Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan pengadaan tanah dari zaman dahulu hingga saat ini sangat

menarik dan tidak akan ada putus-putunya, karena diperhadapkan dengan

persoalan pertentangan kepentingan antara individu, masyarakat dan negara. Hak

milik merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana telah diakui

oleh kostitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI)

tahun 1945 melalui amandemen pasal 28 h ayat 4 yang menyatakan bahwa :

ˮSetiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik

tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapunˮ.

Persoalan tana merupakan soal hidup dan penghidupan manusia, karena tanah

adalah asal dan sumbermakanan.1 Tanah merupakan faktor pendukung utama

kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Fungsi tanah tidak hanya terbatas

kebutuhan tempat tinggal tetapi juga tempat tumbuh kembang sosial, politik dan

budaya seseorang maupun suatu komunitas masyarakat.

Ketersediaan tanah/lahan untuk pembangunan sarana prasarana umum

menjadi masalah yang paling mendasar. Hal ini disebabkan karena ketersediaan

tanah yang semakin terbatas dan nilai jual objek pajak (NJOP) yang belum

ditetapkan pemerintah sehingga menyebabkan kenaikan harga tanah yang tidak

1
Mochammad Tauchid, Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran
Rakyat Indonesai, Jakarta; Tjakawala, 1962, hal. 3.

1
terkendali sesehingga menyulitkan dalam proses pengadaan tanah untuk

kepentingan umum.2

Tanah merupakan salah satu sarana sejarah kebutuhan yang sangat penting.

tanah juga merupakan masalah yang hingga kini belum mendapatkan pengaturan

yang tuntas dalam hukum Indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya keluhan

masyarakat yang tanah miliknya diambil pemerintah untuk kepentingan tertentu

misalnya, untuk pelebaran jalan, pembangunan tempat ibadah dan sekolah yang

dinyatakan sebagai projek pembangunan bagi kepentingan umum.3

Selain itu tanah juga merupakan modal dasar bagi kebutuhan manusia tetapi

seirama dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk namun keadaan tanah

tetap sehingga mengakibatkan minat penduduk terhadap terhadap tanah semakin

tinggi. Dengan demikian manusia semakin menggiatkan usahanya mendapatkan

tanah untuk mencapai tujuan masing-masing dalam memanfaatkan tanah. Tanah

juga merupakan faktor utama pendukung kehidupan dan kesejahteraan masyarakat

sehingga konsep hak menentukan susunan kehidupan dalam suatu negara.4

Pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan telah diamanatkan dalam

peraturan perundang-undangan bahkan telah diatur secara khusus melalui undang-

undang pengadaan tanah untuk pembangunan. Namun permasalahan muncul

berkenan dengan ketersediaan tanah untuk pembangunan, masalah terjadi karena

2
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum.
3
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Bangunan dan Hak
Pakai Atas Tanah.
4
Soejono & Aldulrahman, Prosedur Pendaftaran Tentang Tanah Hak Milik, Sewa Guna dan Hak
Guna Bangunan. Rineka Cipta, Jakarta; 1998. Hlm. 1.

2
di satu sisi pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana utamanya.

Sedangkan di sisi lain sebagian besar dari warga masyarakat juga memerlukan

tanah sebagai tempat pemukiman dan tempat mata pencahariannya. 5

Paradoksnnya adalah tanah tersebut diambil begitu saja dan dipergunakan untuk

kepentingan pembangunan.6 Sehingga jelasnya bahwa hak asasi warga

dikorbankan padahal menganut prinsip ˮRule Of Lawˮ yang menjamin

perlindungan Hak Asasi Manusia.

Masalah tanah merupakan persoalan yang menjadi hak rakyat yang paling

mendasar, di samping mempunyai nilai ekonomis juga berfungsi sebagai alat

sosial. Oleh karena itu masalah pembebasan tanah sangat rawan dengan

penanganannya, karena di dalamnya menyangkut hajat hidup orang

banyak.apabila dilihat dari kebutuhan pemerintah akan tanah untuk keperluan

pembangunan. Hal tersebut dapatlah dipahami bahwa tanah negara yang tersedia

sangatlah terbatas. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan membebaskan

tanah milik masyarakat, baik yang dikuasai berdasarkan hukum adat maupun

diskusi menurut undang-undang pokok agrarian yaitu undang-undang nomor 5

tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian (UUPA).

Proses pembebasan tanah tidak akan lepas dengan adanya masalah ganti rugi.

Dengan demikian perlu diadakan penilitian terlebih dahulu terhadap segala

keterangan dan data kata yang diajukan dalam mengadakan taksiran pemberian

5
Abdulrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia.
Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung; 1991. Hlm. 9.

6
Bachriadi Dinanti, Merampas Tanah Rakyat (Kasus Tapas Cimeon). Gramedia, Jakarta; 2001.

3
ganti rigu. Apabila telah tercapai suatu kesepakatan mengenai bentuk-bentuk dan

besarnya ganti rugi kemudian dilanjutkan dengan pelepasan atau penyerahan hak

atas tanah yang bersangkutan.7

Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan

cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah

bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Wujud

pelaksana pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan merupakan suatu cara

yang ditempuh oleh pemerintah dalam rangka mengambil tanah-tanah warga

masyarakat demi suatu pembangunan. Selanjutnya pengadaan tanah juga

merupakan kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian

yang layak dan adil kepada pihak yang berhak yaitu pihak yang mangrasai atau

memiliki objek pengadaan tanah.8

Pengaturan atau regulasi terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum di

Indonesia menyebutkan bahwa dasar nilai ganti rugi tanah berdasarkan NJOP.

Sebuah penapsiran yang berdasarkan NJOP berarti mengurangi nilai tanah pada

objek-objek tertentu. Karena itu penilaian harga sangat menentukan nilai

ekonomis tanah yang layak dengan tidak merugikan rakyat pemegang hak atas

tanah. Dari segi sosialogis pemegang hak atas tanah berhak mendapatkan ganti

rugi tehadap peralihan profesi akibat pelepasan tanah sebagai sumber mata

pencahariannya misalnya masyarakat petani, pengusaha kayu dan lain

7
Soeharyono Soimin, Status Hak dan Pengadaan Tanah. Sinar Grafika, Jakarta; 1993. Hlm. 82.

8
Psl 1 (2) UU Nomor 2 Tahun 20012, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.

4
sebagainyayang ada di wilayah pembangunan harus membebaskan tanahnya

sehingga lahan parkernya menyempit hanya demi kepentingan umum.

Undang-undang pokok agrarian sendiri melalui pasal 16 memberikan

landasan hukum bagi pengambilan tanah hak ini dengan menentukan untuk

kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan

bersama rakyat, hak atas tanah dicabut dengan memberikan ganti kerugian yang

layak.

Peran tim Apraisal atau penilaian harga tanah sangat menentukan nilai

ekonomis tanah yang layak dengan spirit tidak merugikan rakyat pemegang hat

atas tanah. Dari segi sosiologis pemegang hak atas tanah berhak mendapatkan

ganti rugi terhadap peralihan profesi akibat pelepasan tanah sebagai mata

pencahariannya. Berdasarkan informasi yang penulis peroleh ialah pembebasan

atau pengadaan tanah dilakukan oleh ˮPanitia Pengadaan Tanahˮ. 9 Dalam hal ini

dinas tata pemerintahan Kabupaten Maluku Barat Daya.

Misalnya sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah Desa Patti Kabupaten

Maluku Barat Daya dalam rangka pengadaan Lapangan Sepak Bola. Kebijakan

tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dengan

kompensiasi ganti kerugian rupanya belum dipahami secara sesame atau karena

menganggap masyarakat sama sekali tidak memahami atau mengetahui adanya

undang-undang pokok agrarian yang mengatur tentang pengadaan tanah serta

ganti kerugiannya. Sehingga pemerintah dengan sewenang-wenangnya melakukan

pembebasan tanah tanpa adanya ganti kerugian terhadap masyarakat sebagai


9
PerPrers Nomor 36 Tahun 2005 (Bab III) bagian pertama, Panitia Pengadaan Tanah.

5
pemilik tanah atau dibayar tetapi kurang dari nilai jual sebenarnya dari tanah

tersebut.10 Hal ini yang menyebabkan sehingga sering terjadi konflik antar

pemerintah dengan masyarakat setempat.

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengangkat judul :

ˮGanti Rugi Pengadaan Tanah Lapangan Sepak Bola Di Desa Patti

Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD)ˮ.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penuliasan yang dikemukakan di atas, maka

masalah yang dapat dikemukakan penulis adalah :

1. Bagaimana ganti kerugian terhadap pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umumˮ.

2. Bagaimana prosedur Pengadaan Tanah oleh Pemenrintah

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan peneliatian yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana ganti kerugian terhadap pengadaan

tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

2. Untuk mengetahui prosedur Pengadaan Tanah oleh Pemerintah.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

10
Bernhart Limbang, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Margaretha Pustaka, Jakarta; 2001.
Hlm. 369.

6
a. Kegunaan Akademik

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Ilmu

Hukum Perdata yang berkaitan dengan ganti rugi pengadaan tanah

bagi pembangunan untuk kepentingan public serta dapat menjadi

referensi bagi penelitian-penelitian sejenis pada masa yang akan

datang.

b. Kegunaan Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pembaca dan masyarakat pada umumnya. Dalam hal pengembangan

ilmu hukum khususnya Hukum Perdata untuk kemudian digunakan

sebagai data sekunder dalam melakukan penelitian lebih lanjut terkait

dengan gantu rugi pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan publik. Hasil dari penelitian ini diharapkan juga dapat

menjadi rujukan bagi setiap subjek Hukum Perdata baik organisasi

ataupun perseorangan mengenai ganti rugi pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan publik.

E. Kerangka Konseptual

Adapun teori dan asas-asas yang digunakan dalam penulisan ini adalah

sebagai berikut :

1. Pengertian Ganti Rugi

7
Ganti kerugian adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada orang yang

telah bertindak melawan hukum dan menimbulkan kerugian pada orang lain

karena kesalahannya seperti yang tercantum dalam Pasal 1236 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) :

ˮsi berutang adalah wajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga

kepada si berpiutang. Apabila ia telah membawah dirinya dalam keadaan tak

mampu untuk menyerahkan kebendaannya atau tidak merawat sepatutnya

guna menyelamatkanyaˮ.11

Pada masa belum adanya pemerintahan atau dalam masyarakat yang masih

berbentuk suku-suku ini bentuk-bentuk hukuman seperti ganti rugi merupakan

sesuatu yang biasa terjadi sehari-hari. Sedangkan masa sekarang terlihat sanksi

ganti kerugian merupakan suatu tanggung jawab badan/perseorangan dalam

gagalnya memenuhi prestasi. Ganti rugi merupakan suatu hal yang tidak dapat

dipisahkan dari pencabutan dan pelepasan ha katas tanah. Nilai besar ganti rugi

harus didasarkan pada penilaian yang sesuai dengan NJOP. Prosesnya ialah harus

terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi, maka harus

dilakukan pembayaran ganti rugi dan diberikan langsung kepada yang berhak. 12

Hal ini ditentukan oleh tim yang berwenang dalam menentukan harga tanah yakni

tim apraisal.

Ada dua langkah yang perlu dilakukan terkait ganti rugi bagi pemegang ha

katas tanah yakni :

11
Pasal 1236 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
12
Soedharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah….., Hlm. 79.

8
— Mengubah paradigm dan memperhitungkan aspek ekonomis, sosiologi dan

filosifis dalam memberikan ganti rugi. Paradigm yang dimaksud adalah

dari ganti rugi menjadi kompensiasi paradigm ganti rugi cenderung berarti

bahwa pemilik hak atas tanah itu telah merugikan sebelum melepaskan

tananya untuk kepentingan pembangunan.

— Kompensiasi dalam konteks pembebasan tanah berarti balasan atas

imbalan untuk tanah yang dibebaskan, artinya sejumlah uang atau barang

benda lainnya yang diperoleh pemilik tanah setelah melepaskan tananya

senilai dengan nilai tanah di pasar terbuka ditambah kerugian lain akibat

pelepasan hak atas tanah. Jumlah kerugian yang diderita lainnya sebagai

akibat dari pengambilan tanah itu.

Menurut Bernhard Lambang mengatakan bahwa dalam pemberian ganti rugi

misalnya besar nilai ganti rugi akan merugikan pemegang hak atas tanah dan nilai

jual tanah dari harga tanah. Selanjutnya dalam musyawarah peraturan Presiden RI

nomor 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan dan pasal 12

sampai 16 tentang ganti rugi yang mengatakan bahwa ganti rugi dalam pengadaan

tanah diberikan berkaitan dengan tanah13 pada pasal 13 mengatakan bahwa bentuk

ganti rugi dapat berupa :

— Uang dan/atau

— Tanah pengganti

— Pemukiman kembali

13
Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 Pasal 12 sampai 16, tentang Ganti Rugi.

9
Dalam hal pemegang hak atas tanah tidak menghendaki bentuk ganti rugi

seperti yang tercantum pada ayat 1 maka dapat diberikan kompensiasi berupa

penyertaan modal atau saham sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Langkah sederhana yang penulis ambil adalah melibatkan instansi terkait,

baik instansi/lembaga pemerintah maupun swasta atau independen. Hal ini sangat

berhubungan dengan terjaminnya keadilan bagi para pihak sebagai hasil akhir dari

proses penenganan dan penyelesaian konflik ganti rugi atas pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum, misalnya lembaga penilai independen

dapat dilibatkan dalam rangka memberikan penilaian terhadap besarnya nilai

tanah yang digunakan untuk proyek pembangunan.

2. Pengadaan Tanah Oleh Pemerintah

Pengadaan tanah oleh pemerintah bagi pelaksanaan pembangunan untuk

kepentingan umum dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas

tanah. Diluar itu hanya boleh dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar atau

cara lain yang disepakati kedua belah pihak. Dengan demikian peraturan Presiden

nomor 36 tahun 2005 yang telah diubah dengan peraturan Presiden nomor 65

tahun 2006 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk

kepentingan umum (Perpres no. 65 tahun 2006) hanya berlaku bagi pembangunan

untuk kepentingan umum yng dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah

daerah yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh pemerintah atau

pemerintah daerah.

10
Pengadaan tanah dilakukan secara langsung atas dasar musyawarah.

Musyawarah merupakan kegiatan yang mengandung proses saling mendengar,

saling memberi dan saling menerima pendapat serta keinginan untuk mencapai

kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya gani rugidan masalah lain yang

berkaitan dengan kegiatan pengadaan tanah atas dasar kesukarelaan dan

kesetaraan antara pihak yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman dan benda-

benda lain yang berkaitan dengan tanah dengan pihak yang memerlukan tanah

(dalam Pasal 1 ayat10).

Musyawarah dilakukan antara panitia pengadaan tanah mewakili pihak yang

memerlukan lahan dan pemilik atau pemegang hak atas tanah yang akan

dilepaskan.dalam musyawarah kedua belah pihak harus mempunyai kedudukan

yang setara. Bila jumlah pemegang hak atas tanah lebih banyak dan tidak

memungkinkan musyawarah berjalan secara efektif atau yang akan dikenakan

pelepasan hak merupakan tanah ulayat maka dibuka kemungkinan adanya wakil-

wakil yang ditunjuk diantara pemegang hak atas tanah dan sekaligus bertindak

sebagai wakil mereka (dalam Pasal 10 ayat 2).

Penunjukan wakil tersebut harus dilakukan secara tertulis di atas kertas yang

bermeterai cukup yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah atau surat penunjukan

atau kuasa yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang. Agar musyawarah

berjalan efektif, harus ada jaminan bahwa masyarakat pemegang haka tau

wakilnya adalah orang-orang atau wakilnya yang benar-benar berhak atas tanah

yang terkena dampak (bukan calo).di samping itu harus ada jaminan bahwa

musyawarah berjalan dalam keadaan kondusif tanpa adanya tekanan sehingga

11
benar0benar terjadi dialog antara pemegang hak atas tanah yang terkena dampak

dan pihak yang memerlukan tanah.

Hal dimusyawarahkan terutama adalah mengenai besarnya ganti kerugian.

Ganti kerugian di sini tidak hanya kerugian yang bersifat fisik seperti kehilangan

tempat tinggal, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang terkait dengan

tanah tetapi juga ganti kerugian terhadap kerugian yang bersifat non fisik seperti

hilangnya kesempatan berusaha, pekerjaan, sumber penghasilan dan sumber

pendapatan yang lain.

Sehubungan dengan hal di atas, maka keberadaan lembaga penilaian harta

tanah perlu diperjelas tentang kualifikasi dan persyaratan pejabat penilaian

tersebut. Hal ini diperlukan untuk menjamin profesionalisme dan inependensi

lembaga tersebut dan tiadanya unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Keberadaan suatu lembaga/tim yang bertugas untuk membuat suatu penilaian

tentang harga tanah sangat penting karena hasil penilaiannya akan menjadi dasar

untuk melakukan musyawarah dengan masyarakat. Untuk itu ganti kerugian yang

bersifat fisik, apapun dasar penilaiannya, lokasi dan letak tanah, luas tanah,

peruntukan, sarana dan prasarana yang ada dan faktor-faktor lain yang dapat

berpengaruh terhadap harga tanah hendaknya hasil akhir penilaian dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memperoleh pergantian yang setara dengan

haknya yang telah dilepaskan.

3. Hak-Hak Atas Tanah

12
Negara sebagai organisasi tertinggi sudah seharusnya memberikan jaminan

kepastian pada setiap rakyatnya agar hak-hak setiap rakyatnya bisa

terjamin.jaminan kepastian itu bisa terlaksana melalui peraturan perundang-

undangan tak terlepas pula jaminan kepastian hak atas tanah.konsep hak-hak atas

tanah dalam dua bentuk : Pertama, hak-hak atas tanah yang bersifat primer.

Kedua, hak-hak atas tanah yang bersifak sekunder.

Pengertian hak-hak atas tanah yang bersifat primer adalah hak-hak atas tanah

yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seseorang atau badan

hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindah tangankan kepada orang

lain atau ahli warisnya.14 Dalam UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang

bersifat primer, yaitu :

a. Hak milik atas tanah (HM)

b. Hak guna usaha (HGU)

c. Hak guna bangunan (HGB)

d. Hak pakai (HP)

Selain hak primer atas tana di atas, terdapat pula hak atas tanah yang bersifat

sekunder. Pengertian hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder adalah hak-hak

atas tanah yang bersifat sementara. Dikatakan bersifat sementara karena hak-hak

tersebut dinikmati dalam waktu terbatas, lagi pula hak-hak itu dimiliki orang

lain.15 Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara yaitu :

a. Hak gadai
14
Suhardi, Hukum Agraria, Jakarta; Sinar Grafik, 2012, Hlm. 64.
15

13
b. Hak usaha bagi hasil

c. Hak menumpang

d. Hak menyewa atas tanah pertanian

Untuk menjamin dan memberikan kepastian hukum bagi pemilik hak-hak atas

tanah yang bersifat primer pemilik atas tanah tersebut harus memiliki bukti

kepemilikan atas tanah tersebut yang didaftarkan kepada pemerintah, maka dari

itu pemerintah telah mengeluarkan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997

tentang pendaftaran tanah.

F. Metode Penelitian

Adapun beberapa metode yang penulis gunakan untuk penelitian ini adalah :

1. Tipe Penelitian

Tipe penilitian yang digunakan adalah penilitian Hukum Normatif memiliki

defenisi yang sama dengan penilitian doctrinal yaitu penilitian berdasarkan

bahan-bahan hukum yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bhan

hukum primer dan sekunder.

2. Pendekatan Masalah

Penilitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu,pendekatan

Normatif dan pendekatan Empiris.

Pendekatan Normatif yaitu,Pendekatan yang dilakukan dengan cara

mempelajari ketentuan kaidah berupa aturan hukumnya atau

14
ketentuan hukum yang ada hubungannya dengan judul penilitian

dan permasalahan yang dibahas.

Pendekatan Empiris yaitu,pendekatan yang dilakukan dengan

mengadakan hubungan langsung terhadap pihak-pihak yang

dianggap mengetahui hal- hal yang ada kaitannya dengan

permasalahan yang sedang dibahas dalam penilitian ini.

3. Bahan Hukum

Dalam penilitian tidak dikenal adanya data sebaba dalam penilitian

hukum khusunya juridis normatif,sumber penilitian hukum diperoleh dari

kepustakaan bukan dari lapangan,untuk itu istilah yang dikenal adalah

bahan hukum,dalam penilitian hukum normative bahan pustaka

merupakan bahan dasar yang dalam ilmu penilitian umumnya disebut

bahan hukum sekunder dan bahan hukum primer.

a; bahan hukum sekunder berupa pendapat para ahli dalam buku-buku

serta pendapat hukum dan hasil penilitian yang berkaitan dengan

pelaksanaan ganti rugi atas pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum.

b. bahan hukum primer berupa;

1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2005 tentang pembentukan

Kabupaten Kota.

2. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2005 tentang pengadaan

Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

15
3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang hak guna

usaha,hak bangunan dan hak pakai atas tanah.

4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah

bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

5. Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang panitia

pengadaan tanah.

6. Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Paengumpulan Bahan Hukum dalam penilitian ini adalah teknik dokumentaor

, yaitu dikumpulkan dari arsip atau study pustaka seperti,buku-

buku,makalah,artikel,majalah,jurnal,Koran dan karya para pakar,selain itu

wawancara juga salah satu dan teknik pengumpulan data hukum yang menunjang

teknik documenter dalam penilitian ini serta berfungsi untuk memperoleh bahan

hukum yang mendukung penilitian jika diperlukan.

5. Pengolahan dan Analisa Bahan Hukum

a. Pengolahan Bahan Hukum

Dalam penilitian ini digunakan pengolahan bahan hukum dengan

cara editing,yaitu pemeriksaan kembali baahan hukum yang

diperoleh terutama dari kelengkapannya,kejelasan

16
maknanya,kesesuaian serta relevansinya dengan kelompok yang

lain ,setelah melkukan editing,langkah selanjutnya adalah coding

yaitu memberi catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber

bahan hukum.. (liberatur,undang-undang atau dokumen)

Pemegang hak cipta (Nama penulis, tahun penerbitan ) dan urutan

rumusan masalah.

b. Analisa Bahan Hukum

Dalam penilitian ini setelah bahan hukum terkumpul maka

bahan hukum tersebut dianalisis untuk mendapatkan konklusi ,

bentuk dalam teknik analisa bahan hukum adalah content

analysis, sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa ,

dalam penilitian normatif tidak diperlukan data lapangan untuk

kemudian dilakukan analisis terhadap sesuatu yang ada

dibalik data tersebut.dalam analisis bahan hukum jenis ini

dokumen atau arsip yang dianalisis disebut juga dengan istilah

teks, content analisiss yang menunjukan pada metode analisis

yang integrative dan secara konseptual cendrung diarahkan

untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah dan

menganalisis bahan hukum untuk memahami makna

segnefikansi dan relevansinya.

17
18

Anda mungkin juga menyukai