Anda di halaman 1dari 3

Naskah Narasi Paper: Bank Tanah

Muhamad Ilham Azizul Haq


e-mail: muhamad.ah304@gmail.com
Andalas, Fakultas Ilmu Hukum

Istilah Bank Tanah merupakan salah satu aturan baru kontroversial dalam

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau dikenal dengan

Ombinus Law yang pertama kali dalam pidato pertama Joko Widodo setelah dilantik

sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, Minggu (20/10/2019). Dalam pidatonya,

Jokowi menyinggung sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut omnibus

law.

Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus

Law RUU Cipta Kerja, yaitu:

1. Penyederhanaan perizinan tanah

2. Persyaratan investasi

3. Ketenagakerjaan

4. Kemudahan dan perlindungan UMKM

5. Kemudahan berusaha

6. Dukungan riset dan inovasi

7. Administrasi pemerintahan

8. Pengenaan sanksi

9. Pengendalian lahan

10. Kemudahan proyek pemerintah

11. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)


Dari 11 klaster yang dikemukakan diatas, UU Cipta Kerja juga mengatur

mengenai penyederhanaan perizinan tanah, investasi, administasi, pengendalian lahan,

dan klaster lainnya yang mengatur mengenai pertanahan.

Bank tanah sebagai badan khusus pengelola tanah. Bank tanah ini berfungsi

melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan

pendistribusian tanah. Namun istilah baru tersebut menimbulkan kritik dari kalangan

masyarakat maupun akademisi seperti guru besar Fakultas Hukum UGM Maria SW

Sumardjono menyatakan bank tanah yang dituangkan pemerintah ke dalam UU Cipta

Kerja tidak jelas peruntukannya. Dia curiga bank tanah sengaja berpihak kepada

pengusaha. Sedangkan Presiden RI ke-7 beranggapan bahwa bank tanah adalah solusi

penyelesaian masalah bagi masyarakat.

Pengaturan mengenai bank tanah yang termaktub dalam pasal 125 s/d pasal 135

UU Cipta Kerja, menjelaskan ketentuan mengenai tujuan, tugas, wewenang, sumber

kekayaan dan badan bank tanah. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan

Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil menjelaskan bahwa bank tanah

bertujuan memberikan tanah untuk rumah rakyat di perkotaan dengan harga yang sangat

murah bahkan gratis.

Pembentukan bank tanah ini untuk reformasi agraria, paling sedikit 30% dari

tanah negara diperuntukan untuk bank tanah. Selain itu, dituliskan bahwa pembentukan

bank tanah dalam rangka efisiensi pengelolaan tanah. Rencananya, organisasi bank tanah

akan terdiri dari Komite, Dewan Pengawas, dan Badan Pelaksana. Nantinya Badan

Pengawas akan terdiri tujuh anggota dengan rincian, empat orang profesional dan tiga

orang yang dipilih pemerintah pusat.


Pada pasal 129 disebutkan bahwa tanah yang dikelola Bank Tanah diberikan hak

pengelolaan dalam bentuk hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. Bank

tanah dapat dimanfaatkan untuk mendukung investasi dengan pemegang hak pengelolaan

mendapat kewenangan untuk menyusun rencana induk; membantu memberikan

kemudahan perizinan berusaha, melakukan pengadaan tanah; dan menentukan tarif

pelayanan.

Selanjutnya dalam pasal 137 disebutkan hak pengelolaan tanah diberikan kepada

pemerintah pusat; pemerintah daerah; badan bank tanah; BUMN/BUMD dan badan

hukum milik negara/daerah; atau fbadan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah pusat.

Dalam pasal 138, pemegang hak pengelolaan dapat memperpanjang memperbaharui hak

guna bangunan. Tak ada penjelasan berapa lama hak guna yang dapat

diperpanjang. Pengaturan mengenai hak pengelolaan (HPL) tidak diatur dalam Undang-

undang Pokok Agraria 1960. Namun HPL dalam UU Cipta Kerja yang mana pemberian

hak di atas tanah negara terkesan hendak menghidupkan kembali konsep domein

verklaring zaman colonial, padahal hal tersebut yang sudah dihapus dalam UUPA 1960.

Anda mungkin juga menyukai