Anda di halaman 1dari 7

UPAYA BALAI MEDIASI DESA DALAM MEWUJUDKAN SOCIAL

HARMONY

(Studi kasus Konflik Tenurial di daerah encalave Ranu Pane TNBTS

PROPOSAL PENELITIAN

Mata Kuliah Penelitian KS (D2)

Oleh

Bagus Firman Ahmada NIM.180910301056

Dosen Pengampu
Ahmad Munif S.Sos

JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS JEMBER

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberadaan TNBTS memberikan fungsi dan manfaat bagi masyarakat pada
desa enclave maupun desa-desa lainnya di sekitar Kawasan taman nasiona. Wilayah
enclave merupakan desa yang terkepung Kawasan hutan konservasi. Desa enclave di
TNBTS yaitu diantaranya ada Desa Ngadas dan Desa Ranu Pani, desa tersebut dihuni
oleh masyarakat suku Tengger yang homogen dalam kehidupan ekonomi, sosial
maupun budaya. Interaksi antara masyarakat dengan kawasan TNBTS tidak dapat
dihindari dengan tinggalnya masyarakat dalam desa enclave di dalam kawasan
TNBTS. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, Wilayah enclave ini
membuat masyarakat dalam menjalani kehidupan nya tentunya memiliki hubungan
dan ketergantungan yang erat terhadap hutan, semsial untuk memnuhi kebutuhan
pokok, untuk membuat perapian yang hangat dalam kondisi wilayah yang ekstrem,
berburu, dan upacara adat.

Namun disisi lain hutan konservasi yang mengelilingi wilayah tersebut


juga merupakan asset negara yang harus dijaga penuh kelestarian nya. Dalam
menjaga kelestarian hutan sudah menjadi tugas dari masyarkat dan utamanya adalah
aparatur negara yang dimandatkan dalam menjaga hutan, semisal Polisi hutan,
Kemterian lingkungan hidup dan petugas Taman Nasional. Dari wawancara yang
dilakukan dengan petugas tman nasional mmenyebutkan, Upaya yang dilakukan oleh
petugas penjaga hutan dalam melestarikan hutan adalah mengakomodir pemanfaatan
hutan konservasi tersebut. Hal ini lah yang membaut terkadang petugas hutan sering
berselisih kepntingan dengan masyarakat adat yang bernaung di hutan hutan yang
berada di Kawasan enclave Ranu Pane. Menurut Purwaningrum (2006) menyatakan
bahwa masyarakat yang tinggal di daerah enclave melakukan perambahan hutan
karena terdorong untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti memasak, penghangat
ruangan, membangun rumah dan upacara adat. Dalam memanfaatkan hutan, sering
kali menimbulkan berbagai pandangan yang berbeda-beda baik dari pemerintah
daerah dengan masyarakat adat.

Dalam pemanfaatan hutan telah diatur didalam PP no 6 tahun 2007 yang


kemudian disempurnakan PP no 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan yang mengamanahkan bahwa
pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak
mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan hasil hutan kayu, juga harus mendapatkan
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT).
Namun dari beragam kebijakan yang ada masih timbul ketidakpastian dalam
penguasaan kawasanhutan dapat menghambat efektivitas pengelolaan hutan.
Permasalahan ini dapat menimpa masyarakatlokal yang bermukim dan memanfaatkan
lahan didalam kawasan hutan, termasuk pihak swasta dan pemerintah. Tumpang-
tindih hak atas kawasan hutan terjadi akibat sistem perijinan yang kurang terpadu dan
penguraian persoalan atas klaim lahan yang kurang memadai.

Dari pengamatan di lapangan dan juga pendapat warga ranu pane saat
wawancara memaparkan bahwasan nya perjanjian IUPHHK-HT justru dibeberapa
kasus malah sering kali ditunggangi oleh kepentingan industri untuk mengeksploitasi
hutan. Mesranya hubungan pemerintah, pengelola dan juga korporasi juga
melanggengkan kerusakan alam yang ditimbulkan di Kawasan hutan. bentuk
eksploitasi yang dilakukan oleh oknum industry seperti hal nya illegal loging dan
pertambangan. Ditambah lagi dengan isu pemerintah yang akan memberlakukan
kebijakan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang ingin beritikat untuk
menciptakan 10 bali baru yang salah satu targetnya adad di wilayah enclave Bromo
tengger Semeru. Hal ini tentunya akan menciptakan babak baru pada eksploitasi
hutan yang lebih massif lagi nantinya. Tidak hanya itu masyarkat pun akan terkena
imbas nya. Dalam peryataan salah satu warga dalam wawancara menyebutkan Ketika
hutan sudah rusak maka kesejahteraan dan keharmonisasian sosial yang dimiliki oleh
masyarkat akan lenyap.

Sejauh ini, dalam setiap permaslahan ekosistem sekitar wilayah enclave


masyarkatlah yang seing di kambing hitamkan. Dari hasil wawancara dengan salah
satu aktivis lingkungan, ada beberpa kasus yang menjadi perhatian. Mulai dari
pendangkalan danau ranu pane, masyarkat lah yang dituding bahwasan nya system
pertanian masyarkat tidak ramah lingkungan sehingga menyebabpkan erosi, namun
dalam permaslahan tersebut pemerintah menutup mulut untuk memberikan solusi
kongkrit semisal membuat lahan percontohan atau pun memberikan bantuan reservasi
lahan. Selain itu maslah perluasan lahan enclave yang dinggapnya masyarkat
menerabas hutan padahal perluasan desa merupakan hal yang harus diberikan
masyakat Ketika masyarkat mengalami anomaly pertumbuhan demografis. Dan yang
trerakir adalah pemanfaatan hasil hutan seperti kayu yang dimanfaatkan untuk kayu
bakar karena ranu pane memiliki iklim yang ekstrem, namun hal ini menuai cibiran
bahwasan nya masyarkat mncuri di lahan negara. Hal ini tentunya kontradiktif Ketika
melihat banyak sekali ilegall loging yang tentunya memiliki kongkalikong dengan
beberapa pihak yang memilikii dampak yang sangat destruktif.

Tudinngan tudingan inilah yang berujung pada konflik yang membuat


keharmonisan sosial juga terganggu. Masyarakat seingkali terlibat dalam konflik
konflik Tenurial dnegan pemerintah. Belum lagi efek perseteruan itu membagi
masyarkatat menjadi 2 cluster anatara cluster yang sepakat kepada sector pariwisata
dan cluster masyarkat yang sepakat dengan petani yang seringkali juga berselisih
faham hingga mengganggu kerukunan antar warga. Ujar kepala desa Ranu Pane
dalam wawancaranya menyebutkan. Dari Masalah-masalah dan berbagai kepentingan
yang sudah ada tentunya permaslahan yang ada akan semakin memperlebar adanya
konflik tenurial yang ada di kawasan Desa Ranu Pane tersebut. Selain itu
kecemburuan sosal juga akan semakin nampak. Hal ini merupakan konflik laten yang
dialami saat ini , namun jikalau hal ini dibiarkan secara meluas tanpa adanya proses
mediasi yang serius, bukan tidak mungkin dikemudian hari akan timbul konflik
manifest antara masyarkat dan pihak pihak yang memiliki kepentingan.

Secara terminologis konflik sosial yang terjadi di sektor kehutanan disebut


sebagai konflik tenurial. Definisi konflik tenurial berdasarkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor 84. Tahun 2015 adalah
berbagai bentuk perselisihan atau pertentangan klaim penguasaan, pengelolaan,
pemanfaatan, dan penggunaan kawasan hutan. Definisi yang serupa juga disampaikan
oleh Sylviana dan Hakim (2014) yang mengatakan bahwa konflik tenurial adalah
konflik dalam penguasaan lahan dan sumber daya alam. Terjadinya konflik tenurial
tidak hanya melibatkan masyarakat dengan lembaga pemerintah yang mengelola
suatu kawasan hutan, melainkan juga melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan
lainnya seperti perusahaan dan lembaga swadaya masyarakat. Lebih lanjut, Senoaji
(2020) menjelaskan bahwa pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan
hutan memiliki prinsipnya masing-masing. Pemerintah berkepentingan dalam
mengamankan hutan negara, masyarakat memiliki kepentingan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya secara sosial dan ekonomi dari sumber daya hutan, perusahaan
memiliki kepentingan bisnis, dan lembaga swadaya masyarakat memiliki kepentingan
untuk membela hak-hak masyarakat atas hutan.

Tentunya dibutuhkan sikap yang tegas dari pihak pihak yang terlibat
dalam konflik tenurial tersebut agar konflik dapat terselesaikan. Salah satu upaya
kongkrit yang harus dilakukan adalah dengan melakukan mediasi yang dihadiri oleh
pihak pihak yang terlibat dalam konflik yang terjadi. Dari hail observasi dan
wawancara kepada dukun desa sebagai salah satu inisiator dari Balai mediasi, maka
bisa ditafsirkan masyarkat ranu pane menggunakan upaya penyelesaian maslah
dengan cara membangun balai mediasi. Balai mediasi merupakan upaya yang
dilakuakan oleh masyarkat untuk membangun komunikasi yang efektif dalam
penyelesian konflik yang terjadi yang berlandaskan asas kelestarian dan kearifan
lokal. Dalam hal ini masyarkat memiliki cara tersendiri dalam menyelesaikan konflik
yang terjadi, yaitu dengan membangun balai mediasi sebgai upaya mengakomodir
kepentingan dari pihak pihak yang berkonflik dengan berandaskan akan kearifan
lokal. Selain menyelesaikan konflik diharapkan juga nantinya dapat membuka
wawasan dan juga tentunya dapat berimbas terhadap kelestaraian dan terjaganya
tradisi leluhur yang ada di desa ranu pane. “Ketika konflik dan kelestarian sudah di
bisa terselesaikan dan terlaksanakan bukan tidak mungkin keharmonisan sosial akan
Kembali tercipta di ranu pane”, pungkas kutipan di media Walhi.

Menurut teori pranata sosial Karakteristik keharmonisan masyarakat tidak lepas


dari kehidupan dalam bermasyarakat, dimana harmonisasi masyarakat menjadikan faktor
penting dalam membangun karakter masing-masing individu yang terlibat langsung di dalam
pranata menuju Karakteristik Harmonisasi masyarakat sosial itu sendiri.Yang dimaksud
dengan keharmonisan sosial adalah tata kehidupan yang dilandasi semangat saling
menghargai, saling menghormati antar warga dan antar komunitas masyarakat lokal.
Keharmonisan Sosial merupakan proses hubungan sosial yang bersifat mutualisme dan
berkelanjutan yang dilakukan antara pihak yang bersinggungan untuk mewujudkan
kehidupan berdampingan secara damai, adil, selaras, harmonis dan seimbang. Pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa keserasian sosial berlandaskan pada hubungan mutualisme
yang saling menerima dan memberi serta berinteraksi secara rutin dan terus menerus dan
hidup berdampingan secara rukun tanpa adanya konflik dengan meletakan nilai saling
menghargai dan saling menghormati sebagai landasan pijakan dalam menerapkan
kehidupaan hidup bermasyarakat. Wirutomo, (2012).

Dalam penelitian ini peneliti mencoba mengkaji lebih lanjut terkait upaya dan
strategi yang dilakukan oleh balai mediasi desa dalam meciptakan keharmonisan
sosial yang ada di desa ranu pane yang sedang mengalami konflik tenurial dengan
pemerintah. Hal ini diasa peneliti menarik dikarnakan penyelesaian konflik yang
dilakukan lebih mengedepankan kepentingan masyarkat lokal dan kearifan lokal.
Dalam hal ini diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam penyelesaian
konflik di berbagai tempat yang memiliki permaslahan yang sama di daerah lain.

Anda mungkin juga menyukai