Anda di halaman 1dari 30

MEKANISME PASAR MENURUT EKONOMI SYARIAH DAN

PERBEDAANNYA DENGAN EKONOMI KONVENSIONAL

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas.


Mata Kuliah : Ekonomi Syariah
Dosen Pengampu : Bapak R. Mohd Zamzami S.EI, M.Si

Disusun oleh :

Kelompok V

1. Arief Rangga Pratama 171011250077


2. Dian Nurdiansyah 171011250192
3. Priswan Marpaung 171011250492
4. Reza Irlanda 171011250212
5. Reren Abdul Gofur 2015120261
6. Septian 171011250198

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PAMULANG
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang mekanisme pasar menurut ekonomi syariah dan
perbedaannya dengan ekonomi konvensional.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah bekerja sama
dalam pembuatan makalah ini. Dan terutama untuk Bapak R. Mohd Zamzami
S.EI, M.Si yang telah mengizinkan kami untuk berpresentasi, dan terimakasih
juga untuk teman-teman semua.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
pemahaman dan menambah wawasan bagi orang yang membacanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
sekali kekurangan-kekurangan baik dalam penulisan, pemakaian kata, dan bahkan
dalam segi bahasa Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Pamulang, 26 Oktober 2019

Penyusun
Kelompok V

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1


1.2. Perumusan dan Batasan Masalah ............................................................ 1
1.3. Tujuan Penyusunan ................................................................................. 2
1.4. Manfaat Penulisan ................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3

2.1. Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar .................................................. 3


2.2. Pasar Pada Masa Rasulullah.................................................................... 3
2.3. Pasar Pada Masa Khulafaurrasyidin........................................................ 6
2.4. Pasar Dalam Pandangan Sarjana Muslim ............................................... 7
2.4.1. Mekanisme Pasar Menurut Abu Yusuf....................................... 7
2.4.2. Evolusi Pasar Menurut Al-Ghazali ............................................. 8
2.4.3. Pemikiran Thomas Aquinas VS Ibnu Taimiah ........................... 10
2.4.4. Menurut Ibnu Taimiah ................................................................ 11
2.5. Prinsip-Prinsip Mekanisme Pasar Islami ................................................ 13
2.6. Harga dan Pesaingan Sempurna Pada Pasar Islami ................................ 14
2.7. Mekanisme Pasar Persefektif Islam ........................................................ 16
2.8. Regulasi Harga dan Pasar ....................................................................... 17
2.9. Peranan Lembaga Hisbah ........................................................................ 18
2.10. Perbedaan Mekanisme Pasar Konvensional dan Syariah........................ 20

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 24

3.1. Kesimpulan .............................................................................................. 24

iii
3.2. Saran ......................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Islam adalah agama yang selain bersifat syumuliyah (sempurna) juga


harakiyah (dinamis). Disebut sempurna karena Islam merupakan agama
penyempurna dari agama-agama sebelumnya dan syari‟atnya mengatur
seluruh aspek kehidupan, baik yang bersifat aqidah maupun muamalah. Dalam
kaidah tentang muamalah, Islam mengatur segala bentuk perilaku manusia
dalam berhubungan dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
di dunia. Termasuk di dalamnya adalah kaidah Islam yang mengatur tentang
pasar dan mekanismenya.
Pasar adalah tempat dimana antara penjual dan pembeli bertemu dan
melakukan transaksi jual beli barang dan atau jasa. Pentingnya pasar dalam
Islam tidak terlepas dari fungsi pasar sebagai wadah bagi berlangsungnya
kegiatan jual beli. Jual beli sendiri memiliki fungsi penting mengingat, jual
beli merupakan salah satu aktifitas perekonomian yang “terakreditasi” dalam
Islam. Attensi Islam terhadap jual beli sebagai salah satu sendi perekonomian
dapat dilihat dalam surat Al Baqarah 275 bahwa Allah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.
Pentingnya pasar sebagai wadah aktifitas tempat jual beli tidak hanya
dilihat dari fungsinya secara fisik, namun aturan, norma dan yang terkait
dengan masalah pasar. Dalam istilah lain dapat disebut sebagai mekanisme
pasar menurut Islam dan intervensi pemerintah dalam pengendalian
harga.Melihat pentingnya pasar dalam Islam bahkan menjadi kegiatan yang
terakreditasi serta berbagai problem yang terjadi seputar berjalannya
mekanisme pasar dan pengendalian harga,maka pembahasan tentang tema ini
menjadi sangat menarik dan urgen.

1
1.2. Perumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
perumusan masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa itu pengertian mekanisme pasar ?
2. Bagaimana pasar pada masa Rasulullah ?
3. Bagaimana pasar pada masa Khulafaurrasyidin ?
4. Bagaimana pemikiran para tokoh ekonom muslim terhadap ekonomi
pasar dan teori harga ?
5. Bagaimana prinsip-prinsip, harga, regulasi dan peranan pasar islam ?
6. Bagaimana perbedaan mekanisme pasar konvensional dan syariah ?

1.3. Tujuan Penyusunan


Tujuan penulisan pada makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian mekanisme pasar
2. Untuk mengetahui pasar pada masa Rasulullah
3. Untuk mengetahui pasar pada masa Khulafaurrasyidin
4. Untuk mengetahui pemikiran para tokoh ekonom muslim terhadap
ekonomi pasar dan teori harga
5. Untuk mengetahui prinsip-prinsip, harga, regulasi dan peranan pasar
islam
6. Untuk mengetahui perbedaan mekanisme pasar konvensional dan
syariah

1.4. Manfaat Penulisan


Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai media untuk menambah wawasan.
2. Bahan referensi aktual.
3. Bahan bacaan dan pengetahuan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar.


Pasar dapat diartikan sebagai suatu tempat terjadinya mekanisme
pertukaran barang atau jasa oleh penjual dan pembeli untuk menetapkan
harga keseimbangan serta jumlah yang diperdagangkan. Mekanisme pasar
adalah terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan
menentukan tingkat harga tertentu. Adanya interaksi tersebut akan
mengakibatkan terjadinya proses transfer barang dan jasa yang dimilki oleh
setiap objek ekonomi (konsumen, produsen, pemerintah). Dengan kata lain,
adanya transaksi pertukaran yang kemudian disebut sebagai perdagangan
adalah satu syarat utama dari berjalannya mekanisme pasar.

Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam


perekonomian. Praktik ekonomi pada masa rasulullah dan khulafaurrasyidin
menunjukkan adanya peranan pasar yang besar. Rasullah sangat menghargai
harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil. Beliau menolak
adanya price intervention seandainya perubahan harga terjadi karena
mekanisme pasar yang wajar. Namun, pasar disini mengahruskan adanya
moralitas (fair play), kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy) dan
keadilan (justice). Jika nilai-nilai ini ditegakkan, maka tidak ada alasan
untuk menolak harga pasar.

2.2. Pasar Pada Masa Rasulullah


Pasar memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat
Muslim pada masa Rasulullah, saw. dan Khulafaurrasyidin. Bahkan nabi
Muhammad saw. sendiri pada awalnya adalah seorang pebisnis, demikian
pula Khulafaurrasyidin dan kebanyakan sahabat lainnya.Pada usia 7 tahun,
nabi Muhammad diajak oleh pamannya Abu Thalib berdagang ke negeri
Syam.Kemudian sejalan dengan usianya yang semakin dewasa, nabi
Muhammad semakin giat berdagang, baik dengan modal sendiri ataupun

3
bermitra dengan orang lain. Dan salah satu mitra bisnisnya ialah Khadijah
yang akhirnya menjadi istri beliau. Muhammad adalah seorang pedagang
profesional dan selau menjunjung tinggi kejujuran, sehingga ia diberi
julukan al-Amin (yang terpercaya). Setelah menjadi Rasul,nabi Muhammad
tidak lagi menjadi pebisnis secara aktif, karena situasi dan kondisi
perkembangan islam di Mekah yang tidak memungkinkan. Sehingga
perjuangan dakwah menjadi prioritas beliau. Ketika beliau dan kaum
muhajirin berhijrah ke Madinah, peran Rasulullah bergeser menjadi
pengawas pasar atau al-Muhtasib. Beliau mengawasi jalannya mekanisme
pasar di Madinah dan sekitarnya agar tetap berlangsung secara islami.
Pada saat itu mekanisme pasar sangat dihargai, beliau menolak untuk
menetapkan harga mana kala tingkat harga di Madinah pada saat itu tiba-
tiba naik. Sepanjang kegiatan permintaan dan penawaran yang murni, yang
tidak dibarengi dengan dorongan-dorongan monopolistik, maka tidak ada
alasan untuk tidak menghargai pasar. Konsep Islam menegaskan bahwa
pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas (perfect competition).
Namun demikian bukan berarti kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan
tetapi kebebasan yang dibungkus oleh frame syari‟ah. Dalam Islam,
Transaksi terjadi secara sukarela disebutkan dala m Qur‟an surat An Nisa‟
ayat 29 :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamudengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu…” (An-Nisa: 29)
Didukung pula oleh hadits riwayat Abu dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majjah
dan as Syaukanisebagai berikut:
“ Wahai Rasulullah tentukanlah harga untuk kita!”. Beliau menjawab, “
Allah itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan, pencurah serta
pemberi rizki. Akumenharapkan dapat menemui Tuhanku di mana salah
seorang dari kalian tidak menuntutku karena kezhaliman dalam hal darah
dan harta.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah,dan asy-Syaukani).

4
Dalam hadis di atas jelas dinyatakan bahwa pasar merupakan hukum
alam (sunatullah ) yang harus dijunjung tinggi. Tak seorang pun secara
individual dapat mempengaruhi pasar,sebab pasar adalah kekuatan kolektif
yang telah menjadi ketentuan Allah swt. Pelanggaran terhadap harga pasar,
misalnya penetapan harga dengan cara dan karena alasan yang tidak tepat,
merupakan suatu ketidakadilan yang akan dituntut pertanggung jawabannya
dihadapan Allah.
Dari Ahmad Nu‟man mengenai hadis tersebut dan menyimpulkan
bahwa pada waktu terjadinya kenaikan harga Rasulullah meyakini adanya
penyebab tertentu yang sifatnya darurat. Oleh sebab itu sesuatu yang
bersifat darurat akan hilang seiring dengan hilangnya penyebab dari keadaan
itu. Di lain pihak rasul juga myakini bahwa harga akan kembali normal
dalam waktu yang tidak terlalu lama (sifat darurat). Penetapan harga
menurut rasul merupakan suatu tindakan yang menzhalimi kepentingan para
pedagang, karena para pedagang di pasar akan merasa terpaksa untuk
menjual barangnya sesuai dengan harga patokan, yang tentunya tidak sesuai
dengan keridhaannya. (Ahmad Nu‟man: 1985).
Sebaliknya dinyatakan bahwa penjual yang menjual dagangannya
dengan harga pasarialah laksana orang yang berjuang di jalan Allah ( jihad
fii sabilillah), sementara yang menetapkan sendiri termasuk sebuah
perbuatan ingkar kepada Allah. Dari Ibnu Mughirah terdapat sebuah riwayat
ketika Rasulullah saw. melihat seorang laki-laki menjual makanan dengan
harga yang lebih tinggi daripada harga pasar. Rasulullah bersabda, “Orang-
orang yang datang membawa barang ke pasar laksana orang berjihad
fiisabilillah, sementaraorang yang menaikkan harga (melebihi harga pasar)
seperti orang yang ingkar kepada Allah.”
Nabi menghendaki terjadinya persaingan pasar yang adil di Madinah.
Untuk itu beliau menerapkan sejumlah aturan agar keadilan itu bisa
berlangsung. Diantara aturan itu adalah:

5
1. Melarang Tallaqi Rukban yakni menyongsong khalifah di luar kota.
Dengan demikian pedagang mendapat keuntungan dari ketidaktahuan
khalifah yang baru datang dari luarkota terhadap situasi pasar.
2. Mengurangi timbangan dilarang, karena itu berarti barang dijual dengan
harga samatetapi jumlah sedikit.
3. Menyembunyikan cacat barang dilarang, karena itu berarti penjual
mendapat harga baikdari barang yang buruk.
4. Dan sejumlah larangan lain agar terciptanya pasar yang adil di
lapangan.

Dalam islam setiap orang berhak untuk dapat memiliki secara legal
suatu pendapatan, kepemilikan, dan kemakmuran selama hidupnya, untuk
membantunya dalam melaksanakan kewajiban agamanya. Kepada mereka
yang memiliki kelebihan rezeki dari hasil kerjanya,yang sudah melampaui
suatu ukuran tertentu (nisab), maka kepadanya diwajibkan zakat.

2.3. Pasar Pada Masa Khulafaurrasyidin


Di masa Umar bin Khattab pernah terjadi kenaikan harga gandum di
pasar Madinah. Ini terjadi karena pasokan melemah, bisa jadi karena gagal
panen di sejumlah wilayah pemasok gandum. Untuk mengembalikan harga
pada keseimbangan normal, Umar mengimpor gandum dari Mesir, dan
memasoknya ke pasar. Intervensi pasokan ini dikuti dengan aktifnya
lembaga hisbah yang sudah dibentuk ketika itu untuk mengawasi pihak-
pihak yang bermaindi pasar agar tidak berlaku curang. Intervensi
permintaan pun dilakukan dengan menanamkan sikap sederhana dan
menjauhkan sikap boros dalam berbelanja (Karim, 2001). Umar bisa
melakukan langkah antisipasi yang cepat dan tepat karena ia selalu berusaha
mendapatkan informasi harga, termasuk harga barang-barang yang sulit
dijangkau.
Utsman bin Affan dikenal sebagai seorang yang jujur dan saleh dan
lemah lembut, meskipun saat menjabat ia telah berusia tua. Pada awalnya ia

6
mengikuti kebijakan Umar, namun lambat laun ketika menghadapi sejumlah
hadangan, ia mulai menyimpang dari garis kebijakan Umar. Penyimpangan
itu membawa pengaruh yang kurang baik pada dirinya sendiri dan islam
pada umumnya. Berbeda dengan Umar yang gigih memperoleh harga pasar,
Ustman memantau situasi pasar melalui diskusi dengan sejumlah sahabat di
masjid. Pada masa Ali bin Abi Thalib tidak ada kisah khusus yang terkait
dengan mekanisme pasar.Tampaknya ia melanjutkan kebijakan yang telah
ditempuh pendahulunya.

2.4. Pasar dalam Pandangan Sarjana Muslim


Pasar telah mendapat perhatian memadai dari para ulama klasik
seperti Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiah. Pemikiran
pemikiran mereka tentang pasar tidak saja mampu memberikan analisis
yang tajam tentang apa yang terjadi pada masa itu, tetapi tergolong
“futuristik‟. Banyak dari pandangan-pandangan mereka baru dibahas oleh
ilmuan ilmuan barat beratus-ratus tahun kemudian. Berikut akan disajikan
sebagian dari pemikiran mereka yang tentunya akan memperkaya khasanah
intelektual guna perkembangan kebijakanmasa kini dan mendatang.

2.4.1. Mekanisme Pasar Menurut Abu Yusuf (731-798 M)


Pemikiran Abu Yusuf tentang pasar dapat dijumpai dalam
bukunya al-Kharaj. Didalam bukunya tersebut ia menjelaskan
beberapa prinsip mekanisme pasar. Ia telah menyimpulkan
bekerjanya hukum permintaan dan penawaran pasar dalam
menentukan tingkat harga, meskipun kata permintaan dan penawaran
ini tidak ia katakan secra eksplisit. Masyarakat luas pada saat itu
memahami bahwa harga suatu barang hanya ditentukan oleh jumlah
penawarannya saja. Dengan kata lain, bila hanya tersedia sedikit
barang, makaharga akan murah. Mengenai hal ini Abu Yusuf dalam
kitab al-Kharaj (1997) mengatakan, “Tidak ada batasan tertentu
tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada

7
yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui murah bukan
karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal bukan karena
kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah
(sunnatullah). Kadang-kadang makanan sangat sedikit tapi harganya
murah.”
Pernyataan di atas secara implisit menyatakan bahwa harga
bukan hanya ditentukan oleh penawaran saja, tetapi juga permintaan
terhadap barang tersebut. Dengan kata lain, mengindikasikan, mahal
atau murahnya suatu komoditas tidak bisa ditentukan secara pasti,
dimana murah bukan hanya melimpahnya barang tersebut dan mahal
bukan hanya karena kelangkaannya. Bahkan, Abu Yusuf
mengindikasikan adanya variabel-variabel lain yang juga turut
mempengarui harga, misalnya jumlah uang yang beredar di negara
itu, penimbunan dan penahanan suatu barang, atau lainnya. Jelasnya,
peningkatan atau penurunan harga tidak selalu berkaitan dengan
penurunan dan peningkatan produksi. Bisa jadi hal itu terjadi karena
adanya distorsi pada distribusi yang disengaja untuk merusak daya
beli masyarakat padakondisi pasar normal dan terbuka. Pada
dasarnya pemikiran Abu Yusuf ini merupakan hasil observasinya
saat itu, di mana sering kali terjadi melimpahnya barang ternyata
diikuti dengan tingginya tingkat harga, sementara kelangkaan barang
di ikuti dengan harga yang rendah.

2.4.2. Evolusi Pasar Menurut Al-Ghazali (1058-1111 M)


Al-Ihya „Ulumuddin karya al-Ghazali juga banyak membahas
topik-topik ekonomi, termasuk pasar. Dalam magnum opusnya itu ia
telah membicarakan barter dan permasalahannya, pentingnya
aktivitas perdagangan dan evolusi terjadinya pasar, termasuk
bekerjanya kekuatan permintaan dan penawaran dalam pengaruh
harga. Bagi Al-Ghazali, pasar merupakan bagian dari “keteraturan
alami.

8
Dalam panjelasannya tentang proses terbentuknya suatu pasar ia
menyatakan, “Dapat saja petani hidup di mana alat-alat pertanian
tidak tersedia. Sebaliknya pandai besi dan tukang kayuhidup di
mana lahan pertanian tidak ada. Namun, secara alami mereka akan
saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Dapat saja terjadi
tukang kayu membutuhkan makanan, tetapi petani
tidakmembutuhkan alat-alat tersebut. Keadaan ini menimbulkan
masalah. Oleh karena itu, secara alami pula orang akan terdorong
untuk menyediakan tempat di penyimpanan alat-alat di satu pihak,
dan penyimpanan hasil pertanian di pihak lain. Tempat inilah yang
kemudian didatangi pembeli sesuai kebutuhannya masing-masing
sehingga terbentuklah pasar. Petani, tukang kayu dan pandai besi
yangtidak dapat langsung melakukan barter juga terdorong pergi ke
pasar ini. Bila di pasar juga tidak ditemukan orang yang melakukan
barter, maka ia akan menjual kepada pedagang dengan harga yang
relatif murah, untuk kemudian disimpan sebagai persediaan.
Pedagang kemudian menjualnya dengan suatu tingkat keuntungan.
Hal ini berlaku untuk setiap jenis barang.”
Dari pernyataan tersebut Al-Ghazali menyadari kesulitan yang
timbul akibat sistem barter yang dalam istilah ekonomi barat disebut
double coincidence, dan karena itu dibutuhkan suatu pasar. Ia juga
memperkirakan kejadian ini akan berlanjut dalam skala yang lebih
luas, mencakup banyak daerah atau negara. Kemudian masing-
masing daerah ataunegara akan berspesialisasi menurut
keunggulannya masing-masing, serta melakukan pembagian kerja
diantara mereka. Kesimpulannya ini jelas tersirat dalam
pernyatannya: “ Selanjutnya praktik-praktik ini terjadi di berbagai
kota dan negara. Orang-orang melakukan perjalanan ke berbagai
tempat untuk menda patkan alat-alat makanan dan membawanya ke
tempatlain. Urusan ekonomi orang akhirnya diorganisasikan ke
kota-kota di mana tidak seluruh makanan dibutuhkan. Keadaan

9
inilah yang pada akhirnya menimbulkan kebutuhan terhadap alat
transportasi. Terciptalah kelas pedagang regional dalam
masyarakat. Motifnya tentu saja mencari keuntungan. Para
pedagang ini bekerja keras memenuhi kebutuhan orang lain dan
mendapat keuntungan, dankeuntungan ini akhirnya dimakan orang
lain juga.” Al-Ghazali tidak menolak kenyatan bahwa mencari
keuntungan merupakan motifutama dalam perdagangan. Namun, ia
membarikan banyak penekanan kepada etika dan bisnis, di mana
etika diturunkan dari nilai-nilai islam. Keuntungan yang
sesungguhnya ialah keuntungan yang akan diperoleh di akhirat
kelak. Ia juga menyarankan adanya peran pemerintah dalam menjaga
keamanan jalur perdagangan demi kelancaran perdagangan dan
pertumbuhan ekonomi.

2.4.3. Pemikiran Thomas Aquinas Vs Ibnu Taimiah


Permasalahan yang dibahas Aquinas berhubungan dengan
perniagaan, harga yang adil, kepemilikan dan riba. Ide-ide ini
diwarisi oleh Aristoteles yang kemudian diadopsi sepenuhhati oleh
Aquinas, walaupun dalam beberapa kasus ia memodifikasi serta
memperbaiki sesuai dengan kebutuhan yang ada pada masa itu dalm
rangka mensintesis dengan ajaran Nasrani. Ibnu Taimiah juga
mngenal pemikiran-pemikiran dari Aristoteles, tetapi tidak seperti
Aquinas, ia tidak menganggap Aristoteles sebagai filsuf dan guru
universal. Sebaliknya ia berpikir bahwa Aristoteles salah atau keluar
jalur, dan mengkritik Aristoteles dalam tulisan-tulisannya, serta
menolak untuk mengikuti pendapat-pendapatnya. Thomas Aquinas
sangat mengenal tulisan-tulisan ilmuan dan pemikir Muslim seperti
Ibnu Rusd (Averroes), Ibnu Sina(Avicenna) dan yang lainnya.
Tampaknya ia memanfaatkan pemikiran-pemikiran ilmuan islam
tersebut. Salah satu topik penting yang dibahas Aquinas adalah harga
pasar (just price). Asal muasal ide ini ditemukan dalam tulisan

10
Aristoteles. Arbertus Magnus memasukkan analisa biaya tenaga
kerja ke dalam pembahasan mengenai harga pasar, di mana dengan
beberapa dan penyempurnaan, Aquinas meneruskannya. Jika kita
telaah, perlakuan Ibnu Taimiah terhadap permasalahan ini adalah
jauh lebih komprehensif dari pada Aquinas.Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, Ibnu Taimiah tidak mengambil dasar
pemikirannya dari filsuf Yunani. Ia menemukan tentang hal tersebut
di dalam riwayat-riwayat (hadis) dari nabi saw. yang banyak terdapat
dalam literatur fiqh islam. Walaupun demikian terdapat banyak
kemiripan antara konsep dari harga pasar dari Ibnu Taimiah dengan
konsep Aquinas. Bagi keduanya, harga pasar haruslah terjadi dalam
pasar yang kompetitif dan tidak boleh ada penipuan. Keduanya
membela penetapan pada harga pada waktu terjadi perbedaan
pengenaan harga dari harga pasar. Akan tetapi dalm penetapan
paguharga, Aquinas hanya mempertimbangkan nilai subjektif dari
sebuah objek dari sisi penjual saja, sementara Ibnu Taimiah selain itu
juga mempertimbangkan nilai subjektif objek dari sisi pembeli
sehingga menjadikan analisisnya lebih baik dari Aquinas.

2.4.4. Menurut Ibnu Taimiah


Pemikiran Ibnu Taimiah mengenai mekanisme pasar banyak
dicurahkan melalui bukunya yang sangat terkenal, yaitu Al- Hisbah
fi‟l Al -Islam dan Majmu‟ Fatawa. Pandangan Ibnu Taimiah
mengenai hal ini sebenarnya terfokus pada masalah pergerakan
harga yang terjadi pada waktu itu, tetapi ia letakkan dalam kerangka
mekanisme pasar. Secara umum beliau telah menunjukkan the
beauty of market (keindahan mekanisme pasar sebagai mekanisme
ekonomi).
Dalam Al-Hisbahnya ia mengatakan, “Naik dan turunnya harga
tidak selalu disebabkan oleh adanya ketidakadilan (Zulm/injustice)
dari beberapa bagian pelaku transaksi. Terkadang penyebabnya

11
adalah defisiensi dalam produksi atau penurunan terhadap harga
yang diminta, atau tekanan pasar. Oleh karena itu, jika permintaan
terhadap barang-barang tersebut menaik sementara ketersediaanya
/penawarannya menurun, maka harganya akan naik. Sebaliknya, jika
ketersediaan barang-barang menaik dan permintaan terhadapnya
menurun, maka harga barang tersebut akan turun juga. Kelangkaan
(scarcity) dan keberlimpahan (abudance) barang mungkin bukan
disebabkan oleh tindakan sebagianorang kadang-kadang disebabkan
karena tindakan yang tidak adil atau juga bukan. Hal ini adalah
kehendak Allah yang telah menciptakan keinginan dalam hati
manusia.

2.4.5. Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Khaldun (1332-1383 M)


Pemikiran Ibnu Khaldun tentang pasar termuat dalam buku
monumental, Al- Muqaddimah, terutama dalam bab harga-harga di
kota-kota.” (Price in Town). Ia membagi barang-barang menjadi dua
katagori, yaitu barang pokok dan barang mewah. Menurutnya jika
suatu kota berkembang dan jumlah penduduknya semakin banyak,
maka harga barang- barang pokok akan semakin menurun sementara
harga barang mewah akan naik. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya penawaran barang pangan dan barang pokok lainnya
sebab barang ini sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap orang,
sehingga pengadaannya akan diprioritaskan. Sementara itu, harga
barang mewah akan naik sejalan dengan meningkatnya gaya hidup
yang mengakibatkan peningkatan permintaan barang mewah ini. Di
sini, Ibnu Khaldun sebenarnya menjelaskan pengaruh permintaan
dan penawaran terhadap tingkatharga. Secara lebih rinci ia
menjelaskan pengaruh persaingan antara para konsumen dan
meningkatnya biaya-biaya akibat perpajakan dan pungutan-pungutan
lain terhadap tingkat harga.

12
Dalam buku tersebut, Ibnu Khaldun juga mendeskripsikan
pengaruh kenaikan dan penurunan penawaran terhadap tingkat
harga. Ia menyatakan, “Ketika barang-barang yangtersedia sedikit,
maka harga-harga akan naik. Namun, bila jarak antar kota dekat
dan amanuntuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang
yang diimpor sehingga ketersediaanbarang-barang akan melimpah
dan harga-harga akan turun.”
Pengaruh tinggi rendahnya tingkat keuntungan terhadap perilaku
pasar, khususnya produsen, juga mendapat perhatian dari Ibnu
Khaldun. Menurutnya tingkat keuntungan yang wajar akan
mendorong tumbuhnya perdagangan, sementara tingkat keuntungan
yang terlalu rendah akan membuat lesu perdagangan. Para pedagang
dan produsen lainnya akan kehilangan motivasi bertransaksi.
Sebaliknya jika tingkat keuntungan terlalu tinggi perdagangan juga
akan melemah sebab akan menurunkan tingkat permintaan
konsumen. Ibnu Khladun sangat menghargai harga yang terjadi
dalam pasar bebas, namun ia tidak mengajukan saran-saran
kebijakan pemerintah untuk mengelola harga. Ia lebih banyak
memfokuskan kepada faktor-faktor yang mempengaruhi harga.

2.5. Prinsip-prinsip Mekanisme Pasar Islami


Konsep mekanisme pasar dalam Islam dibangun atas prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Ar-Ridha
Yakni segala transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara
masing-masing pihak (freedom contract). Hal ini sesuai dengan Qur‟an
Surat an Nisa‟ayat 29: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.”(Qs: Annisa‟ 29)

13
2. Berdasarkan persaingan sehat (fair competition). Mekanisme pasar akan
terhambat bekerja jika terjadi penimbunan (ihtikar) atau monopoli.
Monopoli dapat diartikan, setiap barang yang penahanannya akan
membahayakan konsumen atau orang banyak.
3. Kejujuran (honesty)
Kejujuran merupakan pilar yang sangat penting dalam Islam, sebab
kejujuran adalah nama lain dari kebenaran itu sendiri. Islam melarang
tegas melakukan kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun. Sebab,
nilai kebenaran ini akan berdampak langsung kepada para pihak yang
melakukan transaksi dalam perdagangan dan masyarakat secara luas.
4. Keterbukaan (transparancy) serta keadilan (justice).
Pelaksanaan prinsip ini adalahtransaksi yang dilakukan dituntut untuk
berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dankeadaan yang
sesungguhnya.

2.6. Harga dan persaingan sempurna pada pasar Islami


Konsep Islam memahami bahwa pasar dapat berperan aktif dalam
kehidupan ekonomi apabila prinsip persaingan bebas dapat berlaku secara
efektif. Pasar tidak mengharapkan adanya intervensi dari pihak manapun
termasuk Negara dalam hal intervensi harga atau private sector dengan
kegiatan monopolistic dan lainya. Karena pada dasarnya pasar tidak
membutuhkan kekuasaan yang besar untuk menentukan apa yang harus
dikonsumsi dan diproduksi. Sebaliknya, biarkan tiap individu dibebaskan
untuk memilih sendiri apa yang dibutuhkan dan bagaimana memenuhinya.
Pasar yang efisien akan tercapai apabila termasuk investor (jika dalam pasar
modal) dan seluruh pelaku pasar lainnya memperoleh akses dan kecepatan
yang sama atas keseluruhan informasi yang tersedia. Dengan kata lain, tidak
ada insider information .
Inilah pola normal dari pasar yang dalam istilah Al Ghozali berkait
dengan ilustrasidari evolusi pasar. Selanjutnya C. Adam Smith menyatakan
serahkan saja pada Invisible hand dan dunia akan teratur dengan sendirinya.

14
Prinsip invisible hand yaitu, di mana pasar cenderung akan mengarahkan
setiap individu untuk mengejar dan mengerjakan yang terbaikuntuk
kepentingannya sendiri, yang pada akhirnya juga akan menghasilkan yang
terbaik untuk seluruh individu.
Dari pemahaman itu, harga dari sebuah komoditas baik barang
maupun jasa ditentukanoleh kualitas dan kuantitas penawaran dan
permintaan. Hal ini sesuai dengan hadith yang diriwayatkan dari Anas
Bahwasannya suatu hari terjadi kenaikan harga yang luar biasa dimasa
Rosulullah SAW, maka sahabat meminta nabi untuk menentukan harga
pada saat itu, lalu nabi bersabda: Artinya, “Bahwa Allah adalah dzat yang
mencabut dan memberi sesuatu, dzat yang memberi rezeki dan penentu
harga..” (HR. Abu Daud).
Dari hadist itu, dapat disimpulkan bahwa pada waktu terjadi kenaikan
harga, Rosulullah SAW meyakini adanya penyebab tertentu yang sifatnya
darurat. Oleh karena itu,sesuatu yang bersifat darurat akan hilang seiring
dengan hilangnya penyebab dari keadaan itu. Di lain pihak, Rosulullah juga
meyakini bahwa harga akan kembali normal dalam waktuyang tidak terlalu
lama. Penetapan harga menurut Rosul merupakan suatu tindakan yang
menzalimi kepentingan para pedagang, karena para pedagang di pasar akan
merasa terpaksa untuk menjual barangnya sesuai dengan harga patokan,
yang tentunya tidak sesuai dengan keridhoannya.
Dengan demikian, pemerintah tidak mewakili wewenang untuk
melakukan intervensi terhadap harga pasar dalam kondisi normal. Ibnu
Taimiyah mengatakan, jika masyarakat melakukan transaksi jual beli dalam
kondisi normal tanpa ada distorsi atau penganiayaan apapun dan terjadi
perubahan harga karena sedikitnya penawaran atau banyaknya permintaan,
maka ini merupakan kehendak Allah.
Beberapa contoh klasik dari kondisimarket failure antara lain:
informasi yang tidaksimetris, biaya transaksi, kepastian institusional,
masalah eksternalitas (termasuk pencemaran lingkungan dan kerusakan
lingkungan) serta masalah dalam distribusi. Jika kondisi demikian ini

15
terjadi, maka akan terjadi pasar tidak sempurna atau disebut dengan istilah
Market Imperfection.

2.7. Mekanisme Pasar : Perspektif Islam


Ekonomi Islam memandang bahwa pasar, negara, dan individu berada
dalam keseimbangan (iqtishad), tidak boleh ada sub-ordinat, sehingga salah
satunya menjadi dominan dari yang lain. Pasar dijamin kebebasannya dalam
Islam. Pasar bebas menentukan cara-cara produksi dan harga, tidak boleh
ada gangguan yang mengakibatkan rusaknya keseimbangan pasar. Namun
dalam kenyataannya sulit ditemukan pasar yang berjalan sendiri secara adil
(fair). Distorasi pasar tetap sering terjadi, sehingga dapat merugikan para
pihak.
Konsep makanisme pasar dalam Islam dapat dirujuk kepada hadits
Rasululllah Saw sebagaimana disampaikan oleh Anas RA, sehubungan
dengan adanya kenaikan harga-harga barang di kota Madinah. Dengan
hadits ini terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu (lebih 1160
tahun) mengajarkan konsep mekanisme pasar dari pada Adam Smith. Dalam
hadits tersebut diriwayatkan sebagai berikut :“Harga melambung pada
zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan saran kepada
Rasulullah dengan berkata: “ya Rasulullah hendaklah engkau menetukan
harga”. Rasulullah SAW. berkata:”Sesungguhnya Allah-lah yang
menetukan harga, yang menahan dan melapangkan dan memberi rezeki.
Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui Allah dalam keadaan tidak
seorang pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun
harta.”
Inilah teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam
hadits tersebut tidak menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan
harga itu diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah impersonal.
Rasulullah menolak tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di pasar tidak
boleh ditetapkan, karena Allah-lah yang menentukannya.

16
Sungguh menakjubkan, teori Nabi tentang harga dan pasar. Kekaguman
ini dikarenakan, ucapan Nabi Saw itu mengandung pengertian bahwa harga
pasar itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah atau hukum
supply and demand.

2.8. Regulasi harga dan pasar


Ibnu Qudamah al-Maqdisi, salah seorang pemikir terkenal dari mazhab
Hambali mengatakan: “Imam (pemimpin pemerintahan) tidak memiliki
wewenang untuk mengatur harga bagi penduduk. Penduduk boleh menjual
barang-barang mereka dengan harga berapa pun yang mereka sukai”. Ibnu
Qudamah mengutip hadits tersebut di atas dan memberikan dua alasan tidak
diperkenalkan mengatur/menetapkan harga. Pertama : Rasulullah SAW
tidak pernah menetapkan harga, meskipun penduduk menginginkannya. Bila
itu dibolehkan, pastilah Rasulullah akan melaksanakannya. Kedua:
menetapkan harga adalah suatu ketidakadilan (kezaliman) yang dilarang. Ini
melibatkan hak milik seseorang, yang di dalamnya setiap orang memiliki
hak untuk menjual pada harga berapa pun, asal ia bersepakat dengan
pemiliknya.
Ibnu Qudamah selanjutnya mengatakan bahwa ini sangat nyata apabila
adanya penetapan, dan regulasi serta pengawasan harta dari pihak
pemerintahan akan mendorong terjadinya kenaikan harga-harga barang
semakin melambung (mahal). Sebab jika para pedagang dari luar
mendengar adanya kebijakan pengawasan harga, mereka tak akan mau
membawa barang dengannya ke suatu wilayah dimana ia dipaksa menjual
barang dagangannya diluar harga yang diinginkan. Dan para pedagang
lokal, yang memiliki barang dagangan akan menyembunyikan barang
dagangannya. Para konsumen yang membutuhkan akan meminta barang-
barang dagangan dengan tidak dipuaskan keinginannya, karena harganya
melonjak mahal/tinggi. Harga akan meningkat dan kedua belah pihak
menderita. Para penjual akan menderita karena dibatasi menjual barang
dagangan mereka, dan para pembeli menderita karena keinginan mereka tak

17
bisa dipenuhi dan dipuaskan. Inilah alasan mengapa Ibnu Qudamah
melarang regulasi harga oleh pemerintah.
Negara memiliki kekuasaan untuk mengontrol harga dan menetapkan
besarnya upah pekerja, demi kepentingan publik. Ibnu Taimiyah tidak
menyukai pengawasan harga dilakukan dalam keadaan normal. Sebab pada
prinsipnya penduduk bebas menjual barang-barang mereka pada tingkat
harga yang mereka sukai. Melakukan penekanan atas masalah ini akan
melahirkan ketidakadilan dan menimbulkan dampak negatif, di antaranya
para pedagang akan menahan diri dari penjual barang pun atau menarik diri
dari pasar yang ditekan untuk menjual dengan harga terendah, selanjutnya
kualitas produk akan merosot yang akan berakibat munculnya pasar gelap.
Kontrol atas harga dan upah buruh, keduanya ditujukan untuk
memelihara keadilan dan stabilitas pasar. Tetapi kebijakan moneter bisa
pula mengancam tujuan itu, negara bertanggung jawab untuk mengontrol
ekspansi mata uang dan untuk mengawasi penurunan nilai uang, yang kedua
masalah pokok ini bisa mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi. Negara
harus sejauh mungkin menghindari anggaran keuangan yang defisit dan
ekspansi mata uang yang tidak terbatas, sebab akan mengakibatkan
terjadinya inflasi dan menciptakan ketidakpercayaan publik atas mata uang
yang bersangkutan. Mata uang koin yang terbuat dari selain emas dan perak,
juga bisa menjadi penentu harga pasar atau alat nilai tukar barang. Karena
itu otoritas ekonomi (negara) harus mengeluarkan mata uang berdasarkan
nilai yang adil dan tak pernah mengeluarkan mata uang untuk tujuan bisnis.
Ibnu taimiyah sangat jelas memegang pandangan pentingnya kebijakan
moneter bagi stabilitas ekonomi. Uang harus dinilai sebagai pengukur harga
dan alat pertukaran. Setiap upaya yang merusak fungsi-fungsi uang akan
berakibat buruk bagi ekonomi.

2.9. Peranan Lembaga Hisbah


Lembaga yang bertugas dalam melakukan kontrol harga disebut dengan
hisbah. Rasulullah, sebagaimana dijelaskan diawal, memandang penting arti

18
dan peran lembaga hisbah (pengawasan pasar). Para muhtasib (orang-orang
yang duduk di lembaga hisbah), pada masa Rasul sering melakukan inspeksi
ke pasar-pasar. Tujuan utamanya untuk mengontrol situasi harga yang
sedang berkembang, apakah normal atau terjadi lonjakan harga, apakah
terjadi karena kelangkaan barang atau faktor lain yang tidak wajar. Dari
inspeksi ini tim pengawas mendapatkan data obyektif yang bisa ditindak
lanjuti sebagai respons. Jika terjadi kelonjakan harga akibat keterbatasan
pasok barang, maka tim pengawasan memberikan masukan kepada
rasulullah dengan target utama untuk segera memenuhi tingkat penawaran,
agar segera tercipta harga seimbang. Namun, tim inspeksi juga tidak akan
menutupi bahwa jika faktor kelonjakan harga karena faktor lain (mungkin
penimbunan, ihtikar maka rasulullah langsung mengingatkan agar tidak
melakukan praktek perdagangan yang merugikan kepentingan masyarakat
konsumen.
Setelah Rasulullah Saw wafat, peranan lembaga hisbah diteruskan oleh
Khulafaur Rasyidin. Bahkan ketika khalifah Umar, lembaga hisbah lebih
agresif lagi. Hal ini didasarkan oleh perkembangan populasi yang memaksa
pusat-pusat perbelanjaan juga meningkat jumlahnya. Apabila kondisi ini
tidak diantisipasi dengan sistem kontrol yang ketat dan bijak, akan menjadi
potensi ketidak seimbangan harga yang tentu merugikan masyarakat
konsumen.
Menyadari potensi resiko ini, para khalifah yang empat memandang
penting peran lembaga hisbah. Sejarah mencatat bahwa pada masa khalifah
yang empat, masalah harga dapat dikontrol dan pada barang tertentu dapat
dipatok dengan angka minimum-maksimum yang wajar. Maknanya, di satu
sisi, kepentingan konsumen tetap dilindungi, dan di sisi lain, kepentingan
kaum pedagang tetap diberi kesempatan mencari untung, tetapi dirancang
untuk menjauhi sikap eksploitaasi dan kecurangan.
Yang perlu dicatat, adalah keberhasilan lembaga hisbah dalam kontrol
harga dan pematokan harga wajar (normal). Keberhasilan ini disebabkan
efektifitas kerja tim lembaga hisbah yang commited terhadap missi dan

19
tugas pengawasan di lapangan. Komitmen ini menjauhkan seluruh anggota
tim untuk melakukan kolusi dan menerima risywah (suap).
Salah satu alasan lagi mengapa Rasulullah SAW menolak menetapkan
harga? Menurut Ibnu Taimiyah adalah karena pada waktu itu tidak ada
kelompok yang secara khusus, melainkan hanya menjadi pedagang/penjual
yang berada di kota Madinah. Tak seorang pun bisa dipaksa untuk menjual
sesuatu. Karena penjualannya tidak bsa diedentifikasi secara khusus, kepada
siapa penetapan harga itu akan diberlakukan? Itu sebabnya, penetapan harga
hanya mungkin dilakukan jika diketahui secara persis ada kelompok yang
melakukan perdagangan dan bisnis, atau melakukan manipulasi sehingga
berakibat menaikkan harga. Ketiadaan kondisi ini mengindikasikan hal
tersebut tidak bisa dikenakan kepada seseorang yang tidak akan berarti apa-
apa atau tidak adil.

2.10. Perbedaan Mekanisme Pasar konvensional dan Syariah


Adam Smith melalui bukunya yang berjudul The Wealth of Nation
mengajukan sistem ekonomi klasik/konvensional yang membatasi peran
politis serta memberi ruang lebih kepada individu. Menurutnya, setiap
individu mempunyai kuasa penuh terhadap hartanya dan bebas
menggunakan sumber-sumber ekonomi menurut cara-cara yang
dikehendakinya.
Secara prinsip, tidak ada yang salah dengan definisi yang diungkapkan
oleh Adam Smith diatas. Sistem Ekonomi Islam juga mengakui kebebasan
individu dalam memperoleh dan mengalokasikan hartanya. Namun yang
menjadi pembeda adalah bahwa dalam sistem Ekonomi Islam bagaimana
cara perolehan dan pengalokasian harta tersebut juga dibahas dan diatur
untuk mencapai tujuan ekonomi yang dikehendaki. berikut beberapa
perbedaan yang paling mendasar diantara keduanya:

1. Perbedaan Prinsip

20
Ekonomi konvensional menganut konsep scarcity yang menyatakan
bahwa sumber daya yang tersedia berjumlah terbatas sehingga tujuan
dari disiplin ilmu ini sendiri adalah mempelajari perilaku manusia
dalam menghadapi kelangkaan.
Oleh karena itu, ekonomi hanya mempelajari bagaimana cara
mengalokasikan sumber daya yang terbatas secara optimum dan
memberikan kebebasan bagi individu untuk menentukan tujuan (ends)
dari digunakannya sumber daya yang terbatas tersebut.
Sedangkan ekonomi Islam merupakan goal oriented diciplin yang
berarti ekonomi Islam tidak hanya mempelajari bagaimana cara (means)
pengalokasian sumber daya yang terbatas secara efisien tetapi juga
mempelajari tujuan (ends) dari penggunaan sumber daya tersebut.

2. Perbedaan Mekanisme Pasar


Ekonomi konvensional menganut paham mekanisme pasar bebas
yang mana setiap individu diperbolehkan keluar masuk dalam pasar
tanpa adanya larangan atau intervensi.
Menurut Adam Smith, pasar memiliki potensi untuk menciptakan
keseimbangannya sendiri. Keseimbangan ini yang kemudian ia sebut
sebagai “invisible hands” yang mana jika mekanisme pasar dibiarkan
bebas tanpa aturan (tanpa adanya pembatasan produksi atau konsumsi)
maka permintaan konsumen akan suatu barang/jasa menjadi seimbang
dengan penawaran dari sisi produsen sehingga akan menciptakan
kesejahteraan di masyarakat.
Mekanisme ini pada akhirnya juga akan memaksimalkan perolehan
keuntungan, meningkatkan inovasi, menciptakan pembagian pekerjaan
serta mendorong keseimbangan harga.
Sementara ekonomi Islam tidak meyakini adanya “invisible hand”
yang membuat pasar menjadi efisien. Keterlibatan pemerintah dalam
sistem ekonomi Islam sangat dipertimbangkan untuk mendukung proses
produksi dan distribusi barang/jasa.

21
Sistem ekonomi Islam melihat pemerintah sebagai salah satu unit
ekonomi yang saling berdampingan dengan unit ekonomi yang lain
secara tetap dan stabil.
Bahkan dalam sejarah perekonomian Islam, peran pemerintah
dalam mengawasi pasar dilakukan oleh institusi bernama Al-Hisbah
yang memiliki fungsi untuk mengawasi kecukupan barang dan jasa di
pasar, mengawasi perindustrian, jasa, dan perdagangan serta mengawasi
keseluruhan pasar.

3. Perbedaan Distribusi Kekayaan


Rasionalisme dalam sistem ekonomi konvensional berorientasi
untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan ini
bisa diperoleh dari sebarapa banyak modal yang disiapkan/dikeluarkan
oleh masing-masing unit ekonomi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi kekayaan tergantung
pada besarnya modal yang dimiliki. Dalam sistem kapitalisme,
distribusi kekayaan tidak akan pernah merata karena modal merupakan
suatu barang privat yang tidak bisa diregulasi.
Sementara dalam ekonomi Islam, salah satu tujuan yang ingin
dicapai adalah keadilan. Hal ini berdampak bahwa setiap hasil dari
pembangunan harus dapat didistribusikan kepada msyarakat secara adil
dan merata. Keadilan dalam distribusi kekayaan dan harta ini
diwujudkan melalui mekanisme zakat, infaq, sedekah dan waqf.
Sebagai contoh, prinsip dari mekanisme zakat ini membantu proses
distribusi harta dengan mengambil dari masyarakat yang kaya untuk
kemudian diberikan kepada masyarakat yang miskin atau kekurangan
sehingga harta tidak hanya beredar dikalangan orang-orang kaya saja.

4. Perbedaan Perolehan Keuntungan


Dalam ekonomi konvensional, tidak ada aturan yang mengekang
mengenai bagaimana seorang individu dapat memperoleh keuntungan.

22
Hal ini berimpilkasi bahwa setiap modal yang dimiliki oleh unit
ekonomi baik dalam bentuk uang ataupun yang lainnya dapat
digunakan untuk memaksimalkan keuntungannya.
Sistem ekonomi konvensional juga mengenal prinsip time value of
money yang berarti bahwa nilai uang saat ini lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai uang di masa yang akan datang. Dengan prinsip ini, ada
“harga” yang harus dibayarkan oleh pelaku ekonomi ketika
meminjam/menggunakan modal dari pelaku ekonomi lainnya yang
dikenal dengan istilah bunga.
Sementara dalam sistem ekonomi Islam, perolehan keuntungan
hanya bisa diakui dari transaksi-transaksi yang bersifat bisnis dan bukan
dari transaksi yang bersifat tolong menolong. Dalam transaksi bisnis,
pembagian keuntungan dilakukan dengan sistem bagi hasil yang
besarannya ditentukan dalam jumlah prosentase.
Dengan prosentase ini, keuntungan akan dibagi sesuai dengan
proporsi masing-masing, pun jika ternyata mengalami kerugian akan
ditanggung secara bersama-sama sesuai dengan akad/perjanjiannya.

23
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam
perekonomian. Praktik ekonomi pada masa Rasulullah dan
Khulafaurrasyidin serta tabi’in menunjukkan adanya peranan pasar
yang sangat besar. Rasulullah saw sangat menghargai harga yang
dibentuk oleh mekanisme pasar sebagai harga yang adil. Beliau
menolak adanya intervensi harga (price intervention) seandainya
perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar atau alami.
Namun harga yang adil dapat tercipta dipasar bila adanya moralitas (fair
play), kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy) dan keadilan
(justice). Jika nilai-nilai ini ditegakkan, maka tidak ada alasan untuk
menolak harga pasar. Disamping itu pemerintah dapat melakukan
intervensi harga apabila terjadi distorsi pasar, baik secara alamiah
(faktor alam) maupun perilaku pasar yang menyimpan. Olehnya itu
perlu ada badan hisbah untuk memantau mekanisme harga yang terjadi
di pasar sehingga tercipta mekanisme pasar yang sehat, adil, dan
memiliki keberkahan.

3.2. Saran
Sistem Ekonomi Islam merupakan perwujudan dari paradigma
Islam. Pengembangan Sistem Ekonomi Islam bukan untuk menyaingi
sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih
ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai
kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari
sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini
dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan
ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat
sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat

24
Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman
hidup tidak hanya sekedar dapat memnuhi kebutuhan hidup secara
limpah ruah di dunia,tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan sebagai
bekal di akhirat nanti.jadi harus ada keseimbangan dalam memenuhi
kebutuhan di dunia maupun di akhirat nanti.

25
DAFTAR PUSTAKA

Link and Sites:

https://www.academia.edu/5567928/MAKALAH_MEKANISME_PASA
R_ISLAMI

https://qazwa.id/blog/perbedaan-sistem-ekonomi-islam-dan-ekonomi-
konvensional/

https://my.unpam.ac.id/jadwal_kuliah/detail

Anda mungkin juga menyukai