Anda di halaman 1dari 3

PENERAPAN STRATEGI FUNGSI PREVENTIF – PENCEGAHAN (DIRECT

PREVENTION) DALAM PENCEGAHAN KONFLIK TANAH ULAYAT ANTARA


MASYARAKAT ADAT DAYAK DENGAN PT TANJUNG BUYUH
PERKASA PLANTATION (TBPP)

Oleh :
KIKI TANLIM / NPM : 2206139062
Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian,
Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN
Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kerawanan konflik tanah ulayat adalah
Provinsi Kaltim. Kasus dugaan pencaplokan tanah ulayat yang terjadi di Kalimantan Timur
terjadi sejak tahun 2006 hingga 2008 lalu. PT TBPP menanam sawit diluar batas tanah HGU,
yakni di atas Tanah Ulayat Masyarakat Adat Dayak Marjun, di Kecamatan Talisayan seluas
sekitar 1800 Hektar. Menurut KNPA dan GEBRAK, berbagai upaya protes dan penolakan telah
dilakukan oleh masyarakat terhadap operasional perusahaan. Namun, akibat pemerintah yang
abai menyelesaikan konflik agraria dan mengakui hak-hak atas wilayah adat Masyarakat Adat
Dayak Marjun, alih-alih protes masyarakat mendapat respon dari pemerintah justru berbalas
tindakan represif dari pihak aparat dan berujung kriminalisasi terhadap enam orang warga sejak
Sabtu, 4 Juni 2022. Mereka di antaranya terdiri dari empat orang Masyarakat Adat Dayak
Marjun (Jamaludin, Shabir, Mansur, Amin) dan dua orang lainnya yaitu Ketua DPC KASBI
(Boni) dan pekerja sawit (Alek) (Pratamamedia.com, 2022). Koflik tanah ulayat berpotensi
menimbulkan ancaman Kamtibmas, sehingga sangat penting untuk diidentifikasi akar
penyebabnya guna merumuskan suatu upaya pencegahan konflik.
Ilmu kepolisian dapat dikatakan sebagai tulang punggung dalam pelaksanaan profesi
kepolisian. Hal ini dikarenakan profesi kepolisian sendiri menuntut adanya kemahiran dan
pengetahuan khusus yang menjadi dasar bertindak, dimana seorang anggota polisi harus dapat
berperilaku profesional, otonom, netral dan independen. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak
terjadi campur tangan pihak politisi dalam pelaksanaan tugas kepolisian. Dalam konteks Ilmu
Kepolisian, penegakan hukum harus tepat dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi
dan keamanan selain mempertimbangkan faktor hukum dalam pelaksanaan tugasnya. Hal ini
sesuai dengan Ilmu Kepolisian yang mempedomani pelaksanaan tugas-tugas lembaga
kepolisan, dimana Ilmu Kepolisian merupakan sebuah bidang ilmu pengetahuan yang
mempelajari fungsi dan lembaga kepolisian dalam mengelola masalah-masalah sosial guna
mewujudkan keteraturan sosial (Dahniel, et.al, 2015). Polres Berau dalam pencegahan konflik
tanah ulayat antara masyarakat adat dayak dengan PT. TBPP hendaknya dapat mengedepankan
strategi fungsi preventif – pencegahan (direct prevention), sehingga konflik tidak meluas dan
dapat menemukan titik terang dan kemudian permasalahan sengketa lahan dapat terselesaikan
melalui kesepakatan diantara pihak-pihak yang berkonflik. Berdasarkan uraian tersebut penulis
tertarik untuk menganalisis lebih lanjut mengenai “PENERAPAN STRATEGI FUNGSI
PREVENTIF – PENCEGAHAN (DIRECT PREVENTION) DALAM PENCEGAHAN
KONFLIK TANAH ULAYAT ANTARA MASYARAKAT ADAT DAYAK DENGAN PT
TANJUNG BUYUH PERKASA PLANTATION (TBPP)”

II. PEMBAHASAN
Dalam pandangan T.R. Gurr (dalam Sutrisno, 2023) bahwa berlarut-larutnya konflik
masyarakat Adat Dayak Marjun dengan PT TBPP dikarenakan tidak bekerjanya Negara sebagai
wasit. Bahkan, negara dalam hal ini terlibat seperti halnya tindakan tindakan represif dari pihak
aparat dan berujung kriminalisasi terhadap enam orang warga. Selain itu, dalam konflik
agrarian antara masyarakat Adat Dayak Marjun dengan PT TBPP para penegak hukum
seharusnya lebih teliti dalam menerapkan hukum berlaku di tengah-tengah masyarakat,
utamanya masyarakat adat yang selama ini menjadi kelompok yang rentan dilanggar hak-
haknya. Dalam penyelesaian konflik, para penegak hukum seharusnya dapat memahami
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 terkait pengakuan wilayah adat yang
meminta pemerintah pusat dan daerah untuk mengukuhkan keberadaan masyarakat adat dan
mengeluarkan klaim hutan Negara dari wilayah adat. Tumpang-tindih klaim antara Negara
dengan masyarakat adat selama ini adalah salah satu sumber utama konflik agraria yang
menyebabkan tergusurnya masyarakat adat dan petani dari tanah serta wilayah mereka.
Dalam kaitannya dengan konflik tanah ulayat antara masyarakat adat dayak dengan PT
Tanjung Buyuh Perkasa Plantation (TBPP), berkembang suatu pandangan bahwa aduan yang
disampaikan masyarakat Adat Dayak Marjun kepada KSP dan Presiden Joko Widodo selaku
Kepala Negara Republik Indonesia tidak mendapatkan tanggapan serius. Situasi tersebut
mendorong berkembangnya hostile beliefs (keyakinan bermusuhan) dan wishfulfillment beliefs,
yang semakin kuat karena berbagai upaya protes dan penolakan yang dilakukan oleh
masyarakat namun, pemerintah dianggap abai menyelesaikan konflik agraria dan mengakui
hak-hak atas wilayah adat Masyarakat Adat Dayak Marjun.
Dalam proses perilaku kolektif (collective behavior), social control (kontrol sosial)
lebih banyak berfungsi sebagai penentu-kontra (counter-determinant). Agen kontrol sosial
dalam hal ini pemerintah tidak mampu memberikan pengawasan dan tindakan hukum atas
pelanggaran yang dilakukan oleh PT TBPP. Kasus yang dialami oleh Masyarakat Adat Dayak
Marjun membuktikan bahwa program reforma agraria pemerintah tidak mampu menyelesaikan
konflik dan ketimpangan agraria, sebagaimana tujuan utama dari reforma agraria yang dicita-
citakan konstitusi. Peristiwa ini semakin menambah preseden buruk penanganan konflik agraria
di Indonesia yang selalu mengedepankan pendekatan represif dan diskriminatif secara hukum
terhadap masyarakat dan dapat menjadi konflik dalam skala besar yang dapat mengancam
stabilitas Kamtibmas.
Ilmu kepolisian bermanfaat dalam memecahkan masalah, sehingga bermanfaat bagi
manusia. Pemecahan masalah dimaksud adalah terhadap aspek keamanannya, bahkan dapat
dipastikan bahwa setiap masalah memiliki dua aspek, yaitu keamanan dan kesejahteraan
(Fadillah dan Machyawaty, 2015: 78). Kegiatan operasional tersebut dikelola menggunakan
strategi yang disesuaikan dengan eskalasi masalah sosial yang dihadapi, sebagaimana ditinjau
dalam Teori Gunung Es (Dahniel, et,al, 2015), antara lain strategi fungsi deteksi dini dan pre-
emtif, strategi fungsi preventif – pencegahan (direct prevention), dan strategi fungsi investigasi
dan represif. Kepolisian dalam hal ini Polres Berau dalam upaya pencegahan (direct
prevention) dan penanganan konflik tahan ulayat yang melibatkan Adat Dayak Marjun dengan
PT TBPP hendaknya dapat mengedepankan pemolisian kolaboratif bersama stakehoder terkait,
seperti Pemda ataupun Pemkab untuk meningkatkan penyelesaian sengketa tahan ulayat
melalui hukum adat dayak berdasarkan keadilan restoratif. Kolaborasi yang solid antara Polri
dengan stakeholder terkait dapat mencegah konflik berkepanjangan, sekaligus melindungi hak-
hak masyarakat adat dari kelompok tertentu yang ingin menguasai.

III. PENUTUP
Kepolisian dalam hal ini Polres Berau dalam upaya pencegahan (direct prevention) dan
penanganan konflik tahan ulayat yang melibatkan Adat Dayak Marjun dengan PT TBPP
hendaknya dapat mengedepankan pemolisian kolaboratif bersama stakehoder terkait, seperti
Pemda ataupun Pemkab untuk meningkatkan penyelesaian sengketa tahan ulayat melalui
hukum adat dayak berdasarkan keadilan restoratif.

Daftar Referensi
Dahniel, Rycko Amelza, et.al. 2015. Ilmu Kepolisian. Edisi Perdana Dies Natalis ke-69 STIK-
PTIK. Jakarta: PTIK Press.

Fadillah, S. F., dan Machyawaty, T. 2015. Lex Specialis Ilmu Kepolisian. Tangerang: Faris
Vania Publishing.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012.

Sutrisno. 2023. Teori Konflik Kontemporer : Pergeseran Konflik. Jakarta: Bahan Ajar Sekolah
Tinggi Ilmu Kepolisian.

Anda mungkin juga menyukai