Anda di halaman 1dari 23

Pembangunan kawasan industri Pulau Rempang, Kota Batam

menimbulkan konflik sengketa tanah antara masyarakat,


pemerintah, dan PT. Makmur Elok Graha. Program pembangunan
yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia
terhadap Singapura tersebut justru berujung bentrok akibat
ketidakpastian hukum atas tanah. Masyarakat menganggap,
tanah tersebut merupakan warisan leluhur yang telah ada
sebelum kemerdekaan. Sedangkan di sisi lain, adanya Hak Guna
Usaha (HGU) yang diberikan pada sebuah perusahaan, membuat
tanah tersebut dianggap tidak lagi milik masyarakat.

Pusat Kajian Hukum Adat Djojodigoeno, Fakultas Hukum UGM


mengupas tuntas konflik sengketa Pulau Rempang dalam diskusi
bertajuk “Konflik Rempang: Memahami dari Berbagai Sudut
Pandang” pada Sabtu (23/9). Menurut Praktisi Hukum Spesialis
Bidang Properti dan Sumber Daya Manusia, Evander Nathanael
Ginting, konflik Rempang memunculkan isu hak tanah, hak asasi
manusia, serta kepentingan investasi pemerintah. “Jadi, di sini
tanah adat mereka mau dibikin semacam Rempang Eco City. Dan
di situ akan ada berbagai bentuk usaha, seperti pabrik, properti,
akan dibangun di sana. Tapi dengan catatan, masyarakat adat
diminta untuk keluar dari daerah itu. Nah, tentunya masyarakat
adat di Rempang jelas tidak terima karena merasa tidak adil, hak
asasi mereka diganggu gugat di sana,” ucapnya.

Setidaknya terdapat dua masalah utama dalam konflik ini.


Pertama, masyarakat adat yang terdiri dari Suku Melayu, Suku
Laut, dan beberapa suku lainnya, telah menempati Pulau
Rempang selama lebih dari 200 tahun. Selama masa tersebut,
tanah di Pulau Rempang telah dianggap milik masyarakat adat
secara utuh. Kemudian pada tahun 2001-2002, pemerintah
memberikan kewenangan berupa Hak Guna Usaha (HGU) pada
sebuah perusahaan atas tanah Batam. Namun, hingga sebelum
konflik terjadi, tanah tersebut tidak pernah dikunjungi atau
dikelola oleh investor. Kedua, kewenangan atas pengelolaan
lahan di Batam diatur oleh Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam).
Sayangnya, batas-batas pengelolaan tanah oleh BP Batam dan
tanah adat milik masyarakat tidak diuraikan secara jelas, hingga
menimbulkan tumpang tindih penguasaan tanah.

“Batam ini bertetangga dengan negara-negara seperti Singapura


dan Malaysia. Dan juga memiliki Kawasan Ekonomi Khusus (ZEK)
yang memberikan insentif fiskal dan fasilitas bagi investor. Jadi,
di sini ada semacam keuntungan kalau kita berdagang di Batam.
Tidak pernah ada kejadian gempa juga di Batam, jadi orang mau
berinvestasi di Batam itu merasa aman,” tambah Evan. Pulau
Batam menawarkan peluang investasi yang besar, bahkan
dijanjikan juga masyarakat akan diberdayakan sebagai tenaga
kerja jika proyek Rempang Eco City ini dapat terwujud. Alhasil,
masyarakat pun terbagi menjadi dua kubu, yaitu masyarakat

Sekilas rempang

adat yang benar-benar menentang pembangunan, dan


masyarakat mayoritas pendatang yang justru setuju dengan
proyek tersebut.

Jika menilik dari segi legalitas hukum akan pengelolaan lahan


Batam dan Pulau Rempang, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor
41 Tahun 1973 telah menjelaskan otorisasi tersebut. Dijelaskan
bahwa hak pengelolaan atas lahan Batam diberikan pada otoritas
Batam (BP Batam) sepenuhnya untuk dibagikan pada pihak
ketiga yang berperan mengelola tanah tersebut secara lebih
lanjut. Pihak tersebut nantinya diwajibkan membayar hak guna
lahan tersebut kepada pemerintah. Lalu, pada tahun 1992,
pemerintah memberikan wilayah Rempang dan Galang pada
otoritas Batam untuk dikelola dan memajukan industri Batam.

“Setelah itu, mulai masuklah PT. Makmur Elok Graha pada tahun
2004, di mana DPRD Batam itu memberikan rekomendasi, bahwa
PT ini dapat melakukan tindakan pengembangan di wilayah
Batam. Dari rekomendasi ini, ada nota kesepakatan bahwa
Pemerintah Batam setuju kalau PT. Makmur Elok Graha akan
mengelola wilayah-wilayah di Batam, termasuk Rempang. Tapi
perlu digarisbawahi, kesepakatan ini dinyatakan bahwa PT. MEG
akan membangun pusat-pusat hiburan, perkantoran, permainan,
yang berbeda dengan wacana sekarang,” ucap Reggy Dio Geo
Fanny, selaku Penasehat Hukum yang turut mengulik Konflik
Rempang ini.

Ia menambahkan, sempat ada usaha pemisahan otoritas Kota


Batam dengan pulau tua, seperti Rempang dari otoritas BP
Batam oleh Walikota Batam. Tapi upaya tersebut tidak ada
tindak lanjut, hingga pada tahun 2023 dalam Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan adanya proyek
pembangunan Eco City di Kepulauan Riau. Adanya legalitas
tersebut mengisyaratkan bahwa Pemerintah Indonesia
mendukung sepenuhnya pembangunan proyek industri di Pulau
Batam oleh PT. Makmur Elok Graha. “Tentu perlu diperhatikan
pada ayat dua, dituliskan bahwa hak pengelolaan yang berasal
dari tanah ulayat, ditetapkan pada masyarakat hukum adat.
Pertanyaannya, apakah masyarakat Batam tersebut merupakan
masyarakat hukum adat yang diakui oleh negara. Dan apakah
tanah tersebut juga diakui negara sebagai tanah ulayat,” tutur
Reggy.

Pemerintah memiliki peran penting dalam menentukan


kewenangan seperti apa yang dapat menjadi jalan tengah antara
berbagai pihak terlibat. Karena di samping hukum konstitusional,
Indonesia sebagai negara multikultural memiliki hukum adat dan
hukum agama sebagai bagian dari masyarakat. Pengakuan akan
adanya hukum adat, masyarakat adat, dan tanah adat menjadi
krusial untuk menemui titik terang dari konflik Rempang.

Foto: Batam.tribunnews.com 25 sept 23

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ADAT SETELAH ADANYA


UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960
TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA
Oleh: Ridho Afrianedy
Latar Belakang
Tanah bagi mayoritas masyarakat Indonesia merupakan hal yang sangat
penting dalam kehidupan mereka. Perjalanan kehidupan masyarakat Indonesia
tergantung dari keberadaan tanah yang mereka olah baik dalam bentuk
pertanian, perkebunan dan perternakan serta mendirikan tempat tinggal untuk
diri mereka sendiri serta anak keturunan.
Dari hasil olah tanah tersebut masyarakat Indonesia bisa hidup dan
secara tidak langsung menganggap tanah merupakan suatu kebutuhan primer.
Hal ini telah dirasakan dan terjadi dalam realita kehidupan masyarakat Indonesia
sebelum kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan.
Dalam mengatur kedudukan tanah ini sebelum kemerdekaan, oleh
masyarakat Indonesia diberlakukan hukum adat masing-masing daerah yang
ada, selain itu juga ada hukum perdata dari Belanda yang menjadi pegangan
oleh pemerintah Belanda yang ketika itu menduduki wilayah-wilayah Indonesia.
Setelah masa kemerdekaan, pada tanggal 24 September 1960 disahkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria oleh Presiden Sukarno, sehingga dengan lahirnya Undang-Undang ini
tidak ada lagi perbedaan antara hukum adat dengan hukum perdata Belanda
yang berkaitan dengan masalah pertanahan.

Kaitan Pendaftaran Tanah dan Ketentuan Konversi Pada UUPA.


Ketentuan sebagai negara hukum (rechstaat) mempunyai alasan yang
kuat dan jelas untuk kepentingan warga negara itu sendiri. Menurut Gustav
Radbruch[1], seorang filsuf hukum Jerman mengajarkan konsep tiga ide unsur
dasar hukum yang oleh sebagian pakar diidentikkan sebagai tiga tujuan hukum
yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Sebagai negara hukum, pengakuan hak atas kepemilikan telah diatur
dalam berbagai peraturan perundangan-undangan, aturan tersebut mengikat
setiap warga negara bahkan pemerintah sendiri agar tercipta jaminan kepastian
hukum mengenai hak seseorang, hal ini sejalan dengan teori hukum yang
dikembangkan oleh Roscou Pound yaitu hukum adalah alat rekayasa sosial
(Law as a tool of social engineering).
Kewajiban negara dalam mengatur lintas hubungan hukum antara individu
dengan individu lainnya atau dengan badan hukum dengan badan hukum
lainnya sehingga adanya kepastian hukum bagi masing-masing pihak dengan
tidak ada yang merugikan pihak lain karena ada aturan hukum didepan mereka.
Pengaturan hak atas tanah merupakan salah satu kewajiban negara untuk
mengaturnya demi terwujudnya kepastian hukum serta terjaganya hak-hak
masing-masing pihak. Selain kepastian hukum, aturan hukum yang ada dalam
negara ini juga memberikan perlindungan hukum bagi pengakuan hak-hak warga
negaranya.
Pendaftaran tanah merupakan amanat dari Pasal 19 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, secara jelas
disebutkan dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA bahwa untuk menjamin kepastian
hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Selanjutnya, dengan adanya amanat undang-undang ini maka pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1960 tentang
Pendaftaran Tanah yang mana kemudian direvisi dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997.
Pengertian Pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara
terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah
susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Secara jelas dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah ini
menyebutkan yaitu ayat (1) bahwa obyek pendaftaran tanah meliputi: a. Bidang-
bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan dan hak pakai, b. Tanah hak pengelolaan, c. Tanah wakaf, d. Hak
milik atas satuan rumah susun, e. Hak tanggungan, f. Tanah negara. Ayat (2)
bahwa dalam tanah negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara
membukukan bidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar tanah.
Tujuan utama dari pendaftaran tanah adalah adanya jaminan kepastian
hukum bagi hak atas tanah tersebut. Dan ayat ini ditujukan kepada pemerintah
selaku penanggungjawab dalam hal pengaturan pendaftaran tanah. Sedangkan
Pasal 23, Pasal 32 dan Pasal 38 UUPA ditujukan kepada pemegang hak,
sehingga ada hak dan kewajiban antara pemerintah dengan pemegang hak atas
tanah.
Pasal 23 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa hak milik, demikian pula
setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus
didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Sedangkan ayat (2) menyatakan bahwa pendaftaran termasuk dalam ayat 2
merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta
sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut. Pasal 32 ayat (1) UUPA
menyatakan bahwa hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya,
demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan
menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19. Ayat (2)
menyatakan bahwa pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha,
kecuali dalam hak-hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir. Pasal 38 ayat
(1) UUPA menyatakan bahwa hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat
pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut,
harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat (2) menyatakan bahwa pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha,
kecuali dalam hak-hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Sedangkan konversi adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada
sebelum berlakunya UUPA untuk masuk sistem dalam dari UUPA (A.P.
Parlindungan, 1990:1).
Ketentuan konversi mengenai hak-hak tanah telah diatur dalam pada
Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA Pasal II ayat 1 yaitu: hak-hak atas tanah
yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud
dalam Pasal 20 ayat 1, seperti yang disebut dengan nama sebagai dibawah,
yang ada pada mulai berlakunya undang-undang ini, yaitu hak agrarisch
eigendom, milik, yayasan, andarbeni hak atas druwe, hak atas druwe desa,
pesini, grant sultan, landirijenbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak usaha atas
bekas tanah partikilir dan hak-hak lain dengan nama apapun, juga yang akan
ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya undang-
undang ini menjadi hak milik tersebut dalam pasal 20 ayat (1), kecuali jika yang
mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam Pasal 21.
Kemudian dilanjutkan pada ayat 2 yang berbunyi yaitu hak-hak tersebut dalam
ayat 1 kepunyaan orang asing warga negara yang disamping kewarganegaraan
Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing dan badan hukum yang tidak
ditunjuk oleh pemerintah sebagai yang dalam Pasal 21 ayat (2) menjadi hak
guna usaha atau hak guna bangunan sesuai dengan peruntukan tanahnya,
sebagai yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria.
Kemudian dalam Pasal VI mengenai Ketentuan Konversi di UUPA
menyatakan bahwa Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana
atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) seperti yang
disebut dengan nama sebagai di bawah, yang ada pada mulai berlakunya
Undang-undang ini, yaitu : hak vruchtgebruik, gebruik, grant controleur,
bruikleen, ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas, dan hak-
hak lain dengan nama apapun juga, yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh
Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak pakai
tersebut dalam pasal 41 ayat (1) yang memberi wewenang dan kewajiban
sebagaimana yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlakunya
Undang-undang ini, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-
ketentuan Undang-undang ini.
Pada Pasal VII ayat (1) menerangkan secara rinci bahwa hak gogolan,
pukulen, atau sanggan yang bersifat tetap yang ada pada mulai berlakunya
Undang-Undang ini menjadi hak milik tersebut pada Pasal 20 ayat (1). Ayat (2)
menyatakan hak gogolan, pekulen atau sanggan yang tidak bersifat tetap
menjadi hak pakai tersebut pada Pasal 41 ayat (1), yang memberi wewenang
dan kewajiban sebagai yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai
berlakunya udang-undang ini. Ayat (3) menyatakan bahwa jika ada keragu-
raguan apakah sesuatu hak gogolan, pekulen atau sanggan bersifat tetap atau
tidak tetap, maka menteri agrarialah yang memutuskan.
Mengenai hak gogolan, pekulen atau sanggan diatur dalam Pasal 20
Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 yang berbunyi: 1. Konversi hak-
hak gogolan, pekulen atau sanggan yang bersifat tetap menjadi hak milik
sebagai yang dimaksud dalam Pasal VII ayat (1) Ketentuan-ketentuan Konversi
Undang-Undang Pokok Agraria dilaksanakan dengan surat keputusan
penegasan Kepala Inspeksi Agraria yang bersangkutan. 2. Hak gogolan,
sanggan atau pekulen bersifat tetap kalau para gogol terus menerus mempunyai
tanah gogolan yang sama dan jika meninggal dunia gogolnya itu jatuh pada
warisnya tertentu. 3. Kepala Infeksi Agraria menetapkan surat keputusan
tersebut pada ayat (1) pasal ini dengan memperhatikan pertimbangan sifat tetap
atau tidak tetap dari hak gogolan itu menurut kenyataannya. 4. Jika ada
perbedaan pendapat antara Kepala Inspeksi Agraria dan Bupati/Kepala Daerah
tentang soal apakah sesuatu hak gogolan bersifat tetap atau tidak tetap,
demikian juga jika desa yang bersangkutan berlainan pendapat dengan kedua
pejabat tersebut, maka soalnya dikemukakan lebih dahulu kepada Menteri
Agraria untuk mendapat keputusan.
Pasal 3 Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962
tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia Atas
Tanah menyatakan bahwa pasal ini mengatur tentang hak-hak yang tidak
diuraikan dalam sesuatu surat hak tanah, maka oleh yang bersangkutan
diajukan:

1. Tanda bukti haknya, yaitu bukti surat pajak hasil bumi/verponding Indonesia atau
bukti surat pemberian hak oleh instansi yang berwenang (kalau ada disertakan
pula surat ukurnya).
2. Surat keterangan Kepala Desa yang dikuatkan oleh asisten Wedana (camat)
yang:

1. Membenarkan surat atau surat bukti hak itu.


2. Menerangkan apakah tanahnya tanah perumahan atau tanah pertanian.
3. Menerangkan siapa yang mempunyai hak itu, kalau ada disertai turunan surat-
surat jual beli tanahnya.

3. Tanda bukti kewarganegaraan yang sah dari yang mempunyai hak.

Dari ketentuan Pasal 3 ini, maka khusus untuk tanah-tanah yang tunduk
kepada Hukum Adat tetapi tidak terdaftar dalam ketentuan konversi sebagai
tanah yang dapat dikonversikan kepada sesuatu hak atas tanah menurut
ketentuan UUPA, tetapi diakui tanah tersebut sebagai hak adat, maka
ditempuhlah dengan upaya “Penegasan Hak” yang diajukan kepada Kepala
Kantor Pendaftaran Tanah setempat diikuti dengan bukti pendahuluan seperti
bukti pajak, surat jual-beli yang dilakukan sebelum berlakunya UUPA dan surat
membenarkan tentang hak seseorang dan menerangkan juga tanah itu untuk
perumahan atau untuk pertanian dan keterangan kewarganegaraan orang yang
bersangkutan.
Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri ini menjelaskan bahwa Mengenai hak-
hak yang tidak ada atau tidak ada lagi tanda buktinya, sebagai yang
dimaksudkan dalam Pasal 2 dan 3, maka atas permohonan yang berkepentingan
diberikan pengakuan hak, atas dasar hasil pemeriksanaan Panitia Pemeriksaan
Tanah A tersebut dalam Keputusan Menteri Negara Agraria No. Sk.113/Ka/1961
(TLN Nomor 2334). Pengakuan hak tersebut diberikan sesudah hasil
pemeriksaan Panitia itu diumumkan selama 2 bulan berturut-turut di Kantor
Kepala Desa, Asisten Wedana dan Kepala Agraria daerah yang bersangkutan
dan tidak ada yang menyatakan keberatan, baik mengenai haknya, siapa yang
empunya maupun letak, luas dan batas-batas tanahnya. Ayat (2) menyatakan
bahwa Pengakuan hak yang dimaksudkan di dalam ayat (1) Pasal ini diberikan
oleh Kepala Inspeksi Agraria yang bersangkutan. Jika menurut Keputusan
Menteri Negara Agraria No. Sk.112/Ka/1961 jo SK 4/Ka/62 (TLN Nomor 2333
dan 2433) yang berwenang memberikan hak yang diakui itu instansi yang lebih
rendah, maka instansi itulah memberikan pengakuan tersebut. Ayat (3) berbunyi
bahwa Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 6, maka di dalam
surat keputusan pengakuan hak tersebut ditegaskan konversi haknya menjadi
hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai, yang atas
permohonan yang berkepentingan, akan didaftar oleh Kepala Kantor
Pendaftaran Tanah yang bersangkutan. Di daerah mana Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 sudah mulai diselenggarakan, maka pengakuan hak itu
baru mulai berlaku, jika haknya telah didaftarkan pada Kantor Pendaftaran
Tanah. Atas permintaan yang berhak diberikan kepadanya sertifikat atau
sertifikat sementara, dengan dipungut biaya menurut ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.
Selanjutnya secara jelas dalam Pasal 24 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun
1997 berbunyi Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal
dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya
hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan
yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak,
pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. Ayat (2) Dalam hal
tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan
kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua
puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan
pendahulu pendahulunya, dengan syarat : a. penguasaan tersebut dilakukan
dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang
berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat
hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Sehingga ketentuan ini telah sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 Undang-
Undang Dasar 1945 menerangkan bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum. Konsekuensi sebagai negara hukum adalah setiap warga negara terikat
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kesimpulan
Dari pembahasan ini, penulis dapat simpulkan sebagai berikut:

1. Kepastian hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur


tentang tanah adat sebelum berlaku UUPA telah diatur juga dalam UUPA
mengenai ketentuan konversi serta dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
2. Kepastian hukum itu berupa tanah adat yang belum didaftarkan maka harus
dikonversi dulu sesuai dengan amanat PP Nomor 24 Tahun 1997.
3. Terhadap hak atas tanah adat yang memiliki bukti-bukti tertulis atau tidak tertulis
dimana pelaksanaan konversi dilakukan oleh Panitia Pendaftaran Ajudikasi yang
bertindak atas nama Kepala Kantor Pertanahan Nasional, prosesnya dilakukan
dengan penegasan hak sedangkan terhadap hak atas tanah adat yang tidak
mempunyai bukti dilakukan dengan proses pengakuan hak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku:
Ali, Achmad, 2008, Menguak Tabir Hukum, Cetakan ke-2, Ghalia Indonesia,
Bogor.

2. Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 tentang
Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia Atas Tanah.

Pemerintah Akan Tetap Pindahkan


Warga Rempang
Untuk pengembangan kawasan Rempang Eco City, pemerintah tetap akan
merelokasi warga Pulau Rempang dari tempat tinggal asalnya, tetapi tak lebih
dari 3 kilometer. Di kawasan itu akan dibangun pabrik kaca dan solar panel.
Audio Berita
7 menit
Oleh
NINA SUSILO
25 September 2023 18:18 WIB·4 menit baca
TEKS
NINA SUSILO

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan keterangan


seusai mengikuti rapat tertutup terkait penataan kawasan Rempang Eco City di
Istana Merdeka, Jakarta, Senin (25/9/2023).

JAKARTA, KOMPAS — Kendati masih banyak warga Pulau Rempang, Kepulauan


Riau, menolak direlokasi, pemerintah tetap akan memindahkan mereka karena tempat
tinggal mereka akan dijadikan kawasan Rempang Eco City. Meski demikian, pemerintah
memastikan bahwa warga hanya akan direlokasi ke kampung lain yang masih berada di
Pulau Rempang.

Untuk rencana tersebut, alih-alih menggunakan istilah relokasi, pemerintah menggunakan


kata ”pergeseran”.

Presiden Joko Widodo mengumpulkan para menteri untuk membahas


penataan Rempang Eco City di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (25/9/2023). Hadir dalam
rapat tertutup yang dimulai pukul 10.00 sampai menjelang pukul 11.30 tersebut antara
lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri
Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Siti Nurbaya Bakar, Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad, serta Wali
Kota Batam/Kepala BP Batam Muhammad Rudi.

Baca juga: Menggugat Dalih Pembangunan Rempang

Seusai rapat, Bahlil mengatakan bahwa dari 17.000-an hektar areal di Pulau Rempang,
7.000-8.000 hektar bisa dikelola, sedangkan selebihnya diperuntukkan untuk hutan
lindung. ”Kami fokus pada 2.300 hektar tahap awal untuk pembangunan industri yang
sudah kami canangkan untuk membangun ekosistem pabrik kaca dan solar panel (panel
surya),” tuturnya.

Untuk pembangunan tersebut, menurut Bahlil, solusinya bukan penggusuran maupun


relokasi, melainkan pergeseran. ”Kalau relokasi dari Pulau Rempang ke Pulau Galang,
sekarang hanya dari Pulau Rempang ke kampung yang masih ada di Rempang,” tuturnya

NINA SUSILO
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar bersalaman
dengan Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad seusai mengikuti rapat terkait
penataan Rempang Eco City di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (25/9/2023).

Ganti hak atas tanah


Masyarakat juga diberikan penghargaan terhadap status lahan. Selama ini, masyarakat
yang sudah ada di Pulau Rempang tidak memiliki sertifikat. Namun, warga ini sudah ada
di kampung adat sejak 1843 saat bahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia belum
diproklamasikan.

Menurut Bahlil, dari pertemuan dengan warga Rempang selama dua hari beberapa waktu
lalu, warga akan mendapatkan ganti hak atas tanah seluas 500 meter persegi dengan
sertifikat hak milik dan rumah tipe 45. ”Apabila ada rumah (warga saat ini) yang tipenya
lebih dari 45, dengan harga Rp 120 juta, nanti dinilai oleh KJPP (Kantor Jasa Penilai
Publik) nilainya berapa, itu yang akan diberikan (sebagai ganti),” tuturnya.

Menurut Bahlil, dari pertemuan dengan warga Rempang selama dua hari beberapa waktu
lalu, warga akan mendapatkan ganti hak atas tanah seluas 500 meter persegi dengan
sertifikat hak milik dan rumah tipe 45.

Baca juga: Rempang, Proyek Strategis Nasional, dan Luka Sosial

Selain itu, di masa transisi sambil menunggu rumah selesai dibangun, diberikan uang
tunggu Rp 1,2 juta per orang dan uang kontrak rumah Rp 1,2 juta per keluarga. Dengan
demikian, untuk satu keluarga yang terdiri atas empat orang, uang tunggu yang diberikan
sebesar Rp 4,8 juta dan uang kontrak rumah Rp 1,2 juta.

Selain itu, tanaman, karamba, dan berbagai hal yang sudah ada di tempat tinggal warga
akan diperhitungkan dan diganti berdasarkan aturan yang berlaku oleh BP Batam.

KOMPAS/ZULKARNAINI

Aksi membela warga Rempang berlangsung di beberapa kota di Indonesia. Isu


relokasi warga Rempang, Kota Batam, kini menjadi isu nasional setelah
pemerintah menyebutkan akan segera mengosongkan kampung-kampung di
Rempang. Pemerintah mengklaim nilai investasi di Rempang sebesar Rp 381
triliun. Diperkirakan, pengembangan kawasan ini akan menyerap tenaga kerja
sekitar 306.000 orang.

Bahlil kemudian menyebutkan, warga di lima kampung, yaitu Belongkeng, Pasir


Panjang, Sembulang Tanjung, Pasir Merah, dan Sembulang Hulu, akan digeser ke
Tanjung Benun. Lokasi baru tempat tinggal warga tersebut tak lebih dari 3 kilometer dari
kampung asal. Lokasi baru itu, katanya, akan dijadikan kampung percontohan.
”Karena itu, infrastruktur jalannya, puskesmas, saluran air bersih, dan sekolah, serta
pelabuhan untuk perikanan akan disiapkan dan ditata sebaik mungkin,” ujarnya.

Baca juga: Selesaikan Sengketa di Pulau Rempang, Pemerintah Diminta Utamakan


Masyarakat

Secara teknis, pemindahan masih akan dibahas di Kementerian Investasi seusai rapat di
Istana Merdeka. Gubernur Kepri, Wali Kota Batam, dan Kementerian teknis lain pun ikut
hadir. Pemindahan ini belum ditetapkan tenggat untuk rampungnya. Bahlil pun
menampik kalau pemindahan itu ditargetkan selesai 28 September.

”Enggak enggak enggak. Jadi jangan salah persepsi. Ini, kan, masih bagian dari proses
sosialisasi. Saya sudah menyampaikan ini ke saudara-saudara kita. Nanti kita akan
tentukan tanggalnya. Yang jelas harus dengan cara-cara yang soft,” ujarnya.

NINA SUSILO

Muhammad Rudi, Wali Kota Batam/Ketua BP Batam, seusai rapat tertutup terkait
penataan Rempang Eco City di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (25/9/2023).

Diselesaikan kekeluargaan
Presiden Joko Widodo, seperti disampaikan Bahlil, meminta penyelesaian masalah
Rempang dilakukan secara baik dan betul-betul kekeluargaan. ”Tetap mengedepankan
hak-hak dan kepentingan masyarakat di sekitar,” tambakatahnya.

Sejauh ini, menurut Bahlil, baru 300 dari sekitar 900 keluarga yang mendaftar secara
sukarela untuk direlokasi.

Bahlil menambahkan, setelah berkomunikasi, makan bersama, dan shalat bersama warga
Rempang, diketahui warga Rempang belum memiliki alas hak atas tanahnya. ”Jadi perlu
diperhatikan antara kemanusiaan dan hukum positif. Saya tidak mau perdebatkan itu
tetapi mau cari solusi terbaik, yang baik untuk rakyat, baik untuk pemerintah, dan baik
untuk investor,” ujarnya.

Baca juga: Mengurai Konflik Rempang

Apalagi, menurut Bahlil, Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat)


Gerisman mengatakan tidak menolak investasi karena kalau tidak ada investasi, kampung
ini tidak akan maju dengan cepat. Bahlil pun menambahkan, investasi di Rempang tidak
akan dibatalkan.

Namun, dia mengakui, penanganan unjuk rasa warga di Rempang yang menolak
direlokasi kurang elegan. Karena itu, beberapa warga sudah dibebaskan. ”Kami sudah
berikan garansi itu kepada Pak Kapolda dan Pak Kapolres. Namun, yang melakukan
demo di luar masyarakat Rempang dan itu dilakukan, mohon maaf, dengan cara yang
tidak lazim, itu kami serahkan kepada aparat penegak hukum untuk dilakukan proses
hukum sebagaimana mestinya,” katanya.

Gubernur Kepri Ansar Ahmad dan Wali Kota Batam M Rudi menolak menyampaikan
hasil rapat serta rencana relokasi warga. ”Ke Pak Menteri saja. Pak Bahlil saja. Tadi
mintanya gitu,” ujar Rudi saat wartawan mencecar apakah batas akhir relokasi pada 28
September akan diwujudkan. Ansar juga meminta wartawan menanyakan kepada Menko
Perekonomian.

KOMPAS/YOLA SASTRA

Juru bicara organisasi paguyuban Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan


(Keramat), Suardi (tengah), menyosialisasikan soal relokasi empat kampung tua
terdampak investasi di Pulau Rempang kepada warga di Kampung Pasir
Panjang, Kelurahan Rempang Cate, Kecamatan Galang, Kota Batam,
Kepulauan Riau, Selasa (19/9/2023). Keramat yang sebelumnya lantang
menolak relokasi 16 kampung tua di Pulau Rempang sekarang melunak dan
berbalik mendukung investasi.

Sebelumnya, Kompas mendapatiwarga Rempang tetap menolak relokasi dari tempat


tinggal mereka. Sebab, tempat tinggal tersebut adalah tempat lahir mereka sejak dari
datuk dan nenek mereka.

Selain soal sejarah dan identitas, warga juga tak percaya dengan janji pemerintah dan
politisi. Surat perjanjian yang diberikan kepada warga hanya bertanda tangan camat dan
lurah. Rumah dan lahan sebagai ganti rugi investasi proyek strategis nasional tak jelas
bentuknya. Masa jabatan Wali Kota Batam M Rudi pun tinggal dua bulan lagi. Karena
itu, warga tak tahu ke mana harus menuntut bila janji tak ditepati (Kompas.id,
19/9/2023).

Sebelumnya, Badan Pengusahaan Batam dan PT Makmur Elok Graha menyepakati


rencana pengembangan Pulau Rempang. Proyek itu ditargetkan bisa menarik investasi
sebesar Rp 381 triliun pada 2080.

Saham
HUKUM JUAL BELI SAHAM
Assalamualaikum wrb, ustadz bagaimana hukum jual beli saham? [Syafi'i As Subki].

JAWABAN :

Wa'alaikumussalam. Saham adalah surat berharga yang menunjukan ikut terlibatnya pemegng
surat itu akan saham pada sebuah perusahaan. dalam masalah ini terdapat khilaf namun saya
cendrung memilih pendapat Syaikh wahbah Az-Zuhaili yang membolehkan dengan beberapa
sarat :

1.perusahaan itu harus memproduk brng yang tidak dilarang sara'

2.harganya harus jelas, jika harga tidak jelas seperti nominal harga tunggu likuidasi dulu maka
hal ini tidak boleh alias haram. keciali pendapat Imam ahmad, ibn taimiyah dan ibn qoyim
dengan alasan qias ujroh misil atau mahar misil.

3.jelasnya si penjual saham pada majlis akad. jika tidak jelas maka tidak boleh

Lihat Fiqhul Islami wa adilatuhu hal jil 7 hal 5036 :

‫ فيقسم رأس مال الشركة إلى أجزاء‬،‫ فهي حصص الشركاء في الشركات المساهمة‬:‫أما األسهم‬
‫ وهو يمثل حق‬،‫ جزء من رأس مال الشركة المساهمة‬:‫ والسهم‬،‫ يسمى كل منها سهما‬،‫متساوية‬
‫ فإذا ارتفعت أرباح‬.‫ لتحديد مسؤوليته ونصيبه في ربح الشركة أو خسارتها‬،‫المساهم مقدرا بالنقود‬
‫ وإذا خسرت انخفض بالتالي سعره إذا أراد‬،‫الشركة ارتفع بالتالي ثمن السهم إذا أراد صاحبه بيعه‬
‫صاحبه بيعه‬.

‫ أما إذا كان السعر مؤجال لوقت التصفية فال يجوز‬،‫ بسعر بات‬،‫ويجوز شرعا وقانونا بيع األسهم‬
‫ وأجاز اإلمام أحمد‬.‫ ألن العلم بالثمن شرط لصحة البيع عند جماهير العلماء‬،‫البيع لجهالة الثمن‬
‫ وأجر‬،‫ قياسا على القول بمهر المثل في الزواج‬،‫وابن تيمية وابن القيم البيع بما ينقطع عليه السعر‬
‫ أما بيع‬.‫ وبما يحقق مصالح الناس‬،‫ وعمال بالمتعارف‬،‫ وثمن المثل في البيع‬،‫المثل في اإلجارة‬
‫ للنهي الثابت‬،‫ فال يجوز‬،‫ أي إذا كان البائع ال يملكها في أثناء التعاقد‬،‫األسهم على المكشوف‬
‫شرعا عن بيع ما ال يملك اإلنسان‬.

Kajian hukum jual beli saham adalah masalah ijtihadiyah,imam-imam madzhab serta mujtahid
yang semasa mereka belum pernah membicarakan dalam kitab peninggalan mereka, dari
beberapa referensi kitab-kitab ulama kontemporer, ana berkesimpulan bahwa hukum jual beli
saham adalah boleh, apabila telah memenuhi syarat rukun jual-beli menurut fiqh islam :

- adanya ijab-qabul langsung(tnpa selang waktu)

- kedua belah pihak mempunyai wewenang penuh melakukan tindakan hukum

- saham merupakan benda yang memenuhi syarat untuk menjadi objek transaksi jual beli yaitu:

1. suci barangnya

2. dapat bermanfaat

3. dijual oleh pemiliknya sendiri

4. dapat diserah terimakan barangnya dan harganya secara nyata

5. barangnya sudah ada ditangan pemiliknya. [An-Nawawi juz II h 2-21].

Selain syarat di atas, ditambah dengan alasan-alasan :

a.ada kesepakatan atau kerelaan kedua belah pihak

b.saling menguntungkan

c.maslahah 'ammah

d.bisnis saham termasuk akad mudlarabah.

Referensi:

Syalthouth hal.355, Al-Qordhawi juz I hal.251-522."

،‫ (َو ِلْلَم ِبيِع ُشُروٌط ) َخ ْم َس ٌة َك َم ا َقاَلُه ِفي الَّر ْو َض ِة‬: ‫ُثَّم َش َر َع ِفي الُّر ْك ِن الَّث اِلِث َو ُه َو اْلَم ِبيُع َث َم ًن ا َأْو ُم َث َّم ًن ا َذ اِكًر ا ِلُشُروِط ِه َفَقاَل‬
‫ َو َز اَد اْلَب اِر ِز ُّي َع َلى‬، ‫َو َس َي ْذ ُك ُر َه ا اْلُم َص ِّن ُف‬

، ‫ َو الَّت ْح ِقيُق َأَّن اْش ِتَر اَط الُّر ْؤ َي ِة َد اِخٌل ِفي اْش ِتَر اِط اْلِع ْلِم‬: ‫ َقاَل اْلَو ِلُّي اْلِع َر اِقُّي‬. ‫َذ ِلَك الُّر ْؤ َي َة‬
‫ َفِإْن‬.‫ َو َلْو ُو ِص َف َفَو َر اَء اْلَو ْص ِف ُأُم وٌر َت ِض يُق َع ْن َه ا اْلِع َب اَر ُة‬،‫َفِإَّن ُه اَل َيْح ُص ُل ِبُدوِن ُر ْؤ َي ٍة‬
‫ ُيْشَت َر ُط ِفي الِّر َب ِو َّي اِت ُشُر وٌط ُأَخ ُر ِز َي اَد ًة َع َلى َذ ِلَك‬:‫ِقيَل‬.
‫ َيُر ُّد َع َلى َذ ِلَك َح ِر يُم‬:‫ َفِإْن ِقيَل‬.‫ُأِجيَب ِبَأَّن اْلَك اَل َم ِفي َغ ْي ِر َها َفِإَّن ِتْلَك َلَه ا َب اٌب َي ُخ ُّصَه ا‬
‫ َفِإَّن ُه اَل َي ِص ُّح َبْيُع ُه َو ْح َد ُه َمَع ُو ُج وِد الُّش ُر وِط‬، ‫اْلِم ْلِك‬.
‫ُة‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫ُأ‬
‫ َفاْلَو ْج ُه الِّص َّح َو ِإاَّل َفاْلَم ْن ُع َر اِجٌع إَلى َع َد ِم‬، ‫ِجيَب ِب َّن ُه إْن ْم َك َن إْح َد اُث َح ِر يٍم ِلْلِم ْلِك‬
‫ َو َاَّلِذي َي َت َح َّر ُر ِمْن الُّش ُر وِط‬: ‫ َقاَل الُّسْب ِك ُّي‬. ‫ُقْد َر ِة َت ْس ِليِمِه َك َبْي ِع َبْع ٍض ُمَعَّي ٍن َي ْن ُقُص ِباْلَقْط ِع‬
‫ َو َأَّم ا اْش ِتَر اُط الَّط َه اَر ِة َفُمْس َت َفاٌد ِمْن اْلِم ْلِك ؛ َأِلَّن‬.‫ َفاَل ُيْشَت َر ُط َلُه َغ ْيُر ُه َم ا‬، ‫اْلِم ْلُك َو اْلَم ْن َفَع ُة‬
‫ َو َك َذ ا َك ْو ُن‬،‫ َو َأَّم ا اْلُقْد َر ُة َع َلى الَّت ْس ِليِم َو اْلِع ْلِم ِبِه َفَش ْر ٌط ِفي اْلَع اِقِد‬. ‫الَّن َج َس َغ ْيُر َمْم ُلوٍك‬
‫اْلِم ْلِك ِلَم ْن َلُه اْلَع ْق ُد‪ُ .‬ثَّم َش َر َع اْلُم َؤ ِّلُف ِفي َبَي اِن اْلَخ ْم َس ِة َفَقاَل‪َ :‬أَح ُدَها (َط َه اَر ُة َعْي ِنِه َفاَل‬
‫َي ِص ُّح َبْيُع ) َن ِجِس اْلَعْي ِن َس َو اٌء َأْم َك َن َت ْط ِه يُرُه ِبااِل ْس ِتَح اَلِة َك ِجْلِد اْلَمْي َت ِة َأْم اَل َك الِّس ْر ِجيِن‬
‫الَّش ْر ُط (الَّث اِني) ِمْن ُشُر وِط اْلَم ِبيِع (الَّن ْف ُع ) َأْي ااِل ْن ِتَفاُع ِبِه َش ْر ًع ا َو َلْو ِفي اْلَم آِل‬
‫َك اْلَج ْح ِش الَّص ِغيِر (َفاَل َي ِص ُّح َبْيُع ) َم ا اَل َن ْف َع ِفيِه َأِلَّن ُه اَل ُيَع ُّد َم ااًل ‪َ ،‬فَأْخ ُذ اْلَم اِل ِفي ُم َقاَب َلِتِه‬
‫ُمْم َت ِنٌع ِللَّن ْه ِي َع ْن إَض اَع ِة اْلَم اِل ‪َ ،‬و َع َد ُم َم ْن َفَع ِتِه إَّم ا ِلِخَّس ِتِه َك (اْلَح َش َر اِت) اَّلِتي اَل َن ْف َع‬
‫ِفيَه ا َج ْم ُع َح َش َر ٍة ِبَفْت ِح الِّش يِن ‪َ ،‬و ِه َي ِص َغ اُر َد َو اِّب اَأْلْر ِض َك اْلُخْن ُفَس اِء َو اْلَح َّي ِة َو اْلَع ْق َر ِب‬
‫َو اْلَفْأَر ِة َو الَّن ْم ِل ‪َ ،‬و اَل ِع ْبَر َة ِبَم ا ُيْذ َك ُر ِمْن َم َن اِفِع َه ا ِفي اْلَخ َو اِّص (َو ) اَل َبْيُع (ُك ِّل َس ُبٍع ) َأْو‬
‫َط ْي ٍر (اَل َي ْن َفُع ) َك اَأْلَس ِد َو الِّذ ْئ ِب َو اْلِحَد َأِة َو اْلُغ َر اِب َغ ْي ِر اْلَم ْأُك وِل ‪َ ،‬و اَل َن َظ َر ِلَم ْن َفَع ِة اْلِجْلِد‬
‫َبْع َد اْلَمْو ِت‪َ ،‬و اَل ِلَم ْن َفَع ِة الِّر يِش ِفي الَّن ْب ِل ‪َ ،‬و اَل اِل ْق ِتَن اِء اْلُم ُلوِك ِلَبْع ِض َه ا ِلْلَهْيَب ِة َو الِّس َي اَس ِة‪.‬‬
‫َأَّم ا َم ا َي ْن َفُع ِمْن َذ ِلَك َك اْلَفْه ِد ِللَّصْي ِد‪َ ،‬و اْلِفيِل ِلْلِقَت اِل ‪َ ،‬و اْلِقْر ِد ِلْلِحَر اَس ِة‪َ ،‬و الَّن ْح ِل ِلْلَعَس ِل ‪،‬‬
‫َو اْلَع ْن َد ِليِب ِلُأْلْن ِس ِبَصْو ِتِه‪َ ،‬و الَّط اُو وِس ِلُأْلْن ِس ِبَلْو ِنِه‪َ ،‬و اْلَع َلِق اِل ْم ِتَص اِص الَّد ِم َفَي ِص ُّح ‪،‬‬
‫َو َك َذ ا َي ِص ُّح َبْيُع الَّر ِقيِق الَّز ِم ِن ؛ َأِلَّن ُه ُيَت َقَّر ُب ِبِع ْت ِقِه ِبِخاَل ِف اْلِحَم اِر الَّز ِم ِن َو اَل َأَث َر ِلَم ْن َفَع ِة‬
‫ِجْلِدِه إَذ ا َم اَت ‪َ ،‬و َأَّم ا ِلِقَّلِتِه َك َم ا َقاَل (َو اَل ) َبْيُع (َح َّب َت ْي اْلِحْن َط ِة َو َن ْح ِو َها) َك َح َّب ِة الَّش ِعيِر‬
‫َو الَّز ِبيِب‪َ ،‬و اَل َأَث َر ِلَض ِّم َذ ِلَك إَلى َأْم َث اِلِه َأْو َو ْض ِعِه ِفي َفٍّخ ‪َ ،‬و َمَع َه َذ ا َيْح ُر ُم َغ ْص ُبُه ‪،‬‬
‫َو َي ِجُب َر ُّد ُه َو اَل َض َم اَن ِفيِه إْن َت ِلَف إْذ اَل َم اِلَّي َة ‪َ ،‬و َم ا ُنِقَل َع ْن الَّش اِفِع ِّي ‪َ -‬ر ِض َي ُهَّللا َت َع اَلى‬
‫َع ْن ُه ‪ِ -‬مْن َأَّن ُه َيُج وُز َأْخ ُذ اْلِخاَل ِل َو اْلِخاَل َلْي ِن ِمْن َخ َش ِب اْلَغ ْي ِر ُيْح َم ُل َع َلى ِع ْلِمِه ِبِر َض ا‬
‫َم اِلِكِه‪َ ،‬و َيْح ُر ُم َبْيُع الُّس ِّم إْن َقَت َل َك ِثيُرُه َو َقِليُلُه ‪َ ،‬فِإْن َن َفَع َقِليُلُه َو َقَت َل َك ِثيُرُه َك الَّس َقُم وْن َي ا‬
‫َو اَأْلْف ُيوِن َج اَز َبْيُع ُه (َو ) اَل َبْيُع (آَلِة الَّلْه ِو ) ِلْلُحْر َم ِة َك الَّط ْن ُبوِر َو الَّص ْن ِج َو اْلِم ْز َم اِر‬
‫‪Syariah‬‬

‫‪Perbedaan Hukum antara Trading Saham dan Investasi Saham‬‬

‫‪Ahad, 23 Juni 2019 | 14:15 WIB‬‬

‫‪Di dalam pasar modal, ada beberapa efek yang diperdagangkan, antara lain adalah saham,‬‬
‫‪obligasi, Efek beragun Aset (EBA), Reksadana, Sukuk, Dana Investasi Real Estate (DIRE) dan lain‬‬
‫‪sebagainya. Setidaknya, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) menggariskan ada 7 produk yang bisa‬‬
‫‪diperdagangkan.‬‬

‫‪Dari ketujuh produk tersebut, dua mekanisme berdagang dipergunakan, yaitu sistem lelang dan‬‬
‫‪sistem langsung tawar menawar. Sistem lelang perdagangan efek terjadi pada dua pasar, yaitu‬‬
‫‪pasar regular tunai dan pasar reguler. Adapun sistem langsung tawar menawar terjadi pada‬‬
‫‪pasar negosiasi.‬‬

‫‪Sistem penjualan secara lelang, menghasilkan pola pemasaran lain sebagai turunan. Turunan itu‬‬
‫‪adalah forex, swap, option, future dan forward. Kita cermati terlebih dahulu sifat dan ciri dari‬‬
‫‪sistem lelang ini, yaitu:‬‬

‫‪Sistem lelang itu terbentuk karena ada dagangan yang ditawarkan dan ada penawar.‬‬
Kesepakatan deal antara penawaran dan yang ditawar, akan terbentuk sifat non real time
melainkan berjangka waktu dengan final ketika sesi tawaran itu diambil oleh penawar

Di dalam sistem online, karena lelang penawaran terjadi berjangka waktu (future) dan "terus
menerus berjalan" (continuously/24 non stop), maka transaksi berlangsung spekulatif.

Jangka waktu yang tersedia dalam pasar reguler tunai dan pasar reguler berlangsung cepat.
Cepatnya pergerakan inilah yang mendasari adanya trading.

Jadi, trading dalam hal ini bermakna transaksi jual atau beli efek dengan sistem lelang yang
terjadi dalam jangka waktu pendek dan berlangsung terus menerus (24 jam non stop).

Ada beberapa hal yang mempengaruhi trading ini, antara lain :

1. Efek yang dipilih untuk dibeli

Adanya ketentuan berupa efek yang dipilih ini maka selanjutnya memunculkan turunan dari
investasi, yaitu trading. Turunan berdasarkan selisih kurs disebut dengan forex. Turunan
berdasarkan "pilihan efek" melahirkan sistem opsi. Turunan investasi berdasarkan selisih suku
bunga disebut swap. Turunan dari selisih harga kini dan harga mendatang yang dipesan waktu
kini disebut future. Selisih harga kini dan harga mendatang yang ditetapkan berdasar harga
mendatang disebut forward.

Ada tiga pilihan efek dalam hal ini, yaitu:

a. Efek lapis pertama atau yang disebut dengan istilah blue chip. Efek ini biasanya ditengarai
oleh sistem yang sudah mapan dari perusahaan. Bagi orang yang berminat untuk investasi,
umumnya lebih memilih trading dalam kelompok lapis ini karena harganya cenderung stabil.
Hanya hal-hal yang sifatnya berat dapat mempengaruhi pergerakan turunnya, misalnya isue
keamanan, politik, perang, dan lain sebagainya

b. Efek lapis kedua dan efek lapis pertama (initial public offer / IPO). Kelompok ini dihuni oleh
perusahaan pemula yang baru masuk ke dalam pasar bursa. Sebagai pemain awal, sudah barang
tentu "efek" yang dimilikinya akan banyak mengundang sentimen positif atau sebaliknya
sentimen negatif pasar. Itulah sebabnya, harga efek ini cenderung fluktuatif. Dengan cepat ia
bisa meroket naik, dan sebaliknya ia bisa meroket turun. Fluaktuatifnya harga efek ini yang
digemari oleh para trader karena bisa dengan cepat mendapatkan untung, atau sebaliknya
terlempar dari peredaran, risiko fluktuasi.

2. Risiko yang tinggi dibanding investasi

Dengan basic pola penjualan sistem lelang di pasar reguler tunai dan pasar reguler, serta tabiat
pelaku pasar yang gemar berburu IPO drngan risiko fluaktuatif yang tinggi, maka trading efek
memiliki risiko yang tinggi dibanding investasi. Unsur spekulatifnya cenderung tinggi di tengah
ketidakstabilan harga. Bisa saja hari ini harga efek naik, dan esok harinya turun secara tiba-tiba.

Kenaikan dan penurunan harga efek tidak bisa diprediksi. Tidak ada yang pernah tahu sampai
kapan harga efek itu naik dan kapan turunnya. Hal ini yang membedakannya dengan investasi,
mengingat investasi memanfaatkan efek dari perusahaan yang cenderung stabil dan konstan
dalam pasarannya. Prediksi naik dan turun tidak dipengaruhi oleh unsur spekulatif, melainkan
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang benar-benar krusial sehingga dapat mempengaruhi ekonomi
suatu negara.

3. Kepandaian memanfaatkan waktu untuk buy and sell dan buy and hold

Investasi memiliki prinsip buy and hold, yaitu setelah membeli efek, langkah berikutnya adalah
menahannya hingga beberapa waktu lamanya. Berbeda dengan trading, yang memiliki prinsip
buy and sell, yaitu setelah membeli, langkah berikutnya adalah memikirkan kapan menjualnya.
Itulah sebabnya dalam trading, perputaran efek berlangsung sedemikian cepat.

Di dalam trading, informasi berkaitan dengan situasi politik, ekonomi, bencana di suatu negara
tidak banyak menjadi pertimbangan. Hal ini berbeda dengan investasi. Situasi politik dan
bencana, dapat berpengaruh besar. Bahkan musim dan iklim yang terjadi di suatu wilayah
negara, dapat berpengaruh besar. Selain itu, pengalaman produsen dalam berusaha dan
mengelola efek, sangat berpengaruh terhadap laju investasi efek. Itulah sebabnya, pasaran
trading efek, cenderung rawan dengan istilah perusahaan fiktif. Ada wujud efek, tapi
perusahaannya tidak ada. Sementara itu dalam investasi, perusahaan yang mengeluarkan efek
sudah pasti terverifikasi keberadaannya dan jalur usahanya.

Nah, dengan indikasi ini, maka paling tidak bagi pelaku trading harus banyak - banyak
memperhatikan situs brokernya. Apakah brokernya itu adalah broker resmi ataukah broker abal-
abal. Jika broker resmi, peluang bagi selamatnya dana trader mungkin masih besar. Berbeda
halnya jika situs brokernya itu abal-abal. Jangan-jangan hanya merupakan judi online. Wa
'iyâdzu billâh.

4. Analisis teknik perdagangan efek

Bagaimanapun juga, baik dalam pasar reguler maupun pasar negosiasi, ada sebuah nomenklatur
analisis teknik perdagangan efek. Basis keduanya sama, yaitu pergerakan harga.

Jika anda buka situs broker tertentu, umumnya anda akan disajikan instrumen analisis
pergerakan harga. Biasanya tampilannya berbentuk skala, dan merupakan hasil refleksi dari
analisis robotik. Jadi, wujudnya adalah analisis otomatis dengan instrumen analisis berupa
mesin. Nah, begitu pula cerminan analisis pergerakan di pasaran bursa. Setiap saat anda bisa
disuguhi dengan tampilan itu. Dan yang mengerti hanya orang-orang khusus. Sejauh ini, penulis
hanya mengikuti laporan-laporan dari media saja. Penulis belum sepenuhnya terjun di
dalamnya.

Yang perlu digaris bawahi adalah, bahwa pada pasar efek negosiasi, ada saat penutupan harga.
Namun, dalam pasaran online (pasar reguler), pergerakan itu senantiasa berjalan terus menerus
24 jam non stop (continuously).

Berangkat dari memandang kedua instrumen ini, maka kita tarik pemahaman mengenai
investasi dan trading itu. Investasi ada saatnya untuk hold (menahan diri) karena tutupnya
pasar. Sementara dalam trading, orientasi utamanya adalah mencari peluang selisih harga.
Peluang ini tercipta sepanjang waktu. Lain halnya dengan investasi. Peluang menjual hanya bisa
dilakukan manakala pasarnya belum tutup. Jika sudah tutup, maka pelaku harus menunggu
keesokannya lagi ketika pasar negosiasi kembali dibuka. Jadi, ada setidaknya kesempatan
tertahannya harga efek selama semalam (untuk investasi). Namun untuk trading, tidak ada
istilah menginap. Selalu dan selalu mencari peluang menjual atau membeli efek.

Usaha mencari peluang dengan akibat adanya masa penahanan ini melahirkan rumus analisa
teknik. Lain halnya dengan trading, rumusan ini hanya dilakukan dengan membaca skala robotik
saja. Jadi, bisa dikatakan bahwa trading tidak memerlukan rumus. Itulah sebabnya unsur
spekulatif pada trading itu sangat tinggi dibandingkan rumusan pada skala investasi.

Walhasil, ceruk perbedaan hukum antara investasi dan trading adalah terletak pada
spekulasinya. Unsur spekulatif yang tinggi ini menyerupai maisir yang merupakan unsur utama
judi. Itulah sebabnya, MUI lewat Fatwa Dewam Syariah Nasionalnya memutuskan trading forex,
swap, option, future, forward dipandang sebagai haram. Berbeda dengan investasi. Anda beli
dolar sekarang, kemudian besok anda jual kembali dolar, asalkan itu langsung dan melalui
negosiasi, maka hal itu diperbolehkan. Sistem ini disebut sistem spot. Sekali lagi, semua ini
disebabkan adanya rumus yang melahirkan angka pasti (maklum) yang membedakan dirinya
dari sifat spekulatif (maisir/judi).

Nah, sekarang bagaimana maslahat memandangnya? Kiranya untuk pertanyaan ini dibutuhkan
analisa yang lebih mendalam lagi. Pertimbangan khusus utamanya pada pendapat al-Ghazali
bahwa krisis itu sejatinya adalah akibat perdagangan uang. Namun, kita juga tidak menutup
kemungkinan memandang bahwa dunia ini dipenuhi oleh spekulan pasar. Apakah generasi
muslim cukup hanya akan bertahan sebagai korban aksi spekulan itu, sementara aksi spekulan
itu tak bisa dicegah? Atau ia balik menyerbu pasar dengan aksi spekulan serupa namun dengan
siasat, memborong saham muslim? Bank Muamalat dan beberapa Bank yang bergerak dalam
syariah itu ada di pasar modal. Apakah kita akan membiarkan saja jikalau efek yang dimilikinya
diserbu dan dikuasai oleh spekulan non muslim? Tentu tidak bukan? Jika tidak, lantas apa
solusinya?

Syariah

Mengubah Akad Syirkah Modal Menjadi Syirkah Saham


Kam, 26 Maret 2020 | 11:45 WIB

Ilustrasi

Syirkah ‘inan didefinisikan sebagai percampuran dua atau lebih modal yang berasal dari
beberapa orang mitra bisnis, dengan maksud untuk dijadikan sebagai modal usaha bersama dan
untuk mencapai tujuan bersama. Secara syara’, hal ini biasanya didefinisikan sebagai:

‫َو ِهي َم ْأُخ وَذ ة من عنان الَّد اَّبة اِل ْس ِتَو اء الَّش ِر يَك ْي ِن ِفي واَل َي ة اْلَفْس خ َو الَّت َص ُّر ف َو اْس ِتْح َقاق الِّر ْبح على قدر الَم ال كاستواء طرِفي‬
‫اْلَع َن ان‬

“Yaitu, akad kemitraan yang pengertian dasarnya diambil dari keberadaan tali kekang hewan
yang dikendarai karena kesamaan hak dua orang yang saling bermitra untuk melakukan
pembatalan kerjasama atau pengelolaan bersama, dan pembagian keuntungan secara bersama-
sama pula menurut kadar harta yang disertakan, sebagaimana dua utas tali kekang dalam
mengendalikan hewan yang dikendarai.” (Kifayatul Akhyar, juz I, halaman 270).

Dalam syirkah ‘inan, yang digabungkan adalah berupa modal. Bayangkan, bahwa ada dua orang
yang saling bermitra dan sama-sama mengumpulkan modal berupa uang tunai sebesar 1 miliar,
sehingga dari keduanya terkumpul 2 miliar. Setelah lama bermitra dan menjalin kerjasama
dalam melakukan usaha, dan telah berdiri sebuah unit kegiatan usaha tertentu dan berizin,
tahu-tahu salah satu mitra mengajukan diri hendak mundur dari perjalanan usaha. Karena, unit
kegiatan usaha itu dibangun berdua, sehingga aset yang dimiliki keduanya juga terkumpul dalam
bentuk aset usaha, maka tidak ada pilihan lain, hukum asal dari mengikuti akad kemitraan
syirkah ‘inan ini adalah bolehnya mengajukan bubar tersebut.

Namun, pembubaran usaha bukanlah merupakan satu yang gampang. Mengapa? Karena
dengan membubarkan diri, itu artinya semua bentuk izin usaha resminya, juga harus bubar. Jika
salah satu atau keduanya hendak mendirikan usaha baru, maka izin usaha ini harus diurus sedari
awal lagi. Dan ini sudah pasti harus ribet lagi dan merupakanyang masyaqqah lagi.

Islam tidak menghendaki adanya masyaqqah (berat) bagi pemeluknya. Islam juga menghendaki
para pemeluknya untuk tidak menyia-nyiakan harta. Sebuah izin usaha, meskipun tidak berupa
harta fisik yang bisa diuangkan, akan tetapi ia merupakan sesuatu yang berharga. Menyia-
nyiakannya adalah sama dengan menyia-nyiakan harta (tadlyi-‘u al-mal). Itulah sebabnya,
dibutuhkan suatu rekayasa sistem untuk pengalihan modal, dari mitra yang hendak keluar, ke
mitra yang hendak masuk melalui jalan akuisisi modal/saham. Caranya?

Agar izin usaha yang telah ada tidak sampai mubadzir, akan tetapi pihak mitra yang ingin keluar
tetap bisa menerima hak bagian asetnya sesuai dengan nisbah modal pertama yang
diserahkannya, maka seluruh aset yang dimiliki oleh perusahaan harus diuangkan, lalu bagian
mitra yang hendak keluar dirupakan dalam bentuk “efek saham” yang kemudian ditawarkan
kepada masyarakat yang ingin tergabung dalam unit usaha. Penerbitan efek saham guna
mengembalikan hak mitra yang keluar inilah, maka muncul istilah syirkah saham (kemitraan
berbasis saham). Oleh para sarjana ekonomi kontemporer kemudian dikenal sebagai syirkah
musahamah.

‫ ويجب أن تكون هذه األسهم‬،‫الشركة المساهمة هي نوع من الشركات التي يتم فيها تقسيم رأس المال إلى عدة أسهم متساوية‬
‫قابلة للتداول عن طريق الطرق التجارية‬
“Syirkah musahamah merupakan suatu akad kemitraan yang dibangun dengan dasar membagi
modal usaha menjadi sejumlah efek saham dengan harga yang sama. Satu hal yang menjadi
keharusan dalam akad syirkah ini adalah semua efek saham itu harus bisa diperdagangkan
dalam pasaran bursa.”

Di dalam sebuah manuscript karya Abu Zaid Ridlwan, yang berjudul al-Syirkat al-Musahamah,
halaman 108, disampaikan bahwa syirkah musahamah, adalah:

‫وتقتـصر مـسؤولية‬،‫ يمكـن تـداولها علـى الوجـهالمبـين فـي القـانون‬،‫شـركة ينقـسمرأسمالهـا إلـى أسـهممتـساويةالقيمة‬
‫وال يسأل عن ديون الشركة إال فـيحـدود مـا اكتتـبفيه من أسهم‬،‫المـساهمعلـىأداء قيمة األسهم التي اكتتب فيها‬

“Suatu akad kemitraan yang dibangun atas dasar pemecahan modal menjadi beberapa efek
saham yang memiliki nilai harga yang sama, dan semua efek itu bisa diperdagangkan menurut
cara-cara yang legal menurut undang-undang, dengan kewajiban pihak yang ingin ikut dalam
serikat modal tersebut menyetorkan sejumlah nilai uang sebesar efek saham yang dibelinya,
tanpa diminta pertanggungjawaban atas utang serikat kecuali sebatas nisbah modal yang
disertakannya dalam saham.” (Abu Zaid Ridlwan, al-Syirkat al-Musahamah, Tanpa Kota: Daru al-
Fikr Al-Araby, 1983, halaman 108)

Berangkat dari dua definisi di atas, ada titik temu mengenai syirkah musahamah, yang paling
penting untuk diketahui, yaitu: 1) perlu adanya penerbitan efek berupa saham, 2) saham
tersebut dipecah dalam bentuk satuan-satuan kecil yang bisa diperdagangkan, 3) tempat
menjual saham tersebut ada di pasar modal, dan 4) saham itu nilai dan harganya sama.

Artinya, syirkah musahamah ini ibaratnya adalah penyertaan modal secara tidak langsung saja,
karena harus melewati pasar modal. Lain halnya dengan syirkah ‘inan. Dalam syirkah inan,
modal itu disertakan secara langsung ke perusahaan, tanpa andil keikutsertaan pasar bursa. Jadi
langsung saling berhadap-hadapan antara mitra satu dengan mitra lainnya. Inilah bedanya
syirkah ‘inan dan syirkah musahamah.

Namun, juga bisa dikatakan bahwa syirkah musahamah adalah turunan dari syirkah ‘inan.
Alasannya,, karena saat investor (mustatsmir) mengakuisisi saham, itu artinya ia menyetorkan
modal kepada perusahaan yang menerbitkan (emiten), sehingga ia berhak atas bagi hasil
usahanya (deviden) saat periode tutup buku.

Model penyertaan seperti syirkah musahamah ini, dalam hemat penulis, hukumnya adalah
boleh secara syariat disebabkan praktik yang terpenting dari sebuah syirkah ‘inan adalah
percampuran modal sehingga tidak bisa dibedakasn antara modal mitra satu dengan mitra
lainnya.

‫اْع َلم َأن اْلخلَط ة على َن ْو َع ْي ِن َأحدهَم ا خْلَط ة اْش ِتَر اك َو تَس مى خْلَط ة الُّش ُيوع َو اْلمَر اد بَه ا َأَّنَه ا اَل يَت َم َّيز نصيب أحد الرجَلْين َأو‬
‫الِّر َج ال َع ن نصيب َغ يره َو الَّث اِني خْلَط ة اْلجَو ار ِبَأن يكون َم ال كل َو اِحد معينا ُم َم ّيزا َع ن َم ال َغ يره َو َلِكن يجاوره بمجاورة‬
‫الَم ال اْل َو اِحد على َم ا ذكره الَّش ْي‬

Artinya: “Ketahuilah bahwa percampuran itu ada dua macam jenisnya, yaitu pertama,
percampuran kemitraan (khalathah isytirak), yang dikenal juga sebagai percampuran
kebersamaan (khalathah syuyu’). Yang dikehendaki dari pencampuran modal ini adalah bagian
dari masing-masing peserta kemitraan dari bagian mitra lainnya tidak bisa dibedakan lagi.
Kedua, adalah percampuran dempetan (khalathah jiwar), yaitu bila harta masing-masing pihak
yang terlibat dalam kemitraan bisa dibedakan oleh masing-masing sehingga penyampuran
kedua harta seolah sekedar menyandingkan harta milik seseorang dengan milik lainnya
sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh Abi Syuja’. (Taqiyuddin al-Hushny, Kifayatu al-Akhyar fi
Hilli Ghayati al-Ikhtishar, Damaskus: Dar al-Minhaj: 177).

Bagi hasilnya pun mengikuti nisbah modal yang disertakan. Alhasil, tidak ada beda yang bersifat
prinsip dengan syirkah ‘inan dalam hal penyampuran modalnya, melainkan hanya segi
wewenang perusakan akad saja, yang harus beralih ke penjualan nisbah saham yang dimiliki.

Di era modern ini, syirkah musahamah tidak hanya berlaku dalam bentuk mengakuisisi aset
saham dari mitra sebelumnya yang keluar. Akan tetapi, guna mendapatkan modal dari pihak
lain, juga sudah mulai ada istilah joint stock company, yaitu penyertaan modal berupa saham
gabungan ke dalam perusahaan. Saham gabungan yang belum disertai adanya fisik perusahaan,
itu artinya saham yang diterbitkan bisa diartikan sebagai perintah menyarikan modal utangan
dengan janji bagi hasil usaha. Perintah ini, kemudian diterbitkan dalam bentuk efek obligasi.
Wallahu a’lam bish shawab.

Anda mungkin juga menyukai