Anda di halaman 1dari 5

POLEMIK PULAU REMPANG AKIBAT RELOKASI

PEMBANGUNAN “REMPANG ECO CITY’’

Elivia Pasma Putri


07011182328112
Universitas Srwijaya

Rempang merupakan sebuah nama pulau yang terletak di wilayah


pemerintahan Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Tempat ini menjadi
pulau terbesar kedua yang dihubungkan oleh enam buah Jembatan
Barelang (Batam,Rempang,Galang). Pulau Rempang merupakan kawasan
yang sangat strategis jika dilihat dari sektor ekonomi karena berbatasan
langsung dengan negara-negara maju di luar sana. Kepemilikan Pulau
Rempang dikelola oleh Badan Pengelolaan Batam. Alasan tersebut
berhubungan dengan tata pengelolaan usaha industri guna kepentingan
negara. Nah, dari hal tersebut, akhir-akhir ini Pulau Rempang menjadi
sorotan publik baik di media massa maupun media sosial, dikarenakan
adanya polemik yang terjadi akibat sebuah relokasi pembangunan yang
merupakan investasi besar dan menjadi fokus utama dari Proyek Strategis
Nasional (PSN). Proyek itu berhubungan dengan pembangunan pabrik kaca
terbesar kedua setelah China. Untuk membangun proyek tersebut maka
diperlukan adanya Relokasi pembangunan. Akan tetapi relokasi tersebut
menyebabkan penolakan warga untuk digusur tempat tinggal mereka,
sehingga mengakibatkan bentrok antara aparat pemerintah dengan warga
sekitar.
Pemasalahan yang terjadi di Pulau Rempang hingga
mengakibatkan aksi bentrok itu terjadi karena motif ketidakterimaan
masyarakat adat melayu tua terkait program relokasi. Masyarakat adat
melayu tua menganggap bahwa jika adanya relokasi permukiman maka
akan mengakibatkan sejarah tempat tinggal yang dibangun jauh sebelum
Indonesia merdeka akan lenyap. Tempat tinggal yang dibangun mereka itu
adalah peninggalan leluhur yang patut dilestarikan untuk warisan generasi
yang akan datang. Jika adanya program relokasi itu, maka mereka
beranggapan budaya khas melayu tua sejak zaman kerajaan akan sirna
begitu saja.
Selain dari faktor dalam masyarakat itu, kurangnya komunikasi
yang efektif juga membuat masyarakat terpancing dengan isu-isu yang
menyebar, sehingga langsung mengambil tindakan tanpa berpikir rasional.
Akibat motif tersebut, masyarakat juga terpancing oleh sikap aparat
pemerintah yang mengambil pendekatan represif yaitu adanya
penembakan gas air mata, sehingga warga semakin terpancing emosinya
dan membuat situasi yang terjadi semakin memanas. Selain hal tersebut,
aksi bentrok juga dipicu oleh provokator yang bukan berasal dari Warga
Pulau Rempang asli. Terdapat delapan warga di luar daerah yang
diamankan oleh aparat keamanan yang terbukti bukan warga rempang asli
namun sudah dibebaskan.
Permasalahan Pulau Rempang ketika dilihat dari sudut pandang
luar banyak melibatkan berbagai lembaga-lembaga pemerintah terjun
langsung dalam menyelesaikan permaslahan yang ada. Di lihat dari sektor
politik di bidang ekonomi masalah Pulau Rempang sangat erat kaitannya
dengan BP Batam karena program yang yang akan dibuat ini merupakan
rancangan yang dibuat oleh lembaga tersebut. Terkait permasalahan
bentrok yang terjadi, BP Batam menyatakan bahwa permasalahan ini
sebetulnya sudah ada sejak tahun 2004 terutama ketika pemerintah pusat
dan BP Batam menerbitkan hak pengelolaan lahan (HPL) kepada
Perusahaan swasta. HPL tersebut kemudian berpindah tangan ke PT
Makmur Elok Graha, akibat adanya hal tersebut warga yang sudah tinggal
berpuluh puluh tahun sulit untuk mendapatkan sertifikat kepemilikan
lahan. Kawasan yang sudah ditinggali tersebut, padahal akan dibuat tempat
usaha industri, perdagangan dan pariwisata, namun pengosongan lahan
terkait program tersebut baru terealisasi tahun 2023 yang dimasukkan
dalamprogram Proyek Strategis Nasional (PSN).

Untuk membangun sebuah kawasan berbasis industri tidak bisa


dibangun di sekitar permukiman penduduk karena dampaknya sangat
berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Mengatasi masalah yang
terjadi maka BP Batam melalukan relokasi wilayah permukiman
penduduk. Akan tetapi, relokasi tersebut tidak berjalan sempurna karena
mengalami penolakan dari sejumlah warga yang merupakan kampung
adat melayu tua. Untuk mengatasi hal tersebut, BP Batam pada akhirnya
mengeluarkan keputusan dengan persetujuan presiden yang isinya bahwa
akan diberikan uang ganti rugi dan lahan seluas 500 hektar kepada
kampung yang terkena dampat. Selain hal tersebut, BP Batam juga akan
memberikan fasilitas seperti masjid, mushola, sekolah dan akan dibentuk
kawasan berbasis budaya, sehingga masyarakat melayu tua dapat
mengembangkan karakteristik kebudayaan luhur mereka.

Di sisi lain, sebuah badan pengelolaan membutuhkan izin dari


presiden melalui menteri investasi yang ditugaskan untuk
penadatanganan perjanjian ekonomi tertentu. Bahlil Lahadalla, Menteri
Investasi Indonesia merupakan orang yang turut andil dalam
penandatanganan MOU dengan Investor China. Proyek yang
dikembangkan ini nantinya akan menjadikan perekomian Indonesia
semakin membaik dan menaikan pendapatan masyarakat terutama adanya
tenaga pekerjaan dan supplier yang diambil dari anak muda bangsa.
Terkait kasus tersebut, dia mengatakan bahwa akan terjun langsung ke
lapangan untuk meninjau situasi dan mengadakan upaya pendekatan yang
baik dengan masyarakat.
Pendekatan kepada masyarakat tidak cukup jika dilakukan tanpa
bantuan aparat keamanan maka dari itu Kapolri Jenderal Pol. Listyo
Sigit akan mengadakan upaya sosialisasi dan mengedepankan musyawarah
untuk mufakat. Akan tetapi dalam kenyataannya, aparat keamanan malah
melakukan pendekatan represif yaitu adanya tembakan gas air mata yang
membuat situasi semakin memanas sehingga bentrok seumlah warga pun
tidak dapat terelakan bahkan mengakibatkan sejumlah korban luka-luka.
Dalam mengatasi kasus Rempang Eco City yang tidak kunjung
usai dan tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah setempat, Presiden
Jokowi turun tangan dalam menghadapi masalah yang terjadi di Pulau
Rempang dan menanggapi bahwa “permasalahan tersebut terjadi karena
pengosongan lahan disebabkan kurangnya efektivitasnya musyawarah
antara pemerintah dengan masyarakat, sehingga mereka terkejut ketika ada
penggusuran permukiman”. Dalam upaya menenangkan situasi yang
terjadi, Presiden Jokowi menginginkan adanya diskusi sebelum pengalihan
lahan dan mengatakan bahwasannya “situasi tidak akan menjadi kacau
ketika adanya komunikasi yang baik bukan dengan menggunakan
pendekatan represif karena proyek ini sejatinya digunakan untuk
mensejahterakan rakyat dan seharusnya bisa diselesaikan oleh pemerintah
setempat dan tidak seharusnya masalah ini sampai ke tangan presiden”.

Tidak tinggal diam, Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia juga


turun tangan terkait masalah yang ada di Pulau Rempang dan melakukan
sejumlah sidang hingga mengahasilakan keputusan yang menguntungkan
satu sama lain. Dewan Perwakilan Rakyat berperan dalam perumusan
rancangan undang-undang masyarakat adat. Sebagaimana yang telah
disampaikan dalam siding paripura DPR,komisi 1 dari fraksi Partai
Nasdem menyampaikan enam pokok aksi dalam menindak lanjuti kasus
di Pulau Rempong. Keenam usulan aksi tersebut yaitu :

• Menyayangkan adanya kekerasan yang mengakibatkan


korban dalam konflik yang melibatkan masyarakat yang
ada di Pulau Rempang dan Galang.

• Mendesak apparat penegak hukum untuk menghentikan


penggunaan kekerasan dan mengatasi tindak kekerasan
yang terjadi.

• Mengajak semua baik aparat, pemerintah, maupun


masyarakat menahan diri dan meredakan situasi agar
tercipta keaadaan yang tenang terlebih dahulu.

• Mencegah terjadinya kekerasan kembali dan selanjutnya


terus mengedepankan dialog dalam mencari penyelesaian.

• Meminta pemerintah pusat untuk mengambil langkah-


langkah penyelesaian yang tidak merugikan semua pihak
baik dari sisi proyek strategis nasional maupun dasi sisi
masyarakat adat

• Meminta agar dewan perwakilan rakyat segera menyusun


undang-undang masyarakat adat.

Banyak lembaga yang terlibat dalam kasus Rempang Eco City dan
berusaha untuk mencari solusi yang terjadi. Maka dari itu, lembaga perwakilan
adat, (LAM) Riau selaku jembatan penghubung antara pemerintah dengan
masyarakat setempat mengeluarkan sebuah maklumat yang intinya adalah
permintaan agar pemerintah daerah tidak menggunakan kekerasan yang
melunturkan nilai nilai kemanusiaan sehingga lebih mengedepankan
musyawarah untuk mufakat. LAM Riau juga sangat menyayangkan adanya
bentrok antara warga dengan pemerintah.

Pengaruh dari lembaga-lembaga pemerintah yang telibat dalam kasus


Rempang Eco City diharapkan dapat menyelesaikan pemasalahan yang ada
sehingga program yang dijalankan nantinya mampu menyejahterakan rakyat
Indonesia terutama dalam meningkatkan neraca perdagangan di kaca
Internasional.

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa kasus yang terjadi di Pulau Rempang dipicu


oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun luar. Terkait penyelesesaian
masalah pemerintah melakukan mediasi dengan cara terbaik dan bersifat
menguntungkan untuk kesejahteraan Masyarakat Pulau Rempang dan demi
berkembangnya perekonomian negara.

Anda mungkin juga menyukai