Anda di halaman 1dari 9

Mekanisme kegiatan bank tanah

Manajemen bank tanah berhubungan Dengan bagaimana perencanaan, pengorganisasian,


pelaksanaan kegiatan serta Pengawasan terhadap kegiatan bank tanah Dalam mewujudkan
tujuan bank tanah.Didukung oleh regulasi yang memadai dan Kelembagaan yang kuat.

Dalam memperoleh tanah, bank tanah Melakukan beberapa tahapan kegiatan, yakni:

Tahap penyediaan, pematangan dan tahap Pendistribusian tanah.

1. Penyediaan tanah

Umumnya, bank tanah dapat menyediakan Tanah dengan cara akuisisi (pengadaan tanah),
Mekanisme jual-beli, dan tukar-menukar. Beberapa kegiatan penting dalam tahapan
Penyediaan ini antara lain perencanaan, survey Fisik tanah, verifikasi status tanah, rencana
Alokasi biaya pembelian/pengadaan tanah. Kegiatan lain yang tak kalah penting ialah Usaha
mengetahui sejarah tanah sehingga Kelak bisa terhindar dari sengketa kepemilikan Atau
penguasaan tanah.

2. Pematangan tanah

Pada tahap ini bank tanah menyiapkan Sarana dan prasarana atau fasilitas pendukung Antara
lain pembangunan infrastruktur, saluran, fasilitas umum dan layanan publik Dan sebagainya.
Khusus bank tanah swasta, Kegiatan pematangan tanah ini mengarah Pada pembangunan
infrastruktur inti dan Penunjang berdasarkan kalkulasi ekonomi dan Tata kelola yang cermat
agar investasi tanah Tidak mengalami kerugian. Kegiatan ini harus Memperhatikan dan
mengacu pada rencana Tata ruang wilayah yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

3. Tahapan pematangan tanah sangat krusial

Karena menentukan nilai tanah dan daya tarik Masyarakat atau investor untuk membeli atau
Menyewa lahan. Nilai ekonomis tanah sangat Penting dalam proses pematangan tanah ini.
Nilai ekonomis tanah banyak ditemukan oleh Faktor status kepemilikan tanah, kemudahan,
Kemanfaatan, fasilitas, dan kelembagaan.

4. Pendistribusian tanah

Sebelum dilakukan pendistribusian tentunya harus didahului dengan kesiapan data antara lain
mengenai berapa luas tanah yang menjadi obyek bank tanah, bidang tanah mana yang
menjadi prioritas (umum atau khusus) dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
pematangan sebelum didistribusikan. Tahapan berikutnya, menentukan untuk apa atau untuk
Siapa tanah didistribusikan, berapa persen dari jumlah tanah yang tersedia yang dapat
didistribusikan dan bagaimana pendistribusian tanahnya.

Pengertian Dan Dasar Hukum Konsolidasi Tanah

Pelaksanaan konsolidasi tanah di Indonesia dimulai pada tahun 1982, dengan lokasi
pertama dilaksanakan di Renon, Denpasar, Provinsi Bali. Tetapi, peraturan pelaksanaan
konsolidasi tanah baru diterbitkan tahun 1991 dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah. Sejak itu, konsolidasi tanah
dilaksanakan hampir di seluruh provinsi di Indonesia.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, maka tujuan ini adalah untuk
mengoptimalkan penggunaan lahan dengan meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
penggunaan lahan dan juga mempunyai tujuan sebagai berikut: untuk mewujudkan tata guna
dan pengelolaan lahan yang tertib dan teratur sesuai dengan kemampuan dan fungsinya sesuai
dengan tata guna lahan.  Untuk itu perlu adanya penataan kembali seluruh aspek yang
meliputi:

a.    Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan pengaturan penguasaan, pengadaan dan
penggunaan tanah, di mana tidak hanya berfokus pada penataan dan penerbitan bentuk fisik
bidang-bidang tanah, tetapi termasuk juga hubungan hukum antara pemilik tanah dengan
tanahnya;

b.    Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan penyerasian pengguna tanah dengan
rencana tata ruang maupun tata guna tanah;

c.    Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan penyediaan tanah untuk kepentingan
pembangunan prasarana dan fasilitas umum yang diperlukan;

d.    Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan peningkatan kualitas lingkungan hidup
atau konservasi sumber daya alam.

Pengembangan konsolidasi Tanah merupakan salah satu dari model pengembangan


sektor pertanahan, termasuk kawasan perkotaan dan zona pertanian dan bertujuan untuk
mengoptimalkan penggunaan lahan dalam kaitannya dengan penggunaan, peningkatan
produktivitas dan konservasi untuk kelestarian lingkungan.1

konsolidasi tanah di Indonesia diarahkan dengan sasaran kawasan kumuh atau


perbatasan atau kawasan pemukiman. Inisiatif untuk konsolidasi tanah berasal dari
pemerintah, tetapi bisa juga berasal dari perusahaan swasta, secara umum, konsolidasi tanah
bertujuan untuk memberikan hak atas tanah secara optimal melalui peningkatan hak guna
tanah untuk mendukung pembangunan baik di perkotaan maupun pedesaan. Tata guna lahan
perkotaan bertujuan untuk mencapai pemanfaatan lahan yang optimal, meningkatkan efisiensi
dan produktivitas penggunaan lahan serta meningkatkan kualitas lingkungan. Tata guna lahan
perkotaan adalah kebijakan yang bertujuan untuk menata kembali penguasaan dan
penggunaan lahan. Seperti upaya untuk memperoleh tanah untuk tujuan pembangunan dan
untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk mempertahankan sumber daya alam
dengan partisipasi aktif masyarakat, oleh karena itu diperlukan pengaturan untuk mendorong
dan untuk memfasilitasi pelaksanaannya secara tertib.

Dasar hukum pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan (tidak berbeda jauh dengan
konsolidasi tanah pertanian/pedesaan) dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga ) bagian, yakni:2

1. Dasar ketentuan-ketentuan pokok, yang ada dalam UUPA yaitu Pasal 2, Pasal 6, Pasal 12,
serta Pasal 14 UUPA;

2. Dasar hukum materil (dasar yang menentukan) boleh tidaknya pelaksanaan konsolidasi
tanah perkotaan di atas suatu bidang tanah yang telah direncanakan dan hak serta kewajiban
para peserta konsolidasi tanah perkotaan, yakni hukum perikatan yang timbul dari perjanjian
pihak BPN sebagai pelaksana konsolidasi tanah perkotaan dan pemilik atau yang menguasai
tanah sebagai peserta konsolidasi tanah perkotaan. Dasar hukum materil ini dapat diketahui
dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991 yang menyatakan
bahwa konsolidasi tanah baru dapat dilaksanakan setelah pemilik atau yang menguasai tanah
memberikan persetujuannya. Jelaslah bahwa kekuatan mengikat dari hukum materil ini
adalah Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa persetujuan yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

1
Johara T. Jayadinata, Tata Guna Lahan dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah (Bandung: ITB
Press, 1999).
2
Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Konsolidasi Tanah Perkotaan (Suatu Tinjauan Hukum), (Yogyakarta: Mitra
Kebijakan Tanah Indonesia, 1996), hlm. 30
3. Dasar hukum formil (yang bersifat intern administratif) adalah Peraturan Kepala BPN No.
4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, Surat Kepala BPN No. 410-4245 tanggal 7
Desembar 1991 tentang Petunjuk Pelaksana Konsolidasi Tanah, dan lain-lainnya.

Latar Belakang Konsolidasi Tanah

Negara sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Pokok Pertanian, “mengelola


milik dan mengarahkan penggunaannya, sampai semua tanah di seluruh wilayah yang berada
di bawah kedaulatan negara digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Pasal 14
Undang-Undang Pokok Pertanian (UUPA) sejak awal menekankan perlunya menyusun
rencana bersama mengenai penyediaan, peruntukan, dan penggunaan lahan untuk tujuan yang
berbeda. UUPA tidak hanya mengarahkan pembangunan sektor pertanian. Untuk itu perlu
disusun rencana peruntukan dan peruntukan tanah, yaitu penggunaan tanah menurut rencana
induk yang disusun oleh pemerintah. Oleh karena itu, perlu dikembangkan pengelolaan lahan
atau disebut juga dengan model penggunaan dan pengendalian lahan secara efisien dan
efektif sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, yang dapat membawa
peningkatan manfaat sosial, ekonomi dan fisik.

Konsolidasi Tanah merupakan aspek penting dari tata letak pembangunan. Dalam
melaksanakan pembangunan tersebut, pemerintah membutuhkan lahan untuk melaksanakan
kegiatan proyek yang akan dibangun tersebut. Pemerintah berkewajiban menyediakan bidang
tanah yang diperlukan untuk pembangunan, termasuk tanah milik negara yang dikuasai oleh
rakyat, serta menyediakan dana tanah untuk kepentingan pembangunan. Pada era
pembangunan saat ini khususnya pembangunan di bidang pertanahan, tujuan pembangunan di
bidang pertanahan adalah untuk mewujudkan tertib di bidang pertanahan.

Perencanaan tata guna lahan, khususnya untuk kota-kota di Indonesia, masih


dipandang sebagai penghambat pertumbuhan pembangunan dan cenderung diarahkan pada
upaya pencapaian tujuan pertumbuhan ekonomi atau memenuhi kebutuhan pembangunan
wilayah tertentu tak terelakkan. Orientasi perencanaan kota seperti itu tidak
memperhitungkan pemanfaatan ruang dan tujuan pembangunan yang berorientasi.

Pengembang juga menghadapi tugas yang sangat sulit karena sebagian besar wilayah
di Indonesia berkembang secara spontan tanpa rencana tata ruang yang baik. Pertumbuhan
demografi telah dipercepat adalah fenomena, itu membutuhkan penerimaan kegiatan yang
berbeda dan dalam rencana lahan terutama di daerah perkotaan. Kenyataan menunjukkan
bahwa pelaksana atau perencanaan pembangunan di Indonesia belum mampu menjawab
secara optimal berbagai tantangan dan konflik yang terjadi di lapangan. Karena masalah
ruang, selain politik (untuk pemerintahan) ada sosial ekonomi dan sosial budaya (untuk jiwa),
penataan ruang yang disiapkan adalah citra ideal dalam prakteknya, dan sangat sulit untuk
dicapai.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, diperlukan model alternatif pengembangan


kawasan perkotaan tanpa pembebasan lahan , yaitu dengan konsolidasi tanah perkotaan
(KTP). Melalui ini, KTP harus mampu mengatasi berbagai kelemahan model pembangunan
konvensional, seperti pembebasan lahan, dengan tujuan pembebasan lahan untuk prasarana
umum dan fasilitas lingkungan lainnya. Dengan adanya KTP maka peran dan masyarakat
akan semakin besar dalam pembangunan wilayah perkotaannya, karena pada setiap tahapan
pelaksanaan KTP selalu terkait dengan masyarakat. khususnya pemilik tanah atau mereka
yang menguasai tanah tertentu.

Manfaat Dan Tujuan Konsolidasi Tanah

Tujuan konsolidasi tanah adalah untuk mencapai penggunaan lahan yang optimal,
meningkatkan efisiensi dan produktivitas penggunaan lahan. Kemudian dengan
meningkatkan efektifitas penggunaan lahan di daerah perkotaan dan meningkatkan
produktivitas penggunaan lahan di daerah pedesaan agar tetap seimbang dan lestari.3

Secara garis besar tujuan kegiatan Konsolidasi tanah adalah:4

a. Terwujudnya tatanan penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah yang tertib dan teratur
disertai kepastian hukum.

b. Terwujudnya peningkatan daya guna dan hasil guna pemanfaatan tanah.

c. Terwujudnya peran serta masyarakat dalam pembangunan pertanahan.

d. Terwujudnya lingkungan yang tertata dalam menunjang pembangunan wilayah.

e. Terwujudnya peningkatan kualitas lingkungan hidup.

3
Pasal 2 ayat (1), Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi
Tanah
4
Sindung Sitorus, Antonius Sriono, Oloan Sitorus, Buku Materi MKK 73529/3 SKS/Modul I-IX Konsolidasi Tanah,
(Yogyakarta: STPN Press, 2007), hlm. 56
Manfaat konsolidasi tanah bagi peserta konsolidasi tanah bagi peserta konsolidasi tanah
antara lain:5

a. Memenuhi kebutuhan lingkungan yang teratur, tertib dan sehat;

b. Keuntungan estetika/ kekindahan view yang lebih baik kepada pemilik tanah;

c. Meningkatkan pemerataan pembangunan (membangun tanpa menggusur);

d. Menghindari akses akses yang mungkin timbul dalam proses penataan dan penyediaan
tanah;

e. Mempercepat pertumbuhan wilayah;

f. Menertibkan administrasi pertanahan;

g. Menghemat biaya pemerintah;

h. Meningkatkan efisiensi dan produktifitas penggunaan tanah;

i. Meningkatkan harga properti peserta;

j. Susunan organisasi pelaksana konsolidasi tanah, termasuk

keikutsertaan wakil peserta secara aktif dalam Tim Pelaksana;

k. Lain lain yang berkaitan dengan pelaksanaan konsolidasi tanah.

Sifat Konsolidasi Tanah Dan Metode Konsolidasi Tanah

Konsolidasi tanah ini dianggap penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan
pembangunan nasional dewasa ini, maupun masa mendatang karena mempunyai sifat - sifat
pokok sebagai berikut:

a. Prosedur pelaksanaannya menghormati hak atas tanah dan menjunjung tinggi aspek
keadilan dengan melibatkan partisipasi aktif para pemilik tanah melalui musyawarah dalam
setiap pengambilan keputusan, baik dalam perencanaannya maupun pelaksanaannya.

b. Pemilik tanah diumpamakan agar tidak tergusur dari lingkungannya.

c. Keuntungan yang diperoleh dari hasil peningkatan nilai tambah tanah dan biaya
pelaksanaannya didistribusikan secara adil di antara pemilik tanah atau peserta.

5
Sindung Sitorus, Antonius Sriono, Oloan Sitorus, Buku Materi MKK 73529/3 SKS/Modul I-IX Konsolidasi Tanah,
(Yogyakarta: STPN Press, 2007), hlm. 122
d. Penataan penguasaan tanah dilakukan sekaligus dengan penataan penggunaan tanah.

e. Biaya pelaksanaan diumpamakan dari pemilik tanah, sehingga tidak hanya mengandalkan
biaya dari pemerintah yang sangat terbatas.

f. Penggunaan tanah ditata secara efisien dan optimal dengan mengacu kepata Rencana Tata
Ruang Wilayah/Rencana Pembangunan Wilayah, sekaligus menyediakan tanah untuk sarana
dan prasarana yang dibutuhkan sehingga dapat mendukung kebijakan Pemerintah Daerah. 6

Setelah memperhatikan ciri ciri di atas maka dapat dikatakan bahwa konsolidasi tanah
merupakan suatu kebijakan pertanahan untuk pembangunan yang sifatnya terpadu, artinya
pelaksanaannya harus benar benar memperhatikan kedua belah pihak yang melaksanakan
konsolidasi tanah, baik itu tuan tanah maupun pemerintah selaku pembuat kebijakan
pertanahan. Berikut beberapa metode dalam menerapkan konsolidasi tanah di Indonesia ;

a. Konsolidasi Tanah Sebagai Metode Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Yang


Partisipasif,
Secara normatif, konsolidasi tanah baru diatur pada Peraturan Kepala BPN No. 4
Tahun 1991 tentang Konsolidasi tanah, yaitu: kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan
kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya
alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
b. Konsolidasi Tanah Sebagai Alternatif Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Sarana Umum
Dan Fasilitas Umum
Untuk mendukung pelaksanaan tata ruang perkotaan maka dibutuhkan suatu konsep
pengaturan pertanahan yang mampu meminimalisasi dampak di atas. Konsep yang dapat
memadukan aspek legalitas penguasaan tanah dan aspek fisik pengunaan tanah ini disebut
dengan konsolidasi tanah. Penerapan konsolidasi tanah ini berkaitan erat dengan struktur
penguasaan/pemilikan tanah dan rencana pembangunan yang digariskan oleh pemerintah.
Konsolidasi tanah dapat diartikan sebagai salah satu dari kebijakan pertanahan
mengenai penataan penguasaan dan pengunaan tanah berdasarkan rencana Tata Ruang Kota
yang dalam proses pembangunannya akan dilengkapi dengan perencanaan prasarana,
sarana, fasilitas dan utilitas umum yang diperlukan sesuai potensi lokasi yang bersangkutan,

6
Sindung Sitorus, Antonius Sriono, Oloan Sitorus, Buku Materi MKK 73529/3 SKS/Modul I-IX Konsolidasi Tanah,
(Yogyakarta: STPN Press, 2007), hlm. 57
melalui peran serta aktif para pemilik tanah atau penggarap tanah untuk menunjang
perwujudan rencana pembangunan daerah yang bersangkutan.7

Kesimpulan

Salah satu terobosan untuk mengatasi kompleksitas masalah pengadaan tanah untuk
kepentingan pembangunan adalah penerapan bank tanah yang berfungsi sebagai penghimpun
tanah, sebagai pengaman tanah guna mengamankan penyediaan dan peruntukan serta
pemanfaatan tanah sesuai rencana tata ruang yang sudah disahkan. Selain itu fungsi bank
tanah sebagai pengendali tanah, sebagai penilai tanah yang dapat menekan munculnya
spekulan tanah dan sebagai pendistribusian tanah yang disesuaikan dengan program
pembangunan serta rencana tata ruang yang juga berfungsi untuk mengarahkan pemanfaatan
tanah dalam pengembangan perkotaan dan suatu wilayah tertentu. Konsep bank tanah sangat
potensial untuk diterapkan di Indonesia dalam bentuk bank tanah publik mengingat ketentuan
pasal 33 ayat 3 UUD NKRI Tahun 1945 dan pasal 2 UUPA, bahwa negara mem-punyai
peranan penting dalam pelaksanaan bank tanah.

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991


tentang Konsolidasi Tanah, dimana konsolidasi tanah dilakukan apabila telah diperolehnya
persetujuan dari seluruh pemilik tanah yang wilayahnya akan dikonsolidasi dan sistem wajib
yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1), (2), dan (3), dimana pelaksanaannya didasarkan atas
ikatan peraturan perundang-undangan untuk itu melalui SWTP.

Upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan secara optimal lahan


perkotaan dapat dilakukan dengan konsolidasi tanah, pembangunan kembali aspek yang
berkaitan dengan penguasaan, perolehan dan penggunaan lahan, dan pengembangan melalui
pemilihan lokasi, dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan kemampuan serta
keinginan dari pemilik tanah sebagai peserta konsolidasi dengan tujuan konsolidasi bidang
tanah yang meliputi kawasan peruntukan, direncanakan menjadi kota atau pemukiman baru,
dan menjadikan tanah yang relatif kosong, dan sebelumnya zona bencana untuk pemukiman.

Penyempurnaan aturan dianggap penting untuk mengoptimalkan pelaksanaan


konsolidasi tanah dan mendukung pembangunan, terutama setelah pelaksanaan otonomi

7
Bambang Santoso et.al, Paradigma baru Pengelolaan Pertanahan Pada Era Otonomi Daerah (Jakarta, 2005)
daerah. Oleh karena itu, kebijakan tersebut dapat dijadikan pedoman pelaksanaan
Konsolidasi tanah di perkotaan sesuai dengan rencana pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai