Anda di halaman 1dari 10

Nama : M.

Andriadi
Nomor Mahasiswa 031352998.
Tugas I Hukum Agraria 55

Bapak/Ibu mahasiswa UT dimanapun anda berada, setelah anda mempelajari materi sesi 1, 2 dan
3 sebagaimana diawal inisiasi sudah dijelaskan sebelumnya silahkan anda kerjakan Tugas 1,
anda diharapkan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh tanpa bantuan orang lain. Semoga
sukses.
Selamat mengerjakan,

1. Sebutkan faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan tanah?

Jawab

Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan tanah adalah sebagai berikut :

 Pertumbuhan Penduduk
 Adanya peningkatan dari kebutuhan penduduk dalam rangka peningkatan kualitas hidup
 Fungsi kota semakin berkembang dan berpengaruh terhadap wilayah sekitarnya
 Persediaan tanah yang semakin terbatas untuk dimiliki dan diberdayakan
 Pembangunan yang terus berkembang

Penjelasan:

Meningkatnya kebutuhan akan tanah merupakan peralihan dari penggunaan tanah tertentu
menjadi penggunaan lahan lainya. Proses penggunaan tanah yang dilakukan manusia dari waktu
ke waktu terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan peradaban dan kebutuhan
manusia akan semakin tinggi terhadap kebutuhan lahan. Terbatasnya lahan yang ada di
perkotaan menyebabkan pengembangan di kawasan diarahkan ke pinggir kota, sehingga proses
bentuk penggunaan lahan tidak dapat dihindari. Faktor pertambahan penduduk merupakan faktor
yang mendasari perkembangan perkotaan, dengan bertambahnya penduduk secara otomatis akan
memerlukan wadah atau tempat tinggal untuk kelangsungan hidupnya. Pengadaan pemukiman
akan mengisi ruang kosong atau menggeser tempat kegiatan yang sudah ada, sehingga
menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Selain faktor pertambahan penduduk perkembangan
ekonomi juga menuntut penggunaan alih fungsi lahan. Adanya jumlah peningkatan penduduk di
suatu daerah tertentu berdampak pada sebaran fasilitas yang mengikuti kepadatan penduduk,
yang berarti semakin besar jumlah penduduk semakin banyak fasilitasfasilitas penunjang, begitu
juga sebaliknya semakin sedikit jumlah penduduk maka semakin sedikit jumlah fasilitas yang
ada dan di sesuaikan dengan kepadatan penduduk masing-masing daerah,serta keadaan topografi,
aksesibilitas, sosial ekonomi, lokasi, ketersediaan fasilitas dasar, kebijaksaan pengembangan
daerah dan pertumbuhan yang merupakan penyebab utama terjadinya bentuk, jenis, dan pola
persebaran penggunaan lahan. Secara langsung maupun tidak langsung hal di atas memerlukan
perencanaan yang matang untuk masa yang akan datang, yang di harapkan dapat terciptanya
keselarasan antar lingkungan. Penginderaan jauh adalah sarana untuk memperoleh data dan
informasi dari suatu objek, obyek yang ada di permukaan bumi,salah satu dari penginderaan jauh
adalah citra qickbrid. Pengginderaan jauh dalam penelitian ini digunakan sebagai media untuk
mengetahui perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan sistem informasi geografis
sebagai alat untuk mengolah data spasial ataupun data atribut

Contohnya Masalah perubahan penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Ngemplak, salah
satunya dapat di identifikasikan adanya faktor pertumbuhan penduduk dan migrasi yang
menyebabkan bertambahnya fungsi kota, sehingga mengakibatkan semakin sempitnya lahan
pertanian, hal ini dikarenakan adanya penambahan sarana dan prasarana trasportasi yang
membutuhkan ruang. Pengidentifikasian daerah penelitian dilakukan berdasarkan data
penggunaan lahan dan pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, penggunaan lahan dan luas
perubahannya di setiap desa pada daerah penelitian tahun 2004 dan 2015 telah mengalami
pertambahan penduduk, sehingga akibat dari pertambahan penduduk tersebut telah terjadi
kebutuhan akan lahan semakin meningkat, sedangkan penggunaan lahan semakin sempit.
Persebaran penggunaan lahan di daerah penelitian dapat di ketahui dengan cara menganalisis
peta dari hasil overlay peta penggunaan lahan tahun 2004 dan 2015.

Sumber https://brainly.co.id/tugas/18402184

2. Sebutkan kegiatan-kegiatan manajemen pertanahan secara operasional?

Jawab

Manajemen Pertanahan merupakan Upaya pemerintah dibidang pertanahan dalam


menentukan dan mencapai sasaran dengan memamfaatkan sumberdaya baik manusia
maupun material melalui koordinasi dengan menjalankan fungsi-fungsi planning,
executing, organizing, persuading, leading dan evaluading. (Nandang Alamsyah D,
2002 : 9-14)

Secara umum kegiatan manajemen pertanahan secara operasinal dalam praktik


sehari-hari meliputi :
1. Merencanakan penyediaan dan penggunaan tanah
Penjelasan
Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya sehingga
bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan pemilik sekaligus bagi
masyarakat dan Negara. Ketentuan tersebut tidak berarti kepentingan
perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum masyarakat.
Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan harus saling
mengimbangi hingga tercapainya tujuan pokok, yaitu kemakmuran, keadilan dan
kebahagian bagi rakyat seluruhnya.2 Dalam arti pelaksanaan pembangunan harus
sesuai dengan substansi yang akan dituju secara terpadu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 33 ayat(3) Undang-Undang
Dasar 1945 disebutkan bahwa, ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Realisasi dari pasal ini dituangkan dalam Pasal 2 ayat (2)
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA), yaitu Negara diberi wewenang untuk mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi,
air dan ruang angkasa. Lebih lanjut dalam Pasal 14 UUPA dijelaskan bahwa
untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa, maka Pemerintah membuat
suatu Rencana Umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi,
air dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan negara.
Rencana Umum yang dibuat Pemerintah meliputi seluruh wilayah Indonesia dan
Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah di
wilayah sesuai dengan kondisi daerah masing-masing dengan Peraturan Daerah.
Oleh karena itu perwujudan penggunaan dan pemanfaaatan tanah agar optimal
harus menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, maka untuk
kesesuaian kebutuhan akan tanah telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.
16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah dan Undang-Undang No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang.
2. Pertimbangan aspek tataguna tanah
Penjelasan
Tataguna tanah adalah penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud
konsolidasi(land consolidation) pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem
untuk kepentingan masyarakat secara adil (Pasal 33 Undang-Undang No. 26
Tahun 2007). Salah satu kegiatan penyusunan rencana penatagunaan tanah adalah
penyajian neraca kesesuaiaan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada rencana
tata ruang wilayah. Namun dalam hal ini peraturan pelaksanaan dari
penatagunaan tanah sampai sekarang belum terwujud sebagaimana yang
digariskan dalam Pasal 33 ayat (5)nya. Masalah tata ruang, baik dalam ruang
lingkup makro maupun mikro, saat ini semakin mendapat perhatian yang cukup
serius. Adalah fakta bahwa jumlah penduduk serta kebutuhan yang semakin
meningkat, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Demikian juga teknologi
yang semakin maju diarahkan sebagai usaha bagi penyediaan sarana dalam
memenuhi kebutuhan manusia yang kian meningkat , namun dilain pihak, disadari
atau tidak, bahwa pada dasarnya ruang atau lahan yang tersedia masih tetap
seperti sediakala. Selain adanya keterbatasan lahan, permasalahan tata ruang
semakin rumit, karena kondisi perekonomian Indonesia pada saat ini semakin hari
semakin pesat. Dan kondisi tersebut perlu diwaspadai, terutama yang berkaitan
para pelaku bisnis dalam penggunaan dan pemanfaatan ruang semakin besar, juga
diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk, yang berimbas kepada pertumbuhan
kawasan perumahan dan pemukiman.
Salah satu fungsi pemberian pertimbangan aspek tata guna tanah
adalah dalam rangka memberikan pengarahan menuju tata guna
tanah secara rasional, memberikan pedoman pemecahan masalah
penggunaan tanah dan memberikan informasi mengenai
kecenderungan dan arah perkembangan pola penggunaan tanah.
Pertimbangan aspek tata guna tanah juga digunakan dalam
penilaian atas permohonan hak atas tanah sepanjang terdapat
perubahan penggunaan tanah.
3. Pengadaan dan penataan penguasaan tanah
Penjelasan
Pertumbuhan penduduk dan perkembangan pembangunan di segala bidang seperti
pembangunan jalan, perumahan, gedung-gedung perkantoran, pusat perdagangan,
perindustrian, pelayanan jasa, tempat pariwisata dan lain-lain akan memberi
dampak kepada peningkatan kebutuhan akan tanah. Hal ini ternyata dihadapkan
pada permasalahan-permasalahan dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Permasalahan tersebut menjadi sumber sengketa tanah yang terjadi secara umum
diantaranya tumpang tindih penggunaan tanah, terkait dengan kebijakan
pemerintah dalam pemanfaatan tanah yaitu pemanfaatan tanah yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruangnya, sebagai contoh pemberian izin oleh Pemerintah
Daerah setempat untuk berdirinya sebuah pabrik atau perumahan diatas sawah
yang produktif, berdirinya pabrik di tengah-tengah perumahan, berdirinya
perumahan di tengah-tengah kawasan industri . Kasus terbaru misalnya, gugatan
masyarakat Kendeng di PTUN Semarang terhadap SK Bupati Pati No.660.1/4767
Tahun 2014 Tentang Izin Lingkungan Pabrik Semen, yang akhirnya berhasil
dimenangkan masyarakat karena SK tersebut terbukti melanggar RTRW yang
ditetapkan. Kasus ini sempat menuai konflik antara warga dengan pemerintah
daerah dan pihak perusahaan, yang memaksa para petani Kendeng berjalan kaki
sejauh sekitar 122 km untuk mendapatkan perhatian publik dan memperoleh
keadilan atas tanah dan penghidupannya. Keadaan-keadaan tersebut
memperlihatkan terjadinya banyak benturan kepentingan dalam pemanfaatan
sumber daya tanah
4. Koordinasi penanganan masalah pertanahan
Penjelasan
Penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan RTRW(Rencana Tata Ruang Wilayah)
dapat menimbulkan dampak positif dan negatif yaitu tidak hanya terhadap
keadaan sosial ekonomi perubahan penggunaan tanah menimbulkan banjir, tanah
longsor dan menurunnya kualitas air tanah. Begitu juga perubahan tanah pertanian
yang produktif menjadi non pertanian akan berdampak pada berkurangnya
produksi pertanian namun disisi lain dapat meningkatkan pendapatan Daerah dari
nilai Pajak. Hal ini bertolak belakang dengan keinginan pemerintah untuk
melindungi tanah-tanah pertanian dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Permasalahan lain yang timbul yaitu pada sistem pemerintahan Indonesia, dimana
saat ini terjadi perubahan dengan terdistribusinya kewenangan pemerintah pusat
ke daerah dalam berbagai kegiatan pembangunan. Setelah diberlakukannya
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dimana daerah
diberi keleluasaan untuk mengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya yang
dimiliknya.8 Kemudian UU tentang Pemerintah Daerah tersebut diganti dengan
UU No. 23 Tahun 2014, ditinjau dari aspek hukum tata ruang, terdapat potensi
timbulnya konflik antar daerah terutama dalam pemanfaatan lahan di daerah
perbatasan, yang pada umumnya berada pada bentang alam yang tidak
terpisahkan. Keadaan tersebut disebabkan munculnya perbedaan-perbedaan
keinginan, kondisi geografis, perhitungan ekonomis dan ego sektoral antar daerah.
Dengan kondisi seperti itu, pengendalian pemanfaatan ruang menjadi sangat
penting dilakukan oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam upaya
mengoptimalkan fungsi lahan sesuai dengan daya dukung lingkungan masing-
masing. Lemahnya mekanisme pengendalian pembangunan merupakan salah satu
kendala dalam menerapkan rencana tata ruang di daerah. Rencana tata ruang
belum menjadi pedoman dalam penyusunan kebijakan, apalagi dalam
perencanaan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan setiap tahun jarang sekali
memperhatikan rencana tata ruang untuk menentukan lokasi pembangunan yang
tepat.
5. Peningkatan pelayanan pertanahan
Penjelasan
Pelayanan merupakan salah satu fungsi pokok yang harus dilaksanakan oleh
setiap instansi pemerintah termasuk juga instansi Badan Pertanahan Nasional.
Kondisi ideal bagi suatu pelayanan telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Penertiban dan Pendayagunaan Aparatur Negara No. 06/1995 yang menguraikan
bahwa pelayanan yang baik harus mengandung hal-hal sebagai berikut :
 Kesederhanaan dalam prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi
masyarakat pengguna jasa pelayanan.
 Kejelasan dan kepastian mengenai hak-hak dan kewajiban penerima pelayanan
serta kejelasan dalam hal pembagian tugas bagi petugas pelayanan.
 Keamanan, dalam arti hasil pelayanan terjamin kebenarannya, sah, pasti, dan
menjamin perlindungan hukum sebagai alat bukti yang sah.
 Keterbukaan mengenai mekanisme dan tata cara peraturan pelayanan yang
diinformasikan secara terbuka, luas dan mudah dimengerti oleh masyarakat.
 Efisien, dalam arti menetapkan pola pelayanan yang tepat, mekanisme dan
prosedur pelayanan sesuai struktur organisasi, serta menggunakan sarana
secara optimal.
 Ekonomis dalam hal biaya pelayanan.
 Keadilan yang merata bagi seluruh masyarakat tanpa membedakan status
sosialnya.
 Ketepatan waktu dalam setiap tahap proses pelayanan.
 Kuantitatif pelayanan, yang meliputi jumlah permintaan pelayanan, waktu
pemberian pelayanan, penggunaan perangkat modern, dan frekuensi
keluhan/pujian.
Bentuk dan sistem pelayanan harus ditetapkan oleh masing-masing Kantor
Pertanahan disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik wilayahnya. Selain
itu, untuk mengatasi kekurangan sumber daya manusia yang dapat
menghambat pemberian pelayanan secara cepat, Kantor Pertanahan dapat
mendelegasikan wewenang suatu penanganan pelayanan kepada unit kerja
yang belum optimal atau dengan menyerahkan kepada sektor swasta.

6. Pengawasan pelaksanaan penggunaan tanah


Penjelasan
Dalam menentukan apakah permohonan suatu izin lokasi dapat direkomendasikan
ditentukan oleh informasi dan dokumen yang diperlihatkan oleh pemohon. Kantor
Pertanahan hanya mencocokkan data penggunaan tanah yang ada dengan
perbandingan/skala besar yang merupakan hasil survei secara umum dan berkala.
Dengan demikian tingkat akurasi data sering tidak memadai dalam menjawab
informasi yang dibutuhkan. Penelitian terhadap permohonan izin lokasi hanya
mengacu pada proposal/rencana pembangunan yang disesuaikan dengan rencana
pembangunan kota/daerah.
Selanjutnya setelah izin lokasi diterima oleh pemohon, pelaksanaan pengadaan
tanah didasarkan pada ketentuan dalam Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang
Pengadaan Tanah, yaitu bahwa pelaksanaan pengadaan tanah oleh pemerintah
dengan luas tidak lebih dari 1 ha dan pengadaan tanah oleh swasta dapat
dilakukan langsung oleh pimpinan proyek atau investor yang bersangkutan.
Dengan demikian pengawasan dan pengendalian suatu kegiatan pengadaan tanah
hanya terbatas pada laporan kemajuan dari pimpinan proyek atau investor secara
berkala kepada Kepala Daerah dan/atau Kantor Pertanahan setempat.
Dalam melaksanakan fungsi perencanaan penggunaan tanah, Kantor Pertanahan
berperan aktif untuk memutakhirkan data pokok yang bisa menjadi sumber
informasi yang lengkap dan aktual sebagai bahan pengendalian penggunaan
tanah. Selama ini, tugas yang diberikan kepada Kantor Pertanahan hanya bersifat
pengawasan terhadap pelaksanaan pemberian izin lokasi kepada pimpinan proyek
atau investor sesuai dengan Surat Edaran Kepala BPN No. 580.2-5568-DIII
tanggal 6 Desember 1990 dan No. 580-2-3071 tanggal 23 September 1991 tentang
Mekanisme dan Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Pengadaan Tanah.
Sebagaimana dikutip sebelumnya, definisi manajemen pada intinya terkait dengan
administrasi atau pemanfaatan sumber daya manusia. Demikian pula dalam
manajemen pertanahan, rangkaian kegiatan perencanaan, pengelolaan,
pengorganisasian, dan pengawasan di bidang pertanahan tidak akan berlangsung
secara efektif dan efisien bila tidak ada sumber daya manusia yang
menggerakkannya. Prof. Dr. H. Buchori Zainun, MPA menyatakan bahwa sumber
daya manusia adalah daya yang bersumber dari manusia.[8] Daya di sini meliputi
daya fisik termasuk otak, daya otak (nalar), watak/kepribadian, dan akhlak
sehingga memenuhi sasaran yaitu kualitas, seperti cerdas, terampil, mandiri,
bertanggung jawab, kreatif, dan berorientasi ke masa depan.[9] Aparat dengan
karakteristik seperti itulah yang menjadi sumber daya manusia yang diharapkan
dapat berperan dominan dalam melaksanakan rangkaian kegiatan manajemen
pertanahan.
Faktor manusia dalam manajemen merupakan salah satu sumber daya yang amat
strategis peranannya, terutama dikaitkan dengan fungsi utama kegiatan instansi
pemerintah yaitu memberikan pelayanan publik. Oleh karena itu, tidak dapat
diabaikan bahwa manajemen pertanahan pun harus meliputi perencanaan sumber
daya manusia yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan pelayanan publik di
bidang pertanahan.
Sumber https://tutonmahasiswaut.wordpress.com/2017/09/20/inisiasi-diskusi-2-5/

3. Sejak kapan Indonesia mempunyai lembaga pendaftaran tanah sendiri?

Jawab

Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 untuk pertama kalinya
Indonesia mempunyai suatu lembaga tanah. Hal ini tambah mantap ketika
disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.
Sebelum adanya kedua produk hukum ini, dikenal Kantor Kadaster sebagai Kantor
Pendaftaran untuk hak-hak atas tanah9 yang tunduk kepada Kitab Undnag-undang
Hukum Perdata Barat. Hadirnya peraturan pemerintah dalam urusan pendaftaran tanah
merupakan perintah dari Pasal 19 UUPA No. 5 Tahun 1960. Dalam Pasal tersebut diatur
bahwa:

(1) Untuk menjamin kepastian hukm oleh pemrintah dilakukan pendaftaran tanah di
seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengna
Peraturan Pemerintah.

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a) pengukuran perpetaan dan
pembukuan tanah; b) pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c) pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.

(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan


masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan
penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan


pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang
tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut. Sehingga PP No. 10
Tahun 1961 yang diganti dengan PP No. 24 Tahun 1997 memperkaya Pasal 19 UUPA,
yaitu:

a. Bahwa diterbitkannya sertifikat tanah, maka kepada pemiliknya diberikan kepastian


hukum dan perlindungan hukum. Di zaman informasi ini maka Kantor Pertanahan
sebagai kantor di garis depan haruslah memlihara dengan baik setiap informasi yang
diperlukan untuk sesuatu bidang tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat
untuk merencanakan pembangunan negara, dan juga bagi masyarakat sediri informasi
itu penting untuk memutuskan sesuatu yang diperlukan terkait tanah. Informasi tersebut
bersifat terbuka untuk umum, artinya dapat diberikan informasi apa saja yang diperlukan
atas sebidang bangunan yang ada.
b. Untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan suatu hal yang wajar.

Perubahan dari PP No. 10 Tahun 1974 dengan PP No. 24 Tahun 1997 menjadikan
aturan pelaksana dari UUPA lebih sempurna. penyempurnaan itu meliputi berbagai hal
yang belum jelas dalam peraturan yang lama (PP NO. 10 Tahun 1974), antara lain
pengertian pendaftaran tanah itu sendir, asas-asas dan tujuan penyelenggaraannya,
yang disamping memberi kepastian hukum juga untuk menghimpun dan menyajikan
informasi yang lengkap mengenai data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah
yang bersangkutan

Sumber file:///C:/Users/SmartCom/Downloads/120585189-DINAMIKA-PENDAFTARAN-TANAH-
DI-INDONESIA-pdf.pdf

Anda mungkin juga menyukai