I. Pertemuan I ~ Pembahasan RPS (Rancangan Pembelajaran Semester)
II. Pertemuan II ~ Sejarah Hukum Agraria 1. Susunan kehidupan rakyat Indonesia (perekonomian yang bercorak agraris), maka bumi, air dan ruang angkasa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. 2. Hukum Agraria yang masih berlaku saat ini tersusun atas tujuan dan sendi-sendi bekas pemerintah kolonial, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat Indonesia. 3. Bagi penduduk asli Indonesia, Hukum Agraria pemerintah kolonial tersebut tidaklah menjamin kepastian hukum. Dari 3 point di atas, rakyat Indonesia berpendapat: 1. Perlu adanya suatu Hukum Agraria Nasional, yang berdasarkan atas hukum adat tentang tanah, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Hukum Agraria Nasional harus memberi kemungkinan akan tercapainya fungsi “bumi, air, dan ruang angkasa”. 3. Hukum Agraria Nasional harus mewujudkan penjelmaan Pancasila 4. Mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya. 5. Perlu diletakkan sendi-sendi dan disusun ketentuan-ketentuan pokok baru dalam bentuk UU sebagai dasar penyusunan Hukum Agraria Nasional. III. Pertemuan III ~ Pengertian Agraria dan Tanah 1. Agraria: Meliputi Bumi, Air, Ruang Angkasa dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya, sedangkan Tanah: Permukaan Bumi. 2. Kedudukan Agraria : a. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” – Pasal 33 Aat (3) UUD Negara RI Tahun 1945. b. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). c. Peraturan Pelaksanaan UUPA. d. Tap MPR No. IX Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan SDA. e. Professor Budi Harsono: “Pengelolaan SDA bukan bagian dari UPA.” IV. Pertemuan IV ~ Pengaturan Hak Atas Tanah yang Baru 1. Latar Belakang UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Simplifikasi/Harmonisasi Regulasi dan Perizinan). a. Regulasi tidak mendukung penciptaan dan pengembangan bisnis & cenderung membatasi (khusus pada regulasi Tenaga Kerja, Investasi dan Perdagangan). b. Kualitas Institusi Rendah (korupsi tinggi, birokrasi tidak efisien, lemahnya koordinasi antar kebijakan). c. Dari segi Fiskal, rendahnya penerimaan perpajakkan. d. Dari segi Infrastruktur, ketersediaan infrastruktur belum memadai utamanya dalam hal konektifitas. e. Dari segi Sumber Daya Manusia, kendala mengikat bagi pertumbuhan ekonomi jangka menengah-panjang. 2. Penyiptaan Lapangan Kerja yang Berkualitas Tingkat pengangguran terbuka menurun, tetapi lapangan kerja berkualitas masih dibutuhkan bangsa Indonesia. 3. Penyederhanaan Perizinan Berusaha dalam UUCK: a. Mengubah konsepsi kegiatan usaha berbasis izin (license approach) menjadi penerapan standar dan berbasis resiko (Risk-Based Approach/RBA). b. Izin hanya untuk kegiatan usaha yang memiliki resiko tinggi terhadap kesehatan (health), keselamatan (safety), dan lingkungan (environtment), serta kegiatan pengelolaan SDA. c. Kegiatan usaha dengan resiko rendah hanya cukup mendaftarkan, sedangkan kegiatan usaha dengan resiko menengah menggunakan standar. d. Izin Lokasi tidak diperlukan dengan Penggunaan Peta Digital RDTR. e. Penerapan standar untuk Izin Lingkungan dan AMDAL hanya untuk kegiatan usaha yang resiko tinggi (penyederhanaan prosedur, pengurangan waktu penyelesaian). Kondisi saat ini: a. Pelaksanaan kegiatan usaha menggunakan pendekatan izin (license approach) yang semua kegiatan usaha harus memiliki izin. b. Belum ada standar yang ditetapkan Pemerintah untuk melakukan suatu usaha. c. Contoh perizinan sektor: - Migas = 373 izin - Pembangkit Tenaga Listrik (IPP) = 29 izin 4. Garis Besar Pengaturan PP No. 18 Tahun 2021 tentang HPL, HAT, SARUSUN dan Pendaftaran Tanah a. Penguatan Hak Pengelolaan (UUCK Pasal 136 – 142) : Melalui HPL, Pemerintah mengontrol & mengendalikan fungsi pemanfaatan tanah sehingga dapat lebih mengedepankan prinsip kepentingan umum, ekonomi, pembangunan dan sosial. b. HPL/HAT pada Ruang atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah (UUCK Pasal 146) : Pemerintah membuka peluang pemanfaatan hak ruang baik ke atas tanah maupun ke bawah tanah, baik keperluan pembangunan, perumahan hingga transportasi. c. Satuan Rumah Susun (UUCK Pasal 143 – 145) : Membuka peluang investasi dan mendorong bisnis properti dengan cara membuka kepemilikan Satuan Rumah Susun di atas HGB untuk Orang Asing, namun tetap mengedepankan asas hukum tanah nasional memalui pembatasan harga, luas bidang, jumlah bidang serta insentif dan disinsentif. d. Penggunaan Dokumen Elektronik (UUCK Pasal 147 dan Pasal 175 angka (3)) : Demi Kepastian Hukum penggunaan dan pemanfaatan teknologi, diaturlah tanda bukti hak termasuk Akta PPAT dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan tanah agar dapat berbentuk elektronik (termasuk keputusan yang dibuat oleh Pejabat Berwenang). 5. Penguatan Hak Pengelolaan a. Pemegang hak di atas HPL dijamin memperoleh perpanjangan dan/atau pembaharuan hak dari pemegang HPL yang dicantumkan dalam perjanjian pemanfaatan tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Sarusun WNA HGB di atas HPL (Pemberian, Perpanjangan Pembaharuan : 80 tahun). c. Sarusun WNA HGB di atas tanah negara (Perpanjangansekaligus: 50 tahun). 6. HPL (PP No.18/2021) : - Pasal 4 dan 5 dalam Undang-Undang ini memuat asal tanah yang dapat dijadikan sebagai HPL dan subjek HPL-nya. Dijelaskan bahwa HPL dapat bersumber dari Tanah Ulayat dan Tanah Negara. Subjeknya dapat berupa instansi Pemerintah Pusat; Pemda; Badan bank tanah; BUMN/BUMD; BHMN/BHMD; atauBadan hukum yang ditunjuk oleh PemerintahPusat sedangkan untuk HPL di atas Tanah Ulayat ditetapkan kepada MHA yang sudah diakui. - Pasal 7-8 dijelaskan kewenangan dan pemanfaatan oleh pemegang HPL diantaranya : a. Untuk menyusun rencana peruntukan, penggunaan dan pemanfaatan sesuai tata ruang berupa rencana induk; b. Menggunakan dan memanfaatkan sebagian/seluruh dari HPL sendiri/dengan pihak lain (bisa diberi HGU,HGB,dll); c. Menentukan tarif dan uang wajib tahunan. - Pasal 10 dijelaskan terjadinya HPL ditetapkan dengan keputusan menteri dan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan dan terjadi terhitung pada waktu didaftarkan. Kemudian diberikan juga sertipikat kepemilikan HPL-nya. - Pasal 12-13 dijelaskan karakteristik HPL diantaranya tidak dapat diagunkan, dialihkan, hanya dapat dilepaskan apabila diberikan HM serta dilepaskan untuk kepentingan umum dan ketentuan lain; serta pelepasannya oleh pejabat yang berwenang dengan melapor ke menteri. - Pasal 14-15 dijelaskan bahwa hapusnya HPL disebabkan karena dibatalkan oleh menteri, dilepaskan secara sukarela, untuk kepentingan umum, diberikan hak mlik, ditetapkan sebagai tanah terlantar dan atau musnah dan hapus karena diberikan hak milik. 7. HGU (PP No.18/2021) : HGU dapat berasal dari tanah hak pengelolaan juga yang pada UUPA hanya berasal dari tanah negara saja. Lalu dalam pemberian lamanya Hak ada perubahan yang dalam UUPA disebut bahwa semula diberi waktu 25 lalu dengan permohonan pemegang hak dapat diberikan 35 lalu bisa diperpanjang 25, sedangkan yang sesuai dengan PP 18 2021 ini adalah diberikan awal dengan masa 35 lalu diperpanjang 25, lalu diperbarui dengan jangka 35 tahun. Selanjutnya tentang hapusnya dan beralihnya sudah sesuai dengan UUPA