Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS JURNAL KASUS KONFLIK ANTAR INDIVIDU, ANTAR KELOMPOK,

KELOMPOK DENGAN NEGARA, NEGARA DAN NEGARA

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Idham Irwansyah, M.Pd

TUGAS INI DITUJUKAN SEBAGAI TUGAS MATA KULIAH INTEGRASI PASCA


KONFLIK

Nama: Muhammad Dimas Bagus Wibawa

Nim: 1963142014

PROGRAM STUDI: SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2020/2021


1. Konflik antar individu dengan individu

Konflik ini melibatkan Siti Rokayah (83) yang merupakan warga Kecamatan Garut Kota
dan anaknya sendiri, yakni Yani Suryani beserta suaminya Handoyo Adianto. Konflik ini
bermula dari Nenek Siti yang digugat sebesar Rp 1,8 miliar oleh anaknya sendiri yakni Yani
Suryani beserta suaminya Handoyo Adianto dalam kasus utang piutang.

Menurut Ketua Bidang Advokasi P2TP2A Kabupaten Garut Nitta Kusnia Widjaja
gugatan yang dilakukan anak kandung dan menantu terhadap ibunya itu merupakan bentuk
kekerasan terhadap lansia. Ibu yang menjadi tergugat itu, kata Nitta merupakan persoalan
yang perlu dilakukan pendampingan hukum selama persidangan. Nitta menjelaskan, bahwa
pendampingan hukum terhadap lansia itu berdasarkan aturan dalam Undang-undang
Perlindungan Lansia Nomor 43 Tahun 2004 Pasal 60. Menurut dia, persoalan utang piutang
keluarga itu seharusnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan, tidak seharusnya ke meja
persidangan. Dan Menurut dia, adanya gugatan uang sebesar itu memunculkan anggapan
penggugat ingin menguasai harta yang dimiliki ibunya.

Kasus itu, lanjut dia, menjadi pembelajaran bagi kehidupan manusia lainnya dalam
memaknai kehadiran ibu. "Kasus ini ada pesan moralnya buat kita semua, hargailah ibu yang
telah melahirkan kita," katanya. Hingga saat ini, kasus perdata itu sudah memasuki proses
persidangan ke-enam di Pengadilan Negeri Garut. Sumber Antara.

2. Konflik antar kelompok pemuda di Kabupaten Takalar

Konflik ini terjadi pada tahun 2017. Konflik ini melibatkan dua dusun yang kerap kali
terjadi di kabupaten takalar, di antaranya dusun Soreang dan dusun lempong.

Salah satu penyebab Konflik ini terjadi karena kurangnya lapangan pekerjaan di daerah
tersebut sehingga masyarakat di dusun Soreang dan dusun lempong kurang aktivitas,
kemudian para pemuda didaerah tersebut hanya bisa berkumpul dan melakukan kegiatan
mengonsumsi minuman keras sehingga kerap terjadi perkelahian antara pemuda dan memicu
sebuah konflik yang besar.

Daerah tersebut yang dulunya dapat di katakan Sebagai daerah yang sering terjadi
konflik, kini mulai terasa aman. Semua ini tidak terlepas dari peran pemerintah desa, dan
kepemimpinan masyarakat, dan polisi yang telah menyelesaikan masalah Ini. Hal ini memang
sudah menjadi peran pemerintah Keamanan dan pemerintah desa mengatasi konflik dalam
mengurangi dan mengatasi potensi turbulensi konflik, cara-cara yang digunakan oleh
pemerintah sering digunakan untuk penyelesaian konflik dilakukan melalui negosiasi,
mediasi dan fasilitasi.

3. Konflik antar kelompok dengan negara

Konflik ini melibatkan masyarakat, pemerintah desa dan perusahaan pasir di dusun sungai
samak, kecamatan Badau, Kabupaten Belitung pada tahun 2016 hingga 2017.

Konflik ini berawal dari kehadiran CV Cahaya Mandiri Abadi dan CV Kembar Rezeki
Bersama yang melakukan kegiatan eksploitasi di wilayah Dusun Sungai Samak, Desa Sungai
Samak Kecamatan Badau Kabupaten Belitung. Masyarakat setempat tidak pernah
mendapatkan sosialisai atau penyampaian dari pemerintah desa setempat mengenai kegiatan
penambangan tersebut. Masyarakat baru mengetahui hal tersebut ketika pihak pertambangan
mulai melakukan aktivitas penambangannya berupa pematokan area pertambangan,
penggalian dan lain sebagainya. Kemudian masyarakat yang sebagian besar mata
pencahariannya sebagai petani dan nelayan mulai merasa resah melihat akitivitas
penambangan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Mereka khawatir terhadap dampak
yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan tersebut. Akhirnya sejumlah tokoh pemuda
dan tokoh masyarakat berupaya untuk menolak perusahaan tambang tersebut agar tidak terus
menerus melakukan kegiatan eksploitasinya.

Faktor faktor yang melatarbelakangi terjadinya Konflik :

• Proses sosialisasi tidak berjalan dengan baik. Kegiatan eksploitasi yang dilakukan oleh
perusahaan tambang di Dusun Sungai Samak menimbulkan berbagai persepsi dalam
masyarakat, tentang mengapa pemerintah desa mengeluarkan rekomendasi izin pertambangan
tersebut tanpa mensosialisasikan atau membicarakan terlebih dahulu dengan masyarakat
setempat sebagai pemilik hak atas tanah.

• Pemerintah desa kurang terbuka terhadap masyarakat. Terdapat beberapa hal yang terkesan
ditutup-tutupi oleh Pemerintah Desa Sungai Samak mengenai seperti apa perjanjian dan
kesepakatannya dengan pihak perusahaan tambang tersebut, sehingga hal itu wajar saja
dilakukan oleh pemerintah desa. Sebab apabila pemerintah desa melakukan sosialisasi
terlebih dahulu kepada masyarakat secara terbuka tanpa ada yang di tutup-tutupi sedikitpun,
maka kemungkinan besar masyarakat pasti akan menolaknya.

Sehingga untuk memuluskan pemerintah desa mengambil langkah untuk tetap mengeluarkan
rekomendasi izin tersebut kepada CV. Cahaya Mandiri Abadi dan Kembar Rezeki Bersama,
meski tanpa sepengetahuan masyarakat sebelumnya.

• Perbedaan Kepentingan. Pemerintah desa menginginkan potensi sumber daya alam yang
ada pada lahan tersebut dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, yaitu dengan melibatkan
Perusahaan Tambang sebagai pencari dan pengelola potensi-potensi yang ada pada lahan
tersebut hasilnya dapat menambah pendapatan desa yang akan digunakan untuk kepentingan
masyarakat. Namun dilain sisi, bagi masyarakat terutama masyarakat yang tidak
menggantungkan hidupnya terhadap perusahaan tambang, lahan tersebut tidak boleh dirusak
maupun dieksploitasi, karena sangat berdampak pada keberlangsungan hidup masyarakat
kedepan. Bila lahan menjadi rusak, akan menimbulkan berbagai dampak bagi kehidupan
masyarakat sekitarnya, seperti kekurangan air bersih, tercemarnya lingkungan dan lain-lain.

• Dampak yang di timbulkan. Kehadiran dua perusahaan penambang pasir dengan segala
aktivitas dan dampak yang ditimbulkannya dampak negatif bagi masyarakat setempat.
Dampak negatif tersebut antara lain adalah sebagai berikut: warga mulai terganggu dengan
kebisingan dari aktivitas pengangkutan pasir yang dilakukan perusahaan yang sampai 24 jam
dengan melalui jalan milik warga. Akibat aktivitas pengangkutan pasir tersebut juga
menyebabkan jalan dan saluran air warga menjadi rusak. Selain itu warga nelayan mulai
resah karena hasil tangkapan mereka menurun drastis dan terkadang tidak bisa melaut akibat
pembuangan limbah cucian pasir yang dialirkan ke muara sungai sehingga air menjadi keruh
dan terjadi penumpukan sedimen. Disinilah kemudian muncul gerakan penolakan terhadap
aktivitas penambangan pasir di Dusun Sungai Samak Kecamatan Badau Kabupaten Belitung
ini yang kemudian memicu konflik antara masyarakat dengan pemerintah desa dan
perusahaan tambang pasir tersebut.

Upaya resolusi konflik yang dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan perusahaan
tambang antara lain melakukan Negosiasi; Konsiliasi; Mediasi; dan terakhir Arbitrasi. Pada
tahap arbitrasi gugatan masyarakat ditolak oleh Pengadilan Negeri Tanjung Pandan,
begitupula keputusan di tingkat banding. Namun demikian setelah keputusan banding keluar,
tiba-tiba perusahaan menghentikan aktivitas pertambangan mereka di Dusun Sungai Samak.
4. Konflik antar negara

Konflik China vs India

Penyebab terjadinya konflik perbatasan antara Tiongkok dan India bermula dari adanya
Garis McMahon, dimana India mendapatkan kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1947,
secara otomatis Inggris memberikan warisan teritorial berupa wilayah kekuasaannya ke India.
Isi warisan teritorial itu adalah Garis McMahon yang berada di antara India dan Tiongkok
bagian timur, garis ini berada terluar wilayah Aksai Chin yang mengarah ke Tiongkok, dan
berdasarkan Garis McMahon India mengklaim bahwa sudah adanya garis perbatasan yang
jelas yang ditentukan sejak pemerintahan Inggris di India. Namun, Tiongkok menolak batas
tersebut dengan alasan bahwa yang menandatangani adalah Tibet dan Inggris sedangkan
Tiongkok tidak ikut serta dalam pembuatan kesepakatan tersebut. Sejak saat itu keduanya
menggunakan pendapatnya masing-masing untuk mempertahankan klaim terkait batas
wilayah. Perbedaan pendapat antara Tiongkok dan India yang tidak kunjung menemui
kesepakatan mengenai perbatasan yang sah, berdampak pada hubungan bilateral antar kedua
negara yang menyebabkan terjadinya dinamika atau naik-turun dalam melakukan hubungan
diplomasi, baik dalam bidang politik, pertahanan, dan ekonomi.

Pada tanggal 23 September 2020, China dan India telah sepakat untuk berhenti mengirim
pasukan ke garis depan perbatasan Himalaya yang disengketakan. Kedua negara nuklir yang
bertetangga itu berusaha kuat untuk mengurangi ketegangan. "Kedua pemerintah akan
menahan diri dari secara sepihak mengubah situasi di lapangan dan menghindari tindakan apa
pun yang dapat menyebabkan komplikasi," kata mereka dalam pernyataan hari Selasa, sehari
setelah mengadakan pertemuan tingkat komandan.

Dalam pertemuan tersebut ini, kedua negara juga sepakat untuk menerapkan konsensus
yang dicapai oleh para pemimpin kedua negara, memperkuat komunikasi di lapangan, dan
menghindari kesalahpahaman.

Langkah terbaru untuk mundur dari konfrontasi terbuka di perbatasan yang disengketakan
terjadi setelah masing-masing negara mulai meningkatkan kekuatan pasukan mereka pada
bulan Mei di perbatasan sepanjang 3.488 kilometer yang dikenal sebagai Garis Kontrol
Aktual. Kebuntuan militer, di mana senjata ditembakkan untuk pertama kalinya sejak 1975,
memicu banyak putaran negosiasi antara komandan dan diplomat, dengan Menteri Luar
Negeri Subrahmanyam Jaishankar dan mitranya dari China, Wang Yi, bulan ini setuju bahwa
situasi saat ini di perbatasan wilayah tidak menjadi kepentingan kedua belah pihak.

Anda mungkin juga menyukai