Anda di halaman 1dari 13

Masalah-Masalah Hukum, Jilid 47 No.

3, Juli 2018, Halaman 215-227 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

DISPARITAS DALAM PENJATUHAN PIDANA

Nimerodi Gulö1, Ade Kurniawan Muharram2


Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia1;
Fakultas Hukum, Universitas Lampung, Bandar Lampung, Indonesia2
gulonime@rocketmail.com

Abstract

The formulation of norms related to criminal threats is basically maximum. This creates a
disparity in the judge's decision. This disability can cause a sense of injustice (substantive
justice) for the convicted person. The formulation of the problem is, what is the factor causing
the occurrence of criminal disparity in the criminal imprisonment carried out by the judge and
what is the basis of the judge's judgment in deciding criminal penalties in the trial ?. The
research method used is normative and empirical methods in relation to substantive justice. The
results of the research show that in deciding the case the judge is subject to Article 197 of the
Criminal Procedure Code, namely the judge must have his own judgment in determining the
weight or severity of the sentence to be imposed on the defendant, through material evidence in
court to support the conclusion in the judge's judgment. At present the judiciary in Indonesia is
still using the method of sentencing based on trial hearings only. This causes a court decision
issued by the judge to have a difference between one decision and another decision called
criminal disparity.
Abstrak

Rumusan norma yang berkaitan dengan ancaman pidana pada dasarnya bersifat maksimum. Hal
tersebut menimbulkan ruang disparitas putusan hakim. Disapritas tersebut dapat menimbulkan
rasa ketidakadilan (keadilan substantif) bagi terpidana. Rumusan masalahnya adalah, apa yang
menjadi faktor penyebab terjadinya disparitas pidana dalam penjatuhan pidana yang dilakukan
oleh hakim dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perakara
pidana didalam persidangan?. Metode penelitian yang digunakan adalah metode normatif dan
empiris dalam kaitannya dengan keadilan substantif. Hasil penelitian menunjukan dalam
memutuskan perkara hakim tunduk pada Pasal 197 KUHAP, yaitu hakim harus memiliki
pertimbangannya sendiri didalam menentukan berat atau ringannya hukuman yang akan
dijatuhkan kepada terdakwa, melalui pembuktian materil dipersidangan untuk mendukung
kesimpulan dalam pertimbangan hakim. Saat ini peradilan di Indonesia masih menggunakan
metode penjatuhan hukuman berdasarkan pemeriksaan persidangan saja. Hal ini menyebabkan
putusan pengadilan yang dikeluarkan oleh hakim terdapat perbedaan antara satu putusan dengan
putusan yang lainnya yang disebut dengan disparitas pidana.

Kata kunci : disparitas, penjatuhan pidana.

A. Pendahuluan konsekuensi yang luas, baik yang


Sistem peradilan pidana (criminal menyangkut langsung kepada pelaku tindak
justice system) dari hukum pidana memiliki pidana maupun masyarakat secara luas.
posisi sentral. Hal ini disebabkan karena Dalam perannya sebagai penegakan hukum
keputusan dalam pemidanaan mempunyai pidana, secara fungsional sistem peradilan

215
Nimerodi Gulo, Ade Kurniawan M., Disparitas Dalam Penjatuhan Pidana

pidana akan melibatkan minimal 3 (tiga) menyebutkan bahwa hakim juga dapat wajib
faktor yang saling terkait, yaitu faktor mempertimbangkan sifat baik dan jahat pada
perundang-undangan, faktor aparat atau diri terdakwa selama persidangan.
penegak hukum, dan faktor kesadaran Peraturan perundang-undangan pidana
hukum(Komisi Yudisial RI, 2014). Faktor yang selama ini dibuat tidak memberikan
perundang-undangan dalam hal ini pedoman pemberian pidana secara tegas
perundang-undangan pidana, meliputi yang menjadi dasar bagi hakim dalam
hukum pidana materil (hukum pidana menjatuhkan pidana kepada terdakwa.
substantif) maupun hukum pidana formil Undang-undang yang ada hanya dijadikan
(hukum acara pidana). Ada dua aspek sebagai pedoman pemberian hukuman
penting dalam keberhasilan penegakkan maksimal dan minimalnya saja. Oleh karena
hukum pidana, yaitu isi atau hasil penegakan itu, pedoman pemberian pidana seharusnya
hukum (substantif justice) dan tata cara secara tegas dicantumkan dalam Undang-
penegakkan hukum (procedural undang, untuk menghindari kesewenang-
justice.(Komisi Yudisial RI, 2014) wenangan yang dilakukan oleh hakim dalam
Indonesia adalah negara hukum yang menjatuhkan putusannya(Wijayanto, 2012).
memberikan kebebasan pada hakim dalam Hal inilah yang sering kali menimbulkan
memutuskan suatu perkara pidana, disparitas dalam penjatuhan pidana yang
maksudnya adalah hakim tidak boleh dilakukan oleh hakim.
mendapat intervensi dari pihak manapun. Disparitas pidana (disparity of
Hakim sebagai pejabat peradilan negara sentencing) adalah penerapan pidana yang
yang berwenang untuk menerima, tidak sama terhadap tindak pidana yang
memeriksa, dan memutus perkara yang sama (same offence) atau terhadap tindak-
dihadapkan kepadanya.Pada hakikatnya tindak pidana yang sifatnya berbahaya dapat
tugas hakim untuk mengadili mengandung diperbandingkan (offences of comparable
dua pengertian, yakni menegakkan keadilan seriousnees) tanpa dasar pembenaran yang
dan menegakkan hukum(Mertokusumo, jelas. Selanjutnya tanpa merujuk “legal
2007). Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang category”, disparitas pidana dapat terjadi
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan pada penghukuman terhadap mereka yang
Kehakiman menyebutkan bahwa hakim melakukan suatu delik secara
wajib menggali, mengikuti, dan memahami bersama(Muladi dan Barda Nawawi Arief,
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang 1984). Disparitas pemidanaan mempunyai
hidup dalam masyarakat. Pasal 8 ayat (2) dampak yang dalam, karena didalamnya

216
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 47 No.3, Juli 2018

terkandung perimbangan konstitusional Terjadinya disparitas pidana dalam


antara kebebasan individu dan hak Negara penegakkan hukum karena adanya realita
untuk memidana.(Muladi dan Barda disparitas pidana tersebut, tidak heran jika
Nawawi Arief, 1984) publik mempertanyakan apakah
Adanya faktor-faktor yang menjadi hakim/pengadilan telah benar-benar
penyebab terjadinya disparitas pidana, tetapi melaksanakan tugasnya menegakkan hukum
pada akhirnya hakimlah yang akan dan keadilan? Dilihat dari sisi sosiologis,
menentukan terjadinya suatu disparitas kondisi disparitas pidana dipersepsi publik
pidana. Masalah disparitas pidana ini akan sebagai bukti ketiadaan keadilan (societal
terus terjadi karena adanya jarak antara justice). Sayangnya secara yuridis
sanksi pidana minimal dengan sanksi pidana formal,kondisi ini tidak dapat dianggap telah
maksimal. Proses formulasi yang dilakukan melanggar hukum. Meskipun demikian,
oleh badan legislatif selaku pembentuk seringkali orang melupakan bahwa elemen
Undang-undang juga sangat berpengaruh “keadilan” pada dasarnya harus melekat
pada disparitas pidana, dikarenakan tidak pada putusan yang diberikan oleh hakim.
adanya standard untuk merumuskan sanksi Selanjutnya Harkristuti Harkrisnowo,
pidana. menyatakan bahwa disparitas pidana dapat
Dalam Pasal 1 ayat (11) KUHAP terjadi dalam beberapa kategori
disebutkan bahwa putusan pengadilan yaitu(Komisi Yudisial RI, 2014):
adalah penryataan hakim yang diucapkan a. Disparitas antara tindak pidana yang
dalam sidang terbuka, yang dapat berupa sama;
pemidanaan atau bebas dari atau lepas dari b. Disparitas antara tindak pidana yang
segala tuntutan hukum dalam hal serta cara mempunyai tingkat keseriusan yang
yang diatur didalam Undang-Undang ini. sama;
Namun masih banyak sekali putusan yang c. Disparitas pidana yang dijatuhkan oleh
diberikan oleh hakim kepada terpidana yang satu majelis hakim;
belum mencapai keadilan di dalam d. Disparitas antara pidana yang
masyarkat, karena masih banyak dijumpai dijatuhkan oleh majelis hakim yang
ketidak sesuaian hakim dalam menjatuhkan berbeda untuk tindak pidana yang sama.
pidana. Berdasarkan pendapat diatas dapat
Harkristuti Harkrisnowo(Harkrisnowo, dipahami bahwa salah satu pembenaran
2003) mengatakan bahwa : disparitas pidana telah membawa hukum
kita kepada keadaan yang tidak lagi sesuai

217
Nimerodi Gulo, Ade Kurniawan M., Disparitas Dalam Penjatuhan Pidana

dengan tujuan penegakkan hukum. Hukum


yang semula dimaksudkan untuk menjadi Tabel 1. Nomor Putusan Pengadilan dan
penjaga keadilan, kemanfaatan sosial, dan Pasal yang dijatuhkan, Serta Lamanya
kepastian hukum tidak lagi dapat dipenuhi Hukuman yang Disparitasnya Diteliti
secara utuh, karena dalam hal ini unsur Sumber:
keadilanlah yang oleh masyarakat dirasia https://www.mahkamahagung.go.id/id
tidak lagi dipenuhi atau diberikan oleh Kondisi ini sangat memperihatinkan dan
hakim dalam menegakkan hukum(Komisi menuntut semua pihak, khususnya para
Yudisial RI, 2014). penegak hukum untuk meningkatkan
Sebagai contoh adanya disparitas dipaparkan pengertian, pemahaman dan keterampilan
putusan tindak pidana kecelakaan lalu lintas dalam profesinya sehingga dapat
yang menyebabkan kematian di Pengadilan melaksanakan tugas dengan adil dan sebaik-
Negeri Metro: baiknya. Dalam penyelenggaraannya
No Nomor Putusan Pasal Lama pengadilan harus menggunakan ukuran yang
Pengadilan yang Huku sudah diterima oleh dunia hukum, yakni
dijatuh man asas legalitas. Asas legalitas menjamin
kan masyarakat terutama terdakwa atau
1. 116/PID.B/2013/ 310 ayat 8 Bulan terpidana guna menghindari kesewenang-
PN.M (4) wenangan hakim dalam menetapkan
2. 138/Pid.Sus/2013 310 ayat 2 Bulan perbuatan yang dapat dikatergorikan dalam
/PN.M (4) suatu rumusan delik.
3. 94/Pid.Sus/2014/ 310 ayat 3 Bulan Adanya disparitas pidana dalam suatu sitem
PN.Met (4) peradilan pidana akan menyebakan
4. 110/Pid.B/2015/P 310 ayat 4 Bulan kepercayaan masyarkat pada lembaga
N.Met (4) peradilan semakin melemah dan akan
5. 32/Pid.B/2013/P 310 ayat 6 Bulan menimbulkan stigma terhadap
N.M (4) dengan keberlangsungan hukum di Indonesia,
masa karena itu diperlukan penelitian hukum
percoba untuk membahas lebih lanjut hal-hal yang
an menjadi faktor penyebab disparitas pidana
selama didalam penjatuhan pidana.
10
bulan

218
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 47 No.3, Juli 2018

Hukum pidana materil terdiri atas


Rumusan Masalah tindak pidana yang disebut berturut-turut,
Berdasarkan latar belakang masalah yang peraturan umum yang dapat diterapkan
telah diuraikan diatas, maka rumusan terhadap perbuatan itu, dan pidana yang
masalahnya yaitu “Apa yang menjadi faktor diancamkan terhadapan perbuatan itu.
penyebab terjadinya disparitas pidana dalam Hukum pidana formil mengatur bagaimana
penjatuhan pidana yang dilakukan oleh cara pidana seharusnya dilakukan dan
hakim dan apakah yang menjadi dasar menentukan tata tertib yang harus
pertimbangan hakim dalam memutus diperhatikan pada kesempatan itu.
perakara pidana didalam persidangan?” Mr. Tirtamidjaja menjelaskan hukum
pidana materiil dan hukum pidana formil
B. Metode Penelitian sebagai berikut :
Sistem penulisan pada jurnal ini a. Hukum pidana materiil adalah kumpulan
menggunakan pendekatan yuridis normatif aturan hukum yang menentukan
dan yuridis empiris. Adapun jenis dan pelanggaran pidana, menetapkan syarat-
sumber data yang terdiri dari data primer syarat bagi pelanggaran pidana untuk
yang bersumber dari lapangan dan data dapat dihukum, menunjukkan orang yang
sekunder bersumber dari kepustakaan. Data dapat dihukum dan menetapkan hukuman
yang telah diperoleh kemudian dianalisis atas pelanggaran pidana.
secara kulaitatif yang pokok bahsan b. Hukum pidana formil adalah kumpulan
akhirnya menuju pada suatu kesimpulan aturan hukum yang mengaturcara
ditarik dengan metode induktif. mempertahankan hukum pidana materiil
terhadap pelanggaranyang dilakukan oleh
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan orang-orang tertentu, atau dengan kata
Pemidanaan diartikan sebagai tahap lain,mengatur cara bagaimana hukuman
penetapan sanksi dan juga tahap pemberian pidana materiil diwujudkansehingga
sanksi dalam hukum pidana. Kata “pidana” diperoleh keputusan hakim serta
pada umumnya diartikan sebagai hukuman, mengatur caramelaksanakan keputusan
sedangkan “pemidanaan” diartikan sebagai hakim(Marpaung, 2005).
penghukuman. Doktrin membedakan hukum Berdasarkan pendapat diatas , hukum
pidana materil dan hukum pidana formil. pidana materil berisi larangan atau perintah
J.M. Van Bemmelen menjelaskan kedua hal jika tidak terpenuhi diancam sanksi,
tersebut sebagai berikut : sedangkan hukum pidana formil adalah

219
Nimerodi Gulo, Ade Kurniawan M., Disparitas Dalam Penjatuhan Pidana

aturan hukum yang mengatur cara hanya sebagai sarana melindungi


menjalankan dan melaksanakan hukum kepentingan masyarakat. Teori ini berbeda
pidana materil. dari teori absolut, dasar pemikiran agar
Tujuan pemidanaan ini merupakan suatu kejahatan dapat dijatuhi hukuman
bagian yang sangat mendasar dan penting artinya penjatuhan pidana mempunyai
dalam kehidupan hukum pidana di Indonesia tujuan tertentu, misalnya memperbaiki sikap
bahkan diseluruh negara. Menurut Barda mental atau membuat pelaku tidak
Nawawi Arief tujuan dari kebijakan berbahaya lagi, dibutuhkan proses
pemidanaan yaitu menetapkan suatu pidana pembinaan sikap mental.
tidak terlepas dari tujuan politik kriminal. c. Teori gabungan
Dalam arti keseluruhannya yaitu Selain teroi absolut dan teori relatif
perlindungan masayarakat untuk mencapai juga ada teori ketiga yang disebut teori
kesejahteraan. Oelh karena itu untuk gabungan. Teori ini muncul sebagai reaksi
menjawab dan mengetahui tujuan serta dari teori sebelumnya yang kurang dapat
fungsi pemidanaan, maka tidak terlepas dari memuaskan menjawab mengenai tujuan dari
teori-teori tentang pemidanaan yang ada pemidanaan.
(Muladi, 1995). Tujuan pemidanaan dalam RUKHP
a. Teori absolut atau teori pembalasan dalam Pasal 54 yang menyatakan bahawa
Menurut teori ini pidana diajtuhkan pemidanaan bertujuan :
semata-mata karena orang telah melakukan a. Mencegah dilakukannya tindak pidana
kejahatan atau tindak pidana. Pidana dengan menegakkan norma hukum demi
merupakan akibat mutlak yang harus ada pengayoman masyarakat;
sebagai pembalsan kepada orang yang telah b. Memasyarakatkan terpidana dengan
melakukan kejahatan. Adapun yang menjadi megadakan pembinaan sehingga menjadi
dasar pembenar dari penjatuhan pidana itu orang yang baik dan berguna;
terletak pada adanya kejahatan itu sendiri, c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan
oleh karena itu pidana mempunyai fungsi oleh tindak pidana, memulihkan
untuk menghilangkan kejahatan tersebut. keseimbangan dan mendatangkan rasa
b. Teori Relatif atau teori tujuan damai dalam masyarkat; dan
Menurut teori ini penjatuhan pidana d. Membebaskan rasa bersalah pada
bukanlah sekedar untuk melakukan terpidana.
pembalasan atau pengimbalan. Pembalsan Pada hakikatnya pengertian hakim
itu sendiri tidak mempunyai nilai tetapi tercantum dalam KUHAP, yang

220
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 47 No.3, Juli 2018

menyebutkan hakim adalah pejabat pidana yang didakwakan kepadanya,


peradilan Negara yang diberi wewenang maka pengadilan menjatuhkan pidana
oleh undang-undang untuk mengadili. (Pasal 193 ayat (1)).
Sedangkan yang dimaksud dengan Aspek “pertimbangan-pertimbangan
mengadili adalah serangkaian tindakan yuridis terhadap pelaku tindak pidana yang
hakim untuk menerima, memeriksa dan didakwakan” merupakan konteks penting
memutus perkara pidana berdasarkan asas dalam putusan hakim(Mulyadi, n.d.). Padaa
bebas, jujur dan tidak memihak di sidang hakikatnya pertimbangan yuridis merupakan
pengadilan dlaam hal menurut cara yang pembuktian unsur-unsur (bestendallen) dari
diatur dalam Undang-Undang (Pasal 1 ayat suatu tindak pidana apakah perbuatan
(9) KUHAP). terdakwa tersebut telah memenuhi dan
Putusan pengadilan atau putusan sesuai dengan tindak pidana yang
hakim pada dasarnya memiliki 3 (tiga) didakwakan oleh jaksa/penuntut umum.
macam putusan yang akan diberikan kepada Dapat diaktan lebih jauh bawa
terdakwa di akhir persidangan, adapun jenis- pertimbangan-pertimbangan yuridis ini
jenis putusan tersebut adalah sebagai berikut secara langsung akan berpengaruh bersar
: terhadap amar/doktrin putusan hakim.
a. Putusan bebas Lazimnya, dalam praktik peradilan
Ini terjadi jika pengadilan berpendapat pada putusan hakim sebelum
bahwa dari hasil pemeriksaan disidang, “pertimbangan-pertimbangan yuridis”
keslaahan terdakwa atas perbuatan yang hakim akan menarik kesimpulan yang di
didakwakan kepadanya tidak terbukti dapat dari fakta-fakta di persidangan melalui
secara sah dan meyakinkan (Pasal 191 keterangan para saksi, keterangan terdakwa,
ayat (1)). dan barang bukti yang diajukan dan
b. Putusan lepas dari segala tuntutan diperiksa dipersidangan(Mulyadi, n.d.).
Jika pengadilan berpendapat bahwa Berikut akan dijelaskan pertimbangan-
perbuatan yang didakwakan kepada pertimbangan hakim yang bersifat yuridis
terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu dan Non yuridis :
tidak merupakan suatu tindak pidana 1) Pertimbangan yang bersifat yuridis
(Pasal 191 ayat (2)). Pertimbangan hakim yang didasarkan
c. Putusan pemidanaan pada faktor-faktor yang terungkap
Jika pengadilan berpendapat bahwa dipersidangan dan oleh undang-undang
terdakwa bersalah melakukan tindak telah ditetapkan sebagai hal yang harus

221
Nimerodi Gulo, Ade Kurniawan M., Disparitas Dalam Penjatuhan Pidana

dimuat dalam putusan, pertimbangan Faktor-faktor yang mempengaruhi


yuiridis diantaranya : hakim dalam pemidanaan terhadap
a. Dakwaan jaksa penuntut umum; terdakwa, dikarenakan perundang-undangan
b. Keterangan saksi; pidana yang ada di indonesia baik itu
c. Keterangan terdakwa; perundangan-undangan yang bersifat umum
d. Pasal-pasal dalam undang-undang maupun yang bersifat khusus tidak mengatur
yang terkait. secara tegas aturan batas minimum ancaman
2) Pertimbangan yang bersifat Non yuridis hukuman pidana bagi pelaku tindak pidana.
Selain pertimbangan yuridis hakim juga Tidak adanya batas minimum inilah yang
menggunakan pertimbangan non yuridis memberi keleluasaan hakim untuk
untuk menjadi dasar pertimbangannya : menjatuhkan pidana. Sehinggan hal ini
a. Dampak dari perbuatan terdakwa. sering menimbulkan perbedaan hukuman
b. Kondisi diri dari terdakwa. atau sering disebut disparitas pidana.
Selain pertimbangan-pertimbangan Menurut Cheang Molly (Muladi dan
yuridis dan non yuridis yang telah Barda Nawawi Arief, 1998), disparity of
disebutkan diatas, terdapat hal yang sentencing atau disparitas pidana, adalah
meberatkan dan meringakan dalam hal penerpan pidana yang tidak sama terhadap
penjatuhan pidana yang diberikan oleh tindak pidana yang sama (same offence) atau
hakim kepada terdakwa , hal-hal tersebut terhadap tindak pidana yang sifat
adalah sebagai berikut : berbahayanya dapat diperbandingkan tanpa
1) Hal-hal yang memberatkan pidana, yaitu : pembenaran yang jelas.
a. Meresahkan masyarkat; Sebagaimana telah disebutkan didalam
b. Sifat dari perbuatan terdakwa itu bab pendahuluan terdahulu bahwa dalam
sendiri; putusan perkara pidana dikenal adanya suatu
c. Akibat dari perbuatan yang kesenjangan dalam penjatuhan pidana yang
ditimbulkan dari perbuatan terdakwa; lebih dikenal dengan disparitas. Lebih
d. Terdakwa sudah pernah dihukum. spesifik dari pengertian itu, menurut
2) Hal-hal yang meringankan pidana, yaitu : Harkristuti Harkrisnowo disparitas pidana
a. Belum pernah dihukum; dapat terjadi dalam beberapa kategori yaitu:
b. Menyesali perbuatannya; a. Disparitas antara tindak pidana yang
c. Mengakui perbuatannya; sama;
d. Bersikap sopan dipersidangan.

222
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 47 No.3, Juli 2018

b. Disparitas antara tindak pidana yang mengatakan bahwa pedoman pemberian


mempunyain tinfkat keseriusan yang pidana akan memudahkan hakim dalam
sama; menetapkan pemidanaannya, setekah
c. Disparitas pidana yang dijatuhkan oleh terbukti bahwa terdakwa telah melakukan
satu majelis hakim; perbuatan yang didakwakan
d. Disparitas antara pidana yang kepadanya(Sudarto, 1981).
dijatuhkan oelh majelis hakim yang Pedoman pemberian pidana itu
berbeda untuk tindak pidana yang memuat hal-hal yang bersifat objektif
sama(Harkrisnowo, 2003). mengenai hal-hal yang berkaitan dengan si
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaku tindak pidana sehingga dengan
putusan hakim terdiri dari(Loqman, 2002): memperhatikan hal-hal tersebut penjatuhan
a. faktor intern; pidana lebih proporsional dan lebih
b. faktor pada undang-undang itu sendiri; dipahami mengapa pidananya seperti hasil
c. faktor penafsiran; putusan yang dijatuhkan oleh hakim.
d. faktor politik; dan Pendapat Sudarto ini dibenarkan pula oleh
e. faktor sosial. Muladi, karena masalahnya bukan
Disparitas putusan dalam hal menghilangkan disparitas secara mutlak,
penjatuhan pidana diperbolehkan menurut tetapi disparitas tersebut harus
pasal 12 huruf (a) KUHP yang menyatakan rasional(Sudarto, 1981).
pidana penjara serendah-rendahnya 1 (satu) Faktor penyebab terjadinya disparitas
hari dan selama-lamanya seumur hidup. pidana dapat ditinjau dari segi teoritis
Disparitas pidana dapat diartikan sebagai yuridis dan segi empiris. Dari segi teoritis
penerapan pidana yang tidak sama terhadap yuridis, disparitas pidana disebabkan adanya
tindak pidana yang sama (same offence) atau :
terhadap tindak-tindak pidana yang sifatnya a. Eksistensi kebebasan dan kemandirian
berbahaya dapat diperbandingkan (offence of hakim dalam UUD RI 1945
comparable seriousness) tanpa dasar Pengertian kekuasaan kehakiman yang
pembenaran yang jelas(Muladi dan Barda bebas dan mandiri berdasarkan buku
Nawawi Arief, 2005). Pedeoman Perilaku Hakim (Code of
Faktor yang dapat menyebabkan Conduct) yang diterbitkan oleh
timbulnya disparitas pidana adalah tidak Mahkamah Agung Republik Indonesia
adanya pedoman pemidanaan bagi hakim memuat serangkaian prinsip-prinsip dasar
dalam menjatuhkan pidana. Sudarto sebagai moralitas dan wajib dijunjung

223
Nimerodi Gulo, Ade Kurniawan M., Disparitas Dalam Penjatuhan Pidana

tinggi oleh para hakim di Indonesia baik bahasa Latin “Res ludicata” yang berarti
di dalam maupun di luar suatu yang telah diputuskan.
kedinasannya(Mahkamah Agung RI, Black’s Law Dictionary, sixth edition,
2006). merumuskan res judicata sebagai: “A
b. UU Kekuasaan Kehakiman yang ada matter adjudged; a thing judicially acted
Asas kebebasan hakim atau judicial upon or decided; a thing or matter settled
discretionary power dijamin sepenuhnya by judgement. Rule that a final judgement
dalam Pasal 1 UU No.48 Tahun 2009 renderd by a court of competent
Tentang Kekuasaan Kehakiman. jurisdiction on the merits is conclusive as
c. Teori Ratio Decidendi to the rights of the parties and their
Ratio Decidendi atau rationes decidenci privies, an as to them, constitutes an
adalah sebuah istilah latin yang sering absolute bar to a subsequent action
diterjemahkan secara harfiah sebagai involving the same claim, demand or
alasan untuk keputusan itu. Black’s Law cause of action”.
Dictionary menyatakan ratio decidendi (Black’s Law Dictionary, sixth edition,
sebagai “the point in a case which merumuskan res judicata sebagai: “hal
determines the judgement” atau menurut ini diputuskan, hal yang secara hukum
Barron’s Law Dictionary adalah “the ditindaklanjuti atau memutuskan. Sebuah
principle which the case hal atau masalah diselesaikan oleh
establishes.”(Huda, 2016) penilaian. Aturan penilaian akhir yang
d. Teori Dissenting Opinion diberikan oleh pengadilan dengan
Dissenting Opinion menurut H.F yurisdiksi yang kompeten pada manfaat
Abraham Amos adalah perbedaan tentang meyakinkan mengenai hak-hak para
amar putusan hukum dalam suatu kasus pihak dan privat mereka, seperti mereka,
tertentu, dalam masyarakat yang yang merupakan hak yang mutlak untuk
majemuk dan multi kultur, perbedaan bertindak berikutnya melibatkan klaim
tentang pemahaman suatu hukum sudah permintaan atau penyebab tindakan.)
menjadi hal yang biasa(“Pengertian Dan Dari segi empiris, pertimbangan
Konsep Dissenting Opinion,” 2016). kedaan terdakwa meliputi kepribadian,
e. Doktrin Res Judicate Pro Veritate keadaan sosial, ekonomi, dan sikap
Hebetur masyarakat, serta dalam pembuktian fakta di
Res Judicate Pro Veritate Hebetur, lazim persidangan juga dapat mempengaruhi
disingkat Res Judicate berasal dari pertimbangan hakim. Hakim sendiri tidak

224
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 47 No.3, Juli 2018

boleh memutus dalam keragu-raguan dan Kebebasan hakim juga merupakan


berprinsip pada in dubio proreo, sehingga faktor terjadinya disparitas pemidanaan. Di
muncul suatu disparitas pidana. Indonesia asas kebebasan hakim (judicial
discretionary power) dijamin sepenuhnya
D. Penutup dalam Pasal 1 UU No.48 Tahun 2009
1. Kesimpulan Tentang Kekuasaan Kehakiman. Dasar
Berdasarkan hasil penelitian dan pertimbangan Hakim dalam penentuan
pembahasan pada bab terdahulu maka dapat pengambilan putusan hingga menyebabkan
ditarik kesimpulan, bahwa faktor-faktor adanya disparitas pemidanaan pada perkara
yang menjadi penyebab terjadinya disparitas pidana, berdasarkan asas Nulla Poena Sine
dapat ditinjau dari segi teoritis yuridis dan Lege hakim hanya dapat memutuskan sanksi
segi empiris. Dari segi teoritis yuridis, pidana berdasarkan jenis dan berat sanksi
disparitas pidana disebabkan adanya sesuai dengan takaran yang ditentukan oleh
eksistensi kebebasan dan kemandirian yang Undang-Undang. Hambatan dan kesulitan
dimiliki oleh hakim dalam UUD RI 1945 lain yang ditemui hakim dalam menjatuhkan
serta UU Kekuasaan Kehakiman yang ada, putusan pengadilan adalah kurang
teori ratio decidendi, teori dissenting lengkapnya bukti materil yang diperlukan
opinion, dan doktrin res judicate pro sebagai alat bukti dalam persidangan, serta
varitate hebeteur. Selain masalah yuridis proses pembuktian yang masih
yang disebutkan diatas faktor KUHP juga menggunakan metode tradisional atau
menjadi masalah dalam teoritis yuridis, konvensional dimana metode penjatuhan
dikarenakan KUHP tidak mengatur tentang hukuman masih bertitik tolak pada keadaan
minimal khusus penjatuhan pidana terhadap pemeriksaan persidangan saja dikarenakan
terdakwa. Dari segi empiris pertimbangan penentuan berat dan ringannya hukuman
keadaan terdakwa meliputi kepribadian, terdakwa masih dilakukan secara subjektif
keadaan sosial, ekonomi, dan sikap oleh hakim.
masyarakat, serta dalam pembuktian fakta di
perisdangan juga dapat mempengaruhi 2. Saran
pertimbangan hakim. Hakim sendiri tidak Salah satu tugas hakim adalah menggali
boleh memutus dalam keragu-raguan dan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam
berprinsip pada in dubio proreo, sehingga masyarakat, oleh karena itu hakim harus
muncul suatu disparitas pidana. memperhatikan aspek disparitas penjatuhan
pidana untuk memenuhi nilai keadilan

225
Nimerodi Gulo, Ade Kurniawan M., Disparitas Dalam Penjatuhan Pidana

substantif, serta dalam memutuskan suatu DAFTAR PUSTAKA


perkara sebaiknya hakim tidak hanya Harkrisnowo, H. (2003). Rekonstruksi
mendengarkan korban saja, tetapi juga harus Konsep Pemidanaan : Suatu Gugatan
tetap mendengarkan pembelaan dari Terhadap Proses Legislasi dan
terdakwa dan mempertimbangkannya agar Pemidanaan di Indonesia. Jakarta:
hakim dapat bersifat seadil mungkin, Majalah KHN Newsletter.
dengan cara meninggalkan metode Huda, M. (2016). titles Ratio Decidenci
penjatuhan pidana yang bersifat tradisional accessed in 20. Retrieved September
atau konvensional tersebut. 20, 2016, from
Hal tersebut dapat dijadikan upaya http://miftakhulhuda.com/2011/03/rati
untuk meminimalisir disparitas pemidanaan. odecidenci
Upaya untuk meminimalisir hal tersebut, Komisi Yudisial RI. (2014). Disparitas
maka penggunaan logika hukum menjadi Putusan Hakim:Identifikasi dan
sebuah solusi, yaitu dengan metode : Implikasi. Jakarta: Sekjen Komisi
a. Merumuskan substansi hukum Yudisial RI.
secara tepat; Loqman, L. (2002). HAM dalam HAP.
b. Memahami kesesatan hukum Jakarta: Datacom.
(fallacies of law); Mahkamah Agung RI. (2006). Pedoman
c. Pengunaan penalaran induksi dan Perilaku Hakim. Jakarta: Mahkamah
deduksi secara tepat;dan Agung.
d. Penemuan dan penerpaan hukum. Marpaung, L. (2005). Asas-Teori-Praktik
Bagaimanapun disapritas pidana tidak Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
dapat dihilangkan secara mutlak. Diperlukan Mertokusumo, S. (2007). Hati Nurani
suatu pedoman bagi hakim untuk Hakim dan Putusannya, dalam
menentukan jenis pemidanaan yang tepat Antonius Sudirman. Bandung: Citra
untuk diajtuhkan kepada terdakwa, sehingga Aditya Bakti.
dengan adanya pedoman tersebut dapat Muladi. (1995). KAPITA Selekta Sistem
mengedepankan transparansi dan konsistensi Peradilan Pidana. UNDIP.
dalam menjatuhkan sanksi pidana sesuai Muladi dan Barda Nawawi Arief. (1984).
dengan asas persumptive sentencing. Teori-teori Dan Kebijakan Pidana.
Bandung: Alumni.
Muladi dan Barda Nawawi Arief. (1998).
Teori-teori Dan Kebijakan Pidana.

226
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 47 No.3, Juli 2018

Bandung: Alumni.
Muladi dan Barda Nawawi Arief. (2005).
Teori-teori Dan Kebijakan Pidana.
Bandung: Alumni.
Mulyadi, L. (n.d.). Seraut Wajah Putusan
Hakim Dalam Hukum Acara Pidana.
Citra Aditya Bhakti.
Pengertian Dan Konsep Dissenting Opinion.
(2016). Retrieved September 20, 2016,
from http://id.shvoong.com/law-and-
politics/administrative-law/2172112
Sudarto. (1981). Kapita Selekta Hukum
Pidana Indonesia. Bandung: Alumni.
Wijayanto, I. (2012). Disparitas Pidana
Dalam Perkara Tindak Pidana Biasa
Di Pengadilan Negeri Kota Semarang,
7, 208.

227

Anda mungkin juga menyukai