Anda di halaman 1dari 2

BAB VI

MENGGAGAS POLITIK HUKUM HAK PENGELOLAAN DI MASA DEPAN


Ide Penulisi Sub Bab A
- Dilihat dari pengertian, kewenangan, dan syarat ‘mempunyai tugas utama menyediakan
tanah atau kawasan bagi pihak lain’ mempertegas bahwa HPL merupakan gempilan atau
bagian dari Hak Milik Negara.
- Subjek HPL untuk menyediakan tanah bagi pihak lain tidak boleh terjebak melakukan
tindakan hukum semacam “jual-beli” atau “sewa-menyewa” tanah seperti yang dilakukan
oleh pemerintahan Hindia Belanda, pada tahun 1921 Pemerintah Gemeente Soerabaja
mendirikan Perusahaan Tanah dan Bangunan (Grond en Woningbedrijf). Selain membeli,
perusahaan ini juga bertugas menjual kembali tanah-tanah yang telah dibeli kepada pihak
ketiga yang membutuhkan tanah.
Mengapa Penulis Berpendirian Seperti itu
- Penulis berpendirian seperti tersebut di atas karena HPL sesungguhnya bukanlah salah satu
differensiasi dari dari Hak Atas Tanah. Substansi kewenangan HPL tidak bersifat
keperdataan, seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan
(HGB), dan Hak Pakai (HP) sebagaimana diatur UUPA.
- Hal tersebut karena HPL bukan hak atas tanah yang subjeknya dapat memindahkan bagian
dari tanah/bentang lahannya kepada pihak lain. HPL adalah ‘gempilan’ dari HMN yang
bersifat publik, sehingga HPL itu sendiri otomatis lebih pekat bersifat publik pula.
Saran dan masukan
Kami setuju atas pendapat penulis tentang HPL merupakan gempilan atau bagian dari Hak
Milik Negara karena dapat dilihat cerminan dari kebijakan pemerintahan Hindia-Belanda
pada tahun 1921.
Ide Penulisi Sub Bab B
- Memastikan tujuan HPL yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
- Penulis berpandangan bahwa tanah negara bekas tanah hak menjadi wilayah kewenangan
dari BPN RI yang selaras dengan PP No. 8 Tahun 1953.
Mengapa Penulis Berpendirian Seperti itu
- Karena HPL merupakan gempilan dari HMN yang tujuan atas keduanya pun harus selaras
dan konsisten dengan amanat-dasar konstitusi itu, yakni untuk memungkinkan subjek HPL
menunjang tujuan kehidupan bernegara yakni menciptakan ’sebesar-besar kemakmuran
rakyat’ dalam wujud terciptanya keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.
- Pasal 2 dan 3 PP No. 8 Tahun 1953 menyatakan bahwa penguasaan tanah negara berada
pada Menteri Dalam Negeri, kecuali bila tanah negara itu telah diserahkan kepada
Kementerian/Jawatan atau Daerah Swatantra.
Saran dan masukan
- Kami setuju atas pendapat penulis bahwa tujuan HPL yang sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat karena HPL merupakan bagian dari HMN yang keduanya harus
memiliki tujuan yang sama, yaitu menciptakan ’sebesar-besar kemakmuran rakyat’ dalam
wujud terciptanya keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat. Selain itu, juga terdapat di dalam
tujuan bangsa Indonesia yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 Alenia Keempat,
yakni untuk memajukan kesejahteraan umum.
Ide Penulisi Sub Bab C
- Meninjau kembali serta merevisi PP No. 8 Tahun 1953 atas hubungan negara dan tanah
yang masih mewarisi konsep Pemerintah Hindia Belanda, yakni hubungan domein.
Mengapa Penulis Berpendirian Seperti itu
- Dikarenakan sudah dijelaskan secara tegas dalam pasal 33 UUD 1945 yang telah mengubah
hubungan negara dengan tanah menjadi hubungan yang bersifat publik, yang dikenal dengan
konsep Hak Menguasai Negara (HMN).
Saran dan masukan
Saran dari kami, sebaiknya PP Revisi PP No. 8 Tahun 1953 itu haruslah secara lengkap
mengatur kemungkinan pemberian bagian dari HPL kepada Pihak Ketiga dan dilaksanakan
secara rutin serta sesuai dengan perkembangan keadaan dan kondisi yang ada di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai