Anda di halaman 1dari 3

Nama : Malik Fajar

NPM : 5122600031

Kelas : 3A

MK : Hukum Agraria

Tolong saudara jelaskan

1. Bagaimana Kronologi Kasus Rempang?


2. Bagaimana Kebijakan Negara dalam Penanganan Kasus Rempang?
3. Bagaimana pendapat saudara atas kebijakan Negara dalam
Penanganan Kasus Rempang?

JAWABAN

1. kasus rempang ini berawal dari Badan Perusahaan (BP) batam yang ingin
merelokasi warga Masyarakat kampung tua yang ada di pulau rempang
yang berjumlah 7.500 jiwa. Relokasi yang dilakukan BP batam tersebut
untuk mendukung program pemerintah dalam pengembangan Kawasan
pulau rempang dalam hal ini Pembangunan Rempang Eco City (REC).
Pembangunan Kawasan Rempang Eco City (REC) ini masuk kedalam
proyek strategis nasional (PSN) milik pemerintah dengan landasan aturan
peraturan Menko Bidang Perekonomian No 7/2023. Rempang Eco City
(REC) itu menjanjikan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
pembangunan untuk kesejahteraan rakyat. Keberadaannya membutuhkan
ketersediaan tanah, termasuk yang dimiliki warga masyarakat kampung
tua, dengan konsekuensi harus merelokasi 5.000-10.000 warga ke Pulau
Galang.
Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan nama Rempang Eco City yang
digarap pemerintah dengan investasi senilai 381 Triliun hingga tahun 2080
itu melalui kerja sama antara BP Batam dan PT Makmur Elok Graha
(MEG) diperkirakan akan dapat menyerap tenaga kerja sampai 306.000
orang. Dengan investasi tersebut diharapkan dapat mengembangkan
kawasan rempang dengan nama Rempang Eco City (REC) menjadi
kawasan yang dapat mensejahterakan masyarakat dan dapat diharapkan
meningkatkan perekonomian disekitarnya, bukan hanya di Batam tetapi
Kabupaten/Kota lain di kepulauan Riau.
Di lain pihak, warga tak menentang pembangunan, tetapi tak bersedia
direlokasi. Warga beralasan bahwa mereka sudah tinggal dikampung tua
tersebut sudah lama hamper 2 abad, bahkan sebelum bangsa Indonesia
Merdeka, yang waktu itu masih Bernama Hindia Belanda tahun 1843.
Penolakan tersebut membuat akhirnya warga dan apparat gabungan TNI,
POLRI serta dari BP batam terlibat bentrok.
2. Dengan terjadinya bentrokan antara warga dan apparat gabungan
menandakan bahwa cara cara yang dilakukan pemerintah tidak sesuai
dengan cara cara kemanusiaan. Dalam hal itu banyak terjadi pelanggaran
hak asasi manusia,dimana hak hak warga Masyarakat adat dirampas oleh
pemerintah dengan dalih proyek Pembangunan nasional (PSN) Bernama
Rempang Eco City (REC). banyak aturan hukum yang dilanggar oleh
pemerintah mulai dari tidak dijalankannya amanat tujuan UUPA,
pelanggaran Hak Asasi Manusia, bahkan bisa sampai ke pengingkaran
terhadap konstitusi. Aturan pengosongan lahan yang harus cepat dengan
batas waktu satu bulan ditargetkan akhir September selesailah yang
membuat konflik ini terjadi disamping factor bahwa terbatasnya
perlindungan hukum atas hak masyarakat adat di Rempang.
3. Pemerintah harusnya mengambil langkah-langkah yang tepat dalam
menangani kasus di Pulau Rempang, Batam. Pemerintah lebih
menekankan pendekatan persuasif dan komunikasi yang baik dalam
menangani konflik tersebut.
pemerintah tidak boleh menggunakan pendekatan berbasis kekuatan
bersenjata atau kekerasan institusional terhadap warga Rempang. Tugas
pemerintah adalah membantu mereka menemukan keadilan dan kepastian
hukum akan hak mereka. Sekiranya pemerintah ingin melakukan
pendekatan berbasis hak terhadap para warga yang terdampak, perlu
diadakan proses peradilan yang independen untuk menentukan besaran
kompensasi yang adil bagi mereka.
Pendekatan yang terbaik adalah musyawarah bersama atas dasar
kepentingan dan, apabila perlu, meminta jasa mediasi oleh pihak ketiga
yang netral guna merumuskan suatu kesepakatan bersama. Pendekatan ini
akan mendorong para pihak untuk berhenti bertikai atau menggunakan
kekerasan paling tidak untuk sementara waktu.
Jika dijalankan dengan tepat, konflik ini bisa mendorong terjadinya kerja
sama yang baik antara pemerintah dan warga untuk menjadikan Batam
(termasuk Rempang) sebagai salah satu kawasan industri, perdagangan,
dan wisata yang terbaik di Asia Tenggara.
Dalam konflik seperti ini, Polri dan pemerintah (termasuk Badan
Pertanahan Nasional dan BP Batam) tidak bisa berperan sebagai mediator
karena akan dianggap tidak netral. Komnas HAM dapat terus memediasi
dan mendorong para pihak yang berkepentingan untuk bersama-sama
merancang masa depan Rempang dengan melibatkan masyarakat adat di
sana.
Diperlukan kebijakan khusus dalam penyelesaain kasus rempang ini.
Model penyelesaian sengketa penguasaan tanah antara masyarakat dan BP
Batam harus diawali dengan penelusuran riwayat tanah melalui sejarah,
cagar budaya, tanda-tanda fisik alam—seperti usia pohon atau tanaman
keras yang ditanam—pengakuan dan kesaksian masyarakat serta lembaga
adat.

Anda mungkin juga menyukai