Anda di halaman 1dari 3

Nama: Rani Hardi Yanti

NIM: 042261343

Tugas 2 ISBD

Soal:

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan multikulturalisme dalam era Globalisasi! Berikan contoh
konkret!

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan stereotipe, berikan contohnya!

3. Jelaskan arti kesetaraan menurut Bikhu Parekh, berikan contohnya?

4. Tugas dikerjakan dalam format Word atau PDF

5. Tambahkan sumber referensinya

Jawaban:

1. Menurut H.A.R. Tilaar, mullikulturalisme pada masa modern, terutama dalam era
globalisasi, berbeda dengan multikulturalisme pada masa lalu. Multikulturalisme modern di
dalam era globalisasi bersifat terbuka dan melihat ke luar.

Multikulturalisme tidak hanya berarti beragamnya kelompok etnis dalam sebuah


negara, tetapi juga seluruh kelompok etnis yang beragam di luar batas-batas negara, termasuk
di dalamnya perkembangan agama, isu jender, dan kesadaran kaum marjinal.

Bagaimana seseorang dapat memiliki kesadaran multikultur adalah hasil dari


perkembangan pribadi seseorang yang bangga terhadap budayanya, namun dapat menghargai
budaya lain dalam ikatan komunitas yang lebih luas. Kesadaran multikultural berarti seseorang
mempunyai kesadaran serta kehanggaan memiliki dan mengembangkan budaya komunitasnya
sendiri, namun demikian dia akan hidup berdampingan secara damai, bahkan saling bekerja
sama dan saling menghormati.

Untuk itu pentingnya pendidikan multikultural guna membangun manusia yang dapat
mengakui adanya perbedaan, persamaan hak, dan keadilan sosial terutama di era globalisasi.
Contohnya adalah adanya program Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) yang
dilaksanakan pemerintah melalui Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA).
PPAN bertujuan mengembangkan generasi muda Indonesia untuk memperluas pengetahuan
dan wawasan, sekaligus mempersiapkannya menghadapi tantangan global di masa mendatang.
Serta Memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk lebih mengenal adat-istiadat,
kesenian, dan budaya di negara tujuan, tukar-menukar pengalaman serta melakukan kegiatan
bersama di negara lain yang akan menimbulkan saling pengertian, penghormatan dan toleransi.

2. Stereotipe adalah penilaian yang tidak seimbang terhadap suatu kelompok masyarakat.


Penilaian itu terjadi karena kecenderungan untuk menggeneralisasi tanpa diferensiasi. De Jonge
dalam Sindhunata (2000) mengatakan bahwa bukan rasio melainkan perasaan dan emosilah
yang menentukan yang menentukan stereotip. Barker (2004:415) mendefiniskan
stereotipe sebagai representasi terang- terangan namun sederhana yang mereduksi orang
menjadi serangkaian ciri karakter yang dibesar-besarkan, dan biasanya bersifat negatif. Suatu
representasi yang memaknai orang lain melalui operasi kekuasaan.

Contoh :

1) Stereotipe orang yang bersuku Batak dinilai sebagai orang yang kasar karena dialek
bicaranya yang bernada tinggi.
2) Stereotipe perempuan yang bergaya seperti lelaki (boyish / tomboy) dinilai mengalami
disorientasi seksual (lesbi). Padahal perempuan berhak menentukan gaya dalam
berpakaian. Orientasi seksual juga tidak bisa dinilai hanya dari bagaimana penampilan
luar saja.
3) Stereotip masyarakat Indonesia yang awam melihat orang-orang Timur ialah orang-
orang yang kasar, keras, dan kejam.

3. Sebagai makhluk kultural, manusia memiliki beberapa kemampuan dan kebutuhan yang
sama, tetapi perbedaan kultural yang dimiliki, membentuk dan menyusun kemampuan dan
kebutuhan setiap manusia secara berbeda dan bahkan, dapat membuat kebutuhan dan
kemampuan baru yang berbeda. Manusia adalah makhluk yang sama tapi juga berbeda. Oleh
karena itu, manusia harus diperlakukan setara karena dua karakteristik sebagai makhluk sama
dan sebagai makhluk yang berbeda. Maka kesetaraan bukan berarti keseragaman perlakuan,
tetapi lebih kepada interaksi antara keseragaman dan perbedaan. Multikulturalisme dapat
disebut sebagai paham tentang “kesetaraan dalam perbedaan” (Bikhu Parekh 2008: 322) atau
“kesetaraan dalam keberagaman”. Bisa disimpulkan menurut bikhu parekh, suatu persamaan
derajat dalam perbedaan yang ada di masyarakat.
Contohnya :
1) Di Indonesia, setiap hari besar agama dijadikan sebagai hari libur nasional, untuk
menghormati pemeluk agama yang bersangkutan.
2) Menghargai dan menghormati antar umat beragama - Kesetaraan mendapatkan
Pendidikan yang layak terlepas dari dia berasal dari agama, status sosial dan
kebudayaan yang berbeda namun sama-sama memiliki hak untuk mendapatkan
Pendidikan yang pantas.
3) Orang yang berasal suku Jawa, Bali, dan Madura yang berada dalam satu organisasi yang
sama. Mereka tidak mempermasalahkan latar belakang suku yang dimiliki karena
memiliki tujuan bersama untuk dicapai dalam organisasi tersebut.

Sumber referensi:

 https://duduksamarata.blogspot.com/2020/08/multikulturalisme-dalam-era-globalisasi.html
 Hertati Suandi, dkk. Edisi 2. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai