Anda di halaman 1dari 7

Rempang Island Paper Project

for

Business Law & GRC Subject

Oleh: Felicia Tanzil


NIM: 2023211116

Dosen Pengajar: Assoc. Prof. Dr. Marissa Haque Fawzi, SH., M.Hum., MBA.,
MH., MSi.

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


INDONESIA BANKING SCHOOL
JAKARTA
2023
Pendahuluan

Pulau Rempang terletak 2.5km di sebelah Tenggara kepulauan Batam, Indonesia dengan luas
165.83km2 dan dengan jumlah penduduk kurang lebih 7.500 jiwa.

Saat ini, Pulau Rempang tengah menjadi pemberitaan ditengah masyarakat, karena ada rencana
pembangunan Rempang Eco City oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) yang kepemilikan nya
dikaitkan dengan Grup Artha Graha.
Dilansir dari Kompas.com pada tanggal 13 September 2023, proyek ini diproyeksikan dapat
menarik investasi hingga Rp 381 Triliun pada tahun 2080.

Namun terdapat kontroversi terkait rencana pembangunan tersebut karena harus merelokasi
masyarakat asli karena mereka tidak memiliki sertifikat tanah, sehingga mendapat penolakan dari
warga setempat, hingga terjadi bentrokan yang cukup keras antara warga dengan Badan
Perusahaan (BP) Batam yang berencana merelokasi masyarakat di Pulau Tersebut.

Hingga saat ini, proses negosiasi untuk meminta warga agar mau direlokasi masih terus dilakukan,
dan pemerintah daerah menghimbau para aparat untuk dapat melakukan pendekatan dengan
kearifan lokal dalam menanggulangi konflik ini.
Isi
Rencana pembangunan Rempang Eco City bermulai sejak 2004. PT Makmur Elok Graha (MEG)
menjadi pihak swasta yang digandeng pemerintah melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam
untuk bekerja sama.

Selain Rempang Eco City, kawasan Rempang juga akan didirikan pabrik kaca terbesar kedua di
dunia milik perusahaan China, Xinyi Group dengan investasi diperkirakan mencapai Rp 174
triliun.

Berdasarkan informasi dari cnnindonesia.com yang dikutip dari situs BP Batam, proyek ini akan
memakan 7.572 hektare (45,89%) lahan Pulau Rempang.
Kepala BP Batam Muhammad Rudi menyatakan pemerintah menyiapkan rumah tipe 45 senilai Rp
120 juta dengan luas tanah 500 meter persegi.

Dalam rangka awal pembangunan Rempang Eco City, aparat yang berusaha melakukan penertiban
terhadap warga sekitar terlibat bentrokan cukup keras yang terjadi tanggal 7 September 2023
antara warga dan aparat gabungan. Polisi menembakkan gas air mata dikarenakan situasi yang
tidak kondusif. Dari sinilah kericuhan mulai terjadi.

Sebagai informasi, masyarakat yang tinggal di pulau tersebut selama ini tidak memiliki sertifikat
kepemilikan lahan dikarenakan sebagian besar lahan di pulau tersebut awalnya adalah hutan di
bawah Kementrian LIngkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) kota Riau melalui Direktur Eksekutif nya Boy
Jerry Even Sembiring yang dikutip melalui artikel CNN Indonesia "Walhi Respons Menteri Hadi
Sebut Warga Rempang Tak Punya Sertifikat" selengkapnya di sini:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230915071336-12-999280/walhi-respons-menteri-
hadi-sebut-warga-rempang-tak-punya-sertifikat. Menyatakan bahwa seharusnya negara dalam hal
ini diwakili oleh BPN memberikan legalitas tanah itu kepada masyarakat sejak lama, karena warga
tinggal di lahan itu sejak tahun 1834.
Lebih jauh, Boy melalui sumber yang sama menyatakan bahwa pemerintah seharusnya lebih
proaktif untuk melegalisasi tanah warga di Rempang, bukan merelokasi-nya.
Ia pun heran dengan pernyataan dan opsi dari pemerintah untuk merelokasi warga, karena warga
sudah tinggal disana jauh sebelum Indonesia merdeka. Jadi, menurutnya relokasi bukanlah opsi.

Melalui sumber yang sama, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan nasional
(ATR/BPN) Hadi Tjahjanto menegaskan bahwa masyarakat yang menempati Pulau Rempang itu
tidak memiliki sertifikat karena memang dulu, semua berada dibawah otorita kota Batam.

Masalah bermula pada izin penggunaan tanah, pada tahun 2001-2002 pemerintah memberikan Hak
Pengelolaan Lahan (HPL) kepada perusahaan swasta, kemudian berpindah tangan ke PT Makmur
Elok Graha. Namun, tanah itu belum digarap investor dan tidak pernah dikunjungi. Tahun 2004,
hak atas tanah tersebut diberikan kepada orang lain untuk ditempati, dan menurut Bapak Mahfud,
Surat Keterangan (SK) terkait hak itu telah dikeluarkan secara sah pada 2001-2002.

Terjadi karena kecacatan hukum itu sendiri, ditambah dengan adanya statement dari Bapak
Mahfud MD (Menkopolhukam) yang mengatakan bahwa permasalahan Pulau Rempang ini
disebabkan kesalahan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), dimana KLHK
memberikan hak atas Pulau Rempang itu kepada pihak-pihak yang tidak berhak.
Bapak Mahfud MD juga menyampaikan bahwa peristiwa di Pulau Rempang tersebut bukan
penggusuran, melainkan pengosongan lahan oleh yang berhak.

Pemerintah harus turun langsung mengkomunikasikan antara warga asli Rempang dan pengusaha.
Karena masyarakat yang tinggal di pulau tersebut bukan lah masyarakat yang tinggal di rumah
liar, namun mereka adalah yang lebih dulu tinggal disitu sebelum adanya Kota Batam itu.

Update berita yang dilansir dari detik.com tanggal 12 Oktober 2023 bahwa kondisi di Pulau
Rempang semakin kondusif dengan mulai banyak nya warga yang diklaim mulai menerima dan
bersedia mengikuti program “geser” ke Tanjung Banon, Rempang.
Sampai dengan saat ini, masih berlangsung proses pendataan lahan dalam rangka legalisasi
penerbitan sertifikat agar warga nantinya memiliki legalitas kepemilikan lahan berupa sertifikat
hak milik (SHM).

Selain itu, warga yang bersedia direlokasi tidak hanya akan mendapatkan lahan dengan SHM,
namun juga kesempatan memperoleh lapangan kerja. PT Makmur Elok Graha (MEG) selaku
pengelola kawasan sudah merekrut 151 warga lokal dari dua kelurahan, sejak sosialisasi pada Juli
2023.
Penyerapan tenaga kerja akan semakin bertambah jika industri pabrik kaca dan wisata sudah
terealisasi. Oleh sebab itu, pemerintah perlu melakukan pendekatan yang berbeda kepada
masyarakat setempat, tanpa menggunakan kekerasan, dan memberikan ruang komunikasi dan
negosiasi antara pihak pembangun swasta dan perwakilan masyarakat setempat.
Kesimpulan

Tidak dapat dipungkiri, pariwisata menjadi salah satu faktor penyumbang terbesar bagi
pendapaatan negara, dan bahwa pembangunan daerah memang harus terus dilakukan demi
kemajuan perekonomian bangsa. Pemerintah dan pengusaha swasta harus berkolaborasi untuk bisa
melaksanakan pembangunan di tiap-tiap daerah, tanpa mengesampingkan hak masyarakat
setempat dan warga sekitar. Karena pembangunan tidak cukup hanya dengan menggunakan
anggaran daerah, namun juga perlu investasi pihak lain (swasta maupun asing).

Pemerintah sebagai regulator juga harus hadir dengan menjadi pihak penengah agar tidak ada
pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam proses pembangunan tersebut.

Proses relokasi juga harus dilakukan secara perlahan, dan memberikan arahan-arahan yang baik
kepada para warga setempat.

Pemerintah harus turut hadir dalam proses negosiasi dalam rangka ganti rugi kepada warga
setempat oleh perusahaan terkait.

Dibalik kericuhan yang terjadi, sesungguhnya pembangunan Rempang Eco City selain akan
berdampak luas bagi ekonomi negara, juga dapat membuka banyak lapangan pekerjaan bagi warga
sekitar, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup bagi warga setempat. Juga pastinya akan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah tersebut.

Sistem hukum di Indonesia memang harus selalu dilakukan perbaikan guna memberikan
kemudahan dan keadilan bagi masyarakat untuk memperoleh hak-hak hukumnya, seperti
kemudahan mengurus sertifikat rumah.

Memang akan lebih baik jika pemberian sertifikat untuk masyarakat di kampung-kampung tua di
Batam telah dilakukan, apalagi dengan adanya janji kampanye dari Bapak Joko Widodo tahun
2019 untuk memberikan sertifikat terhadap kampung-kampung tua di Batam belum terpenuhi.
Besar harapan kami, bahwa masyarakat di kepulauan Rempang bisa mendapatkan hak yang seadil-
adilnya dan dapat meningkatkan kualitas hidup dan ekonomi mereka. Juga Pulau Rempang bisa
semakin bertumbuh dari segi ekonomi dan pembangunan daerah, sehingga memberikan kontribusi
pada pertumbuhan ekonomi negara.

Karena pada hakekat nya, tujuan dari Negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.

Anda mungkin juga menyukai