Anda di halaman 1dari 16

1

Makalah Praktikum Perairan Pesisir Terpadu

ANALISIS DPSIR (Driver, Pressure, State, Impact and Response)

Oleh :
Sri Rahayu Dian Artika 170302011
Indah Pertiwi 170302015
Domintan Nainggolan 170302019
Margaretta Nababan 170302029
Rifna Azma Nasution 170302057
Nurul Izzah Baniva 170302063
Muhammad Raysi Fiqih Gemilang 170302073
IV/A

LABORATORIUM PERAIRAN PESISIR TERPADU


PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
2

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum  : Analisis DPSIR (Driver, Pressure, State, Impact and


 Response)
Tanggal Praktikum      : 21 April 2020
Nama/NIM : Sri Rahayu Dian Artika 170302011
Indah Pertiwi 170302015
Domintan Nainggolan 170302019
Margaretta Nababan 170302029
Rifna Azma Nasution 170302057
Nurul Izzah Baniva 170302063
Muhammad Raysi Fiqih Gemilang 170302073
Kelompok/Grup          : IV/A
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Diketahui oleh, Diperiksa oleh,


Asisten Koordinator Asisten Korektor

Lindu Ajie Tirto Samudera    Theresia Gabriela Sinurat


NIM. 160302088 NIM. 160302076
3

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah
peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut, serta mempunyai potensi
sumber daya alam dan jasa- jasa lingkungan yang sangat kaya. Mengingat bahwa
Indonesia merupakan Negara hukum, secara normatif kekayaan sumberdaya
tersebut dikuasai oleh Negara untuk dikelola sedemikian rupa dalam rangka
mewu-judkan kesejahteraan masyarakat (Pasal 33 ayat 3 UUD Negara RI 1945),
serta memberikan manfaat bagi masyarakat saat ini tanpa mengorbankan
kepentingan generasi yang akan datang, khususnya dalam upaya memanfaatkan
sumber daya pesisir ketentuan hukum yang mengatur pelestarian dan pengelolaan
lingkungan hidup (Sutrisno, 2014).
Peranan sumberdaya pesisir diperkirakan akan semakin meningkat
dimasa-masa mendatang dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional,
regional, maupun lokal. Ada dua alasan pokok yang mendukung kecenderungan
diatas. Pertama pertumbuhan penduduk semakin meningkat yang akan mendorong
permintaan terhadap sumberdaya pesisir, dan kedua Indonesia secara komparatif
memiliki sumberdaya pesisir dan laut yang beragam dalam jumlah besar. Untuk
itu upaya menggerakkan perekonomian bangsa dengan menerapkan strategi
pembangunan industri berbasis sumberdaya alam (resources based industries)
yang dibangun melalui penerapan iptek dan manajemen profesional,
mengharuskan kita mengetahui potensi kekayaan yang tersimpan di kawasan
pesisir dan lautan sebagai aset pembangunan bangsa (Effendy, 2009).
Pengelolaan Sumberdaya alam pesisir pada hakekatnya adalah suatu
proses pengontrolan tindakan manusia atau masyarakat di sekitar kawasan pesisir
agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan
mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan Sedangkan pemberdayaan
masyarakat sebenarnya mengacu pada kata “empowerment” yaitu sebagai upaya
untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat
(Stanis et al., 2007).
4

Salah satu penyebab utama adalah perencanaan dan pelaksanaan


pembangunan sumber daya pesisir dan lautan yang selama ini dijalankan bersifat
sektoral dan terpilah-pilah. Padahal karakteristik dan alamiah ekosistem pesisir
dan lautan yang secara ekologis saling terkait satu sama lain termasuk dengan
ekosistem lahan atas, serta beraneka sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan
sebagai potensi pembangunan yang pada umumnya terdapat dalam suatu
hamparan ekosistem pesisir, mensyaratkan bahwa pengelolaan sumber daya
wilayah pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan hanya dapat
diwujudkan melalui pendekatan terpadu dan holostik. Apabila perencanaan dan
pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan tidak dilakukan secara terpadu, maka
dikhawatirkan sumber daya tersebut akan rusak bahkan punah, sehingga tidak
dapat dimanfaatkan untuk menopang kesinambungan pembangunan nasional
dalam mewujudkan bangsa yang maju, adil dan makmur
(Hafsaridewi et al., 2018).
Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu sebenarnya merupakan satu
upaya yang menyatukan antara pemerintahan dengan komunitas, ilmu
pengetahuan dengan manajemen, dan antara kepentingan sektoral dengan
kepentingan masyarakat dalam mempersiapkan dan melaksanakan perencanaan
terpadu bagi perlindungan dan pengembangan ekosistem pesisir dan
sumberdayanya. Tujuan akhir dari PWPT adalah meningkatkan kualitas hidup
dari komunitas masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sumberdaya
yang terkandung di wilayah pesisir dan pada saat yang bersamaan juga menjaga
keanekaragaman hayati dan produktifitas dari ekosistem pesisir tersebut. Sehingga
untuk mencapainya diperlukan suatu perencanaan yang komprehensif dan realistis
(Darmawan, 2001).
DPSIR (Driving Force-Pressure-State-Impact-Respon) adalah suatu
kerangka umum untuk mengorganisir informasi tentang keadaan lingkungan.
Kerangka berpikir dalam proses DPSIR merupakan model memberikan konteks
yang general dan dapat diterapkan pada berbagai masalah wilayah. Untuk
mendapatkan informasi informasi mengenai kapasitas sumberdaya lahan dan
hubungan antara kemampuan produksi lahan, sumberdaya manusia dan
infrastruktur pendukung dilakukan analisis DPSIR. Pendekatan ini didasarkan
5

pada konsep rantai hubungan sebab akibat yang dimulai dengan faktor pendukung
yang dalam pengembangan sumber daya lahan (Zulkifli, 2013).
Kerangka analisis pendekatan DPSIR mulai diterapkan di Eropa pada tahun
1993 oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi
(Organization for Economic Co-operation and Development) dan digunakan
secara ekstensif oleh Badan Lingkungan Eropa (European Environmental Agency)
pada tahun 1995 dan Badan Lingkungan Inggris (U.K. Environmental Agency).
Model ini digunakan untuk menemukali hubungan sebab- akibat antara sistem
lingkungan dan sistem manusia. Selain itu, bertujuan untuk membantu para
pembuat kebijakan memahami atas informasi yang terkait (Wijaya dan Mutia,
2016).
DPSIR merupakan metode dalam melakukan analisis sistem untuk
mengamati masalah lingkungan dan cara pandang masyarakat terhadap
permasalahan tersebut. DPSIR secara terminologi merupakancara penilaian
terhadap perkembangan sosial dan ekonomi (Driving Forces/D) dalam
mengendalikantekanan (Pressures / P) terhadap lingkungan dan, sebagai
konsekuensinya, adalah bentuk (State / S) dari perubahan lingkungan. Hal ini
akan menyebabkan dampak (Impact / I) pada ekosistem, kesehatan masyarakat
yang menimbulkan respon (Response / R) masyarakat sebagai umpan balik
terhadap (Driving Forces / D), (State / S) atau (Impact / I) (Romadhon, 2014).

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan DPSIR
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan DPSIR
3. Untuk mengetahui analisa dpsir dalam stukas Identifikasi Kerusakan Pesisir
Akibat Konversi Hutan Bakau (Mangrove) Menjadi Lahan Tambak di
Kawasan Pesisir Kabupaten Cirebon

Manfaat Praktikum
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk menambah wawasan
mengenai cara menganalisis DPSIR dan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
6

praktikum Laboratorium Sistem Informasi Sumberdaya Perairan serta sebagai


bahan bacaan serta sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Pesisir Terpadu


Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki karakteristik yang
unik dan kompleks. Kompleksitas ditunjukkan oleh keberadaan berbagai
pengguna dan berbagai entitas pengelola wilayah yang mempunyai kepentingan
dan cara pandang yang berbeda mengenai pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya di wilayah pesisir. Dengan mempertimbangkan karakteristik tersebut,
maka muncul suatu konsep pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu (Integrated
Coastal Zone Management).Pendekatan ini menjadi salah satu pendekatan andalan
dalam mengelola berbagai potensi dan konflik sumberdaya yang ada di wilayah
pesisir (Gawa et al., 2017).
Pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang dimanfaatkan untuk
meningkatkan perekonomian tentunya harus didukung oleh beberapa komponen
utama dalam pembangunan wilayah pesisir yakni masyarakat lokal, pemerintah,
dan stakeholder lainnya. Kualitas SDM yang menjadi bagian dalam skala prioritas
dalam upaya pengelolaan sumber daya pesisir dan laut juga harus diimbangi peran
dari pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang merupakan pemangku kebijakan
mempunyai peranan penting dalam mengembangkan dan menunjang pemanfaatan
subsektor perikanan dan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Susanto, 2019).
Mengingat besarnya potensi pesisir, maka pembangunan wilayah pesisir
harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Pengelolaan pesisir secara
terpadu adalah proses yang dinamis yang berjalan secara terus menerus dalam
membuat keputusan-keputusan tentang pemanfaatan, pembangunan, serta
perlindungan wilayah, sumber daya pesisir dan lautan. Salah satu prinsip
pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah adanya keterpaduan dalam
perencanaan dan pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang mencakup lima aspek
yaitu keterpaduan wilayah/ekologis, keterpaduan sektoral, keterpaduan kebijakan
7

secara vertikal, keterpaduan disiplin ilmu dan keterpaduan stakeholders


(Suryani, 2019).
Integrated Coastal Zone Management (ICZM) merupakan pengelolaan
wilayah pesisir dan laut secara terpadu dengan memperhatikan seluruh sektor
yang terkait untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
Pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu dikenal dengan pengelolaan
berdasarkan pendekatan secara komprehensif berupa kebijakan dari kewenangan
lembaga dan hukum yang diperlukan dalam pembangunan dan perencanaan suatu
kawasan pesisir dan laut (Susanto, 2019).
Pengelolaan pesisir dikatakan berkelanjutan, apabila kegiatan
pembangunan di kawasan pesisir dan laut tersebut secara ekonomis, ekologis, dan
sosial politis bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa
suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi,
pemeliharaan capital (capital maintenance), dan penggunaan sumber daya serta
investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis berarti bahwa kegiatan
dimaksud harus dapat memelihara daya dukung lingkungan, mempertahankan
integritas ekosistem, menjaga konservasi sumber daya alam sehingga pemanfaatan
sumber daya alam yang berada di kawasan tersebut dapat tetap berkelanjutan.
Berkelanjutan secara sosial politik bahwa hendaknya pembangunan di kawasan
tersebut dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial,
pengembangan kelembagaan pemberdayaan masyarakat, partisipasi masyarakat,
dan identitas sosial (Suryani, 2019).
DPSIR (Drivers, Pressures, States, Impacts and Responses)
Penunjukan kawasan konservasi menimbulkan konflik dengan
masyarakat setempat dalam hal pemanfaatannya. Berkaitan dengan pemantauan
dan pengaturan keberlanjutan pengelolaan, diperlukan tools untuk menilai tingkat
tekanan terhadap ekosistem yang diakibatkan oleh aktivitas manusia pada
lingkungan dengan menggunakan model DPSIR/Drivers – Pressures – States –
Impacts – Responses. Model ini diperkenalkan oleh European Environment
Agency (EEA) yaitu konsep hubungan sebab akibat berdasarkan indikator
lingkungan dengan menggunakan kategori berbeda (Sulistiawati, 2011).
8

Pendekatan DPSIR digunakan untuk mengidentifikasi kegagalan sistem


dalam mencapai status ekologi yang baik. Kerusakan lingkungan, seperti
deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati dapat juga diidentifikasi
menggunakan pendekatan DPSIR. Kerangka DPSIR ini telah dimodifikasi oleh
European Environment Agency (EFA) untuk mendeskripsikan sebuah
permasalahan, konsekuensi dan respon terhadap perubahan secara sistematis.
Respon ini yang menjadi titik balik untuk menyelesaikan atau mengurangi
terhadap Pressure dan Impact yang disebabkan oleh Drivers. Kerangka DPSIR
juga mendeskripiskan faktor-faktor sosialekonomi dan budaya masyarakat lokal
yang dapat menyebabkan tekanan terhadap lingkungan pesisir dan pulaupulau
kecil (Kurniawan et al., 2017).
DPSIR merupakan suatu kerangka kerja untuk menentukan
indikatorindikator tekanan pembangunan oleh manusia yaitu mengamati
perubahanperubahan pada faktor sosial, ekonomi dan lingkungan pada suatu
periode waktu tertentu. Isu-isu utama yang dipadukan dengan indikator
pembangunan wilayah pesisir diukur dalam ukuran skala yakni skala spasial dan
temporal. Isu-isu spasial berkaitan dengan kondisi geografis atau luasan area yang
di dalamnya termasuk perkembangan individu, rumah tangga, desa, kecamatan,
kabupaten, nasional, regional maupun secara global. Isu-isu temporal adalah
berkaitan dengan perubahan berdasarkan waktu pada saat indikator-indikator yang
ada dipantau berdasarkan suatu interval waktu (Sulistiawati, 2011).
Pembentukan kerangka konseptual yang bersifat menyeluruh, sistematik
dan tepat dilakukan bertujuan untuk mengesan serta menilai hubungan antara
faktor kewujudan pencemaran trafik, impak pencemaran trafik terhadap manusia
dan persekitaran serta pelaksanaan dan implimetasi strategi bagi mengurangkan
impak negatif tersebut. DPSIR merupakan kerangka konseptual yang fleksibel dan
menyeluruh berfungsi sebagai kaedah dalam penyediaan dan pembentukan
pembuatan sesuatu keputusan. DPSIR dibangunkan oleh Organisation for
Economic Co-operation and Development (OECD) pada 1994 dan telah
digunapakai oleh Kesatuan Eropah bagi menghubungkan serta mengaitkan aktiviti
manusia atau antropogenik dalam mempengaruhi persekitaran. Aplikasi DPSIR
digunakan dalam aspek pengurusan sumber air, pengurusan lembangan sungai,
9

sistem marin, persekitaran pertanian, pembangunan mampan, pencemaran udara,


perubahan iklim, biodiversiti dan spesis (Shafie dan Mahmud, 2020).
Metode DPSIR dilakukan dengan menguraikan driving force (faktor
penyebab), pressure (tekanan/ faktor pendorong/katalis yang mempercepat
perubahan kondisi suatu keadaan), states (kondisi awal), impact (dampak dari
perubahan tersebut), serta responses (respon dari stakeholder/subjek terkait
terhadap perubahan tersebut). Dengan menguraikan permasalahan dan
kompleksitas penggunaan dan pemanfaatan, analisis terhadap dinamika yang ada
serta rekomendasi serta strategi untuk menghadapinya dapat lebih mudah
dirumuskan secara komprehensif dan sistematis (Pinuji et al., 2018).
Melalui penggunaan model DPSIR dimungkinkan untuk pemahaman
mengenai suatu dampak yang ditimbulkan terhadap ekosistem dalam pengelolaan
wilayah pesisir, yakni : 1) alasan mengapa dampak itu terjadi; 2) alternatif
kemungkinan terjadinya tekanan oleh faktor-faktor pengarah (drivers) pada suatu
lingkungan pesisir seperti hal-hal yang dikaitkan dengan berbagai parameter
penilaian; 3) kebijakan-kebijakan politis apa yang harus dilakukan oleh
pemerintah daerah berkaitan dengan kondisi dan tingkat kerentanan lingkungan
yang dipengaruhinya. Setiap parameter yang telah dikelompokkan sebagai drivers
oleh peneliti ditentukan oleh kesesuaian dan kapasitas lingkungan yang ada.
Pengembangan resiliensi/daya lenting sistem sosial ekologi merupakan kunci bagi
pembangunan yang keberlanjutan. Resiliensi berhubungan dengan gabungan
dinamika sistem manusia dan lingkungan yang menghindari penekanan atau
pemisahan dari faktor lingkungan dan sosial, serta mempertimbangkan
sepenuhnya kompleksitas dinamika yang ada di dalamnya sehingga sangat sesuai
dengan konsep ICM (Integrated Coastal Management) yang merupakan
paradigma pengelolaan yang digunakan saat ini (Sulistiawati, 2011).

Kelebihan dan Kekurangan DPSIR


Penggunaan metode DPSIR ini sangat bermanfaat dalam menentukan
strategi penyelesaian masalah lingkungan, guna mengambil keputusan
berdasarkan hasil formulasi hubungan antara aktivitas manusia yang terdiri dari
beberapa sektor dengan lingkungan hidup, yang dipandang sebagai sebuah rantai
keterikatan Metode DPSIR telah banyak digunakan untuk melakukan analisis
10

terhadap berbagai macam permasalahan lingkungan, karena dianggap dapat


dijadikan sebagai framework yang lebih komprehensif dalam melakukan analisis
terhadap hubungan sebab-akibat (driver-D dan impact-I) terhadap berbagai
macam permasalahan lingkungan. Dalam metode ini, permasalahan lingkungan
ditempatkan sebagai variabel untuk menunjukkan sebab-akibat dan hubungannya
dengan aktivitas manusia yang menyebabkan tekanan (pressure-P) kepada
lingkungan, perubahan atas kondisi awal (state-S) dan respon lingkungan atas
perubahan tersebut (response-R) (Pinuji et al., 2018).
Kewujudan komponen Impact menyebabkan aspek persekitaran sosial
iaitu komuniti penduduk setempat secara langsung bertindak secara proaktif
dalam proses membuat keputusan bertujuan bagi mengawal dan mengurangkan
impak sehingga mencapai tahap paling minima. Keadaan ini diwakili oleh
komponen Response yang terdiri daripada pihak kerajaan dan pembuat keputusan
serta individu awam merupakan kumpulan penting dalam proses mencegah,
mengimbangi, memperbaiki dan menyesuaikan diri dalam menghadapi proses
perubahan alam sekitar yang serius (Shafie dan Mahmud, 2020).
Dalam penyusunan dokumen perencanaan tersebut, sangat penting untuk
mempertimbangkan hasil identifikasi dan analisis terhadap drivers, pressures,
impacts dan states dalam analisis DPSIR yang telah diuraiakan di atas. Hal ini
penting dilakukan supaya perumusan solusi melalui kebijakan dan action planning
dapat mempertimbangkan secara komprehensif hubungan antara aktivitas
manusia, faktor yang mendasarinya, serta dampaknya terhadap lingkungan hidup.
Metode DPSIR, yang secara komprehensif menguraikan hubungan sebab – akibat
antara aktivitas manusia dan pengaruhnya terhadap lingkungan, dapat digunakan
sebagai alat dalam merumuskan kebijakan dan strategi (Pinuji et al., 2018).
Kekurangan dari DPSIR adalah hasil analisis dari DPSIR kurang akurat.
Setiap informasi yang didapatkan tidak langsung dapat dipercaya begitu saja.
Tetapi perlu dipikirkan lebih dalam (critical thinking) terkait keabsahannya.
Karena setiap informasi memiliki keterbatasan (bounded rationality) yang
menandakan bahwa tidak ada kebenaran mutlak. Penekanan ini juga memberikan
gambaran penting hubungan antara perubahan ekosistem dan dampak
perubahannya terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat (Sulistiawati, 2011).
11

Konsekuensi dari aktivitas manusia (misal : pembuangan limbah kimia;


bahan fisik dan biologi; ekstraksi dan penggunaan sumberdaya, perubahan lahan)
yang berpotensi untuk menyebabkan perubahan terhadap lingkungan dan jasa
lingkungan (impact). Berdampak negatif terhadap kesehatan lingkungan, dan
berpengaruh terhadap perubahan jasa ekosistem, baik secara sosial dan ekonomi.
Dampak atau impact (I) yang disebabkan perubahan dalam State (S). Abrasi
pantai merupakan dampak negatif dari kerusakan ekosistem mangrove yang ada di
Kecamatan di kawasan pesisir Kecamatan Klampis dan Kecamatan Sepulu.
Masyarakat di kawasan pesisirharus membuat tembok untuk melindungi rumah
dari abrasi yang terjadi. Hal ini tidak perlu terjadi jika ekosistem mangrove
terpelihara dengan baik. Perlindungan dari abrasi pantai oleh ekosistem mangrove
merupakan hasil dari kemampuan mangrove untuk menstabilkan pantai melalui
akar-akarnya dan bagian dari fungsi ekosistem sebagai breaker angin dan
gelombang (Romadhon, 2016).
Driving force atau faktor pemicu kerusakan ekosistem lamun di sebabkan
oleh adanya berbagai aktivitas manusia (antropogenik), yaitu dampak langsung
(direct impact) berupa: pemanfaatan yang merusak seperti penangkapan ikan
dengan bahan peledak (dinamit) dan bahan beracun (sianida), pemanfaatan yang
berlebihan terhadap sumberdaya padang lamun, pengambilan biota-biota non
ikan, pembuangan jangkar motor atau perahu dan pembuangan sampah.
Selanjutnya dampak tidak langsung (indirect impact) terdiri dari jalur transportasi
yang mengakibatkan tingginya tingkat kekeruhan dan pencemaran akibat
tumpahan minyak, penggunaan ekosistem lamun sebagai areal budidaya ikan
kerapu dan napoleon, budidaya rumput laut dengan rakit apung serta udang
lobster dengan keramba jaring apung. Potensi sumberdaya lamun yang melimpah
menyebabkan ketergantungan tinggi masyarakat terhadap ekosistem ini, terlebih
dengan kondisi lahan daratan (Zulkifli, 2013).

Analisis DPSIR
Driving Force, Pressure, State, Impact and Response (DPSIR) yang
merupakan pengembangan dari model analisis PSR (Pressure State-Response).
DPSIR merupakan metode dalam melakukan analisis sistem untuk mengamati
masalah lingkungan dan cara pandang masyarakat terhadap permasalahan
12

tersebut. Pendekatan ini didasarkan pada deskripsi tipologi usaha, jenis


sumberdaya, pola pemanfaatan dan dampak yang ditimbulkan. Studi ini
mengandalkan pendekatan ex-ante dimana gambaran kerangka analisis DPSIR
sebelum dan setelah terjadi namun akan digambarkan secara kualitatif melalui
bantuan wawancara yang terstruktur. Model ini digunakan untuk menemukali
hubungan sebab- akibat antara sistem lingkungan dan sistem manusia. Selain itu,
bertujuan untuk membantu para pembuat kebijakan memahami atas informasi
yang terkait (Zulkifli, 2013).
DPSIR ditemukan dan dikembangkan oleh Badan Lingkungan Eropa
(European Environmental Agency/ EEA) pada tahun 1999. Saaat ini DPSIR
sangat diterima dikalangan pemangku kepentingan di bidang lingkungan, hal
tersebut dikarenakan DPSIR memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi ditinjau
dari sisi metodologi ilmiah, sebagai contoh, DPSIR dapat diterapkan guna
menganalisis hubungan sebab-akibat dan/atau interaksi komponen lingkungan
fisik-kimia, biologi, sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan yang kompleks.
Model ini memberikan pemahaman akan suatu sistem secara menyeluruh dan
membantu dalam fasilitasi proses intervensi dan penyusunan kebijakan
(Romadhon, 2014).
Analisis DPSIR terdiri dari 5 bagian yaitu: (1) Driving forces (faktor
pemicu) menjelaskan tentang isu-isu yang sedang terjadi di masyarakat
diantaranya kondisi sosial, demografi dan ekonomi serta perubahan dalam gaya
hidup, pola produksi dan konsumsi masyarakat, (2) Pressure (tekanan) merupakan
jawaban terhadap pertanyaan mengapa terjadi permasalahan tersebut, (3) State
(kondisi eksisting) menjelaskan mengenai apa yang terjadi dan keadaan
lingkungan pada saat ini, (4) Impact (dampak) merupakan dampak yang timbul
dengan adanya isu dan penanggulangan isu, (5) Response (tanggapan) adalah apa
saja yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang
terjadi dengan melibatkan para pelaku kepentingan (Wijaya dan Mutia, 2016).
13

STUDI KASUS

Kondisi polah permukiman masyarakat yang ada di Kelurahan Talaga satu


dan Desa Talaga dua Kecamatan Talaga Raya Kabupaten Buton Tengah Sulawesi
Tenggara ini, pada awalnya terbagi dua desa diantaranya Desa Talaga Satu dan
Desa Talaga Dua, dan rata-rata, Permukimannya mengikuti pola memanjang atau
pola linear sepanjang pesisir pantai. Penelitian ini berlokasi di Desa Talaga Raya,
Kabupaten Buton Tengah, ( Sulawesi Tenggarah ) dengan luas wilayah :
790.346,33 m², saat ini kondisi pola permukiman pesisir pantainya masi terjaga,
meski perkembangan permukiman yang ada di Kelurahan Talaga satu dan Desa
Talaga dua sangat berkembang pesat dari sarana taransportasi laut dan sarana-
sarana penunjang lainya yang memfalitasi permukiman masyarakat tersebut.
Karena kegitan penduduk masyarakat di Desa Talaga Raya ini,
memanfaatkan laut sebagai mata pencaharian sehari-hari, contohnya memancing,
menjaring ikan, menambak ikan, dan budidaya agar-agar laut untuk menafkahi
kehidupan mereka sehari-hari. Seiring berjalannya waktu pola permukiman
masyarakat di Desa Talaga Raya, Kabupaten Buton Tengah ini, mulai berubah
dari tahun ketahun dan diawal tahun 2012 Desa Talaga Raya ini, dibagi menjadi
empat desa diantaranya Keluran Talaga Satu, Desa Talaga Dua, Desa Liwu
Umpona dan Desa Pangilia.
Pengembangan kegiatan pembangunan permukiman masyarakat pada
kawasan pesisir pantai cenderung tidak terintegrasi secara baik, pemerintah juga
kurang banyak menghadapi permasalahan-permasalahan pemanfaatan lahan yang
tidak efisien, karena tidak sesuai dengan peraturan pemerinta soal garis sepadan
laut, serta penguasaan lahan pesisir oleh sebagian masyarakat yang kurang
mengerti tentang bahaya pembangunan permukiman dipesisir pantai.
Sebagian permukiman masyarakat Kelurahan Talaga satu masi sadar akan
peraturan pembangunan di pesisir pantai atau peruntukan lahan nelayan pesisir
pantai sebagai daya dukung dan meningkat sarana-sarana transportasi darat, dan
sarana-sarana pendukung lainnya demi kepentingan perkembangan nelayan pesisir
pantai. Seiring berjalannya waktu pola permukiman masyarakat di Desa Talaga
14

Raya, Kabupaten Buton Tengah ini, mulai berubah dari tahun ketahun dan diawal
tahun 2012 Desa Talaga Raya ini, dibagi menjadi empat desa diantaranya Keluran
Talaga Satu, Desa Talaga Dua, Desa Liwu Umpona dan Desa Pangilia.
Kondisi perkembangan permukiman nelayan yang ada di Desa Talaga
Raya Kabupaten Buton Tengah, dari tahun ketahun populasi perkembangan
penduduk masyarakatnya mulai berkembang dari segi polah permukimannya,
penduduk, dan aspek-aspek lain diantaranya fasilitas penunjang, sarana dan
prasarana lainya. Hal inilah yang menyebabkan kondisi permukimannya semakin
padat. Bedasarkan data pertumbuhan penduduk masyarakat Talaga raya dari
tahun-ketahun disebabkan oleh adanya imigrasi dari kota kedesa maupun
pendatang-pendatang dari desa-desa lain yang bercocok tanam dan berdagang
sampai bertahan hidup di Desa talaga raya ini.
Kualitas lingkungan pesisir pantai di Desa Talaga dua merupakan salah
satu pesisir yang paling berpotensi dari pada pesisir pantai yang ada di Kelurahan
Talaga satu, namun kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan yang
kurang terjaga sehingga sedikit demi sedikit menimbulkan hilangnya pontensi
potensi laut.

ANALISIS DPSIR (DRIVE FORCE, PRESSURE, STATE, IMPACT AND


RESPONSE) DI WILAYAH PEISIR DI KABUPATEN BUTON TENGAH)

Gambar 1: ANALISIS DPSIR (Drive Force, Pressure, State, Impact And


Response) Di Wilayah Peisir Di Kabupaten Buton Tengah)
15

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. DPSIR (Driving Force-Pressure-State-Impact-Respon) adalah suatu kerangka
umum untuk mengorganisir informasi tentang keadaan lingkungan. Kerangka
berpikir dalam proses DPSIR merupakan model memberikan konteks yang
general dan dapat diterapkan pada berbagai masalah wilayah.
2. Kelebihan DPSIR sangat bermanfaat dalam menentukan strategi penyelesaian
masalah lingkungan, guna mengambil keputusan berdasarkan hasil formulasi
hubungan antara aktivitas manusia yang terdiri dari beberapa sektor dengan
lingkungan hidup. Sedangkan kekurangan dari DPSIR adalah hasil analisis
dari DPSIR bisa kurang akurat. Setiap informasi yang didapatkan tidak
langsung dapat dipercaya begitu saja. Tetapi perlu dipikirkan lebih dalam
(critical thinking) terkait keabsahannya. Karena setiap informasi memiliki
keterbatasan (bounded rationality).
4. Analisis DPSIR pada jurnal studi kasus Identifikasi Kerusakan Pesisir Akibat
Konversi Hutan Bakau (Mangrove) Menjadi Lahan Tambak di Kawasan
Pesisir Kabupaten Cirebon menunjukkan saat Driving force pertumbuhan
penduduk dan konsumsi ikan meningkat, dengan itu ada tekanan yang timbul
alih fungsi lahan mangrove menjadi pemukiman, lalu pada state
mengakibatkan perubahan ekosistem mangrove dan stok ikan, lalu impactnya
degradasi lahan dan abrasi pantai dan response yang muncul adalah
ditagakkannya peraturan pemerintah daerah dan penegasan larangan alih
fungsi lahan dan pengelolaan untuk menjaga vegetasi mangrove.

Saran
Adanya kegiatan permodelan DPSIR di dalam praktikum agar dapat lebih
mengetahui dari alur perancangan DPSIR itu sendiri. Sehingga bisa praktikan
lebih memahami secara nyata danb juga bisa lewat diskusi dan bertukar pikiran.
16

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, M. 2009. Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu: Solusi


Pemanfaatan Ruang, Pemanfaatan Sumberdaya dan Pemanfaatan
Kapasitas Asimilasi Wilayah Pesisir yang Optimal dan Berkelanjutan.
Jurnal Kelautan. 2 (1).

Dewi, A.A.I.A.A., 2018. Model Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis


Masyarakat: Community Based Development. Jurnal Penelitian Hukum
De Jure, 18 (2).
Gawa, S.D.Y., Sahami, F.M. and Panigoro, C., 2020. Identifikasi Potensi dan
Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Pantai Bintalahe| Jurnal Nike. 5(2).
Kurniawan, F., R.F Darus, . dan I Rizaki. 2018. Kebutuhan Pengelolaan Wisata di
Pulau Gili Labak, Sumenep: Euforia Destinasi Wisata Baru. Coastal and
Ocean Journal, 1 (1).
Pinuji, S., M.A. Suhattanto dan T., Arianto, 2018. Dinamika Dan Tantangan
Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah di Wilayah Pulau Kecil. BHUMI:
Jurnal Agraria dan Pertanahan. 4(1).
Romadhon. A. 2016. Struktur Permasalahan Pengembangan Ekosistem
Mangrove Berkelanjutan di Kecamatan Klampis dan Sepulu Kabupaten
Bangkalan. Universitas Trunojoyo Madura.

Shafie, S.H.M. dan M. Mahmud. 2020. Aplikasi Kerangka Konseptual DPSIR


Usepa Bagi Pencemaran Udara Bandar daripada Kenderaan Bermotor:
Kajian Kes Kuala Lumpur, Malaysia. e-Bangi, 17 (2).
Sulistiawati, D. "Model integrasi wisata-perikanan di gugus Pulau batudaka
kabupaten tojo una-una Provinsi sulawesi tengah." Disertasi. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Jakarta (2011).
Suryani, A.S., 2019. Pengaruh Kebijakan Pemerintah dan Peran Serta Masyarakat
terhadap Kualitas Lingkungan Pesisir di Kawasan Benoa Badung Bali
dalam Persespektif Pembangungan Berkelanjutan. Jurnal Aspirasi, 10(2).
Susanto, A., 2019. Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir Kecamatan Kuala Jelai
Kabupaten Sukamara Berbasis Integrated Coastal Zone Management
(ICZM). Jurnal Ilmiah Samudra Akuatika, 3(2).
Zulkifli. 2013. Strategi Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Lahan di Wilayah
Walenrang Lamasi. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Anda mungkin juga menyukai