Anda di halaman 1dari 22

TAKE HOME EXAM

PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

Oleh :
AMALIA ANGGITA CAHYANI
NIM : 032124253003
Kelas B

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2022
Eksistensi Bank Tanah Terkait Pengadaan Tanah Berdasarkan Undang-Undang Cipta
Kerja dan Hukum Agraria.

A. Pendahuluan

Pengaturan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum seharusnya dapat
menciptakan keadilan, memberikan kepastian hukum atas hak-hak kepemilikan tanah masyarakat
dan memberikan kemanfaatan bagi kepentingan umum. Usaha dalam pengadaan tanah untuk
keperluan kepentingan umum implementasinya perlu dilakukan dengan mencermati kedudukan
tanah bagi kehidupan manusia, serta prinsip penghormatan terhadap keabsahan hak atas tanah
tersebut dan tidak mengabaikan kepentingan pribadi pemilik hak atas tanah. Artinya kepentingan
umum juga harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak mengalahkan kepentingan
pribadi pemilik hak atas tanah.1 Kalaupun terpaksa kepentingan umum harus didahulukan dari
pada kepentingan individu, maka kepentingan individu harus tetap di lindungi dengan tetap
memberikan kompensasi berupa ganti rugi yang layak.2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum berikut peraturan
turunannya dinilai tidak efektif untuk menyelesaikan berbagai permasalahan terkait semakin
meningkatnya harga tanah dan ketersediaan tanah untuk berbagai keperluan pembangunan. Tanah
pula memiliki fungsi yang sangat strategis, baik sebagai sumber daya alam maupun sebagai ruang
untuk pembangunan. Namun di Negara Indonesia yang begitu luas ini, masih terdapat banyak
sekali tanah telantar yang tidak jelas pemanfaatannya. Tanah-tanah telantar tersebut cenderung
dimanfaatkan hanya sebagai objek spekulasi. Selain itu, masalah pengadaan tanah merupakan
masalah yang selalu muncul dalam kegiatan-kegiatan pembangunan. Permasalahannya adalah
kerap munculnya spekulan tanah yang mengambil keuntungan dalam proyek pembangunan
infrastruktur.

Pada akhirnya hal tersebut menyebabkan proyek pembangunan menjadi sulit dilaksanakan,
dan bahkan gagal atau terbengkalai sama sekali. Jika permasalahan ini terus dibiarkan, maka akan

1
Syah, M.I, Pembebasan Tanah Reklamasi: Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, Jala Permata
Aksara, Jakarta, 2018, h.70
2
Sutedi, A, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan.
Cetakan kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2008, h.10
menjadi permasalahan serius bagi pembangunan yang pada gilirannya akan menghambat
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Oleh karena itu, untuk menjawab permasalah tersebut
Pemerintah mengeluarkan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(selanjutnya disebut UU Cipta Kerja) guna melakukan pembenahan di sektor agraria. Solusi untuk
memperbaiki permasalahan tata kelola pertanahan di Indonesia dijawab pada Pada Pasal 125
dalam klaster pengadaan tanah di mana Pemerintah pusat membentuk suatu badan yang dinamakan
Badan Bank Tanah. Badan bank tanah sendiri ialah suatu badan yang dikhususkan untuk
mengelola tanah.3 Terkait bidang pertanahan, dalam UU Cipta Kerja juga menyisipkan pengaturan
mengenai eksistensi Bank Tanah di Indonesia. Pemerintah sudah memberikan target bahwa organ
Bank Tanah akan terbentuk pada 2021. Namun hingga saat ini, persiapannya belum memiliki
kejelasan, hal tersebut karena Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Bank Tanah (selanjutnya
disebut RPP Bank Tanah) belum disahkan menjadi Peraturan Pemerintah (PP). Bank Tanah dapat
menjamin ketersediaan tanah bagi kepentingan pembangunan di masa mendatang, efisiensi
APBN/APBD, mengurangi konflik pembebasan tanah serta dampak buruk dari liberalisasi tanah.
Prakteknya di Indonesia, Bank Tanah memang dibutuhkan guna mempercepat pelaksanaan dan
mempermudah proses pengadaan tanah. Bank Tanah dapat berupa lembaga bersifat independen
dan terdiri dari beberapa kementerian yang menjalankan tugas dan kewenangan sendiri dalam
perencanaan pembangunan kawasan yang telah disepakati bersama.4

Penerapan bank tanah sendiri telah terbukti efektif dan efisien di banyak negara. Badan bank
tanah di Indonesia akan menjadi instrumen untuk memengaruhi pola pembangunan sesuai rencana
tata ruang dan tujuan perencanaan pembangunan secara keseluruhan, efisiensi penggunaan
APBN/APBD, mengendalikan pasar tanah, mencegah spekulasi dan mafia tanah, serta menunjang
pembangunan sosialekonomi. Badan bank tanah memungkinkan pemerintah pusat maupun daerah
memperoleh dan menghimpun tanah untuk tujuan strategis jangka pendek dan jangka panjang.
Dalam UU Cipta Kerja adanya bank tanah menyebabkan pikiran bahwa pemerintah akan berupaya
dengan berbagai cara untuk menaman saham termasuk tidak memikirkan keadilan dan keperluan
rakyat sendiri. Jika sektor swasta dipermudah oleh pemerintah dalam membeli tanah, maka akan

3
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 245 Tahun 2020, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573), Ps. 125.
4
Zahra, F.A, Melacak Landasan Hukum Pengelolaan Aset Tanah Negara melalui Konsep Bank Tanah. Al-
Ihkam, Vol. 12,(No.2, Desember), 2013, h.13
menarik minat sektor swasta untuk berinvestasi. Apabila mendapat proyek pembangunan nasional
yang dilaksanakan bagian swasta sehingga negara akan berupaya dalam memudahkan penyiapan
lahan. Dengan Undang – Undang No 2 Tahun 2012 permasalahan pengandaan tanah untuk
pengembangan keperluan publik, penyediaan tanah dilakukan pemerintah didampingi dengan
songkongan ganti kerugian adil kepada yang bersangkutan.

B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah
4. Undang-Undang Dasar 1945
C. Rumusan Masalah
1. Konsep dan eksistensi Bank Tanah terkait Pengadaan Tanah.
2. Kedudukan Hukum Bank Tanah Dalam Perspektif Undang – Undang Pokok Agaria.
D. Tinjauan Pustaka

Tentang Bank Tanah

Bank Tanah ialah suatu fasilitas pengelolaan sumber daya yang utama untuk menambah
produktivitas pemakaian lahan tanah. Cara yang digunakan dalam bank tanah ialah kontrol pasar
dan kestabilan tanah pasar lokal. Bank Tanah memberi jaminan kesiapan lahan untuk berbagai
kebutuhan pembangunan dimasa depan, tepat guna APBN/APBD, meminimalisir permasalanan
dalam tahap pelepasan lahan dan efek tidak baik liberalisasi lahan.4 Pengelolaan bank Tanah
berkaitan dengan tata cara perancangan, pengelompokan, aplikasi aktivitas serta pengontrolan
pada aktivitas bank Tanah dalam merealisasikan maksud bank Tanah. Dimotivasi oleh regulasi
yang mencukupi dan institusi kokoh, pengelolaan bank tanah pada akhirnya dapat direalisasikan
enam kegunaan bank tanah yakni penghimpunan lahan, keamanan lahan, pengurus penguasaan
lahan, pengatur lahan, evaluasi, dan sebagai penyalur lahan. Aktivitas bank tanah secara konsep
harus berisi aturan dan pendekatan memaksimalkan pemakaian dan kegunaan lahan. Sumber lahan
yang akan dipakai menjadi tabungan dalam bank tanah ialah tanah yang sudah dikategorikan dan
didaftarkan oleh institusi lahan yang berkuasa dan terdapat kewenangan atas lahan.. Sumber
tersebut yakni lahan tidak terurus, kekayaan pemerintah, bekas perkebunan bisa diganti untuk aset
perorangan tergantung aturan pemda, absente, sarana sosial atau umum, milik BUMN / BUMD
dan pengambilan paksa. Penekanan lain dari norma ini ialah diberikan agunan perlindungan pada
keperluan kelompok ekonomi lemah dengan melaksanakan usaha penanggulangan monopoli
swasta. Hal ini bisa lebih meringankan tahap penekanan atau penanganan persoalan lahan yang
timbul dimasa mendatang.5

Langkah modifikaai kekuasaan atas lahan tersebut jadi kekayaan pemerintah dilaksanakan
dengan jual beli, barter, hibah, pemberhentian kuasa dan pembelian pada kantor pelayanan
kekayaan negara dan lelang . Penciptaan bank tanah membutuhkan kerjasama antar kementerian
misalnya agraria dan tata ruang serta pekerjaan umum dan perumahan rakyat, institusi ini akan
melaksanakan pembelian lahan sebelum proyek pembangunan sarana dan prasarana diawali. Jadi
bisa meminimalisir penyalur lahan tanah yang melaksanakan pembelian lahan selanjutnya dijual
jika ada proyek pembangunan dengan harga yang lebih mahal dan untung tinggi. Selain itu
dibutuhkan payung hukum yang bisa menjamin ketentuan hukum penerapan bank tanah ini. Untuk
keberhasilan penerapan bank tanah pemerintah dianjurkan untuk bisa memperkokoh tugas tata
ruang sebagai ujung tombak pembangunan daerah sesuai pesan. Pemerintah juga wajib
memperkokoh instansi pertanahan dan memperbaiki kualitas administrasi pertanahan nasional
utamanya mengenai registrasi lahan dan aktannya. Pengelolaan tata ruang yang tetap dan tegas
dibutuhkan ketetapan norma mengenai bukti kepunyaan atas lahan. Institusi pertanahan yang
kokoh dan wibawa didorong penegakan norma yang tegas dan nyata pada akhirnya akan menekan
persolaan pertanahan mengenai tumpang tindih kepunyaan kuasa atas lahan yang biasanya terjadi.
Tahapan persiapan lahan dengan bank Tanah menjadi wajib dilakukan untuk menghindari
penambahan harga lahan yang mahal utamanya wilayah kota. Bank tanah bisa digunakan sebagai
pengganti penyiapan lahan disamping tahapan penyiapan lahan yang sudah ditetapkan oleh
Undang - Undang No. 2 tahun 2012 . Dimana dalam pembangunan bermacam saran keperluan
umum memerlukan bidang lahan yang luas, sedangkan lahan yang diperlukan tersebut pada
dasarnya telah dipunyai oleh seseorang atau lembaha dengan ditempel suatu wewenang atas lahan.
Jadi usaha penyediaan lahan untuk kebutuhan tersebut pelaksanaanya butuh dilaksanakan dengan
semaksimal mungkin dan dilaksanakan dengan memahami tugas lahan dalam kehidupan individu,
serta aspek penghormatan pada kuasa atas lahan yang valid dan tidak mengesampingkan keperluan
diri sendiri pemilik kuasa atas tanah Maksud dari tidak memperhatikan keperluan individu ialah

5
Iqtabrani, Ismayadi, TINJAUAN YURIDIS TENTANG LARANGAN KEPEMILIKAN TANAH PERTANIAN
SECARA ABSENTEE. Other thesis, Untag Surabaya, 2014, h.15
jika keperluan yang berkarakter individual tidak diamati lagi setara dengan ketentuan yang berlaku
dengan maksud dikalahkan dengan keperluan umum.6 Konsep bank tanah mempunyai kesamaan
dengan bank umum lainnya . Keduanya mempunyai kegunaan penghubung bank tanah dihimpun
dan diteruskan ialah lahan tanah ataupun uang. Rakyat dengan tahapan bank tanah bisa menolong
pemerintah dengan menghimpun tanahnya dibank tanah dan diteruskan dalam wujud wewenang
lain contohnya pinjaman dsb, rakyat akan memperoleh profit ekonomis dirinya. Maksud yang akan
diraih dalam penyusunan jurnal ini untuk memahami dan menelaah payung hukum dan
kelembagaan bank tanah untuk memotivasi program pembangunan yang dilakukan pemerintah
pada kesiapan lahan di Indonesia, untuk memahami dan mendapatkan bentuk bank tanah yang
sesuai.

Salah satu ketentuan yang diatur dalam Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11
Tahun 2020 yang mulai berlaku terhitung tanggal 2 November 2020 adalah mengenai Pertanahan
yang dimuat dalam Bagian Keempat UU Cipta Kerja. Undang-Undang mengenai Pertanahan ini
mengatur kewenangan Negara dalam mengatur peruntukan, penggunaan dan pengelolaan tanah.
Pengaturan mengenai pertanahan berinduk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Sebagaimana diatur dalam UUPA dalam Pasal 1 bahwa seluruh
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam
wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang
angkasa Bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Dan hubungan antara bangsa
Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa merupakan hubungan yang bersifat abadi.
Berdasarkan ketentuan dalam UUPA ini yang mengandung filosofi bagaimana hubungan antara
bangsa Indonesia dengan bumi, air dan, ruang angkasa yang merupakan anugerah Tuhan Yang
Maha Esa. Hak menguasai negara untuk mengatur peruntukan tanah baik untuk kepentingan
masyarakat sebagai individu maupun untuk kepentingan umum perlu mendapat perhatian dan
perlakuan yang seimbang dan adil. Walaupun pada prinsipnya tanah memiliki fungsi sosial
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPA dalam arti tanah dapat digunakan oleh negara apabila
menyangkut kepentingan umum. Serta adanya tanah yang berstatus Tanah Negara yaitu tanah yang
belum memiliki hak atas tanah di atasnya, tidak merupakan tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat,
tanah wakaf, Barang Milik Negara/Daerah/desa atau BUMN/BUMD. Bagaimana saat negara

6
Mudakir Iskandar Syah, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, (Jakarta: Permata
Aksara, 2015), h.18
memerlukan tanah yang akan digunakan untuk kepentingan umum seperti jalan, jembatan, waduk,
pelabuhan, infrastruktur minyak, gas dan panas bumi atau akan digunakan untuk jaringan
telekomunikasi dan informatika pemerintah, tentunya memerlukan luas tanah yang tidak sedikit.
Beberapa ketentuan terkait yang mengatur mengenai saat negara memerlukan tanah yang bertujuan
untuk terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum serta dalam rangka mewujudkan
masyarakat adil dan makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 seperti diatur
dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018,
serta UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Namun ketentuan ini dirasa masih kurang
optimal, dimana saat kondisi negara memerlukan luas tanah yang tentunya tidak sedikit.

Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dimana dalam
Bagian Keempat mengenai Pertanahan, dibentuklah Badan Bank Tanah. Dengan terbentuknya
Badan Bank Tanah ini diharapkan kebutuhan negara atas tanah mendapat solusi. Badan Bank
Tanah merupakan badan khusus yang mengelola tanah serta berfungsi untuk melaksanakan
perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan dan pendistribusian tanah.
Terbentuknya Badan Bank Tanah ini ditujukan untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka
kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan
ekonomi, konsolidasi lahan dan reforma agraria. Sehingga pengaturan mengenai Bank Tanah ini
diharapkan dapat menjembatani keperluan negara untuk memenuhi kebutuhan atas tanah seperti
untuk pembangunan proyek strategis nasional berupa jalan tol, waduk, bendungan atau untuk
pembangunan infrastruktur lainnya yang menyangkut kepentingan umum. Karakteristik tanah
dengan status Hak Pengelolaan memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk
menyusun rencana peruntukan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata
ruang, menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau sebagian tanah Hak Pengelolaan untuk
digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga dan menentukan tarif dan menerima
uang pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan dari pihak ketiga sesuai dengan
perjanjian.
Karakteristik Hukum Agraria di Indonesia

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
merupakan pelaksanaan daripada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagaimana yang dinyatakan
dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UndangUndang
Dasar dan hal-hal yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
negara.” Pasal 33 ayat (3) merupakan landasan konstitusional bagi pembentukan politik dan
Hukum Agraria Nasional, yang berisi perintah kepada negara agar bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya yang diletakan dalam penguasaan negara itu digunakan untuk
mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Terdapat dua substansi
yang termuat dalam UUPA dari segi berlakunya, pertama, tidak memberlakukan lagi atau
mencabut Hukum Agraria Kolonial, dan kedua, membangun Hukum Agraria Nasional. Menurut
Boedi Harsono, dengan berlakunya UUPA, maka terjadilah perubahan yang fundamental pada
Hukum Agraria Nasional, terutama hukum di bidang pertanahan. Perubahan fundamental atau
mendasar tersebut mengenai struktur perangkat hukum, konsepsi yang mendasari maupun isinya.7

Pada segi formalnya, sifat nasional UUPA dapat dilihat dalam konsiderannya yang
menyebutkan tentang keburukan dan kekurangan dalam Hukum Agraria yang berlaku sebelum
UUPA. Keburukan dan kekurangan tersebut antara lain menyatakan bahwa Hukum Agraria
Kolonial memiliki sifat dualisme dan tiada menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat
Indonesia. Berangkat dari alasan tersebut, maka dibuatlah Hukum Agraria Nasional yang dibuat
oleh pembentuk undang-undang Indonesia, dibuat di Indonesia, disusun dalam Bahasa Indonesia,
berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia. UUPA memenuhi semua persyaratan formal
tersebut sehingga UUPA mempunyai sifat nasional formal. Dalam hubungan ini, UUPA
menyatakan pula dalam konsideransnya “Berpendapat” bahwa :8

A. Harus didasarkan atas hukum adat tentang tanah;


B. Sederhana;

7
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pemventukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan
Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan, 2008, h. 162.
8
Urip Santoso, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Prenadamedia Group, Jakarta, 2015, h. 47.
C. Menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia;
D. Tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama;
E. Memberi kemungkinan akan tercapainya, fungsi bumi, air dan ruang angkasa, sebagai yang
dimaksud diatas dan harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi
pula keperluannya menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria;
F. Sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia;
G. Mewujudkan penjelmaan daripada Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan.
Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial, sebagai asas kerohanian Negara dan cita-
cita bangsa, seperti yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar;
H. Merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam
pasal 33 Undang-Undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia, sebagai yang
ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan Negara
untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah
diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong;
I. Melaksanakan pula ketentuan Pasal 33 UUD 1945.

UUPA sebagai Pijakan Penguasaan atas Tanah

Hak-hak penguasaan atas tanah merupakan serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau


larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dihaki. Sesuatu yang
boleh, wajib dan/atau dilarang untuk diperbuat ialah yang menjadi tolok ukur pembeda antara
berbagai hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam UUPA.9 Hak penguasaan atas tanah sebagai
hubungan hukum yang konkret. Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan dengan tanah
tertentu sebagai objeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang
haknya. Ketentuan-ketentuan dalam hak penguasaan atas tanah adalah sebagai berikut:

1. Mengatur hal-hal mengenai penciptaannya menjadi suatu hubungan hukum yang konkret,
dengan nama atau sebutan hak penguasaan atas tanah tertentu;
2. Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak-hak lain;

9
Mohammad Zamroni, Rachman Maulana Kafrawi, Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Wilayah
Pesisir Pasca Berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, Jurnal Perspektif Hukum, Vol. 21 No.2
November 2021, h.235- 256.
3. Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak lain;
4. Mengatur hal-hal mengenai hapusnya; dan
5. Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya.

Hak menguasai negara atas tanah bersumber pada hak bangsa Indonesia atas tanah, yang
hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengandung unsur
hukum publik. Tugas mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh
seluruh bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, bangsa Indonesia sebagai pemegang
hak dan pengemban amanat tersebut, pada tingkatan tertinggi dikuasakan kepada negara Indonesia
sebagai organisasi kekuasaan sekuruh rakyat (Pasal 2 ayat (1) UUPA). Tujuan hak menguasai
negara atas tanah dimuat dalam Pasal 2 ayat (3) UUPA, yaitu untuk mencapai sebesarbesar
kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat
dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan Makmur.10 Pelaksanaan hak
menguasai negara atas tanah dapat dikuasakan atau dilimpahkan kepada daerah-daerah Swatantra
(pemerintah daerah) dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekadar diperlukan dan tidak
bertentangan dangan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah
(Pasal 2 ayat (4) UUPA). Pelimpahan pelaksanaan sebagian kewenangan negara tersebut dapat
juga diberikan kepada badan otoritas, perusahaan negara, dan perusahaan daerah, dengan
pemberian penguasaan tanah-tanah tertentu dengan Hak Pengelolaan (HPL).11

Arti, Peran dan Fungsi Badan Bank Tanah

Kehadiran Negara dalam mengatur tanah sesuai dengan apa yang telah diamanatkan oleh
konstitusi sebagaimana tercantum pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. Perwujudan nyata dari Pasal
33 Ayat (3) UUD 1945 tersebut, ialah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Melalui Hak Menguasai Negara, negara selaku penguasa
akan dapat senantiasa mengendalikan atau mengarahkan pengelolaan fungsi bumi, air, dan ruang
angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sesuai dengan peraturan dan kebijakan
yang ada, yaitu dalam lingkup penguasaan secara yuridis yang beraspek publik.12 Hak Menguasai

10
Ria Fitri, Hukum Agraria Bidang Pertanahan Setelah Otonomi Daerah, Kanun Jurnal Ilmu Hukum,
Volume 20 No. 3, 2018, h.66
11
Oloan Sitorus dan Nomadyawati, Hak Atas Tanah dan Kondominium, Dasamedia Utama, Jakarta, 1994,
h. 7.
12
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria),
Citra Media, Yogyakarta, 2007, h. 5.
Negara inilah yang menjadi landasan konstitusional bagi pengaturan badan bank tanah. Konsep
badan bank tanah memiliki prinsip bahwa bank tanah memperoleh tanah sebelum adanya
kebutuhan. Melalui badan bank tanah, pemerintah dapat memberi pengaruh pada kebijakan yang
berimplikasi spasial, baik dalam persoalan infrastruktur, lingkungan atau pun pertanian.13

Badan bank tanah dapat pula digunakan sebagai alat untuk mengendalikan pasar tanah,
mencegah spekulasi tanah dan melakukan perbaikan sehubungan dengan pengembangan tanah
daerah atau kota. Pada implementasinya, bank tanah dapat menjalankan sejumlah fungsi sekaligus
memberikan sejumlah manfaat sebagai berikut :14

1. Sebagai penghimpun tanah (land keeper);


2. Sebagai pengaman tanah
3. sebagai pengendali penguasaan tanah (land purchaser);
4. Sebagai pengelola tanah (land management);
5. Sebagai penilai tanah (land appraisal); dan
6. Sebagai penyalur tanah (land distributor).

Sedangkan, dalam UU Cipta Kerja dalam Pasal 125 ayat (4) disebutkan enam fungsi dari badan
bank tanah yaitu: (1) perencanaan; (2) perolehan; (3) pengadaan; (4) pengelolaan; (5)
pemanfaatan; dan (6) pendistribusian tanah. Sebagai penghimpun tanah, kegiatan bank tanah
adalah melakukan inventarisasi terhadap tanah-tanah yang akan dijadikan objek pengelolaan bank
tanah. Kegiatan menghimpun tanah sekaligus dengan mengumpulkan dan menyediakan data
pertanahan yang lengkap, akurat, terpadu serta aktual.

Konsep Bank Tanah dalam Undang-Undang Cipta Kerja

Keberadaan UU Cipta Kerja menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Salah satu


klaster dalam UU Cipta Kerja yang dianggap kontroversial dan merugikan kepentingan
masyarakat adalah klaster pertanahan, khususnya tentang Bank Tanah. Keberadaan Bank Tanah
diatur dalam pasal 125 sampai dengan pasal 135 UU Cipta Kerja. Bank Tanah adalah badan khusus
yang mengelola tanah, dan berfungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan,
pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah. Banyak yang berpendapat bahwa dengan

13
Boedi Harsono, Opcit, h. 267.
14
Bernhard Limbong, Bank Tanah, Pustaka Margaretha, Jakarta, 2013, h.79
terbentuknya Bank Tanah dapat menimbulkan lebih banyak kerugian dibandingkan keuntungan
sehingga pada akhirnya berpotensi mengganggu kepentingan masyarakat Indonesia. Adapun
melalui tulisan ini, penulis mencoba menunjukan beberapa hal terkait Bank Tanah yang berpotensi
menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Selain itu, apabila dilihat dalam pasal-pasal mengenai
Bank Tanah dalam UU Cipta Kerja, sebagian besar tugas dan fungsi yang dijelaskan merupakan
bagian dari lingkup kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
(selanjutnya disebut sebagai Kementerian ATR/BPN). Dalam pasal 125 ayat (4) UU Cipta Kerja,
tertulis bahwa fungsi Bank Tanah adalah melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan,
pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah. Sementara itu, dalam Peraturan Presiden
Nomor 47 Tahun 2020 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang, pada pasal 5 dinyatakan
bahwa salah satu fungsi Kementerian ATR adalah pengadaan tanah dan pengembangan
pertanahan. Berdasarkan contoh tersebut, banyak ahli yang berpendapat bahwa keberadaan Bank
Tanah yang tugas dan fungsinya mencakup lingkup kerja Kementerian ATR/BPN menjadi tidak
diperlukan. Tugas dan fungsi Bank Tanah sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh Kementerian
ATR/BPN, sehingga tidak perlu menambah sarana dan prasarana baru.15 Oleh karena itu,
keberadaan Bank Tanah tidak efektif, tidak efisien, dan hanya menghabiskan anggaran negara.
Jenis dan macam tanah seperti apa saja yang dapat dikelola oleh Bank Tanah juga tidak diatur
dalam UU Cipta Kerja. Ketidakjelasan tersebut dikhawatirkan menjadi celah penyalahgunaan
wewenang oleh pemerintah. Pemerintah melalui Bank Tanah memiliki kuasa untuk dapat
mengambil tanah masyarakat, dengan dalih demi pengelolaan yang lebih berkembang. Hal tersebut
tentu menimbulkan kerugian bagi masyarakat Indonesia. Jika mencermati UU Cipta Kerja,
mekanisme pengawasan secara internal telah diantisipasi dengan membentuk dewan pengawas
melalui ketentuan Pasal 130 huruf b, yang kemudian diatur lebih lanjut dalam PP Bank Tanah.
Dalam Pasal 128 UU Cipta Kerja dinyatakan bahwa sumber kekayaan bank tanah dapat berasal
dari APBN, pendapatan sendiri, penyertaan modal negara, sumber lain yang sah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Adanya ketentuan sumber pendapatan lain dalam kekayaan bank
tanah dikhawatirkan bisa menjadi celah pintu masuk baru bagi para investor dan pemilik dana/
modal pelaku liberalisasi tanah dalam hal ini spekulan tanah untuk menyumbangkan dananya

15
Azhari Pamungkas dan Haryo Winarso, “Bentuk Kelembagaan dan Pola Pembiayaan Land Banking
Publik di Indonesia,” Tataloka, 2018, h. 37.
untuk kepentingan operasionalisasi bank tanah sehingga bisa mempengaruhi kebijakan-kebijakan
yang diambil oleh badan pelaksana dalam pengelolaan tanah.16

E. Analisis
1. Konsep dan eksistensi Bank Tanah terkait Pengadaan Tanah

Konsep Bank tanah pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan Bank Konvensional, kedua
lembaga ini memiliki kesamaan fungsi intermediasi yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat. Apabila Bank Konvensional menghimpun dana dari masyarakat dalam wujud
tabungan simpanan dan giro, maka Bank Tanah menghimpun tanah terlantar yang ada di
masyarakat. Dalam Bank Konvensional dana disalurkan dalam bentuk Pinjaman (kredit)
sedangkan Bank Tanah menyalurkan tanah kepada masyarakat untuk kepentingan umum.17
“Keberadaan Bank tanah sebagai implikasi atas implementasi pengadaan tanah secara analitis
terhadap tanah terlantar yang dianggap mempunyai potensi untuk pengembangan di masa
mendatang. Melalui Bank Tanah, pemerintah pusat atau daerah dapat dimungkinkan memperoleh
dan menghimpun tanah untuk tujuan strategis jangka pendek sekaligus jangka Panjang. Secara
umum Bank Tanah dapat dikategorikan sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam
menyediakan tanah, yang akan dialokasikan pemanfaatannya di masa mendatang.18 Dengan
demikian Bank Tanah, secara konseptual memiliki fungsi antara lain sebagai lembaga yang
menghimpun tanah (land keeper), sebagai pengamanan tanah bagi kebutuhan pembangunan di
masa mendatang (land warantee), sebagai pengendali tanah (land purchaser) dan sebagai
pendistribusian tanah bagi kepentingan pembangunan (land distributor).19

Urgensi penerapan konsep Bank Tanah di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa implikasi
positif yang akan terjadi setelah diterapkannya konsep bank tanah, antara lain20: Pertama,
ketersediaan stok tanah bagi Pemerintah. Kehadiran bank tanah sangat bermanfaat bagi
ketersediaan tanah negara (pemerintah). Bank tanah dapat menjadi lembaga yang menyimpan

16
Hari Candra dan Afriva Khaidir, “Peluang dan Tantangan Bank Tanah Menuju Pemukiman Berwawasan
Lingkungan di Indonesia,” JEBI: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 5, 2 (2020), h. 5.
17
Ganindha, R, Urgensi Pembentukan Kelembagaan Bank Tanah Sebagai Alternatif Penyediaan Tanah
Bagi Masyarakat Untuk Kepentingan Umum. Arena Hukum, Vol.9,(No. 3, Desember), 2016, h. 442-462.
18
Sumardjono, M.S.W, Kebijakan Pertanahan : Antara Regulasi Dan Implementasi. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2005, h. 90
19
Mochtar, H, Keberadaan Bank Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Jurnal Cakrawala
Hukum, Vol.18,(No.2, Desember), 2013, h. 127-135.
20
Limbong, Opcit, h. 54
cadangan tanah pemerintah untuk berbagai keperluan, terutama Pertama, ketersediaan stok tanah
bagi Pemerintah. Kehadiran bank tanah sangat bermanfaat bagi ketersediaan tanah negara
(pemerintah). Bank tanah dapat menjadi lembaga yang menyimpan cadangan tanah pemerintah
untuk berbagai keperluan, terutama untuk kepentingan pembangunan. Sebagaimana fungsinya
sebagai lembaga penghimpun dan penyimpan tanah, bank tanah dapat menyediakan tanah yang
dapat digunakan pemerintah sewaktu-waktu. Pemerintah memang sebaiknya memiliki stok tanah,
hal tesrebut untuk kemudahan pelaksanaan pembangunan di berbagai bidang pada masa
mendatang, terutama bagi kepentingan umum. Kedua, mengurangi konflik pengadaan tanah. Salah
satu fungsi lembaga bank tanah adalah menghimpun dan menyediakan tanah untuk keperluan
pembangunan. Fungsi ini tentu saja menjamin ketersediaan tanah bagi pelaksanaan kegiatan
pembangunan. Pengalaman selama ini bahwa pelaksanaan kegiatan pembangunan baik itu
infrastruktur atau fasilitas umum lainnya seringkali terkendala pembebasan tanah. Konflik
pembebasan tanah sering terjadi karena pemegang hak atas tanah umumnya menolak menyerahkan
tanah untuk kegiatan pembangunan akibat besarnya nilai ganti kerugian yang dianggap tidak adil.
Melalui kehadiran Bank Tanah, dapat menjamin ketersediaan tanah untuk menampung kegiatan
pembangunan, khususnya untuk kepentingan umum. Bank Tanah memperoleh tanah jauh sebelum
adanya kebutuhan pembangunan. Dengan demikian, tanah yang telah dihimpun oleh bank tanah
dapat digunakan sebagai wadah penampung kegiatan pembangunan.

Ketiga, efisiensi anggaran APBN. Merujuk pada konsepnya, Bank Tanah memberikan
alternatif bagi pemerintah memperoleh tanah (dengan harga murah) sebelum adanya kebutuhan.
Dengan stok tanah yang selalu tersedia, dana APBN atau APBD bisa dihemat karena pemerintah
tidak perlu lagi membebaskan tanah. Kalaupun harus membebaskan tanah, setidaknya pemerintah
memiliki stok tanah untuk merelokasi warga yang terkena dampak pengadaan tanah. Sesuai
fungsinya sebagai pengendali tanah, Bank Tanah juga dapat digunakan sebagai alat untuk
mengendalikan pasar tanah. Kehadiran lembaga bank tanah tentu memberikan efisiensi terhadap
APBN maupun APBD karena lembaga bank tanah dapat menyediakan tanah untuk kepentingan
pembangunan di masa datang, meski belum ditetapkan tujuan pemanfaatan tanah tersebut.
Keempat, mengurangi dampak negatif dari liberalisasi tanah. Salah satu penyebab utama masalah
pembebasan tanah ialah akibat liberalisasi pasar tanah ditambah dengan kehadiran para spekulan
tanah. Harga tanah melonjak sangat tajam di sekitar lokasi pembebasan tanah. Akibatnya,
pemerintah mengalami kesulitan ketika harus membayar ganti rugi kepada para pemilik tanah. Di
negara lain, lembaga yang mengelola bank tanah berfungsi untuk memantau pergerakan harga
tanah secara sistematik dan ketat, terutama yang disebabkan oleh aksi para spekulan tanah.21

Prinsip pengadaan tanah bagi kepentingan umum harus memenuhi sebagaimana ketentuan UU
Pengadaan Tanah jo UU Cipta Kerja dan PP Penyelenggaraan Pengadaan Tanah. Pasal 1 angka 2
UU Pengadaan Tanah jo Pasal 1 angka 2 PP Penyelenggaraan Pengadaan Tanah menyatakan
Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah, yang dilakukan dengan metode memberi
ganti rugi yang layak dan adil kepada pihak yang memiliki hak. Sebagaimana Pasal 36 UU
Pengadaan Tanah yang telah diubah oleh Pasal 123 UU Cipta Kerja jo Pasal 76 ayat (1) PP
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah, pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan berupa: uang;
tanah pengganti; pemukiman kembali; kepemilikan saham; atau dalam bentuk lain yang
merupakan konsensus bersama. Terkait eksistensi Bank Tanah dalam pengadaan tanah, UU Cipta
Kerja telah menyisipkan 10 Pasal yaitu Pasal 125 sampai Pasal 135 yang mengatur mengenai Bank
Tanah.22 Dalam Pasal 1 angka 1 PP Penyelenggaraan Pengadaan Tanah, disebutkan bahwa Instansi
yang memerlukan tanah salah satunya adalah Badan Bank Tanah yang mendapat penugasan
khusus Pemerintah Pusat dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk Kepentingan Umum.
Berdasarkan hal tersebut, maka Badan Bank Tanah adalah badan khusus (sui generis) yang
merupakan badan hukum Indonesia yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat yang diberi kewenangan
khusus untuk mengelola tanah.

2. Kedudukan Hukum Bank Tanah Dalam Perspektif Undang – Undang Pokok


Agaria.

Hakekat negara dalam menjalankan reforma agraria, bahwa negara harus mampu memberikan
pemerataan pada setiap warga bangsa terhadap pemilikan dan penguasaan hak atas tanah.
Pemerataan pemilikan dan penguasaan hak atas tanah akan terwujud hidup dalam kemapanan, dan
mapan dalam kehidupan. Atas dasar Hak Menguasai Negara (HMN) dan kewenangan negara,
maka negara melakukan pembatasan maksimum dan batas minimum pemilikan dan penguasaan
hak atas tanah. Agar tidak terjadi eksploitasi hak atas tanah yang merugikan kepentingan umum.
Lembaga bank tanah terbentuk didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 5 Tahun 1960
mengenai UUPA. Pasal 33 harus dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh. Ayat (3) merupakan

21
Ganindha, R, OpCit, h. 442-462.
22
Boedi Harsono, OpCit, h. 80
konsekuensi logis dari ayat (1) tentang struktur perekonomian berdasarkan asas kekeluargaan,
sedangkan ayat (2) tentang peranan negara baik oleh pemerintah maupun badan usaha negara
(BUMN/BUMD) untuk mengelola kegiatan ekonomi yang terkait dengan kehidupan hajat hidup
seluruh rakyat Indonesia. Amanah konstitusi ini sangatlah jelas. Perintah pertama, negara
diberikan kewenangan untuk menguasai seluruh sumberdaya agrarian diwilayah NKRI. Perintah
kedua, penguasaan oleh negara bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Perintah konstitusi ini
merupakan turunan dari amanah dasar negara pada sila 5 pancasila, adil untuk semua penduduk
diindonesia. Pancasila menjadi landasan ideal dan jiwa negara bangsa Indonesia menuju visi yang
dapat menggerakkan perjuangan dan pembangunan negara Indonesia. UUD 1945 menjadi patokan
dasar dalam menuntun kekuasaan negara menuju pembangunan yang diharapkan. Pasal 33 UUD
1945 digunakan sebagai acuan negara memahami dan mengelola penggunaan lahan dan SDA
dinamakan sebagai wewenang menguasai bangsa bermaksud untuk memakmurkan rakyat.23

Kewenangan pengadaan tanah dapat diperluas dari kantor pengadaan tanah menjadi Lembaga
Bank Tanah. Keberadaan bank tanah dapat mengimplementasikan apa yang disyaratkan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Dasar
Agaria Tahun 1960. Kekuasaan pengawasan meliputi hak menguasai penyerahan tanah yang
berkaitan dengan negara menjadi sumber dana bank tanah tetap melalui proses pengadaan tanah.
Tidak ada kontrol negara segera, meskipun negara memiliki kewenangan untuk mengatur negara,
tetapi dalam kehati-hatian dilakukan selama akuisisi dan hak-hak masyarakat yang ada dihormati
Mekanisme Perbaikan Lahan Berdasarkan UU No. 2/2012 Pemerintah Tata Tertib Jual Beli,
Pertukaran dan bentuk lainnya. Gas dan fungsi yang dieksekusi sebelumnya, kewenangan
dijelaskan dalam pasal 2 UUPA. Menurut perspektif lembaga Bank Tanah, ATR/BPN memiliki
wewenang dalam mengatur dan menyelenggarakan persediaan tanah. Tugas persediaan tanah
sebenarnya bukan tugas baru dikementerian ATR / BPN, namun bukan dalam konteks
pencadangan tanah untuk bank tanah, namun dalam kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan
keperluan bersama. Pangaplikasian hal ini hanya memenuhi kebutuhan pembangunan saat ini yang
lebih berorientasi kepada kepentingan umum dan investasi, sedangkan bank tanah aktivitas

23
Mudakir Iskandar Syah, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, (Jakarta: Permata
Aksara, 2015), h. 33
pemerintah untuk menyiapkan lahan uang akan digunakan di masa mendatang berorientasi
langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Demikian pula jika tanah cadangan di bank tanah dibagikan kepada masyarakat untuk
mengurangi ketimpangan kepemilikan tanah, maka dapat disalurkan kepada masyarakat yang
membutuhkan, terutama untuk memenuhi kebutuhan lahan perumahan di perkotaan dan
menjadikannya produktif. Lahan pertanian di pedesaan. Bank tanah adalah kegiatan pemerintah
untuk mempersiapkan tanah untuk penggunaan di masa depan tergantung pada tujuan pengalihan
tanah. Kekuasaan pemerintah di bank tanah didasarkan pada konsep hak untuk mengelola tanah,
yang juga dibatasi oleh misi sosial negara.24 Bank tanah bisa digunakan sebagai alat untuk
mendukung melakukan bermacam kebijakan pertanahan dan teraihnya pembangunan dengan
peningkatan wilayah, pengadaan lahan secara seimbang untuk merealisasikan kesejahteraan
penduduk. Bank tanah dikelola dalam UU cipta kerja. Bank tanah sebagai lembaga milik negara
dengan aset negara yang dibedakan. Maksudnya lembaga bank tanah ini seperti berwujud badan
hukum atau perseoran terbatas yang melaksanakan kegunaanya secara mandiri. UU Cipta Kerja
ialah wujud omnibus law yang diaplikasikan di Indonesia. Omnibus law atau UU Cipta Kerja ialah
rancangan memudahkan bermacam produk hukum dijadikan satu produk hukum yang
keseluruhan. Pengelolaan yang berhubungan dengan lembaga bank tanah pada UU Cipta Kerja
ada dalam bab VIII mengenai pengadaan lahan, bagian ke empat mengenai lahan sesuai Pasal 125-
135. Rencana bank tanah pada dasarnya mengumpulkan tanah dari populasi utama yang
dikeluarkan dari negara dan tidak digunakan, kemudian tanah tersebut dikonsolidasikan,
ditingkatkan dan didistribusikan kembali sesuai dengan rencana penggunaan tanah. Jadi Landbank
adalah sumber dayanya terkait tata guna lahan, kipas guna lahan, agar bertahap dikembangkan,
dapatkan lahan sebelum ada kebutuhan, agar harga lahan tidak mahal. Secara struktural, land bank
adalah pengadaan tanah atas tanah yang belum dibangun, tidak terpakai atau kosong yang
dianggap perlu perbaikan. Akuisisi tanah oleh negara melalui bank tanah diciptakan untuk
penggunaan di masa depan dan penerapan undang-undang tanah masyarakat.

Tentunya berdasarkan beberapa konsep dan model bank tanah yang dianut oleh beberapa
negara maju di dunia, maka kombinasi dari beberapa model/konsep tersebut dapat

24
Farah Devi, Konsep Bank Tanah Sebagai Solusi Mengatasi Masalah Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum Ditinjau Dari Konsep Hukum Pertanahan di Indonesia, Universitas Indonesia .Jakarta, 2014, h.
8
dipertimbangkan dalam implementasinya di Indonesia. Di bawah mandat Undang-Undang
Ketenagakerjaan, Bank Tanah didirikan tidak hanya untuk mengembangkan kepentingan publik
yang mencari keuntungan, tetapi juga untuk mendukung program-program kesejahteraan dan
reformasi tanah nirlaba. Alternatifnya, pemerintah dapat menggunakan kombinasi model
perbankan komersial dan khusus. Di satu sisi, pemerintah berupaya mewujudkan kesejahteraan
rakyat dengan menciptakan lapangan kerja, namun di sisi lain juga secara langsung menawarkan
tanah sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat yang tidak memiliki tanah. Lahan residensial
dan komersial dari sudut pandang reforma agraria. Setidaknya 30% alokasi lahan yang sejalan
dengan program land reform harus dilanjutkan dan diprioritaskan untuk mengurangi ketimpangan
kepemilikan lahan di Indonesia dan menghindari munculnya land bank untuk tujuan investasi saja.
Pada konteks Indonesia banyak kegunaan yang didapatkan dari adanya bank tanah. Pertama
disiapkan lahan untuk pembangunan jadi rancanhan pembangunan oleh pemerintah dan swasta
tidak berhenti. Kedua persiapan lahan sepanjang waktu untuk kebutuhan pembangunan akan
mengambil penanam saham. Jika penanam saham telah memberikan saham permulaan tidak
terjadi kerugian sebab berterusnya tahapan penciptaan lahan. Ketiga efisiensi. Hingga sekarang
aktifitas penciptaan lahan sering menimbulkan permasalahan berkaitan dengan banyaknya ganti
rugi. Harga lahan di suatu tempat bertambah mahal ketika dilakukannya pengadaan lahan.
Keempat, bank tanah bisa menjaga kestabilan harga lahan. Harga lahan dalam suatu wilayah
biasanya langsung bertambah saat pemerintah akan mengembangkan suatu wilayah. Rencana
pengembangan ini tentunya akan dilengkapi dengan infrastruktur penunjang yang akan menjadi
kawasan pertumbuhan ekonomi baru.25 Tentunya, dengan adanya bank tanah yang telah
mencadangkan tanah dari berbagai sumber, maka peningkatan harga tanah dalam suatu lokasi saat
diperlukan tidak mengalami peningkatan harga yang tinggi. Kelima, bank tanah dapat
menyediakan tanah bagi kepentingan sosial, terutama dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti
relokasi pada saat terjadi bencana.

Sesuai dengan Pasal 7, 10 dan 17 UUPA, ketentuan normatif ini merupakan perintah yang
diberikan kepada Negara, yang kemudian dilaksanakan dengan Undang-undang Nomor
56/prp/1960 dan Keputusan Pemerintah Nomor 224/1961. Konsisten dengan itu dan kebijakan
pertanahan yang ada pada masa Orde Baru, yang meletakkan dasar bagi transformasi negara dari

25
Iqtabrani, Ismayadi, Tinjauan Yuridis Tentang Larangan Kepemilikan Tanah Pertanian Secara Absentee.
Other thesis, Untag Surabaya, 2014, h. 65
pertanian ke industri. Ratio Legis dan ide dasar reforma Agaria melihat ketidakefektifan reforma
agraria dalam sistem Orde Baru sebagai kegagalan karena kesalahan dalam menentukan kebijakan
hukum agraria, yang pada akhirnya meninggalkan konflik pertanahan hingga saat ini. Rezim
reformasi misalnya menetapkan kebijakan hak atas tanah dalam Ketetapan MPR IX/MPR/2001
sebagai landasan fundamental bagi pelaksanaan reformasi struktural dan penjaminan. Kepastian
hukum di negara ini terkait dengan terciptanya sosialisme Indonesia. Sistem reformasi dari tahun
1998 hingga sekarang dalam pergerakan dan pelaksanaan reforma agraria, khususnya di bidang
reforma agraria, belum dilaksanakan secara optimal. Salah satu permasalahan hukum adalah
pemilik HGU dan HPH dan HGB menguasai kepemilikan dan penguasaan atas perusahaan yang
diakuisisi. Dengan demikian untuk dapat terlaksananya reforma agarai bidang landreform
diperlukan integrasi, holistik dan masiv dari berbagai kementerian lembaga dan badan. Sedangkan
jaminan kepastian hukum menunjukan hasil yang optimal, karena dalam rangka memberikan
jaminan krpastian hukum hanya dibutuhkan Pendaftaran Tanah ( PP 24/1997), dimana domein nya
berada dalam 1 kementerian. Sehingga Pemerintah meletakan program reforma agaria bidang
kepastian hukum dengan dukungan anggaran, memberikan target hingga jutaan sertifikasi hak atas
tanah setiap tahun. Keberadaan badan bank tanah, salah satu fungsinya menyelenggaran reforma
agaria, dengan mendekatkan problematika hukum dan problematika sosial yang komplekaketit,
maka sangat tidak mampu melaksanakan. Artinya, program reforma agaria, merupakan politik
hukum agraria yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab negara dalam mencapai tujuan negara.
Atas dasar hakekat, asas dan norma yang autoritas nya melekat pada negara, pada hal tertentu demi
kesejahteraan dan kemakmuran negara tidak hanya hadir, namun negara harus melakukan
intervensi. Sehingga pembentukan badan bank tanah dalam perspektif UUPA tidak diperlukan,
karena tidak memiliki alasan hukum, dan bahkan akan terjadi sebaliknya dan kontradiktif, tidak
produktif, karena dalam norma badan bank tanah ada frasa dan norma kepentingan investasi.

F. Kesimpulan

Eksistensi badan bank tanah telah ada baik secara konstitusional dalam sistem hukum agraria
Indonesia, yakni dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang kemudian secara implisit tertuang dalam
Pasal 2 ayat (2) UUPA. Badan bank tanah merupakan bentuk dari kewenangan Hak Menguasai
Negara atas Tanah (HMN) yang menyelenggarakan fungsi sebagai pengelola tanah. Eksistensi
Bank Tanah perlu dibuat pengaturan yang ketat dalam peraturan pemerintah sebagai
implementasinya agar semakin jelas eksistensinya dan dapat terkontrol secara baik oleh publik
dalam hal transparansi dan akuntabilitasnya. Oleh sebab itu, RPP Bank Tanah harus segera
disahkan oleh Pemerintah menjadi PP, sehingga Pemerintah juga dapat bergerak cepat menyiapkan
calon bagi Komite Bank Tanah; Dewan Pengawas; dan Badan Pelaksana.

Dalam UUPA dimusnahkannya asa domein dipercaya penjajah Belanda karakternya individual
dan mengutamakan kuasa perindividu ialah sistem norma barat. Keadilan menjadi kerangka
landasan rakyat seluruh lembaga sosial, politik, dan ekonomi sebab tatanan lembaga sosial
memiliki dampak utama pada peluang kehidupan seseorang. Persoalan utama keadilan ialah
merancang dan memberi tanggapan pada susunan prinsip yang wajib ditaati oleh suatu struktur
dasar rakyat yang seimbang. Mengetahui bahwa adanya pengurangan nilai kemanusiaan yang ada
pada konstitusi agraria, digunakannya Undang - Undang Cipta Kerja sehingga ada pergerakan
keseimbangan terhadap titik yang lebih minimum. Antusiasme kebangsaan yang ada pada norma
agraria nasional dipindahkan dengan antusiasme materialistik Undang – Undang Cipta Kerja. Jadi
Undang – Undang tersebut tidak mendasar pada poin taat norma pertanahan. Hukum ini tidak
mengambil nilai yang ada pada sila ke lima pancasila sehingga mengalami degradasi keadilan
agraria dalam Undang - Undang Cipta Kerja.

G. Saran

Kita perlu menyediakan layanan pertanahan yang lebih profesional, bersih dan bertanggung
jawab untuk mendorong investasi. Peraturan pertanahan yang ada dapat digunakan untuk
mendukung investasi. Implementasi regulasi ke depan diharapkan dapat memperjelas ruang
lingkup regulasi dan implementasi land bank sehingga tidak tumpang tindih dengan regulasi dan
instansi yang ada. Kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan atau kemaslahatan masyarakat
seringkali menghadapi beberapa kendala. Hal ini membutuhkan bank tanah sebagai solusi
ketersediaan lahan yang praktis, efektif, efisien dan berkelanjutan. Konsep bank tanah mungkin
juga berlaku di Indonesia, di mana sistem hukum pertanian memungkinkan negara menguasai
tanah, sehingga tidak sulit untuk memasukkan tanah itu ke dalam aset cadangan. Namun, untuk
mencapai tujuan cadangan lahan ini, pemerintah perlu segera menyusun rencana penggunaan lahan
yang baik. Pemerintah berupaya untuk memperkuat land bank dan meningkatkan kualitas
pengelolaan lahan agar dapat dilaksanakan dengan lebih akurat dan cepat. Sesuai dengan konstitusi
yang ada, maka pengadaan lembaga land banking yang baru ini akan berlaku.
Daftar Pustaka

Azhari Pamungkas dan Haryo Winarso, “Bentuk Kelembagaan dan Pola Pembiayaan
Land Banking Publik di Indonesia,” Tataloka, 2018.
Bernhard Limbong, Bank Tanah, Pustaka Margaretha, Jakarta, 2013.
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pemventukan Undang-Undang Pokok
Agraria Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan, 2008.
Farah Devi, Konsep Bank Tanah Sebagai Solusi Mengatasi Masalah Pengadaan Tanah
Untuk Kepentingan Umum Ditinjau Dari Konsep Hukum Pertanahan di Indonesia, Universitas
Indonesia .Jakarta, 2014.
Ganindha, R, Urgensi Pembentukan Kelembagaan Bank Tanah Sebagai Alternatif
Penyediaan Tanah Bagi Masyarakat Untuk Kepentingan Umum. Arena Hukum, Vol.9,(No. 3,
Desember), 2016.
Hari Candra dan Afriva Khaidir, “Peluang dan Tantangan Bank Tanah Menuju
Pemukiman Berwawasan Lingkungan di Indonesia,” JEBI: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 5, 2
(2020).
Iqtabrani, Ismayadi, Tinjauan Yuridis Tentang Larangan Kepemilikan Tanah Pertanian
Secara Absentee. Other thesis, Untag Surabaya, 2014.
Mochtar, H, Keberadaan Bank Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan.
Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.18,(No.2, Desember), 2013.
Mohammad Zamroni, Rachman Maulana Kafrawi, Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
di Wilayah Pesisir Pasca Berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, Jurnal
Perspektif Hukum, Vol. 21 No.2 November 2021.
Mudakir Iskandar Syah, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum,
(Jakarta: Permata Aksara, 2015).
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk
Reformasi Agraria), Citra Media, Yogyakarta, 2007.
Oloan Sitorus dan Nomadyawati, Hak Atas Tanah dan Kondominium, Dasamedia Utama,
Jakarta, 1994.
Ria Fitri, Hukum Agraria Bidang Pertanahan Setelah Otonomi Daerah, Kanun Jurnal Ilmu
Hukum, Volume 20 No. 3, 2018.
Sumardjono, M.S.W, Kebijakan Pertanahan : Antara Regulasi Dan Implementasi. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2005.
Sutedi, A, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan. Cetakan kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Syah, M.I, Pembebasan Tanah Reklamasi: Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, Jala
Permata Aksara, Jakarta, 2018.
Urip Santoso, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Prenadamedia Group, Jakarta, 2015.
Zahra, F.A, Melacak Landasan Hukum Pengelolaan Aset Tanah Negara melalui Konsep
Bank Tanah. Al-Ihkam, Vol. 12,(No.2, Desember), 2013.

Anda mungkin juga menyukai