Anda di halaman 1dari 4

HUKUM AGRARIA

( Oleh Bp. Dr. Rofiq Laksamana, S.H., M.Sc.Eng. )

Prodi : D-IV Pertanahan


Kelas : DEF

I. Pertemuan I ~ Pembahasan RPS (Rancangan Pembelajaran Semester)


II. Pertemuan II ~ Sejarah Hukum Agraria
1. Susunan kehidupan rakyat Indonesia (perekonomian yang bercorak agraris), maka
bumi, air dan ruang angkasa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai
fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil, makmur dan
sejahtera.
2. Hukum Agraria yang masih berlaku saat ini tersusun atas tujuan dan sendi-sendi
bekas pemerintah kolonial, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat
Indonesia.
3. Bagi penduduk asli Indonesia, Hukum Agraria pemerintah kolonial tersebut
tidaklah menjamin kepastian hukum.
Dari 3 point di atas, rakyat Indonesia berpendapat:
1. Perlu adanya suatu Hukum Agraria Nasional, yang berdasarkan atas hukum adat
tentang tanah, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Hukum Agraria Nasional harus memberi kemungkinan akan tercapainya fungsi
“bumi, air, dan ruang angkasa”.
3. Hukum Agraria Nasional harus mewujudkan penjelmaan Pancasila
4. Mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin
penggunaannya.
5. Perlu diletakkan sendi-sendi dan disusun ketentuan-ketentuan pokok baru dalam
bentuk UU sebagai dasar penyusunan Hukum Agraria Nasional.
III. Pertemuan III ~ Pengertian Agraria dan Tanah
1. Agraria: Meliputi Bumi, Air, Ruang Angkasa dan segala kekayaan yang
terkandung di dalamnya, sedangkan Tanah: Permukaan Bumi.
2. Kedudukan Agraria :
a. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” –
Pasal 33 Aat (3) UUD Negara RI Tahun 1945.
b. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
c. Peraturan Pelaksanaan UUPA.
d. Tap MPR No. IX Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan
SDA.
e. Professor Budi Harsono: “Pengelolaan SDA bukan bagian dari UPA.”
IV. Pertemuan IV ~ Pengaturan Hak Atas Tanah yang Baru
1. Latar Belakang UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Simplifikasi/Harmonisasi Regulasi dan Perizinan).
a. Regulasi tidak mendukung penciptaan dan pengembangan bisnis & cenderung
membatasi (khusus pada regulasi Tenaga Kerja, Investasi dan Perdagangan).
b. Kualitas Institusi Rendah (korupsi tinggi, birokrasi tidak efisien, lemahnya
koordinasi antar kebijakan).
c. Dari segi Fiskal, rendahnya penerimaan perpajakkan.
d. Dari segi Infrastruktur, ketersediaan infrastruktur belum memadai utamanya
dalam hal konektifitas.
e. Dari segi Sumber Daya Manusia, kendala mengikat bagi pertumbuhan
ekonomi jangka menengah-panjang.
2. Penyiptaan Lapangan Kerja yang Berkualitas
Tingkat pengangguran terbuka menurun, tetapi lapangan kerja berkualitas masih
dibutuhkan bangsa Indonesia.
3. Penyederhanaan Perizinan Berusaha dalam UUCK:
a. Mengubah konsepsi kegiatan usaha berbasis izin (license approach) menjadi
penerapan standar dan berbasis resiko (Risk-Based Approach/RBA).
b. Izin hanya untuk kegiatan usaha yang memiliki resiko tinggi terhadap
kesehatan (health), keselamatan (safety), dan lingkungan (environtment), serta
kegiatan pengelolaan SDA.
c. Kegiatan usaha dengan resiko rendah hanya cukup mendaftarkan, sedangkan
kegiatan usaha dengan resiko menengah menggunakan standar.
d. Izin Lokasi tidak diperlukan dengan Penggunaan Peta Digital RDTR.
e. Penerapan standar untuk Izin Lingkungan dan AMDAL hanya untuk kegiatan
usaha yang resiko tinggi (penyederhanaan prosedur, pengurangan waktu
penyelesaian).
Kondisi saat ini:
a. Pelaksanaan kegiatan usaha menggunakan pendekatan izin (license
approach) yang semua kegiatan usaha harus memiliki izin.
b. Belum ada standar yang ditetapkan Pemerintah untuk melakukan suatu
usaha.
c. Contoh perizinan sektor:
- Migas = 373 izin
- Pembangkit Tenaga Listrik (IPP) = 29 izin
4. Garis Besar Pengaturan PP No. 18 Tahun 2021 tentang HPL, HAT, SARUSUN
dan Pendaftaran Tanah
a. Penguatan Hak Pengelolaan (UUCK Pasal 136 – 142) : Melalui HPL,
Pemerintah mengontrol & mengendalikan fungsi pemanfaatan tanah sehingga
dapat lebih mengedepankan prinsip kepentingan umum, ekonomi,
pembangunan dan sosial.
b. HPL/HAT pada Ruang atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah (UUCK Pasal
146) : Pemerintah membuka peluang pemanfaatan hak ruang baik ke atas tanah
maupun ke bawah tanah, baik keperluan pembangunan, perumahan hingga
transportasi.
c. Satuan Rumah Susun (UUCK Pasal 143 – 145) : Membuka peluang investasi
dan mendorong bisnis properti dengan cara membuka kepemilikan Satuan
Rumah Susun di atas HGB untuk Orang Asing, namun tetap mengedepankan
asas hukum tanah nasional memalui pembatasan harga, luas bidang, jumlah
bidang serta insentif dan disinsentif.
d. Penggunaan Dokumen Elektronik (UUCK Pasal 147 dan Pasal 175 angka
(3)) : Demi Kepastian Hukum penggunaan dan pemanfaatan teknologi,
diaturlah tanda bukti hak termasuk Akta PPAT dan dokumen lainnya yang
berkaitan dengan tanah agar dapat berbentuk elektronik (termasuk keputusan
yang dibuat oleh Pejabat Berwenang).
5. Penguatan Hak Pengelolaan
a. Pemegang hak di atas HPL dijamin memperoleh perpanjangan dan/atau
pembaharuan hak dari pemegang HPL yang dicantumkan dalam perjanjian
pemanfaatan tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Sarusun WNA HGB di atas HPL (Pemberian, Perpanjangan Pembaharuan : 80
tahun).
c. Sarusun WNA HGB di atas tanah negara (Perpanjangansekaligus: 50 tahun).
6. HPL (PP No.18/2021) :
- Pasal 4 dan 5 dalam Undang-Undang ini memuat asal tanah yang dapat
dijadikan sebagai HPL dan subjek HPL-nya. Dijelaskan bahwa HPL dapat
bersumber dari Tanah Ulayat dan Tanah Negara. Subjeknya dapat berupa
instansi Pemerintah Pusat; Pemda; Badan bank tanah; BUMN/BUMD;
BHMN/BHMD; atauBadan hukum yang ditunjuk oleh PemerintahPusat
sedangkan untuk HPL di atas Tanah Ulayat ditetapkan kepada MHA yang
sudah diakui.
- Pasal 7-8 dijelaskan kewenangan dan pemanfaatan oleh pemegang HPL
diantaranya : a. Untuk menyusun rencana peruntukan, penggunaan dan
pemanfaatan sesuai tata ruang berupa rencana induk; b. Menggunakan dan
memanfaatkan sebagian/seluruh dari HPL sendiri/dengan pihak lain (bisa
diberi HGU,HGB,dll); c. Menentukan tarif dan uang wajib tahunan.
- Pasal 10 dijelaskan terjadinya HPL ditetapkan dengan keputusan menteri dan
wajib didaftarkan pada kantor pertanahan dan terjadi terhitung pada waktu
didaftarkan. Kemudian diberikan juga sertipikat kepemilikan HPL-nya. -
Pasal 12-13 dijelaskan karakteristik HPL diantaranya tidak dapat diagunkan,
dialihkan, hanya dapat dilepaskan apabila diberikan HM serta dilepaskan
untuk kepentingan umum dan ketentuan lain; serta pelepasannya oleh pejabat
yang berwenang dengan melapor ke menteri.
- Pasal 14-15 dijelaskan bahwa hapusnya HPL disebabkan karena dibatalkan
oleh menteri, dilepaskan secara sukarela, untuk kepentingan umum, diberikan
hak mlik, ditetapkan sebagai tanah terlantar dan atau musnah dan hapus
karena diberikan hak milik.
7. HGU (PP No.18/2021) :
HGU dapat berasal dari tanah hak pengelolaan juga yang pada UUPA hanya
berasal dari tanah negara saja. Lalu dalam pemberian lamanya Hak ada perubahan
yang dalam UUPA disebut bahwa semula diberi waktu 25 lalu dengan
permohonan pemegang hak dapat diberikan 35 lalu bisa diperpanjang 25,
sedangkan yang sesuai dengan PP 18 2021 ini adalah diberikan awal dengan masa
35 lalu diperpanjang 25, lalu diperbarui dengan jangka 35 tahun. Selanjutnya
tentang hapusnya dan beralihnya sudah sesuai dengan UUPA

Anda mungkin juga menyukai