Anda di halaman 1dari 12

JURNAL HUKUM PIDANA

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN


TERHADAP KEALPAAN DALAM BERKENDARA YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN
(Studi Putusan Nomor : 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg Dan Putusan
Nomor : 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg )
Adhy Wicaksana Limbongan, Program Studi Ilmu Hukum Pidana
Universitas Nusa Cendana, Jalan Adisucipto, Penfui, Kupang, Nusa Tenggara Timur
email: adhylimbongan28@gmail.com

ABSTRAK
Disparitas pidana adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana
yang sama atau terhadap tindak pidana yang sifat bahayanya dapat diperbandingkan tanpa
dasar pembenaran yang jelas. Hakim memiliki peran yang sangat sentral dalam hal
timbulnya disparitas pidana. Penilaiaan terhadap berat dan ringannya hukuman yang pantas
dijatuhkan terhadap terdakwa sesuai kesalahan yang dilakukan dan akibat yang
ditimbulkannya dikembalikan lagi kepada peran hakim. Hakim dalam memberikan putusan
pengadilan tunduk pada teori dasar pertimbangan hakim, serta sifat ke-indpendensian yang
dimiliki oleh hakim yang membuat hakim tidak dapat di intervensi oleh pihak manapun
dalam menjatuhkan putusan pengadilan.
Rumusan masalah penelitian ini adalah : (1) Mengapa terjadi disparitas pidana dalam
putusan hakim terhadap kealpaan dalam berkendara yang menyebabkan matinya orang
lain ? (2) Bagaimana upaya pencegahan terhadap terjadinya disparitas pidana dalam suatu
formulasi Undang-Undang berkaitan dengan kealpaan dalam berkendara yang
menyebabkan matinya orang lain ? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah : penelitian normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-
undangan, pendekatan perbandingan dan pendekatan konseptual.
Bersadarkan hasil penelitian yang di dapat oleh peneliti adalah : (1) Terjadinya
disparitas pidana pada putusan Hakim Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA dalam hal
pemidanaan pada 2 (dua) putusan nomor 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg dan
174/Pid.Sus/2020/PN Kpg adalah dikarenakan kebebasan hakim yang telah diakui oleh
Undang-Undang khususnya Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman dan Teori dasar pertimbangan hakim yang menilai dari segi faktor subjektif dan
objektif, serta tidak adanya pedoman pemidanaan dan tidak adanya pidana minimum pada
Pasal 310 Ayat (4) pada Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. (2) Upaya

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KEALPAAN DALAM BERKENDARA YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN (Studi Putusan Nomor : 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg Dan Putusan 39
Nomor : 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg )
JURNAL HUKUM PIDANA
pencegahan terhadap terjadinya disparitas pidana dalam suatu formalisasi Undang-undang
berkaitan dengan kealpaan dalam berkendara yang menyebabkan matinya orang lain yaitu
hakim perlu adanya pedoman pemberian pidana yang sama di dalam KUHP menyangkut
aspek subyektif dan obyektif dari pelaku tindak pidana untuk mempertimbangkan sebelum
kepada penjatuhan putusannya. Saran yang dapat diberikan : pertama, Untuk meminimalisir
terjadinya disparitas pidana yaitu hakim harus memperhatikan berat ringannya putusan
terhadap tindak pidana kealpaan dalam berlalu lintas yang menyebabkan orang lain
meninggal dunia dan luka berat dengan memperhatikan rasa keadilan, agar pelaku jera dan
tidak mengulangi kembali perbuatanya. Kedua, Dalam suatu formalisasi Undang-undang
regulasi itu diperlukan untuk membuat sistem minimal khusus untuk delik-delik di luar
KUHP dengan model yang fleksibel karena hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 103
KUHP.
Kata Kunci : Disparitas, Putusan Hakim, Kealpaan

ABSTRACT
Criminal disparity is the application of punishment that is not the same for the same
crime or for a crime whose dangerous nature can be compared without a clear
justification. Judges have a very central role in the emergence of criminal disparities. The
assessment of the severity and lightness of the appropriate sentence imposed on the
defendant according to the mistakes committed and the resulting consequences is returned
to the role of the judge. Judges in giving court decisions are subject to the basic theory of
judge considerations, as well as the nature of independence possessed by judges which
makes judges unable to be intervened by any party in making court decisions.
The formulation of the research problem is: (1) Why is there a criminal disparity in
the judge's decision on negligence while driving which causes the death of another person?
(2) What are the efforts to prevent the occurrence of criminal disparities in a law
formulation related to negligence in driving which causes the death of other people? The
research methods used in this study are: normative research using statutory approaches,
comparative approaches and conceptual approaches.
Based on the research results obtained by researchers are: (1) The occurrence of
criminal disparities in the decisions of Class IA Kupang District Court Judges in terms of
sentencing in 2 (two) decisions number 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg and 174/Pid.Sus
/2020/PN Kpg is due to the freedom of judges which has been recognized by law, especially

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KEALPAAN DALAM BERKENDARA YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN (Studi Putusan Nomor : 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg Dan Putusan 39
Nomor : 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg )
JURNAL HUKUM PIDANA
Law Number 48 of 2009 concerning Judicial Power and the basic theory of judge
considerations which assesses in terms of subjective and objective factors, and there are no
sentencing guidelines and no punishment minimum in Article 310 Paragraph (4) of the
Road Traffic and Transportation Act. (2) Efforts to prevent the occurrence of criminal
disparities in the formalization of laws relating to negligence in driving which cause the
death of other people, namely judges, need to have guidelines for giving the same
punishment in the Criminal Code concerning subjective and objective aspects of the
perpetrators of criminal acts to consider before deciding imposition of the verdict.
Suggestions that can be given: first, to minimize the occurrence of criminal disparity,
namely the judge must pay attention to the severity of the decision on the crime of
negligence in traffic which causes other people to die and be seriously injured by paying
attention to a sense of justice, so that the perpetrator is deterrent and does not repeat his
actions. Second, in a formalization of the regulation law it is necessary to create a special
minimal system for offenses outside the Criminal Code with a flexible model because this
has been regulated in Article 103 of the Criminal Code.
Keywords: Disparity, Judge's Decision, Negligence

I. PENDAHULUAN
Disparitas pidana adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana
yang sama atau terhadap tindak pidana yang sifat bahayanya dapat diperbandingkan tanpa
dasar pembenaran yang jelas. Dari pengertian tadi dapat disimpulkan bahwa disparitas
pidana timbul karena adanya ketidaksamaan didalam putusan hakim terhadap penjatuhan
sanksi terhadap tindak pidana yang sama dan menimbulkan akibat yang sama.
Peraturan perundang-undangan pidana yang ada selama ini tidak memberikan
pedoman pemberian pidana secara tegas yang akan menjadi dasar bagi hakim dalam
menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Pedoman ini seharusnya secara tegas dicantumkan
dalam undang-undang, untuk menghindari kesewenang-wenangan yang akan dilakukan
oleh hakim dalam menjatuhkan putusannya.

Hakim memiliki peran yang sangat sentral dalam hal timbulnya disparitas pidana.
Penilaiaan terhadap berat dan ringannya hukuman yang pantas dijatuhkan terhadap
terdakwa sesuai kesalahan yang dilakukan dan akibat yang ditimbulkannya dikembalikan

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KEALPAAN DALAM BERKENDARA YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN (Studi Putusan Nomor : 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg Dan Putusan 39
Nomor : 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg )
JURNAL HUKUM PIDANA
lagi kepada peran hakim. Hakim dalam memberikan putusan pengadilan tunduk pada teori
dasar pertimbangan hakim, serta sifat ke-indpendensian yang dimiliki oleh hakim yang
membuat hakim tidak dapat di intervensi oleh pihak manapun dalam menjatuhkan putusan
pengadilan.

II. METODE PENELITIAN


Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini ialah penelitian hukum normatif
(normative law research) yang menggunakan metode pendekatan perundang-undangan,
pendekatan perbandingan dan pendekatan konseptual. Metode ini dipilih karena penulis
menggunakan teori-teori hukum dan peraturan hukum guna menganalisis adanya disparitas
pada putusan hakim.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Terjadinya Disparitas Pidana Dalam Putusan Hakim Terhadap Kealpaan Dalam
Berkendara Yang Menyebabkan Matinya Orang Lain
Hakim sebagaimana diatur dalam hukum positif, harus mengindahkan nilai-nilai
dan rasa keadilaan yang hidup dalam masyarakat dengan sebaik-baiknya, sehingga
putusan yang dihasilkan oleh hakim bisa diterima dengan iklas oleh para pihak, untuk
itu tentunya hakim dalam menjatuhkan pidana harus dalam rangka menjamin tegaknya
kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang. Hal ini tentunya juga berlaku
dalam disparitas pidana dalam putusan hakim terhadap kealpaan dalam berkendara
yang menyebabkan matinya orang lain.
Dari kedua putusan tersebut dapat dipahami bahwa penyebab dari adanya
disparitas pidana pada perkara kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan korban
meninggal dunia yaitu:
a) Secara umum dilihat dari aspek yuridis bahwa Undang-Undang (KUHP) secara
umum mengandung sistem perumusan indefinite, artinya tidak ditentukan secara
pasti. Dalam Pasal 310 Ayat (4) Tahun 2009 LLAJ dikatakan “Dipidana dengan
penjara paling lama 6 (enam) tahun ...............” Dari sini pembuat Undang-Undang
memberikan kebebasan kepada Hakim untuk memilih rentang waktu antara atau
dimulai dari satu hari sampai dengan maksimal enam tahun penjara. Artinya tidak
ada pedoman pemidanaan bagi Hakim untuk menentukan berapa batasan pidana
penjara minimal dalam Pasal tersebut agar penjatuhan pidana lebih proporsional

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KEALPAAN DALAM BERKENDARA YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN (Studi Putusan Nomor : 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg Dan Putusan 39
Nomor : 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg )
JURNAL HUKUM PIDANA
dan bisa lebih dipahami mengapa pidananya seperti hasil putusan yang dijatuhkan
oleh Hakim, dan serta Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana maksimal lebih dari
enam tahun penjara;
b) Dalam kedua putusan tersebut diketahui terjadi delik yang sama yaitu karena
kelalaian dari kedua terdakwa pada putusan nomor 277/Pid.Sus/2018/PN.Kpg dan
174/Pid.Sus/2020/PN Kpg terjadinya kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
meninggalnya para korban, dikarenakan para terdakwa tersebut lalai dalam
mengendarai kendaraannya pada kecepatan 50-60 Km/ Jam untuk di jalan
perkotaan, ketentuan standar normal menurut Undang-Undang Lalu Lintas
Angkutan Jalan untuk di jalan perkotaan adalah 40 Km/ Jam;
c) Dalam Putusan nomor 277/Pid.Sus/2018/PN.Kpg terjadi kecelakaan lalu lintas
yang mengakibatkan meninggalnya para korban, sedangkan putusan nomor
174/Pid.Sus/2020/PN Kpg terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
meninggalnya korban dan adanya korban luka berat;
d) Diketahui pada putusan nomor 277/Pid.Sus/2018/PN.Kpg ada keadaan yang
meringankan terdakwa, hal tersebut ialah terdakwa belum pernah dihukum.
Sedangkan pada putusan nomor 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg tidak tercantum kalo
belum pernah dihukum, berarti terdakwa sebelumnya pernah melakukan tindak
pidana;
e) Diketahui Terdakwa dalam kedua putusan tersebut mengemudi kendaraan yang
berbeda-beda. Terdakwa pada putusan nomor 277/Pid.Sus/2018/PN.Kpg
mengendarai kendaraan Dump Truck berroda enam, sedangkan terdakwa pada
putusan nomor 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg mengendarai kendaraan Mobil Toyota
Innova berroda empat;
f) Kondisi yang berbeda-beda, ada yang terjadi pada malam hari dan dini hari. Selain
itu juga terdapat dasar pertimbangan dan keyakinan hakim dalam pemberatan dan
peringanan pidana

Dalam penjatuhan putusan pidana perkara pelanggaran lalu lintas Pasal 310 Ayat
(4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Lalu Lintas Angkutan Jalan, Hakim tidak
memiliki pedoman pemidanaan tentang batasan minimum dalam menjatuhi hukuman
pidana terhadap terdakwa, alasannya karena pedoman pemidanaan untuk ukuran
minimal berapa belum diatur, artinya sepanjang pasal tersebut tidak mencantumkan

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KEALPAAN DALAM BERKENDARA YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN (Studi Putusan Nomor : 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg Dan Putusan 39
Nomor : 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg )
JURNAL HUKUM PIDANA
minimalnya berapa hakim bebas untuk memilih paling lama 1 hari dan 6 tahun sesuai
isi ancaman Pasal 310 Ayat (4) tersebut.
Terjadinya disparitas pidana dalam hal pemidanaan pada putusan kedua perkara
dengan nomor putusan 277/Pid.Sus/2018/PN.Kpg dan 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg
disebabkan karena kedua kasus tersebut memiliki akibat, sifat, keseriusan, dan pasalnya
sama atau sejenis tidak sama baik dari latar belakang kejadian dan sisi kasus tersebut.
Hakim pada intinya cenderung menelaah secara mendalam dan mencermati kasus yang
disidangkan guna menemukan fakta-fakta di persidangan. Selain itu hakim juga
sebelum menjatuhkan putusannya, ia sudah terlebih dahulu melakukan kajian,
mempertimbangkan alasan pemberat dan peringanan terhadap pemidanaan terdakwa.
Dalam pelaksanannya penjatuhan putusan hakim tidak memiliki pedoman pemidanaan
yang pasti untuk menjatuhkan pidana minimal maupun maksimal dari terdakwa.
Berikut analisis penulis mengapa terjadi disparitas pidana dalam putusan nomor
277/Pid.Sus/2018/PN.Kpg dan 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg di wilayah hukum
Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA, yaitu : Pertama, Hakim di Pengadilan Negeri
Kupang tidak memiliki pedoman pemidanaan untuk ukuran batasan pidana yang akan
dijatuhkan terhadap para terdakwa dalam kasus tersebut agar tidak ada kesenjangan
yang menyolok dalam pemberian atau penjatuhan pidana. Kedua, terjadinya disparitas
dalam hal pemidanaan dikarenakan Hakim melihat kasus untuk menemukan fakta-
fakta dipersidangan, dasar keyakinan hakim dalam mempertimbangkan alasan-alasan
yang meringankan dan memberatkan terdakwa baik yang diatur di dalam maupun di
luar Undang-Undang dan melihat dari legal justice, moral justice, social justice, serta
tidak ada tolak ukur pemidanaan untuk batasan minimal berapa hukuman yang akan
dijatuhkan. Ketiga, terjadi kesenjangan dalam hal pemidanaan yang mencolok oleh
Hakim di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kupang. Terdapat perbedaan hukuman
yang berbeda jauh pada kasus yang sama, pada terdakwa putusan nomor
277/Pid.Sus/2018/PN.Kpg atas nama Melki Tafuli dijatuhi hukuman penjara selama 1
(satu) tahun 8 (delapan) bulan dan putusan nomor 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg atas nama
Christo Damaleru dijatuhi hukuman penjara selama 3 (tiga) tahun.

B. Mencegah Terjadinya Disparitas Pidana Dalam Suatu Formulasi Undang-Undang


Berkaitan Dengan Kealpaan Dalam Berkendara Yang Menyebabkan Matinya
Orang Lain

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KEALPAAN DALAM BERKENDARA YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN (Studi Putusan Nomor : 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg Dan Putusan 39
Nomor : 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg )
JURNAL HUKUM PIDANA
Hakim sebagai pejabat peradilan negara pada prinsipnya berwenang untuk
menerima, memeriksa, dan memutus perkara yang dihadapkan kepadanya. Pada
hakikatnya tugas hakim untuk mengadili mengandung dua pengertian, yakni
menegakkan keadilan dan menegakkan hukum. Hal tersebut sebagaimana pada Pasal 5
ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
menyebutkan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Selain itu adapula pada Pasal 8
ayat (2) yang menyebutkan bahwa hakim juga dapat wajib mempertimbangkan sifat
baik dan jahat pada diri terdakwa selama persidangan.
Peraturan perundang-undangan pidana yang selama ini dibuat tidak memberikan
pedoman pemberian pidana secara tegas yang menjadi dasar bagi hakim dalam
menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Undang-undang yang ada hanya dijadikan
sebagai pedoman pemberian hukuman minimal dan maksimalnya saja. Oleh karena itu,
pedoman pemberian pidana seharusnya secara tegas dicantumkan dalam undang-
undang, untuk menghindari kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh hakim dalam
menjatuhkan putusannya. Hal inilah yang sering kali terjadi dalam penjatuhan pidana
oleh hakim yang menimbulkan disparitas pidana.
Kejadian disparitas pidana tentu bukanlah suatu hal yang tidak dapat dicegah,
oleh sebab itu hal ini menjadi topik bahasan dalam penelitian yang dilakukan peneliti.
Berikut peneliti merangkai sejumlah upaya pencegahan terhadap terjadinya disparitas
pidana dalam suatu formulasi Undang-undang berkaitan dengan kealpaan dalam
berkendara yang menyebabkan matinya orang lain yakni:
a) Hakim perlu memiliki suatu alat tolak ukur pemidanaan dalam melakukan
penjatuhan pidana terhadap terdakwa;
b) Sebaiknya dalam suatu lembaga peradilan perlu ditentukan hakim yang menangani
khusus kasus yang serupa atau sejenis sehingga hal tersebut dapat tidak terjadi
disparitas putusan artinya setiap hakim memiliki keyakinan dalam menjatuhkan
putusan;
c) Dalam KUHP negara kita Indonesia yang akan datang, falsafah disparitas pidana
ini haruslah dirumuskan dengan jelas, artinya disparitas pidana ini menjadi hal
yang harus dirumuskan secara tertulis di dalam aturan yang baku, sehingga

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KEALPAAN DALAM BERKENDARA YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN (Studi Putusan Nomor : 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg Dan Putusan 39
Nomor : 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg )
JURNAL HUKUM PIDANA
nantinya dapat teraplikasikan secara konsisten dengan apa yang telah ditegaskan
dalam peraturan Perundang-undangan tersebut;
d) Hakim perlu adanya pedoman pemberian pidana dalam hal penerapan peraturan
sebagai penegak hukum dapat menjatuhkan pidana lebih adil, manusiawi dan
mengenai putusan hakim atau putusan pengadilan diharapkan lebih mendekatkan
diri pada keadilan yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat;
e) Pemidanaan yang ideal haruslah mengandung unsur kemanusiaan bahwa
pemidanaan yang dijatuhkan Hakim tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat
pelakunya, edukatif agar pemidanaan tersebut mampu mengubah pelaku yang
salah atas perbuatannya menjadi sikap jiwa yang positif dan unsur keadilan bahwa
pemidanaan tersebut dirasakan adil baik oleh terhukum maupun oleh korban dan
oleh masyarakat.

Adanya pedoman pemidanaan pada kebijakan legislatif maka Hakim dalam hal
penerapan peraturan sebagai kebijakan aplikatif dapat menjatuhkan pidana lebih adil,
manusiawi dan mempunyai rambu-rambu yang bersifat yuridis, moral justice dan sosial
justice. Konsekuensi logis aspek ini maka putusan hakim atau putusan pengadilan
diharapkan lebih mendekatkan diri pada keadilan yang mencerminkan nilai-nilai yang
hidup di masyarakat. Akan tetapi, kenyataannya di Indonesia tidak ada pedoman
pemidanaan yang dapat sebagai barometer dan katalisator bagi hakim.
Dengan dirumuskan falsafah pemidanaan ini secara jelas dengan adanya pedoman
pemidanaan, bertujuan untuk : Pertama, untuk sedapat mungkin diharapkan relatif
menekan adanya disparitas dalam pemidanaan terhadap kasus atau perkara yang
sejenis, hampir identik dan ketentuan tindak pidana yang dilanggar relatif sama. Kedua,
pedoman pemidanaan memberikan dan berfungsi sebagai katalisator guna menjadi
“katup pengaman” bagi hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa agar hakim
dapat menjatuhkan putusan secara lebih adil, arif, manusiawi dan relatif memadai
terhadap kesalahan yang telah dilakukan terdakwa.
Pada intinya disparitas pidana merupakan suatu peristiwa hukum yang dapat
dicegah, intinya ialah harus ada koordinasi yang baik antara berbagai pihak di dalam
ranah kehakiman dan pembentuk undang-undang. Selain itu juga membutuhkan adanya
pedoman pemberian pidana pada kebijakan legislatif sehingga hakim dalam hal
penerapan peraturan sebagai kebijakan aplikatif dapat menjatuhkan pidana lebih adil,

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KEALPAAN DALAM BERKENDARA YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN (Studi Putusan Nomor : 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg Dan Putusan 39
Nomor : 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg )
JURNAL HUKUM PIDANA
manusiawi dan mempunyai rambu-rambu yang bersifat yuridis, moral justice dan sosial
justice serta berimplikasi pada putusan hakim atau putusan pengadilan yang lebih
mendekatkan diri pada keadilan yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Terjadinya disparitas pidana pada putusan Hakim Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA
dalam hal pemidanaan pada 2 (dua) putusan nomor 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg dan
174/Pid.Sus/2020/PN Kpg adalah dikarenakan kebebasan hakim yang telah diakui oleh
Undang-Undang khususnya Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman dan Teori dasar pertimbangan hakim yang menilai dari segi
faktor subjektif dan objektif, serta tidak adanya pedoman pemidanaan dan tidak adanya
pidana minimum pada Pasal 310 Ayat (4) pada Undang-Undang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Terlihat jelas bahwa pada kedua putusan tersebut terdakwa Melki
Tafuli mendapat hukuman lebih ringan dari terdakwa Christo Damaleru dikarenakan
terdakwa Melki Tafuli memiliki tanggungan keluarga dan perbuatannya murni karena
kealpaannya dalam berkendara yang menyebabkan matinya orang lain, serta terdakwa
belum pernah di hukum, sedangkan pada perkara Christo Damaleru dijatuhi hukuman
lebih berat karena kealpaannya dalam berkendara menyebabkan matinya orang lain dan
adanya luka berat. Terdakwa dengan sengaja memberhentikan kendaraannya di tengah
jalan, sehingga menyebabkan terjadinya tabrakan dan juga terdakwa tidak memberikan
petolongan melainkan langsung meninggalkan tempat kejadian, padahal terdakwa
melihat korban terjatuh ke aspal dan bersimbah darah.
2. Upaya pencegahan terhadap terjadinya disparitas pidana dalam suatu formalisasi
Undang-undang berkaitan dengan kealpaan dalam berkendara yang menyebabkan
matinya orang lain yaitu hakim perlu adanya pedoman pemberian pidana yang sama di
dalam KUHP menyangkut aspek subyektif dan obyektif dari pelaku tindak pidana
untuk mempertimbangkan sebelum kepada penjatuhan putusannya. Hakim dalam hal
penerapan peraturan sebagai penegak hukum dapat menjatuhkan pidana lebih adil,
manusiawi dan lebih mendekatkan diri pada keadilan yang mencerminkan nilai-nilai

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KEALPAAN DALAM BERKENDARA YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN (Studi Putusan Nomor : 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg Dan Putusan 39
Nomor : 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg )
JURNAL HUKUM PIDANA
yang hidup di dalam masyarakat. Adanya pedoman pemberian pidana, secara tidak
langsung diskresi hakim pun akan berkurang, namun hal tersebut tidak akan menciderai
wewenang yang dimiliki oleh hakim, bahkan justru akan membantu hakim dalam
mengambil suatu putusan. Dalam pembentukan Undang-undang yang akan datang,
tindak pidana kealpaan dalam berlalu lintas yang menyebabkan orang lain meninggal
dunia harusnya diancam dengan sanksi yang lebih berat (pidana penjara maksimal)
bahkan dapat ditambah dengan sanksi lainya berupa pencabutan SIM (larangan
mengemudikan kendaraan dalam kurun waktu tertentu) sesuai dengan perbuatannya.

DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Abdoel Djamali R, Pengantar Hukum Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2012
Amiruddin & Asikin Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003
Ardiansyah Irfan, Disparitas Pemidanaan Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi
(Penyebab dan Penanggulangannya), Hawa dan AHWA, Pekan Baru, 2017
Arief Barda Nawawi, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Bakti, Bandung, 2003
Auditasi Natassa, (Jurnal), Disparitas Putusan Pengadilan Terhadap Kealpaan Dalam
Berkendara Yang Mengakibatkan Orang Lain Meninggal Dunia (Studi Di
Pengadilan Negeri Kota Malang), Malang, Brawijaya, 2014
Chazawi Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Ed.I, Cetakan ke-3, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2008
Hiariej Eddy O.S., Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cetakan ke-5, Cahaya Atma
Pustaka, Yogyakarta, 2020
Ibrahim Jhonny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Malang, 2006
Kanter E. Y dan Sianturi S. R, Asas-asas hukum pidana di Indonesia dan
penerapannya, Cetakan Ke-3, Storia Grafika, Jakarta, 2002
Lamintang P. A. F, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2011
Manan Abdul, Aspek Aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta, 2006

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KEALPAAN DALAM BERKENDARA YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN (Studi Putusan Nomor : 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg Dan Putusan 39
Nomor : 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg )
JURNAL HUKUM PIDANA
Mappiasse Syarif, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, Cetakan ke-2,
Prenadamedia Group, Jakarta, 2020
Marpaung Leden, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Cetakan ke-6, Sinar Grafika,
Jakarta, 2009
Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Cetakan Ke-14, Prenada Media Group,
Jakarta, 2019
Masriani Yulies Tiena, Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan ke-1, Sinar Grafika,
Jakarta, 2004
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Ke-9, Rineka Cipta, Jakarta, 2018
Muladi dan Arief Barda Nawawi, Teori-teori dan kebijakan Pidana, Cetakan Ke-4,
Alumni, Bandung, 2010
Pambudi Haristo, (Skripsi), Disparitas Putusan Hakim Dalam Penjatuhan Sanksi
Pidana Pasal 310 Ayat (4) Kelalaian Yang Mengakibatkan Orang Meninggal
Duniamenurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan Di Pengadilan Negeri Pontianak, Pontianak, Tanjungpura, 2015
Poernomo Bambang, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan ke-6, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1993
Saefudin Aziz dan Tim Penyusun Salemba, Bedah Psikotes Rekruitmen Tni Polri, 4u-
design, Yogyakarta, 2017
Susilawatie Fety, Jejak Gupresnas : Guru Prestasi Nasional, Lembaga Akademic &
Research Institute, Pasuruan, 2020
Wiyanto Rony, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2012
Rifai Ahmad, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Prespektif Hukum Progresif,
Sinar Grafika, Jakarta, 2010
Marpaung Leden, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2009
Projdodikoro Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama,
Bandung, 2003
Siregar Tampil Anshari, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, Pustaka
Bangsa Press, Medan, 2006
Soekanto Soerjono, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2010
Sudarno, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KEALPAAN DALAM BERKENDARA YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN (Studi Putusan Nomor : 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg Dan Putusan 39
Nomor : 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg )
JURNAL HUKUM PIDANA
Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2013
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010
Tiena Masriani Yulies, Pengantar Hukum Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,
2004
Waluyo Bambang, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

C. MEDIA ONLINE
https://istilahhukum.wordpress.com/2013/01/28/disparitas/, diakses pada tanggal 28
Mei 2021, pukul 13:00 WITA
https://otomotif.kompas.com/read/2021/04/01/112200515/daftar-perilaku-pengendara-
yang-menyebabkan-kecelakaan-lalu-lintas, diakses pada tanggal 27 Mei 2021,
pukul 20:00 WITA

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KEALPAAN DALAM BERKENDARA YANG
MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN (Studi Putusan Nomor : 277/Pid.Sus/2018/PN Kpg Dan Putusan 39
Nomor : 174/Pid.Sus/2020/PN Kpg )

Anda mungkin juga menyukai