Anda di halaman 1dari 11

Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum | 1

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP MASYARAKAT YANG TERKENA


DAMPAK PEMBANGUNAN WADUK JATIGEDE DI KABUPATEN
SUMEDANG
THE GOVERNMENT POLICIES FOR THE PEOPLE AFFECTED BY THE DEVELOPMENT
OF THE JATIGEDE DAM IN SUMEDANG REGENCY
Oleh : Tri Mulyani; Pembimbing: Dr. Suharno, M. Si
Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum UNY
Surel : trimlyni@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan Pemerintah terhadap masyarakat yang terkena
dampak pembangunan Waduk Jatigede, Peran Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam menangani dampak
yang ditimbulkan akibat pembangunan Waduk Jatigede bagi masyarakat yang terkena dampak pembangunan
Waduk Jatigede. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif. Subjek
penelitian diambil secara purposive yakni Kepala Bagian Pemerintahan dari Pemerintah Daerah Kabupaten
Sumedang, Kepala Sub Bagian Pemerintahan dan Sosial Kabupaten Sumedang, dan Kepala Bagian Teknis
Cipta Karya Kabupaten Sumedang. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan
dokumentasi. Teknik analisis data secara induktif meliputi reduksi data, unitasi dan kategorisasi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Teknik keabsahan data yang diperoleh menggunakan teknik
cross check. Hasil penelitian ini dapat dikemukakan bahwa kebijakan pemerintah terhadap masyarakat yang
terkena dampak pembangunan waduk jatigede mengacu pada Peraturan Presiden tahun 2015 tentang
Penanganan Dampak Kemasyarakatan Waduk Jatigede. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
untuk menangani dampak sosial akibat dibangunannya Waduk Jatigede diantaranya adalah kebijakan ganti rugi,
kebijakan relokasi, dan kebijakan penyediaan fasilitas umum. Sedangkan peran Pemerintah Kabupaten
Sumedang dalam menangani dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan Waduk Jatigede adalah sebagai
pelaksana kebijakan pemerintah pusat, kebijakan-kebijakan yang dilaksnakan oleh Pemerintah Kabupaten
Sumedang yaitu, kebijakan ganti rugi, kebijakan relokasi, dan kebijakan penyediaan fasilitas umum.

Kata kunci: Kebijakan, Pemerintah Daerah, Waduk Jatigede

Abstract
This study aims to investigate: the government policies for the people affected by the development of the
Jatigede Dam, the roles of the government of Sumedang Regency in settling the impacts resulting from the
development of the Jatigede Dam on the people affected by its development. This was a descriptive study using
the qualitative research approach. The research subjects were purposively selected, including the Head of the
Government Section of the Local Government of Sumedang Regency, the Head of the Government and Social
Sub-section of Sumedang Regency, and the Head of the Cipta Karya Technical Section of Sumedang Regency.
The data were collected through interviews, and documentation. The data trustworthiness was enhanced by the
data cross check. The data were inductively analyzed through data reduction, data unitization and
categorization, data display, and conclusion drawing and verification. The research findings show that the
government policies for the people affected by the development of the Jatigede Dam refer to the Presidential
Regulation Year 2015 regarding the Settlement of the Societal Impacts of the Jatigede Dam. The policies issued
by the government to settle the societal impacts resulting from the development of the Jatigede Dam include,
among others, the compensation policy, the relocation policy, and the public facility provision policy.
Meanwhile, the roles of the government of Sumedang Regency in settling the impacts resulting from the
development of the Jatigede Dam are as one implementing the central government policies; the policies
implemented by the government of Sumedang Regency include the compensation policy, the relocation policy,
and the public facility provision policy.

Keywords: Policies, Local Government, Jatigede Dam


PENDAHULUAN
Pembangunan Waduk Jatigede mengacu kepada Surat Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat Nomor 598.82/ SK.1266-Pem. Um/ 81 tanggal 16
September 1981 tentang penerbitan ijin pembebasan tanah dan tata cara pengadaan lahan dan
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dengan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 77 tahun 1984 tanggal 5 November 1984. Surat Keputusan Bersama (SKB) tersebut
kemudian dijadikan landasan dalam pelaksanaan pembangunan Waduk Jatigede. Setiap
kebijakan yang dikeluarkan oleh pembuat kebijakan pasti menimbulkan dampak, baik postif
maupun negatif. Kebijakan untuk membangun Waduk Jatigede inipun tentu menimbulkan
dampak postif dan negatif bagi lingkungan maupun masyarakat yang hidup disekitar area
pembangunan Waduk Jatigede
Waduk Jatigede merupakan waduk kedua terbesar yang ada di Indonesia setelah
Waduk Jatiluhur, Purwakarta. Proyek pembangunan waduk ini dimulai sekitar 52 tahun silam
yaitu dari masa pemerintahan Presiden Soekarno dan diresmikan pada masa pemerintahan
Presiden Joko Widodo Senin tanggal 31 Agustus 2015 yang ditandai dengan pengisian awal
waduk oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Pembangunan waduk
ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pangan khususnya di daerah Jawa Barat.
Dengan dibangunnya waduk Jatigede sekitar 90.000 hektar lahan sawah yang meliputi
Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu dan Kota Cirebon akan
terairi. Selain itu, dengan dibangunnya Waduk Jatigede ini pasokan listrik daerah Jawa Barat
akan bertambah sekitar 110 Mega Watt (MW).
Pembangunan mega proyek ini tentu saja menelan biaya yang tidak murah, proyek
yang perencanaan pembangunannya dimulai sejak tahun 1960-an ini mendapat kucuran biaya
dari pemerintah Tiongkok sebesar 199,8 USD atau sekitar Rp 2,04 triliun. Pembangunan
waduk yang menelan biaya tidak sedikit ini menimbulkan dampak positif maupun negatif.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pembangunan waduk ini memiliki manfaat yang
antara lain mengairi 90.000 hektar lahan sawah, menambah pasokan listrik 110 MW serta
dapat menjadi objek wisata di daerah Sumedang. Selain memberikan manfaat yang
sedemikian rupa pembangunan mega proyek ini akan menenggelamkan 28 desa (antara lain
Jemah, Suka Kersa, Pada Jaya, Cibogo, Cipaku, dan Paku Alam) di Sumedang, Jawa Barat
secara bertahap, dimana warga yang menepati 28 desa tersebut akan memperoleh ganti rugi
dengan dua kategori (A dan B).
Kategori A adalah warga yang berhak mendapat ganti rugi sesuai dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata
Cara Pembebasan Tanah sedangkan yang termasuk warga dalam kategori B adalah warga
Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum | 3

yang berhak memperoleh ganti rugi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan dan Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 tentang Pengadaaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum. Untuk warga desa kategori A mendapat santunan sekitar Rp 29 juta Rupiah dan
warga desa kategori B mendapat santunan uang tunai pengganti rumah sekitar Rp 122 juta
rupiah. Pemerintah mengucurkan dana sekita 749 miliar rupiah untuk memberikan santunan
kepada warga yang desanya akan ditenggelamkan akibat dari pembangunan Waduk Jatigede
ini. Tetapi, proses ganti rugi dari pemerintah tidak berjalan lancar, banyak warga yang
mengeluhkan soal ganti rugi tersebut.
Pasca penggenangan Waduk Jatigede, masih ada masyarakat yang belum
mendapatkan ganti rugi. Padahal, debit air semakin naik setelah pemerintah resmi
menggenangi waduk itu pada 31 Agustus 2015. Selain ganti rugi, pengajuan komplain warga
juga belum semua terakomodasi, termasuk ketidakjelasan tempat tinggal baru. Alhasil, saat
debit air semakin bertambah, warga tetap bertahan di rumah mereka. Sementara itu, sebagian
warga yang sudah mendapatkan uang ganti rugi sudah mulai membongkar rumah dan
berpindah ke tempat baru, meski mereka harus tinggal menginap di tempat kerabat dan
sebagian harus tinggal di tenda (Metro News, 2010).
Selain permasalahan relokasi warga, pembangunan Waduk Jatigede ini juga
menimbulkan dampak lain yaitu penenggelaman 28 situs alam yang ada di kecamatan yang
akan ikut tenggelam, yaitu Kecamatan Darmaraja. Sejauh ini baru 5 situs yang bisa
dipindahkan, sisanya terancam terkubur di dalam bendungan. Lokasi waduk yang berada di
daerah cekungan tersebut seluas 4.973 hektare. Genangan mencakup 12 desa di 4 kecamatan,
paling banyak di Darmaraja, begitu pula situs sejarahnya yang terancam terendam. Sebagian
lagi merupakan makam tokoh penyebar agama Islam pada abad ke-16. Sebuah situs lainnya
dipercaya masyarakat sebagai makam Raja Tembong Agung bernama Prabu Gagah Agung.
Raja tersebut diperkirakan memerintah di Sumedang pada abad ke-15. Situs Cipeeut yang
berupa makam punden berundak tersebut berada di Desa Cipaku, Kecamatan Darmaraja.
Menurut hasil pendataan teknis Dinas Budaya dan Pariwisata Jawa Barat sejak 2009-2011,
tercatat ada 42 lokasi temuan situs. Sebanyak 32 situs berada di dalam area waduk,
sedangkan 10 situs lainnya akan dikelilingi air.
Berbagai keberatan atas proses dan bentuk pembangunan bendungan tersebut sudah
banyak disampaikan oleh berbagai pihak, secara terang-terangan maupun tersembunyi.
Apabila bendungan Jatigede dioperasikan dan difungsikan sesuai dengan rencana, maka akan
terjadi penenggelaman dan penghilangan pusaka warisan budaya bangsa yang tak ternilai
harganya yang memiliki potensi dampak besar terhadap kehidupan berbudaya dan
spiritualitas bangsa Indonesia. Dampak-dampak lain yang ditimbulkan dari pembangunan
Waduk Jatigede ini sebenarnya meliputi dampak ekonomi, dampak sosial budaya, dan
dampak geologi yang tak luput dari perhatian dimana letak Waduk Jatigede yang berada di
patahan bumi yang memungkinkan waduk jebol kapan saja (AMDAL Pembangunan Waduk
Jatigede, 1992).
Dampak-dampak dari kebijakan pembangunan ini seharusnya menjadi perhatian
pemerintah. Bukan hanya masalah tentang ganti rugi tetapi juga masalah tentang masyarakat
yang kehilangan lahan produktifnya, terkuburnya situs-situs alam bersamaan digenanginya
Waduk Jatigede, serta posisi waduk yang berada di daerah patahan bumi. Pemerintah tentu
harus sigap dan tanggap untuk mengatasi dampak-dampak yang akan ditimbulkan. Karena
jika melihat dari uraian di atas dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan waduk
ini lebih banyak daripada dampak positif yang ditimbulkan. Berdasarkan keterangan di atas,
penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimana kebijakan pemerintah terhaddap
masyarakat yang terkena dampak pembangunan Waduk Jatigede dan apa peran Pemerintah
Kabupaten Sumedang dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan
Waduk Jatigede bagi masyarakat yang terkena dampak pembangunan Waduk Jatigede di
Kabupaten Sumedang.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu jenis penelitian dimana prosedur pemecahan
masalahnya diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek ataupun
objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lainnya) pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya yang meliputi interpretasi data dan
analisis data.Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan,
secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Lexy J. Meleong,
2009: 6).
Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2016 sampai bulan April 2016
di kantor Pemerintahan Kabupaten Sumedang, yaitu di Jalan Prabu Gajah Agung Nomor 19,
Sumedang, Jawa Barat, Kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Sumedang, Kantor Dinas Cipta Karya Tata ruang dan Perumahan Kabupaten
Sumedang. Lokasi penelitian ini dipilih karena yang bertanggungjawab untuk pembangunan
Waduk Jatigede di tingkat pemerintahan kabupaten adalah Pemerintahan Kabupaten
Sumedang, dimana lokasi Waduk Jatigede dibangun.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini diambil secara pusposive berdasarkan kriteria
atau pertimbangan tertentu. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah: (1) Ketua Tim
Pendukung Pembangunan Waduk Jatigede atau Kepala Bagian Pemerintahan pada
Pemerintah Kabupaten Sumedang. (2) Ketua Sub Bagian Pemerintahan dan Sosial pada
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumedang. (3) Kepala
Teknis Bagian Cita Karya Tata ruang dan Perumahan Kabupaten Sumedang pada Dinas Cipta
Karya Tata ruang dan Perumahan Kabupaten Sumedang.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara dan dokumentasi.
Wawancara dalam penelitian ini dilaksanakan dengan teknik wawancara tidak terstruktur
karena tidak menggunakan pedoman wawancara yang sistematid namun menggunakan
panduan wawancara yang berisi pokok-pokok persoalan yang hendak ditanyakan. Tenik
dokumentasi berati suatu cara pengumpulan data yang dihasilkan dari catatan-catatan penting
yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti. Catatan- catatan penting yang
dimaksud adalah yang mempunyai fungsi untuk digunakan sebagai data melalui dokumen
dilakukan karena dokumen merupakan catatan-catatan suatu peristiwa yang sudah berlalu
yang biasanya terbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang
(Sugiyono, 2013: 140).

Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data


Pemerikasaan keabsahan data diperlukan agar data yang dihasilkan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam penelitian ini yang digunakan untuk
pemeriksaan keabsahan data adalah teknik cross check data. Menurut Burhan Bungin (2001:
95-96), cross check data merupakan pengecekan data wawancara dengan data dokumentasi.
Keabsahan data dalam penelitian ini didapatkan dari hasil pengecekan terhadap hasil
wawancara antar subjek penelitian dengan dokumen hasil penelitian yang berkenaan dengan
kebijakan pemerintah terkait ganti rugi, relokasi serta penyediaan fasilitas umum bagi
masyarakat yang terkena dampak pembangunan Waduk Jatigede serta peran Pemerintah
Kabupaten Sumedang dalam mengatasi dampak pembangunan Waduk Jatigede bagi
masyarakat yang terkena dampak pembangunan Waduk Jatigede.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara induktif. Menurut Sugiyono
(2013: 245), teknik analisisi data secara induktif yakni suatu analisis berdasarkan data yang
diperoleh, kemudian dikembangkan menjadi kesimpulan umum (Sugiyono, 2013: 245). Hal
tersebut berarti kesimpulan umum didapat dari proses analisis terhadap fakta dan peristiwa
khusus dalam data penelitian. Fakta dan peristiwa yang kongkrit dalam penelitian berkaitan
dengan kebijakan pemerintah trhadap masyarakat yang terkena dampak pembangunan
Waduk Jatigede serta peran Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam mengatasi dampak
pembangunan Waduk Jatigede bagi masyarakat terdampak. Proses analisis data dalam
penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yang meliputi:
1. Reduksi Data
Proses reduksi data adalah proses merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak
perlu agar dihasilkan data yang memberi gambaran yang jelas dan mempermudah
pelaksanaan pengambilan data selanjutnya (Sugiyono, 2013: 338-339). Reduksi data dalam
penelitian ini dilakukan terhadap hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan 3 (tiga)
orang narasumber/ subjek penelitian dan terhadap data dokumen yang peneliti peroleh selama
pelaksanaan penelitian.
2. Unitasi dan Kategorisasi Data
Data yang diperoleh disederhanakan kemudian disusun secara sistematis ke dalam
kategori dengan sifat masing-masing data spesifik sesuai dengan tujuan penelitian yang
sifatnya penting dan pokok sehingga data dapat memberi gambaran penelitian yang jelas. Hal
ini sesuai dengan pendapat Lexy J. Moleong (2009: 288) yang mengatakan bahwa
kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap satuan kedalam bagian-bagian yang memiliki
kesamaan. Unitasi dan kategorisasi data dalam penelitian ini mengacu pada kategori sesuai
tujuan penelitian.
3. Penyajian Data
Penyajian data merupakan suatu proses analisis data yang dilakukan setelah reduksi
data. Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flowchart atau yang sejenisnya. Namun, menurut Miles dan
Huberman (1984) mengatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang berbentuk naratif. Penyajian data dapat
memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi sehingga memudahkan perencanaan
kerja selanjutnya untuk memperoleh teori yang grounded (Sugiyono, 2010: 341-344).
Penyajian data (data display) dalam penelitian ini menggunakan teks yang berbentuk naratif
sesuai kategorisasi data yakni: 1) Kategori data kebijakan pemerintah terhadap masyarakat
yang terkena dampak pembangtunan Waduk Jatigede; dan 2) Kategori data peran Pemerintah
Kabupaten Sumedang dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan dari pembangunan Waduk
Jatigede bagi masyarakat terdampak.
4. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Kesimpulan yang didapatkan setelah reduksi data dan penyajian data merupakan
kesimpulan awal yang masih bersifat sementara. Kesimpulan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
(Sugiyono, 2013: 354). Kesimpulan sementara dalam penelitian ini adalah: 1) kebijakan
pemerintah terkait ganti rugi, relokasi, dan penyediaan fasilitas umum mengacu pada
Peraturan-praturan tentang pembebasan lahan dan perencanaan pelaksanaan dampak sosial
dan lingkungan pembangunan Waduk Jatigede; 2) Pemerintah Kabupaten Sumedang
berperan sebagai pelaksana kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat untuk
mengatasi dampak yang ditimbulkan dari pembangunan Waduk Jatigede.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Kebijakan Pemerintah terhadap masyarakat yang terkena dampak pembangunan
Waduk Jatigede
Pembangunan Waduk Jatigede dilandasi oleh Surat Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat Nomor 598.82/ SK.1266-Pem. Um/ 81 tanggal 16
September 1981 tentang penerbitan ijin pembebasan tanah dan tata cara pengadaan lahan dan
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dengan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 77 tahun 1984 tanggal 5 November 1984. Surat Keputusan Bersama (SKB) tersebut
kemudian dijadikan landasan dalam pelaksanaan pembangunan Waduk Jatigede.

1. Kebijakan Ganti Rugi


Kebijakan ganti rugi mengacu pada beberapa peraturan berikut ini. Pembebasan
lahan yang dilakukan pada tahun 1982-1986 (Kategori A) mengacu pada Permendagri Nomor
15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah dan
Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum, besarnya uang yang diterima oleh masyarakat terdampak
pembangunan Waduk Jatigede adalah sebesar 127 juta. Sedangkan, pembebasan yang
dilakukan pada tahun 2005 sampai sekarang mengacu pada Perpres Nomor 36 Tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (P.Ka.BPN) Nomor 3 Tahun 2007 tentang 2007
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepnteingan Umum sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum., besarnya uang yang diterima adalah sebesar 29 juta setiap Kepala
Keluarga (KK).
2. Kebijakan Relokasi
Perpindahan penduduk yang terkena proyek pembangunan terdapat dua pola, yaitu
perpindahan atas pilihan sendiri dan diatur pemerintah. Penduduk yang memilih pindah atas
pilihan sendiri, memilih daerah disekitar area genangan. Mereka adalah golongan menengah
ke atas yakni penduduk yang masih mempunyai lahan yang tidak tergenang dan penduduk
yang mampu membeli lahan di daerah tersebut. Sedangkan perpindahan yang diatur oleh
pemerintah adalah mengikuti program transmigrasi keluar Pulau Jawa dan transmigrasi lokal,
di daerah sekitar Jawa Barat. Dalam program transmigrasi ini masyarakat terdampak akan
mendapatkan lahan 2,5 ha/KK, sehingga menjadi harapan dan motivasi mereka untuk
mengembangkan usaha pertaniannya di daerah transmigrasi.
3. Kebijakan Penyediaan Fasilitas Umum
Kebijakan penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial di tempat relokasi
masyarakat terdampak pembangunan Waduk Jatigede merupakan hasil rapat antara Bidang
Relokasi Penduduk pada Tim Koordinasi dan Fasilitas Penanganan Dampak Sosial dan
Lingkungan Pembangunan Waduk Jatigede dengan Camat dan Kepala Desa daerah
tergenang. Beberapa fasilitas umum dan fasilitas sosial yang telah atau akan dibangun di
tempat relokasi diantaranya: 1) Fasilitas Pendidikan; 2)Fasilitas Kesehatan; 3) Pematangan
Lahan dan Pembangunan TPT; 4) Pembangunan Jalan Akses Masuk dan Air Bersih
Perpipaan; 5) Pembangunan Air Bersih Sumur Dalam dan Listrik; 6) Pembangunan Jalan
Lingkungan dan Mesjid; 7) Pembangunan Balai Pertemuan.
B. Peran Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam Mengatasi Dampak Yang
Ditimbulkan Akibat Pembangunan Waduk Jatigede bagi Masyarakat yang
Terkena Dampak Pembangunan Waduk Jatigede
Peran Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam pembangunan Waduk Jatigede salah
satunya adalah menjadi pelaksana kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.
Kebijakan-kebijakan Pemerintah Pusat yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten
Sumedang dalam menangani dampak yang ditimbulkan akibat dari pembangunan Waduk
Jatigede bagi masyarakat terdampak pembangunan Waduk Jatigede, diantaranya:
1. Peran Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam Melaksanakan Kebijakan Ganti
Rugi
Peran Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam pembayaran ganti rugi bagi
masyarakat terdampak pembangunan Waduk Jatigede salah satunya adalah sebagai panitia
pengawas saat pemberian uang ganti rugi bagi orang terkena dampak (otd) pembangunan
Waduk Jatigede. Pembayaran ganti rugi dilakukan oleh panitia sembilan. Panitia 9 meliputi
instansi terkait yaitu Pembantu Bupati Kabupaten Sumedang bidang Pemerintahan, Kepala
Bagian Pemerintahan Kabupaten Sumedang, Kepala Badan Pertahanan Nasional, Kepala
Dinas Pertanian, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumedang, Pihak proyek, Camat dan Kepala Desa. Tata Cara
Pelaksanaan Kegiatan Pemberian Uang Tunai untuk Rumah Pengganti dan Pemberian Uang
Santunan untuk Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Pembangunan Waduk Jatigede:
1) Registrasi; 2) Verifikasi; dan 3) Pembayaran.
2. Peran Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam Melaksanakan Kebijakan Relokasi
Relokasi masyarakat terdampak pembangunan Waduk Jatigede menjadi tanggung
jawab Bidang Relokasi Penduduk pada Tim Koordinasi dan Fasilitas Penanganan Dampak
Sosial dan Lingkungan Pembangunan Waduk Jatigede yang dikepalai oleh Kepala Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sumedang. Implementasi kebijakan relokasi
tidak berjalan dengan baik khususnya implementasi kebijakan relokasi ke luar Pulau Jawa.
Alokasi lahan yang diberikan oleh pemerintah untuk dijadikan lahan kebun tidak
dipergunakan sebagaimana mestinya oleh masyarakat terdampak pembangunan Waduk
Jatigede. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kontrol dari pemerintah setelah penduduk
pindah ke daerah baru yang mereka tempati. Sehingga penduduk asal Jatigede yang
dimukimkan tahun 1996 sebanyak 95 KK sampai saat ini hanya menyisakan 6 KK yang
masih bertahan atau sebanyak 89 KK kembali ke daerah asalnya.
3. Peran Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam Melaksanakan Kebijakan
Penyediaan Fasilitas Umum
Pemenuhan kebutuhan fasilitas umum dan fasilitas sosial bagi masyarakat terdampak
pembangunan Waduk Jatigede akan dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) Provinsi Jawa Barat tahun 2016. Sehingga sampai Maret 2016 pemenuhan
kebutuhan fasilitas umum belum terimplementasi seluruhnya. Fasilitas umum yang dibangun
di tempat relokasi adalah sanitasi, penyediaan listrik, serta satu musola yang dibangun di
Pakualam. Untuk sarana pendidikan masyarakat yang terkena dampak pembangunan Waduk
Jatigede sementara ini bersekolah di sekolah terdekat dari tempat relokasi.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat
dikemukakan kesimpulan, pembangunan Waduk Jatigede dilandasi oleh Surat Keputusan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat Nomor 598.82/ SK.1266-Pem. Um/
81 tanggal 16 September 1981 tentang penerbitan ijin pembebasan tanah dan tata cara
pengadaan lahan dan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dengan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 77 tahun 1984 tanggal 5 November 1984. Surat Keputusan
Bersama (SKB) tersebut kemudian dijadikan landasan dalam pelaksanaan pembangunan
Waduk Jatigede. Sedangkan untuk penanganan dampak sosial kemasyarakatan pembangunan
Waduk Jatigede mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penanganan
Dampak Sosial Kemasyarakatan Pembangunan Waduk Jatigede. Penanganan dampak sosial
kemasyarakatan pembangunan Waduk Jatigede menurut Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun
2015 adalah dengan cara pemberian uang ganti rugi, pemukiman kembali/ relokasi, dan
pemenuhan kebutuhan fasilitas umum dn fasilitas sosial di tempat relokasi.
Kabupaten Sumedang merupakan tempat dibangunnya Waduk Jatigede, sehingga
dalam pembangunan Waduk Jatigede ini peran Pemerintah Kabupaten Sumedang adalah
sebagai pelaksana kebijakan Pemerintah Pusat. Kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Kabupaten Sumedang diantaranya adalah pelakasanaan kebijakan ganti rugi bagi
masyarakat terdampak pembangunan Waduk Jatigede, pelaksanaan kebijakan relokasi bagi
masyarakat terdampak pembangunan Waduk Jatigede, dan pelaksanaan kebijakan penyediaan
fasilitas umum.
Saran
( l ) Panter i Iıtah haru.s terus berupaya agar peınenuhan kebutuhan fasilitas durum tlan
fasilitas sosial masyarakat tcrdampak {aeınbangunan Waduk J atigetlc sccepatnya scgcra
dilaksalıakan ırengingat dalam Peırbangunan Waduk Jatigecle ini Peınerintah Kabupaten
Suınedang berperan scbagai inapleınentor kebijakan Pcme1’intalı Pusat. (2) Peıııerintah
Kabupatcn Sumedang harus tanggap tcrhadap dampak-daınpak yang ditiınbulkan akibat
pcınbangunan Waduk Jatigede terhaclap masyarakat tcrgcnang, ınisalnya menyediakan
lapangan pckerjaalı yang I uas karcna sebagaian besaı ınasayarakat terdampak pcınbangunan
Waduk Jatigedc kehilangaıı ukala peneahariannya yaitu sebagai petani. (3) Pemerintah
Kabupaten Sumedang haftıs IT1Cnci1l'i alternatif’ agar hilangn ya 2040,'? Ha lahan protlukti t’ itu
dapat tliganti dengan lahan produktif bar-u dikarenakan Kabupaten Sumedang ınerupakan
sal ah satu kabupaten di Jawa Barat yang cukup potensial di sektor perıanian.

DA FTA R PUSTAKA
ÖUl*hil1â Munqin. 2001 . Mc•tO‹le Pvne/ifirııı Ktlctlit‹lti .‘ AkRuıliscı›’i kIeto‹lolo pete KCRı‘nlı Uffrian
Ken tenli erer. Jakarta: R.ıja val i P ress
I.cxy J. Mt›1cong "2009. Meîoic Pcııc°lili‹tn Kıuılıtal iJ. Bantlung: PT Rcıııııja Rosclakarya
Oifset
Sııgiyono. 2013. Me•to le Pen e/il/rin Aıırı/iırı/a(/ r/oıı /fc€/7. Bantltın : Alfabcta
Pei ıturan Pi csideiı Nornor 1 Tahun 201 5 tentang Pcl4Ğl4@îllâÎll1 D îllTl}3ak Sosial Masyarak at
Peıııbangunan WIlGHÜ J îltiped e
Peratrıı an Pı cs'den N‹ rıor 36 Tahun 2005 tcnt:ıng PclâğÛ*lÛi1!2 TÜna!J Rv îl@ı PA! ileSîll2£lllll
Pclıabangunalı Untuk Ke{aentil4Ş‹ln U uyum
Pcraturalı Kepala Bad an Pcrtanahan Nasional Republik IlJdtıncSla Nonaor 3 Tahun 2007 tentang
Ketentuan I’elaksanaan Peraturan Presiclen Nc›nıor 3G Tahun 2005 tentang Pengaclaan
Tan ah Bari Pclak sanıiı1ıl ÛCI@ÛîllJ £ll3îllJ tuttuk Kepentun i‹In U mama scbagaiınana "I“elah
Diubah d0n@dl1 Û 0F‹ltUTiln [°ı’esit1eIı Nomor f›5 fahun 2006 tcntang Pcngadaan Tanah Bagi
Pclaks“dHilaII Pcınbangunan unttık Kepentingan U uyum
Peraturan Menteri Pekerjaan huauıaı Nomor 03/PRT/M/2009 tcntaHg Pedornan Rekayasa
Sosial l°embangunan Bentlungan
Pcratuı ile Meneteri Dalarn Negeri N oıror 1 5 Tahun 1 *775 tentung IN ctcntuîlIl-IKCÎC12Î HUH
M engenai Teta Cara 1'embcbasalı Tan ah
Ke autusan P resitlen Nomor 55 Tahun I 9*73 tentang Pcngadaan Tîllâilh Bagı Pelaksanaan
Peırbangunan

Anda mungkin juga menyukai