OLEH
NIM : 041869459
UPBJJ : 79/KUPANG
TAMBOLAKA
KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
1. Jelaskan dengan melihat kondisi saat ini faktor-faktor yang menyebabkan
meningkatnya kebutuhan akan tanah?
Masalah paling mendasar yang dihadapi bidang pertanahan adalah suatu kenyataan
bahwa persediaan tanah yang selalu terbatas sedangkan kebutuhan manusia akan tanah
selalu meningkat.
Faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan tanah adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan Penduduk. Tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah penduduk semakin
berkembang pesat. Jumlah penduduk yang berkembang ini akan menyebabkan semakin
banyaknya kebutuhan akan tanah untuk keperluan hidup seperti tempat tinggal dan juga
tempat bercocok tanam.
2. Adanya peningkatan kebutuhan penduduk dalam rangka peningkatan kualitas hidup.
Kualitas hidup memerlukan ruang yang semakin berkembang. Kualitas pangan juga
harus semakin berkembang seiring berjalannya perkembangan teknologi pertanian.
3. Kota semakin berkembang sehingga akan terjadi perembetan perkembangan kota atau
pergeseran dari sebuah kota itu. Jika ruang di dalam kota sudah semakin sesak maka
hal yang harus dilakukan adalah dengan melakukan pemekaran dari kota itu.
4. Persediaan tanah semakin sedikit untuk diberdayakan. Penguasaan akan lahan semakin
sulit untuk dilakukan. Apalagi jika tanah yang dicari adalah tanah yang memiliki posisi
strategis. Selain itu para pemilik tanah juga sulit untuk melepas tanah kecuali dengan
harga yang tinggi.
5. Pembangunan yang semakin berkembang menjadikan tanah menjadi satu hal yang
sangat penting. Pembangunan sebuah industri tidak lepas dari kebutuhan akan tanah di
sebuah wilayah.
Manajemen Pertanahan merupakan suatu usaha dan kegiatan suatu organisasi dan
manajemen yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijakan pemerintah di bidang
pertanahan dengan mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk sampai pada suatu perencanaan yang matang dalam pengembangan tata guna
tanah, perlu dilakukan sejumlah langkah-langkah yang meliputi :
a. Keterpaduan antar instansi sehingga tidak lagi berpikir secara sektoral;
b. Berbagai kendala yang harus diatasi seperti tidak meratanya penduduk di seluruh
Indonesia, terutama di pulau-pulau tertentu sehingga tidak mungkin penerapan yang
seragam dari tata guna tanah tersebut. Sebaliknya bertambah berkembangnya kota-
kota karena urbanisasi, baik tidak adanya lapangan kerja di Indonesia, fasilitas sosial
yang lebih baik di kota-kota, perencanaan pemukiman kota yang belum mengacu
kepada pembatasan pembangunan perumahan. keamanan dan ketenangan yang
sudah terganggu di pedesaan, fasilitas pendidikan yang tidak merata di seluruh
Indonesia;
c. Berbagai produk hukum dalam meninjau sesuatu objek berlainan solusinya;
d. Belum adanya daftar yang mantap atas seluruh aset yang ada seperti hak-hak atas
tanah yang ada, jenis-jenis hak, kemampuan dari tanah-tanah tersebut,
penggunaannya yang belum tertib, masih tidak teraturnya penggunaan tanah,
adanya industri di daerah pemukiman dan sebagainya;
e. Keterkaitan antara perpajakan dengan pemukiman yang belum terbina dengan baik.
Di satu pihak, perpajakan berusaha mendapatkan pajak yang sebanyak-banyaknya,
di sisi lain, rakyat golongan menengah dan kecil yang tidak dapat membayar pajak
tersebut sebagai akibat inflasi dan penurunan nilai uang yang mereka terima;
f. Perkembangan industri yang mempergunakan tanah-tanah pertanian yang subur dan
berdampak mengganggu keswasembadaan pangan nasional, termasuk dalam hal ini
industri pariwisata dan pemukiman mewah yang mempergunakan tanah-tanah yang
seyogianya sebagai wadah penampungan air atau tempat resapan air.
Hasil kajian dari segi tata guna tanah itu berupa fatwa tata guna tanah. Setiap
pertimbangan aspek tata guna tanah harus merupakan satu kesatuan pendapat berupa
Fatwa Panitia Pemeriksaan Tanah A dan B dalam bentuk Risalah Pemeriksaan Tanah.
Salah satu fungsi pemberian pertimbangan aspek tata guna tanah adalah dalam rangka
memberikan pengarahan menuju tata guna tanah secara rasional, memberikan pedoman
pemecahan masalah penggunaan tanah dan memberikan informasi mengenai
kecenderungan dan arah perkembangan pola penggunaan tanah. Pertimbangan aspek
tata guna tanah juga digunakan dalam penilaian atas permohonan hak atas tanah
sepanjang terdapat perubahan penggunaan tanah.
Bentuk dan sistem pelayanan harus ditetapkan oleh masing-masing Kantor Pertanahan
disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik wilayahnya. Selain itu, untuk mengatasi
kekurangan sumber daya manusia yang dapat menghambat pemberian pelayanan
secara cepat, Kantor Pertanahan dapat mendelegasikan wewenang suatu penanganan
pelayanan kepada unit kerja yang belum optimal atau dengan menyerahkan kepada
sektor swasta.
Faktor manusia dalam manajemen merupakan salah satu sumber daya yang amat
strategis peranannya, terutama dikaitkan dengan fungsi utama kegiatan instansi
pemerintah yaitu memberikan pelayanan publik. Oleh karena itu, tidak dapat diabaikan
bahwa manajemen pertanahan pun harus meliputi perencanaan sumber daya manusia
yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan pelayanan publik di bidang pertanahan.
3. Berdasar ketentuan apa lembaga pendaftaran tanah yang ada di Indonesia didirikan?
Jelaskan!
Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 menekankan bahwa bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa
kepada seluruh rakyat Indonesia, merupakan pokok-pokok kemakmuran rakyat yang
dikuasai oleh Negara dan ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Indonesia. Bertitik tolak dari pasal tersebut di atas, maka jelaslah bahwa negara dianggap
bukan sebagai pemilik tanah dalam suatu wilayah negara, tetapi kewenangan negara untuk
menguasai tanah tersebut semata-mata kepentingan masyarakat banyak.
Upaya pemerintah untuk memberikan suatu bentuk jaminan akan adanya kepastian
hukum atas kepemilikan tanah bagi seseorang adalah dengan dilakukannya suatu
pendaftaran hak atas tanah yang tertuang dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria.
Oleh karena itu, untuk pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana maksud Pasal 19 ayat
(1) Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961).
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tersebut membuka sejarah baru dalam
hukum agraria. Sebab, untuk pertama kali Indonesia mempunyai suatu lembaga yang
secara khusus mengatur tentang pelaksanaan pendaftaran tanah (Parlindungan, 1990:1).
Namun lebih kurang 36 tahun setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961 ternyata upaya pemerintah dalam memberikan jaminan kepastian hukum atas tanah
belum optimal, sehingga pemerintah merasa perlu untuk menyempurnakan dan
menggantikan dengan suatu peraturan baru sehingga eksistensi Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 sudah direvisi atau dilakukan pengkajian ulang dari persoalan yang
sangat mendasar.
Daya pembuktian sertifikat tidak bisa dilepaskan dari kewenangan Pejabat Tata
usaha Negara, yakni Kepala Badan Pertanahan Nasional/Kantor Pertanahan yang telah
menempatkan tanda tanganya pada sertifikat yang tentunya dapat dipercaya oleh orang
yang namanya tercantum dalam sertifikat tersebut.
Di dalam daya pembuktian terdapat daya pembuktian formal dan daya pembuktian
materil. Daya pembuktian materil, isi keterangan berlaku sebagai kebenaran buat siapapun
dan orang yang namanya tercantum dalam sertifikat untuk kemanfaatannya, untuk
keperluan siapa keterangan itu diberikan. Sedangkan daya pembuktian formil Kepala Kepala
Badan Pertanahan Nasional/Kantor Pertanahan menerangkan apa yang berada di atas tanda
tangannya dan orang yang tercantum dalam sertifikat benar-benar pemiliknya.
Kekuatan pembuktian sertifikat tidak lepas dari alas hak untuk penerbitan sertifikat
tersebut. Dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
salah satu alas hak yang diperkenankan selain akta autentik adalah surat di bawah tangan.
Diperkenankannya surat di bawah tangan sebagai alas hak dalam penerbitan sertifikat saat
ini banyak dilakukan untuk pendaftaran tanah pertama kali (bagi tanah-tanah yang belum
terdaftar).
Dalam kenyataan yang ada, tidak jarang alas hak berupa surat di bawah tangan ini
menimbulkan masalah di kemudian hari. Salah satunya adalah munculnya dua pihak yang
mengaku sebagai pemilik atas tanah yang telah didaftarkan tersebut. Bahkan tidak jarang
terjadi dalam proyek yang dilakukan oleh kantor pertanahan, 1 (satu) bidang tanah dikuasai
oleh dua orang yang berbeda dengan alas hak yang berbeda tetapi ditandatangani oleh
Kepala Kelurahan/Kepala Desa yang sama sehingga proses penerbitan menjadi terhambat.
Dari uraian di atas terlihat bahwa surat di bawah tangan sebagai alas hak dalam penerbitan
sertifikat khususnya sertifikat hak milik tidak lepas dari berbagai masalah .
Sumber :
1. ADMINISTRASI PERTANAHAN Pelaksanaan Hukum Pertanahan Dalam Praktek - Rusmadi Murad, SH, MH
2. R. Soeprapto, Undang-undang Pokok Agraria dalam Praktek, Jakarta, UI Press. 1986;
3. A.P. Parlindungan, Komentar atas UU Penataan Ruang (UU No. 24 Tahun 1992), Bandung Mandar Maju, 1993