Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Rizqi Syahputra

NIM : 30301900241
Mata Kuliah : Kemahiran Litigasi dan Kemahiran Non Litigasi
Dosen : Dr. Hj. Aryani - Witasari, SH., M.Hum

KONFLIK PEDAGANG DENGAN PT. SANUR DINAMIKA MENTARI


Salah satu pantai yang ada di Desa Sanur Kauh Denpasar adalah Pantai Mertasari. Pantai
berpasir putih yang sering dikunjungi oleh wisatawan mancanegara ini, mempunyai beragam
nilai budaya dan keindahan panorama alam yang sangat indah. Pantai Mertasari sebenarnya
sudah dikenal oleh masyarakat lokal sejak puluhan tahun yang lalu sebelum Desa Sanur Kauh
ditetapkan menjadi desa definitif oleh pemerintah Provinsi Bali pada tahun 1982. Pantai
Mertasari mulai lebih diperhatikan oleh pemerintah sebagai tempat obyek pembangunan
pariwisata. Ketika terbentuknya tanah timbul yang muncul akibat adanya endapan pada areal
pantai tersebut, perkembangan pariwisata yang sangat pesat di Bali membuat tanah yang sebagai
salah satu sub komponen ekonomi ini menjadi rebutan para investor.
Upaya pengembangan pariwisata di Pantai Mertasari tidak terlepas dari peran Pemerintah
Provinsi Bali. Pemerintah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak investor salah satunya
dengan PT. Sanur Dinamika Mentari dengan agenda kerja pembangunan hotel di sepanjang
pesisir Pantai Mertasari. Kerjasama ini disepakati oleh kedua belah pihak dengan mengadakan
kontrak perjanjian pengelolaan lahan dengan surat perjanjian kerja sama No.593.6/1462/perl.
Dalam hal ini pihak pertama Pemerintah Provinsi Bali memberikan Hak Pengelolaan Lahan HPL
kepada PT. Sanur Dinamika Mentari selaku pihak kedua penyewa lahan yang luas tanahnya
( 1,58 Ha), dengan jangka waktu 30 tahun terhitung sejak tanggal 27 Januari 1995. Tetapi dalam
proses pelaksanannya PT. Sanur Dinamika Mentari tidak pernah melakukan kewajibanya untuk
membangun hotel. Terhitung sejak dimulainya penandatanganan kerjasama antara PT. Sanur
Dinamika Mentari dengan Pemerintah Provinsi Bali pada tahun 27 Januari 1995 hingga saat ini
di tahun 2013 belum ada pembangunan hotel.
Dengan adanya kekosongan lahan tersebut yang belum dikelola oleh pihak PT. Sanur Dinamika
Mentari, beberapa warga Mertasari memanfaatkan lahan tersebut sebagai sarana berjualan.
Namun demikian para pedagang mendapatkan penolakan keras dari penyewa lahan yang
menyebabkan terjadi konflik kepentingan pengelolaan lahan yang berujung sengketa lahan antara
pihak Pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari selaku pemilik hak atas guna lahan
tersebut.
Konflik sengketa lahan ini berawal dari para pedagang yang menempatinya pada tahun 2002-
2011. Tanah kosong milik PT. Sanur Dinamika Mentari digunakan sebagai tempat berdagang.
Mereka pada umumnya membuka kios-kios kecil untuk mencari keuntungan secara ekonomi
demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun pemanfaatan lahan oleh para pedagang malah
menimbulkan konflik yang cukup panjang antara PT. Sanur Dinamika Mentari karena para
pedagang yang menempati lahan yang dikelola oleh PT. Sanur Dinamika Mentari.
Menurut Kepala Desa Sanur Kauh, jumlah pedagang yang berjualan di areal milik PT. Sanur
Dinamika Mentari berjumlah 18 pedagang. Para pedagang ini sebagian berdomisili di Sanur dan
sebagian pendatang yang berasal dari luar Desa Sanur Kauh, yang kemudian memilih membuka
tempat usaha di tanah yang masih dikelola oleh pihak perusahaan ini (Wawancara M. Dane, 26-
09-2013).
Kemudian mengetahui lahan milik PT. Sanur Dinamika Mentari digunakan oleh para pedagang,
Pemerintah Provinsi Bali melalui surat gubernur Nomor: 593/7794/PA. Aset tentang
pengosongan lahan memberitahukan, kepada para pedagang untuk segera mengosongkan lahan,
sebab lahan tersebut diakui pemerintah sudah hak milik sewa lahan PT. Sanur Dinamika
Mentari.
PT. Sanur Dinamika Mentari menolak jika tanah tersebut digunakan oleh pihak pedagang
sebagai tempat berdagang. Kemudian PT. Sanur Dinamika Mentari melakukan negosiasi dengan
beberapa pihak seperti aparatur Desa Sanur Kauh dan Pemerintah Provinsi Bali dengan
mengadakan pertemuan-pertemuan dengan para pedagang yang waktu itu langsung dimediasi
oleh kepala desa sanur kauh.
Tetapi konflik tersebut masih saja terus berlanjut ketika para pedagang yang berada di tanah
tersebut menanyakan keabsahan tentang surat perjanjian yang dilakukan Pemerintah Provinsi
Bali dengan PT. Sanur Dinamika Mentari. Para pedagang beranggapan bahwa surat kontrak
kerjasama dengan pihak Provinsi Bali No.593.6/1462/perihal telah dinyatakan gagal atau cacat
hukum. Para pedagang berasumsi bahwa surat kontrak tersebut tercantum klausul pada pasal 10
yang mengatakan bahwa pihak PT. Sanur Dinamika Mentari wajib melakukan pembangunan
sesuai dengan proposal yang disetujui selambat-lambatnya 4 tahun, jika sejak penandatanganan
perjanjian tahun 1995 dan apabila belum ada pembangunan maka perjanjiannya dianggap batal
demi hukum.
Pihak pedagang yang tergabung dalam Organisasi Mertasari Community berupaya untuk
melakukan proses dialog kembali dengan PT. Sanur Dinamika Mentari dan saat itu mediasi
sudah dilakukan oleh aparatur Desa Sanur Kauh beserta pihak-pihak terkait. Namun demikian
proses mediasi tersebut belum menemukan titik temu antara pihak Pedagang dengan PT. Sanur
Dinamika Mentari. Kemudian upaya terus dilakukan para pedagang yang mencoba mengunjungi
kantor Pemerintah Provinsi Bali untuk bertemu dengan Gubernur Bali tetapi hasil yang diperoleh
masih belum menemukan solusi yang terbaik, sebab permasalahan ini masih dikembalikan
kepada dua belah pihak yang bertikai antara Para Pedagang Pantai Mertasari dengan PT. Sanur
Dinamika Mentari. Para pedagang juga melakukan upaya pengaduan nasib mereka ke DPRD
Provinsi Bali tetapi hasil yang didapatkan tetap sama yaitu belum menemukan solusi.
Pada akhirnya pada bulan Mei 2012 PT. Sanur Dinamika Mentari melakukan pemagaran dengan
seng wilayah yang di anggap milik PT.Sanur Dinamika Mentari dengan mengacu surat
kerjasama Pemerintah Provinsi Bali dengan PT. Sanur Dinamika Mentari pada tahun 1995.
Upaya Penyelesaian Konflik Pengelolaan Lahan di Pantai Mertasari
Sebuah konflik, yakni sebuah situasi dimana 2 pihak atau lebih dihadabkan pada prbedaan
kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa
dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau keprihatinannya. Sebuah konflik dapat
berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah
menyatakan rasa tidak puas atau keperihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang
dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain. Konflik pengelolaan lahan
merupakan bagian dari realitas sosial.
Berbagai penyelesaian konflik lahan cukup banyak ditawarkan baik yang bersifat litigasi maupun
non litigasi, tetapi dalam banyak hal hasilnya terasa kurang memuaskan. Bahkan penyelesaian
melalui pengadilanpun terkadang dirasakan oleh masyarakat tidak adil. Tidak sedikit mereka
yang telah menduduki tanah selama bertahun-tahun ditolak gugatannya untuk mempertahankan
hak atau mendapatkan lahanya karena adanya pihak lain yang menguasai lahan yang
bersangkutan. Atau sebaliknya gugatan seseorang terhadap penguasaan lahan untuk kepentingan
pribadi tertentu dikabulkan pengadilan walaupun bagi pihak yang menguasai lahan tidak cukup
kuat atau gugatan kurang beralasan. Di Indonesia, konflik pengelolaan lahan yang ada
diselesaikan melalui Pengadilan Umum dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun dari sekian
banyaknya kasus yang masuk ke badan peradilan tersebut, banyak yang diselesaikan dengan
hasil yang kurang memuaskan, sehingga berkembanglah pandangan di masyarakat bahwa badan
peradilan kurang optimal dalam menyelesaikan sengketa pengelolaan lahan. Salah satu metode
alternatif penyelesaian sengketa yang sekarang ini sering digunakan adalah mediasi. Semakin
menumpuknya angka perkara dipengadilan telah memaksa diperlukannya atau peningkatan
penggunaan penyelesaian sengketa di luar pengadilan diantaranya adalah mediasi, seiring dengan
dikeluarkannya peraturan Mahkamah Agung No 2 tahun 2008 tentang prosedur mediasi
pengadilan.
Upaya penyelesaian konflik lahan di Pantai Mertasari juga menuai protes dari pihak pedagang
yang berkonflik dengan PT. SDM, maka dari itu pola-pola penyelesaian konflik pengelolaan
lahan di luar pengadilan menjadi sebuah solusi yang dilakukan oleh kalangan yang berkonflik.
Upaya penyelesaian konflik di luar pengadilan ialah negosiasi, musyawarah mufakat dan
mediasi. Negosiasi dilakukan dengan jalan dimana para pihak yang berkonflik duduk bersama
untuk mencari jalan terbaik dalam penyelesaian konflik dengan prinsip bahwa penyelesaian itu
tidak ada pihak yang dirugikan (win-win solution), kedua pihak tidak ada yang merasa dirugikan.
Musyawarah mufakat adalah lengkah lebih lanjut dari negosiasi. Jika dalam negosiasi tidak
terdapat kesepakatan yang saling menguntungkan, maka langkah lebih lanjut adalah melakukan
musyawarah mufakat dengan melibatkan pihak lain selaku penengah. Hasil musyawarah tersebut
selanjutnya dibuatkan surat kesepakatan bersama untuk sebuah perdamaian yang ditanda tangani
oleh para pihak yang berkonflik dan para saksi yang ikut terlibat. Upaya penyelesaian konflik
Pedagang Pantai Mertasari dengan PT. Sanur Dinamika Mentari melibatkan peran aktor, antara
lain peran dari Kepala Desa Sanur Kauh, masyarakat Desa Sanur Kauh dan Pemerintah Provinsi
Bali. Dengan adanya pertemuan yang diadakan di Kantor Desa Sanur Kauh, pihak yang
berkonflik diberi kesempatan untuk menjelaskan atas hak dan tuntutannya, dan acara langsung di
pimpin oleh oleh Kepala Desa Sanur Kauh sebagai mediator.

Anda mungkin juga menyukai