bahwa peningkatan harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan tindakan melanggar

hukum dari pihak penjual atau mungkin sebagai akibat manipulasi pasar, Ibn Taimiyah

langsung membantahnya. Dengan tegas ia mengatakan bahwa harga ditentukan oleh

kekuatan penawaran dan permintaan.

Dari pernyatan di atas terdapat indikasi kenaikan harga yang terjadi disebabkan

oleh perbuatan ketidakadilan atau zulm para penjual. Perbuatan ini disebut manipulasi

yang mendorong terjadinya ketidak sempurnaan pasar. Tetapi pernyataan ini tidak bisa

disamakan dalam segala kondisi, karena bisa saja alasan naik dan turunnya harga

disebabkan oleh kekuatan pasar.14 Tampaknya ada kebiasaan yang terjadi di zaman Ibn

Taimiyah, kenaikan harga terjadi akibat ketidakadilan atau malpraktek dari para penjual,

sehingga istilah yang dipakai adalah zulm, yang berarti pelanggaran hukum atau

ketidakadilan.

Ungkapan Ibn Taimiyah di atas tampaknya menggambarkan perubahan secara

terpisah. Penurunan barang dengan kata lain adalah jatuhya penawaran. Sedangkan

meningkatnya penduduk akan menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan, karena


itu bisa dikatakan sebagai naiknya permintaan. Naiknya harga karena jatuhnya supply

atau naiknya permintaan, dalam kasus itu dikarakteristikkan karena Allah SWT,

mengindikasikan bahwa mekanisme pasar itu merupakan kondisi alamiah yang

impersonal.

Ibn Taimiyah memberikan penjelasan yang rinci tentang beberapa faktor yang

mempengaruhi permintaan dan tingkat harga. Berikut faktor-faktor tersebut:

1. Permintaan masyarakat (al-ragabah) yang sangat bervariasi (people’s desire) terhadap

barang. Faktor ini tergantung pada jumlah barang yang tersedia (almatlub). Suatu

barang akan semakin disukai jika jumlahnya relatif kecil (scarce) daripada yang banyak

jumlahnya.

2. Tergantung kepada jumlah orang yang membutuhkan barang (demander/ consumer/

tullab). Semakin banyak jumlah peminatnya, semakin tinggi nilai suatu barang.

3. Harga juga dipengaruhi oleh kuat lemahnya kebutuhan terhadap suatu barang, selain

juga besar dan kecilnya permintaan. Jika kebutuhan terhadap suatu barang kuat dan

berjumlah besar, maka harga akan naik lebih tinggi jika dibandingkan dengan jika

kebutuhannya lemah dan sedikit.

4. Harga juga akan bervariasi menurut kualitas pembeli barang tersebut (al-mu’awid). Jika

pembeli merupakan orang kaya dan terpercaya (kredibel) dalam membayar

kewajibannya, maka kemungkinan ia akan memperoleh tingkat harga yang lebih rendah

dibandingkan dengan orang yang tidak kredibel (suka menunda kewajiban atau

mengingkarinya).

5. Tingkat harga juga dipengaruhi oleh jenis uang yang digunakan sebagai alat

pembayaran. Jika menggunakan jenis mata uang yang umum dipakai, maka

kemungkinan harga relatif lebih rendah jika dibandingakan dengan menggunakan mata

uang yang tidak umum atau kurang diterima secara luas.


6. Hal di atas dapat terjadi karena tujuan dari suatu transaksi haruslah menguntungkan

penjual dan pembeli. Jika pembeli memiliki kemampuan untuk membayar dan dapat

memenuhi semua janjinya, maka transaksi akan lebih mudah atau lancar dibandingkan

dengan jika pembeli tidak memiliki kemampuan membayar dan mengingkari janjinya.

Tingkat kemampuan dan kredibilitas pembeli berbedabeda. Hal ini berlaku bagi

pembeli maupun penjualnya, penyewa dan yang menyewakan, dan siapa pun juga.

Obyek dari suatu transaksi terkadang (secara fisik) nyata atau juga tidak nyata. Tingkat

harga barang yang lebih nyata (secara fisik) akan lebih rendah dibandingkan dengan

yang tidak nyata. Hal yang sama dapat diterapkan untuk pembeli yang kadang-kadang

dapat membayar karena memiliki uang, tetapi kadang-kadang mereka tidak memiliki

uang cash dan ingin meminjam. Harga pada kasus yang pertama kemungkinan lebih

rendah daripada yang kedua.

7. Kasus yang sama dapat diterapkan pada orang yang menyewakan suatu barang.

Kemungkinan ia berada pada posisi sedemikian rupa, sehingga penyewa dapat

memperoleh manfaat dengan tanpa tambahan biaya apapun. Tetapi, kadang-kadang

penyewa tidak dapat memperoleh manfaat ini jika tanpa tambahan biaya, seperti yang

terjadi di desa yang dikuasai penindas atau oleh perampok, atau di suatu tempat

diganggu oleh binatang-binatang pemangsa. Sebenarnya, harga sewa tanah seperti itu

tidaklah sama dengan harga tanah yang tidak membutuhkan biaya-biaya tambahan ini.

Adiwarman Karim dalam bukunya Ekononi Islam Suatu Kajian Kontemporer,

dengan lugas mengatakan bahwa Ibn Taimiyah tidak pernah menggunakan istilah

kompetisi (konsep yang muncul pada akhir evolusi pemikiran ekonomi) ataupun

menjelaskan kondisi dari kompetisi sempurna dalam istilah kontemporer. Karena itu,

menurut Adiwarman, Ibn Taimiyah kemudian menulis bahwa untuk memaksa orang agar
menjual berbagai benda yang tidak diharuskan untuk menjualnya atau melarang mereka

menjual benda-benda yang diperbolehkan untuk dijual, adalah tidak adil dan karenanya

melanggar hukum.

Dalam istilah kontemporer, hal ini secara jelas merujuk pada kebebasan penuh

untuk masuk atau keluar pasar. Kebebasan transaksi dan adanya persaingan yang

sempurna di pasar Islam tidak akan terwujud selama halangan- halangan tidak

dihilangkan dari orang-orang yang melakukan transaksi di pasar. Maka mereka masuk

pasar dan ke luar dengan bebas, juga diberikan kebebasan mengangkut barang dari satu

tempat ke tempat lain, dan memindahkan unsur produksi di antara bermacam-macam

kegiatan ekonomi sesuai fluktuasi persediaan dan permintaan barang. Pasar tetap terbuka

bagi semua orang yang bertransaksi di dalamnya.

Kebebasan untuk keluar masuk pasar tersebut juga sudah tergambar pada masa

Umar, dia tidak membolehkan orang untuk membatasi setiap tempat di pasar, atau

menguasai tempat tanpa memberi yang lain, tetapi membiarkan orang memilih tempatnya

di pasar semala ia masih berjual beli. Apabila dia selesai, maka tempat tersebut untuk

siapa yang dulu datang. Umar pernah berkata, “Pasar itu menganut ketentuan masjid,

barangsiapa datang dahulu di satu tempat duduk, maka tempat itu untuknya sampai dia

berdiri dari situ dan pulang ke rumahnya atau selesai jual belinya.” Namun Umar sendiri

memberikan pengecualian dalam beberapa cara dan strategi ketika kelihatan hal tersebut

tidak baik, atau yang lain lebih baik darinya.

E. Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Pasar Harga

Ibn khaldun menjelaskan mekanisme pasar dan terbentuknya harga dipengaruhi

oleh kekuatan tarik menarik antara hukum permintaan dan penawaran di pasar. Dan Ibn

Khaldun menjelaskan Keseimbangan hukum permintaan dan penawaran dalam


terbentuknya harga di pasar dipengaruhi beberapa faktor, pertama, perbedaab tingkat

kebutuhan manusia (kebutuhan primer dan skunder), kedua, perbedaan jumlah penduduk.

Ketiga, perbedaan kondisi pasar. Ketiga faktor tersebut adalah faktor penting dalam

menjelaskan mekanisme pasar dalam menentukankan terbentuknya harga.

Melihat struktur mekanisme pasar menurut Ibn Khaldun di atas dapat

disimpulkan bahwa, Ibn Khaldun dan teori ekonomi kontemporer pada pasar ini sama-

sama menjelaskan bahwa terbentuknya harga adalah proses alamiah mekanisme pasar

yang dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dan penawaran barang di pasar. Apabila dala

suatu kondisi terjadi permintaan yang tinggi, maka penawaran akan menurun. Namun,

jika permintaan barang menurun, maka akan terjadi kelebihan penawaran yang

menyebabkan harga menurun. ketentuan harga menunjukan arah berlawanan dengan

penawaran dan bergerak searah dengan permintaan.8

Dalam memproduksi barang di pasar, Ibn Khaldun menjelaskan faktor yang

mempengaruhi produksi di pasar, yaitu alam (sumber daya alam), pekerjaan dan modal.

Ketiga elemen ini sangat penting untuk menentukan hasil produksi sebuah barang di

pasar. Ibn khaldun juga menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi, yaitu

gaji tenaga kerja, laba dan pajak. Gaji tenaga kerja untuk meningkatkan hasil produksi

dan kreativitas para buruh, laba adalah keuntungan diperoleh oleh pedagang, jika laba

rendah, pedagang terpaksa melekuidasi saham-sahamnya dan tidak dapat

memperbaharuinya kerana tidak ada modal. Sedangkan pajak adalah peningkatan

pembangunan peradaban dalam pasar, Ibn Khaldun menjelaskan faktor yang

mempengaruhi konsumsi adalah barang kebutuhan pokok dan barang kebutuhan

pelengkap arang kebutuhan pokok diprioritaskan seluruh elemen masyarakat sedangkan

8
Al-Khudhairi. Zainal. Filsafat Sejarah Ibn Khaldun. Penj. Ahmadie Rofi Utsmani. (Bandung: Pustaka
Firdaus. 1987). Hlm. 132
barang kebutuhan pelengkap diprioritaskan kepada orang-orang yang mempunyai gaya

hidup mewah (orang-orang kaya


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peranan ekonomi Islam dalam mekanisme pasar menyumbangkan andil yang amat

penting di tengah carut-marut kondisi perekonomian bangsa Indonesia. Praktek pasar

sejatinya harus ditampilkan nilai-nilai yang sesuai dengan norma dan nilai yang

dibenarkan. Dua paham ekonomi yang selama ini menjadi acuan dan barometer dunia,

yaitu ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis ternyata tidak dapat mengatur mekanisme

kegiatan pasar saat ini yang serba tidak menentu dan tidak jelas, malah semakin

memperparah keadaan.

Dari unngkapan-ungkapan para tokoh seperti Abu Yusuf, Al-Gazhali, Ibnu

Taimiyah dan Ibnu Khaldun dapat dipahami bahwa jika kebutuhan terhadap jumlah

barang meningkat, sementara kemampuan menyediakannya menurun, harga dengan

sendirinya akan naik. Di sisi lain, jika kemampuan penyediaan barang meningkat dan

permintaan menurun, secara otomatis harga akan turun. Itulah hukum alam tentang pasar,

suatu harga dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan yang terjadi

secara alami. Tetapi, Ibn Taimiyah juga tidak menampik adanya kelangkaan barang atau

berlimpahnya persediaan barang bisa juga disebabkan oleh ketidakadilan.


DAFTAR PUSTAKA

Wiharto, S., Mekanisme Pasar menurut Ekonomi Islam. Jakarta : Bumi Aksara, 2008

Adi Warman, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta : IIT Indonesia, 2003.

Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam. jilid 1-3. Jakarta: PT.

Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.

Syaikh, M. Al-Ghazali, Al-Ghazali Menjawab 100 Soal Keislaman, Jakarta:Lentera Hati.


2011.

Adiwarman A, Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta : IIT Indonesia, 2003.

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, 2010.

Adiwarman A, Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 2010.

Al-Khudhairi. Zainal. Filsafat Sejarah Ibn Khaldun. Penj. Ahmadie Rofi Utsmani. Bandung:
Pustaka Firdaus. 1987.

Anda mungkin juga menyukai