PENDAHULUAN
Permasalahan pengadaan tanah dari zaman dahulu hingga saat ini sangat
milik merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana telah diakui
ˮSetiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
Persoalan tana merupakan soal hidup dan penghidupan manusia, karena tanah
kebutuhan tempat tinggal tetapi juga tempat tumbuh kembang sosial, politik dan
menjadi masalah yang paling mendasar. Hal ini disebabkan karena ketersediaan
tanah yang semakin terbatas dan nilai jual objek pajak (NJOP) yang belum
1
Mochammad Tauchid, Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran
Rakyat Indonesai, Jakarta; Tjakawala, 1962, hal. 3.
1
terkendali sesehingga menyulitkan dalam proses pengadaan tanah untuk
kepentingan umum.2
Tanah merupakan salah satu sarana sejarah kebutuhan yang sangat penting.
tanah juga merupakan masalah yang hingga kini belum mendapatkan pengaturan
yang tuntas dalam hukum Indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya keluhan
misalnya, untuk pelebaran jalan, pembangunan tempat ibadah dan sekolah yang
Selain itu tanah juga merupakan modal dasar bagi kebutuhan manusia tetapi
2
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum.
3
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Bangunan dan Hak
Pakai Atas Tanah.
4
Soejono & Aldulrahman, Prosedur Pendaftaran Tentang Tanah Hak Milik, Sewa Guna dan Hak
Guna Bangunan. Rineka Cipta, Jakarta; 1998. Hlm. 1.
2
di satu sisi pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana utamanya.
Sedangkan di sisi lain sebagian besar dari warga masyarakat juga memerlukan
Paradoksnnya adalah tanah tersebut diambil begitu saja dan dipergunakan untuk
Masalah tanah merupakan persoalan yang menjadi hak rakyat yang paling
sosial. Oleh karena itu masalah pembebasan tanah sangat rawan dengan
pembangunan. Hal tersebut dapatlah dipahami bahwa tanah negara yang tersedia
sangatlah terbatas. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan membebaskan
tanah milik masyarakat, baik yang dikuasai berdasarkan hukum adat maupun
Proses pembebasan tanah tidak akan lepas dengan adanya masalah ganti rugi.
keterangan dan data kata yang diajukan dalam mengadakan taksiran pemberian
5
Abdulrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia.
Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung; 1991. Hlm. 9.
6
Bachriadi Dinanti, Merampas Tanah Rakyat (Kasus Tapas Cimeon). Gramedia, Jakarta; 2001.
3
ganti rigu. Apabila telah tercapai suatu kesepakatan mengenai bentuk-bentuk dan
besarnya ganti rugi kemudian dilanjutkan dengan pelepasan atau penyerahan hak
cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah
yang layak dan adil kepada pihak yang berhak yaitu pihak yang mangrasai atau
Indonesia menyebutkan bahwa dasar nilai ganti rugi tanah berdasarkan NJOP.
Sebuah penapsiran yang berdasarkan NJOP berarti mengurangi nilai tanah pada
ekonomis tanah yang layak dengan tidak merugikan rakyat pemegang hak atas
tanah. Dari segi sosialogis pemegang hak atas tanah berhak mendapatkan ganti
rugi tehadap peralihan profesi akibat pelepasan tanah sebagai sumber mata
7
Soeharyono Soimin, Status Hak dan Pengadaan Tanah. Sinar Grafika, Jakarta; 1993. Hlm. 82.
8
Psl 1 (2) UU Nomor 2 Tahun 20012, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
4
sebagainyayang ada di wilayah pembangunan harus membebaskan tanahnya
landasan hukum bagi pengambilan tanah hak ini dengan menentukan untuk
bersama rakyat, hak atas tanah dicabut dengan memberikan ganti kerugian yang
layak.
Peran tim Apraisal atau penilaian harga tanah sangat menentukan nilai
ekonomis tanah yang layak dengan spirit tidak merugikan rakyat pemegang hat
atas tanah. Dari segi sosiologis pemegang hak atas tanah berhak mendapatkan
ganti rugi terhadap peralihan profesi akibat pelepasan tanah sebagai mata
atau pengadaan tanah dilakukan oleh ˮPanitia Pengadaan Tanahˮ. 9 Dalam hal ini
Maluku Barat Daya dalam rangka pengadaan Lapangan Sepak Bola. Kebijakan
kompensiasi ganti kerugian rupanya belum dipahami secara sesame atau karena
5
pemilik tanah atau dibayar tetapi kurang dari nilai jual sebenarnya dari tanah
tersebut.10 Hal ini yang menyebabkan sehingga sering terjadi konflik antar
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
10
Bernhart Limbang, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Margaretha Pustaka, Jakarta; 2001.
Hlm. 369.
6
a. Kegunaan Akademik
datang.
b. Kegunaan Praktis
E. Kerangka Konseptual
Adapun teori dan asas-asas yang digunakan dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut :
7
Ganti kerugian adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada orang yang
telah bertindak melawan hukum dan menimbulkan kerugian pada orang lain
karena kesalahannya seperti yang tercantum dalam Pasal 1236 Kitab Undang-
ˮsi berutang adalah wajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga
guna menyelamatkanyaˮ.11
Pada masa belum adanya pemerintahan atau dalam masyarakat yang masih
sesuatu yang biasa terjadi sehari-hari. Sedangkan masa sekarang terlihat sanksi
gagalnya memenuhi prestasi. Ganti rugi merupakan suatu hal yang tidak dapat
dipisahkan dari pencabutan dan pelepasan ha katas tanah. Nilai besar ganti rugi
harus didasarkan pada penilaian yang sesuai dengan NJOP. Prosesnya ialah harus
terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi, maka harus
dilakukan pembayaran ganti rugi dan diberikan langsung kepada yang berhak. 12
Hal ini ditentukan oleh tim yang berwenang dalam menentukan harga tanah yakni
tim apraisal.
Ada dua langkah yang perlu dilakukan terkait ganti rugi bagi pemegang ha
11
Pasal 1236 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
12
Soedharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah….., Hlm. 79.
8
— Mengubah paradigm dan memperhitungkan aspek ekonomis, sosiologi dan
dari ganti rugi menjadi kompensiasi paradigm ganti rugi cenderung berarti
bahwa pemilik hak atas tanah itu telah merugikan sebelum melepaskan
imbalan untuk tanah yang dibebaskan, artinya sejumlah uang atau barang
senilai dengan nilai tanah di pasar terbuka ditambah kerugian lain akibat
pelepasan hak atas tanah. Jumlah kerugian yang diderita lainnya sebagai
misalnya besar nilai ganti rugi akan merugikan pemegang hak atas tanah dan nilai
jual tanah dari harga tanah. Selanjutnya dalam musyawarah peraturan Presiden RI
nomor 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan dan pasal 12
sampai 16 tentang ganti rugi yang mengatakan bahwa ganti rugi dalam pengadaan
tanah diberikan berkaitan dengan tanah13 pada pasal 13 mengatakan bahwa bentuk
— Uang dan/atau
— Tanah pengganti
— Pemukiman kembali
13
Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 Pasal 12 sampai 16, tentang Ganti Rugi.
9
Dalam hal pemegang hak atas tanah tidak menghendaki bentuk ganti rugi
seperti yang tercantum pada ayat 1 maka dapat diberikan kompensiasi berupa
baik instansi/lembaga pemerintah maupun swasta atau independen. Hal ini sangat
berhubungan dengan terjaminnya keadilan bagi para pihak sebagai hasil akhir dari
proses penenganan dan penyelesaian konflik ganti rugi atas pengadaan tanah bagi
kepentingan umum dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas
tanah. Diluar itu hanya boleh dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar atau
cara lain yang disepakati kedua belah pihak. Dengan demikian peraturan Presiden
nomor 36 tahun 2005 yang telah diubah dengan peraturan Presiden nomor 65
kepentingan umum (Perpres no. 65 tahun 2006) hanya berlaku bagi pembangunan
daerah yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh pemerintah atau
pemerintah daerah.
10
Pengadaan tanah dilakukan secara langsung atas dasar musyawarah.
saling memberi dan saling menerima pendapat serta keinginan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya gani rugidan masalah lain yang
kesetaraan antara pihak yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman dan benda-
benda lain yang berkaitan dengan tanah dengan pihak yang memerlukan tanah
memerlukan lahan dan pemilik atau pemegang hak atas tanah yang akan
yang setara. Bila jumlah pemegang hak atas tanah lebih banyak dan tidak
pelepasan hak merupakan tanah ulayat maka dibuka kemungkinan adanya wakil-
wakil yang ditunjuk diantara pemegang hak atas tanah dan sekaligus bertindak
Penunjukan wakil tersebut harus dilakukan secara tertulis di atas kertas yang
bermeterai cukup yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah atau surat penunjukan
atau kuasa yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang. Agar musyawarah
berjalan efektif, harus ada jaminan bahwa masyarakat pemegang haka tau
wakilnya adalah orang-orang atau wakilnya yang benar-benar berhak atas tanah
yang terkena dampak (bukan calo).di samping itu harus ada jaminan bahwa
11
benar0benar terjadi dialog antara pemegang hak atas tanah yang terkena dampak
Ganti kerugian di sini tidak hanya kerugian yang bersifat fisik seperti kehilangan
tempat tinggal, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang terkait dengan
tanah tetapi juga ganti kerugian terhadap kerugian yang bersifat non fisik seperti
lembaga tersebut dan tiadanya unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
tentang harga tanah sangat penting karena hasil penilaiannya akan menjadi dasar
untuk melakukan musyawarah dengan masyarakat. Untuk itu ganti kerugian yang
bersifat fisik, apapun dasar penilaiannya, lokasi dan letak tanah, luas tanah,
peruntukan, sarana dan prasarana yang ada dan faktor-faktor lain yang dapat
12
Negara sebagai organisasi tertinggi sudah seharusnya memberikan jaminan
undangan tak terlepas pula jaminan kepastian hak atas tanah.konsep hak-hak atas
tanah dalam dua bentuk : Pertama, hak-hak atas tanah yang bersifat primer.
Pengertian hak-hak atas tanah yang bersifat primer adalah hak-hak atas tanah
yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seseorang atau badan
hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindah tangankan kepada orang
lain atau ahli warisnya.14 Dalam UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang
Selain hak primer atas tana di atas, terdapat pula hak atas tanah yang bersifat
sekunder. Pengertian hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder adalah hak-hak
atas tanah yang bersifat sementara. Dikatakan bersifat sementara karena hak-hak
tersebut dinikmati dalam waktu terbatas, lagi pula hak-hak itu dimiliki orang
a. Hak gadai
14
Suhardi, Hukum Agraria, Jakarta; Sinar Grafik, 2012, Hlm. 64.
15
13
b. Hak usaha bagi hasil
c. Hak menumpang
Untuk menjamin dan memberikan kepastian hukum bagi pemilik hak-hak atas
tanah yang bersifat primer pemilik atas tanah tersebut harus memiliki bukti
kepemilikan atas tanah tersebut yang didaftarkan kepada pemerintah, maka dari
F. Metode Penelitian
Adapun beberapa metode yang penulis gunakan untuk penelitian ini adalah :
1. Tipe Penelitian
2. Pendekatan Masalah
14
ketentuan hukum yang ada hubungannya dengan judul penilitian
3. Bahan Hukum
kepentingan umum.
Kabupaten Kota.
15
3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang hak guna
pengadaan tanah.
wawancara juga salah satu dan teknik pengumpulan data hukum yang menunjang
teknik documenter dalam penilitian ini serta berfungsi untuk memperoleh bahan
16
maknanya,kesesuaian serta relevansinya dengan kelompok yang
rumusan masalah.
17
18