Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS PENJATUHAN PIDANA MASA PERCOBAAN TERHADAP PEREMPUAN

PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN


(Studi Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl)

Anggalana, Rian Darma Putra


Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung
Jl. Z.A PagarAlam No. 26 Labuhan Ratu, Bandar Lampung 35142

Delik penganiayaan dalam KUHP merupakan suatu bentuk perbuatan yang dapat merugikan orang lain
terhadap fisik bahkan dapat berimbas pada hilangnya nyawa orang lain, seperti tindak pidana
penganiayaan yang dilakukan oleh perempuan dan telah diputus oleh Pengadilan Negeri Menggala
Nomor 484/Pid.B/2022/ PN.Mgl. Permasalahan dalam penulisan ini yaitu apakah faktor penyebab
pelaku melakukan tindak pidana penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl?,
bagaimana pertanggungjawaban masa percobaan terhadap perempuan pelaku tindak pidana
penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl?, dan bagaimanakah dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana masa percobaan terhadap perempuan pelaku tindak
pidana penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl? Metode penelitian
menggunakan pendekatan secara normatif dan empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
studi pustaka dan studi lapangan. Pengolahan data dilakukan melalui identifikasi, klasifikasi dan
sistematisasi, selanjutnya data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil
penelitian bahwa faktor penyebab pelaku melakukan tindak pidana penganiayaan berdasarkan Putusan
Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl antara lain faktor keluarga, rasa sakit hati, lingkungan pergaulan,
pendidikan, dan ekonomi. Pertanggungjawaban pelaku tindak pidana penganiayaan yang dilakukan
oleh perempuan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl dengan pidana penjara selama 3
(tiga) bulan, menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani oleh Terdakwa kecuali jika di kemudian
hari ada perintah dalam putusan hakim karena terpidana telah terbukti bersalah melakukan tindak
pidana lain sebelum berakhir masa percobaan selama 6 (enam) bulan. Dasar pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan pidana masa percobaan terhadap perempuan pelaku tindak pidana penganiayaan
berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl antara lain berupa alat bukti, keterangan saksi,
keterangan ahli, dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, unsur-unsur yang memenuhi dalam
Dakwaan Jaksa, serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan dalam diri terdakwa.

Kata Kunci : Penjatuhan Pidana; Masa Percobaan; Perempuan; Tindak Pidana; Penganiayaan.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Pidana di Indonesia merupakan salah satu pedoman dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat KUHP) adalah dasar yang kuat dalam rangka
menentukan perbuatan yang terlarang dan memiliki sanksi yang tegas bagi yang melanggarnya.
Ketentuan umum, kejahatan hingga dengan pelanggaran menjadi tiga bagian penting yang termuat
dalam KUHP. Kejahatan merupakan perbuatan yang menyalahi etika dan moral sehingga dari suatu
kejahatan yang dilakukan seseorang maka tentu perbuatan tersebut memiliki dampak yang sangat
merugikan orang lain selaku subjek hukum.

Terdapat berbagai tindak kejahatan yang dipandang sebagai suatu perbuatan pidana. Meskipun
sebagaian besar tindak kejahatan yang telah termuat dan di atur dalam KUHP yang secara tegas
memiliki ancaman sanksi pidana, kejahatan menjadi suatu bentuk sikap manusia yang harus kita kawal
bersama dalam membangun kehidupan bermasyarakat yang tertib dan aman.

1
Salah satu bentuk kejahatan yang seringkali terjadi di sekitar kita yakni kejahatan dalam bentuk
kekerasan seperti penganiyaan. Maraknya tindakan penganiayaan yang kita lihat dari berbagai sumber
menjadi pertanda bahwa hal tersebut tidak lepas dari perilaku masyarakat yang kurang terkontrol baik
itu yang dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan dan pengaruh lingkungan pergaulan yang kurang
baik. Perselisihan baik secara personal ataupun kelompok dapat menjadi suatu faktor yang dapat
mengundang terjadinya tindak kekerasan yang berujung pada penganiayaan. Selain itu, KUHP telah
mengklasifikasikan beberapa pasal yang berkaitan dengan penganiayaan dan juga jenis ataupun bentuk
penganiayaan yang tentu memiliki kosekuensi pemidanaan yang berbeda pula.

Delik penganiayaan dalam KUHP merupakan suatu bentuk perbuatan yang dapat merugikan orang lain
terhadap fisik bahkan dapat berimbas pada hilangnya nyawa orang lain. Tidak hanya itu, terdapatnya
aturan pidana dari penganiyaan yang dapat menyebabkan luka berat ataupun menyebabkan hilangnya
nyawa orang lain jelas harus dipandang sebagai suatu perbuatan yang sangat merugikan korbannya
selaku subjek hukum yang patut untuk mendapatkan keadilan.

Ketentuan pidana terhadap tindak pidana atau delik penganiayaan sendiri telah termuat dalam KUHP
yakni pada Pasal 351 KUHP yang menegaskan bahwa :
(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau
denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah
(2) Jika perbuatan itu menyebabkan luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana

Selain Pasal 351 KUHP yang mengatur tentang penganiayaan, ketentuan tindak kekerasan juga termuat
dalam Pasal 170 KUHP, dalam Pasal ini menegaskan bahwa :
(1) Barangsiapa, dengan terang-terangan dan tenaga bersama-sama menggunakan kekerasan terhadap
orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan
(2) Yang bersalah diancam :
1. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang
atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
2. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;
3. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
(3) Pasal 89 tidak diterapkan

Kedua pasal di atas menegaskan bahwa delik yang bersinggungan dengan penganiayaan maupun
kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain bahkan terhadap benda sekalipun menjadi
suatu alasan seseorang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Secara umum, tindakan yang bersinggungan dengan perbuatan menganiaya sebagaimana yang
dimaksudkan, patut untuk diketahui dan diterapkan dengan baik oleh aparat penegak hukum dalam
rangka mewujudkan suatu keadilan yang dikehendaki. Sehingga dengan memperhatikan dengan cermat
dan jelih terhadap unsur-unsur perbuatan yang sesuai dengan rumusan delik dengan perbuatan yang
dilakukan oleh pelaku dapat menjadi langkah awal dalam menciptakan rasa keadilan bagi setiap orang
yang berkasus dengan tindak pidana penganiayaan.

Memperhatikan unsur-unsur delik dari beberapa pasal yang bersinggungan dengan tindakan kekerasan
maupun penganiayaan jelas dapat membuat aparat terbantu untuk menggiring pelaku
mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses peradilan. Tidak hanya itu, penegakan hukum
dalam menerapkan jenis delik yang bersinggungan dengan penganiayaan atau beberapa bentuk dari
penganiyaan itu sendiri menjadi hal penting, bagi penegakan Hak Asasi Manusia.

2
Pada tingkat penyidikan, aparat kepolisian selaku penyidik seringkali menggunakan pasal berlapis
dalam rangka menjerat pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan pada tingkat
penuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat menggunakan surat dakwaan alternatif, dimana JPU
dalam hal ini akan mendakwa pelaku dengan beberapa pasal yang berkaitan dengan penganiayaan dan
jenisnya sebagaimana yang di atur dalam KUHP.

Berdasarkan kedudukannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) relatif lebih mudah dibanding hakim yang
tentu harus memeriksa dengan cermat, mempertimbangkan berbagai aspek serta bermusyawarah
sebelum menjatuhkan putusan. Oleh karena, surat dakwaan nantinya akan menjadi pedoman bagi
hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya
berkewajiban untuk menentukan beberapa pasal yang dapat dimuat dalam bentuk surat dakwaan
alternatif misalnya dengan memberikan dakwaan alternatif yakni antara Pasal 170, Pasal 351 sampai
dengan Pasal 358 yang kesemua pasal tersebut bersinggungan dengan tindakan kekerasan maupun
penganiyaan dan beberapa jenisnya.

Selain itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga dapat menggunakan surat dakwaan alternatif. Sehingga
dalam hal ini, Majelis Hakim yang berkewajiban menerima, memeriksa dan mengadili suatu perkara
pidana dapat menjadikan surat dakwaan sebagai pedoman dalam memiliki dan menentukan dengan
pasti dakwaan manakah yang mencocoki dengan serangkaian perbuatan pidana yang dilakukan oleh
pelaku berdasarkan hasil pembuktian yang ditemukan selama proses persidangan berjalan.

Seperti halnya dalam tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh perempuan bernama Komariah
Binti Tohir Hamidi dalam Putusan Pengadilan Negeri Menggala Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl,
bahwa terdakwa Komariah Binti Tohir Hamidi (alm) pada hari Minggu Tanggal 22 Mei 2022 sekitar
jam 20:30 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Januari 2022 bertempat di Rumah
Saksi Samsi Wahyudi Bin Sua’ybun (alm) yang beralamat di Astra Kasetra 001/003 Kelurahan Astra
Kasetra Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang
masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Menggala yang berwenang memeriksa dan
mengadili perkara ini, telah melakukan penganiayaan terhadap saksi korban Adi Samsul Arifin Bin
Sumejo (alm).

Majelis Hakim mempertimbangkan Dakwaan Tunggal yaitu melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP dan
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan serta menetapkan
pidana tersebut tidak perlu dijalani oleh Terdakwa kecuali jika di kemudian hari ada perintah dalam
putusan hakim karena terpidana telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana lain sebelum berakhir
masa percobaan selama 6 (enam) bulan.

Majelis hakim yang telah menerima dan memeriksa perkara yang pada akhirnya akan menjatuhkan
putusan kepada terdakwa atas perbuatannya setelah melalui proses persidangan dan telah berpedoman
kepada surat dakwaan kemudian Majelis Hakim menjatuhkan vonis kepada terdakwa Komariah Binti
Tohir Hamidi sesuai dengan menggunakan Pasal 351 ayat (1) sesuai dengan isi Dakwaan Tunggal
Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya dan menjatuhkan pidana penjara kepadanya selama 3
(tiga) bulan dikurangkan dengan masa tahanan yang telah dijalani oleh terdakwa.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah faktor penyebab pelaku melakukan tindak pidana penganiayaan berdasarkan Putusan
Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl?
2. Bagaimana pertanggungjawaban masa percobaan terhadap perempuan pelaku tindak pidana
penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl?

3
3. Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana masa percobaan terhadap
perempuan pelaku tindak pidana penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor
484/Pid.B/2022/PN.Mgl?

C. Metode Penelitian

Rangkaian data yang telah tersusun secara sistematis menurut klasifikasinya kemudian diuraikan dan
dianalisis secara yuridis kualitatif, yakni dengan memberikan pengertian terhadap data yang dimaksud
menurut kenyataan yang diperoleh di lapangan dan disusun serta diuraikan dalam bentuk kalimat per
kalimat. Selanjutnya dari hasil analisis tersebut diinterpretasikan ke dalam bentuk kesimpulan yang
bersifat deduktif yang merupakan jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian.

II. Pembahasan

A. Faktor Penyebab Pelaku Melakukan Tindak Pidana Penganiayaan Berdasarkan Putusan


Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl

Berdasarkan hasil penelitian pada Kepolisian Resor Tulang Bawang menurut Robert Purpa selaku
Penyidik Kepolisian Resor Tulang Bawang mengemukakan bahwa faktor penyebab pelaku melakukan
tindak pidana penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl antara lain:
1. Faktor Pendidikan
Faktor pendidikan merupakan salah satu faktor pendorong seseorang untuk melakukan suatu tindak
pidana penganiayaan. Hal itu disebabkan oleh tingkat pengetahuan mereka yang kurang terhadap
hal-hal seperti aturan yang dalam cara hidup bermasyarakat. Tingkat pendidikan dianggap sebagai
salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan penganiayaan, pendidikan merupakan
sarana bagi seseorang untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, dan dengan
melakukan suatu perbuatan apakah perbuatan tersebut memiliki suatu manfaat tertentu atau malah
membuat masalah/kerugian tertentu.
2. Faktor Individu
Seseorang yang tingkah lakunya baik akan mengakibatkan seseorang tersebut mendapatkan
penghargaan dari masyarakat, akan tetapi sebaliknya jika seseorang bertingkah laku tidak baik
maka orang itu akan menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Mereka yang dapat mengontrol
dan mengembangkan kepribadiannya yang positif akan dapat menghasilkan banyak manfaat baik
itu bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Sedangkan mereka yang tidak bisa mengontrol
kepribadiannya dan cenderung terombang ambing oleh perkembangan akan terus terseret arus
kemana akan mengalir. Entah itu baik atau buruk mereka akan tetap mengikuti hal tersebut.
Terdapat pula penyebab seseorang melakukan tindak pidana, seperti yang telah disebutkan di atas
bahwa keinginan manusia merupakan hal yang tidak pernah ada batasnya.

Berdasarkan hasil penelitian di Kejaksaan Negeri Tulang Bawang menurut Gusmiliyansa selaku Jaksa
Penuntut Umum mengemukakan bahwa faktor penyebab pelaku melakukan tindak pidana
penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl antara lain:
a. Faktor ekonomi
Lemahnya ekonomi keluarga juga bisa menjadi pendorong bagi pelaku untuk melakukan perbuatan
pidana. Fenomena ini sering terjadi pada keluarga kelas menengah ke bawah yang pada umumnya
hanya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dalam batas minimum. Bahkan kadang-kadang untuk
memenuhi kebutuhan, pelaku harus ikut berpartisipasi dalam mencari nafkah demi
mempertahankan hidup mereka. Dengan kondisi yang seperti ini orang tua secara otomatis kurang
dapat mengawasi pelaku-pelakunya sehingga kadang untuk dapat memenuhi kebutuhanya sendiri
seorang pelaku melakukan perbuatan yang tidak benar seperti menganiaya.
b. Faktor Lingkungan
Selain faktor ekonomi, faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh atas
terjadinya tindak pidana penganiayaan. Seseorang yang hidup/tinggal di dalam lingkungan yang

4
mendukung untuk dilakukannya penganiayaan, maka di suatu waktu ia juga akan melakukan tindak
pidana penganiayaan tersebut. Banyak hal yang membuat lingkungan menjadi faktor penyebab
terjadinya suatu tindak penganiayaan. Misalnya kebutuhan dalam pergaulan dengan teman sebaya,
kontrol dari lingkungan yang kurang dan pergaulan dengan seseorang yang memiliki perilaku yang
tidak terpuji lainnya.

Masyarakat merupakan tempat pendidikan ketiga setelah lingkungan keluarga dan sekolah, karena
pelaku disamping berinteraksi dengan anggota keluarganya juga akan memasuki pergaulan yang
lebih besar lagi yaitu lingkungan masyarakat di sekitarnya.

Pengaruh yang diberikan lingkungan pergaulan besar sekali dan bahkan terkadang dapat membawa
perubahan besar dalam kehidupan keluarga. Dari lingkungan keluarga ini seorang pelaku akan
banyak menyerap hal-hal baru yang dapat mempengaruhinya, untuk bertingkah laku lebih baik atau
sebaliknya menjadi buruk.

Menurut Dina Puspitasari selaku Hakim Pengadilan Negeri Menggala mengemukakan bahwa faktor
penyebab pelaku melakukan tindak pidana penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor
484/Pid.B/2022/PN.Mgl yaitu:
a. Sakit hati
Rasa sakit hati yang muncul dari dalam diri seseorang merupakan faktor dominan yang menjadi
penyebab terjadinya tindak pidana penganiayaan. Rasa sakit hati dalam diri seseorang tidak mudah
untuk dihilangkan sebelum rasa sakit hati tersebut terbalaskan dengan cara menganiaya dan
memukul orang yang membuatnya sakit hati.

b. Lingkungan Pergaulan
Pergaulan pelaku menjadi penting untuk membentuk karakter dan pertumbuhan mentalnya. Pelaku
sering salah bergaul justru membuatnya semakin dekat dengan kejahatan. Pelaku yang sekolah
bergaul dengan orang yang lebih dewasa yang justru mengajari pelaku tersebut hal-hal yang buruk
seperti merokok, berkelahi/bertengkar, dan sebagainya.
c. Faktor keluarga
Segala faktor-faktor seperti ekonomi, pergaulan, pendidikan, perkembangan teknologi dapat
dicegah oleh keluarga agar pelaku tidak melakukan perbuatan pidana. Keluarga juga menjadi faktor
penentu perkembangan Pelaku. Sejak mulai bayi hingga beranjak remaja, keluarga adalah tempat
pertama pelaku belajar dari segala hal. Peran orangtua menjadi sangat penting untuk ikut sama-
sama memperhatikan perkembangan pelaku. Orang tua sering lupa memperhatikan pelakunya
karena tuntutan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, kembali ekonomi keluarga menjadi faktor utama
mengapa orangtua menjadi kurang mampu memperhatikan dan mengawasi perilaku pelakunya,
pergaulan pelakunya baik di lingkungan tempat tinggalnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dianalisis bahwa faktor penyebab pelaku melakukan tindak
pidana penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl antara lain faktor keluarga
yaitu kurang mampu memperhatikan dan mengawasi perilaku pelakunya, pergaulan pelakunya baik di
lingkungan tempat tinggalnya, rasa sakit hati karena permainan orgen tunggal dihentikan sampai jam
21:00 Wib dan tidak sampai jam 23:00 Wib, lingkungan pergaulan terdakwa yang kurang mendukung
dalam bermasyarakat, tingkat pendidikan terdakwa yang cukup rendah dan tidak tamat Sekolah Dasar,
dan faktor ekonomi terdakwa yang tergolong dalam ekonomi ke bawah dan dalam menyewa orgen
tunggal mengharapkan yang lebih murah dan jam tayang yang lebih lama. Rasa sakit hati yang muncul
dari dalam diri seseorang merupakan faktor dominan yang menjadi penyebab terjadinya tindak pidana
penganiayaan. Rasa sakit hati dalam diri seseorang tidak mudah untuk dihilangkan sebelum rasa sakit
hati tersebut terbalaskan dengan cara menganiaya orang yang membuatnya sakit hati. Sakit hati pelaku
terjadi karena pelaku tidak senang dengan tindakan dan ucapan korban. Selain faktor rasa sakit hati,
faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh atas terjadinya tindak pidana
penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku. Seseorang yang hidup/tinggal di dalam lingkungan yang

5
mendukung untuk dilakukannya penganiayaan, maka di suatu waktu ia juga akan melakukan tindak
pidana penganiayaan tersebut. Banyak hal yang membuat lingkungan menjadi faktor penyebab
terjadinya suatu tindak kejahatan penganiayaan.

B. Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan yang Dilakukan oleh Perempuan


Berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl

Roeslan Saleh mengatakan bahwa pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus


dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh
masyarakat dan dipertanggungjawabkan oleh si pembuatnya dengan kata lain kesadaran jiwa orang
yang dapat menilai, menentukan kehendaknya tentang perbuatan tindak pidana yang dilakukan
berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum yang tetap. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana
harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan, ini berarti harus dipastikan dahulu
yang dinyatakan sebagai pembuat untuk suatu tindak pidana.1

Berdasarkan hasil penelitian di Kepolisian Resor Tulang Bawang menurut Robert Purpa selaku
Penyidik Pembantu mengemukakan bahwa berkaitan dengan dapat dipertanggungjawabkannya
seseorang yang melakukan tindak pidana khususnya tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh
perempuan, bahwa di dalam KUHP, secara umum ditentukan dengan cara negatif, yaitu dalam
ketentuan mengenai pengecualian hukuman. Pengecualian hukuman itu sendiri berarti bahwa orang
yang melakukan tindak pidana, tidak dijatuhi hukuman atau dikecualikan dari hukuman. Untuk
membuktikan terjadinya tindak pidana atau tidak maka dilakukan penyelidikan dan penyidikan berguna
untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang pada tahap pertama berdasarkan bukti permulaan
yang cukup harus dapat memberikan keyakinan, walaupun sifatnya masih sementara kepada penuntut
umum tentang apa yang sebenarnya terjadi atau tentang pelaku tindak pidana penganiayaan yang
dilakukan oleh perempuan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl telah dilakukan serta
menangkap tersangkanya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Gusmiliyansa selaku Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan
Negeri Tulang Bawang menyatakan bahwa tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh
perempuan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl merupakan kemampuan bertanggung
jawab pelaku terhadap kesalahannya telah melakukan perbuatannya yang dilarang undang-undang,
secara melawan hukum dan tidak dibenarkan menurut pandangan masyarakat. Kesalahan adalah unsur
peristiwa pidana atau perbuatan pidana dan antara keduanya terdapat hubungan yang erat. Setelah
menerima hasil penyidikan tersebut berupa pelimpahan perkara yaitu Berita Acara Pemeriksaan, alat
bukti dan tersangka, langkah-langkah yang ditempuh oleh Penuntut Umum adalah segera melakukan
tindakan persiapan dalam rangka melakukan penuntutan dengan jalan mempelajari dan meneliti apakah
orang atau benda yang tersebut dalam hasil penyidikan telah sesuai atau telah memenuhi syarat
pembuktian.

Ditambahkan oleh Gusmiliyansa, bahwa dalam proses penuntutan terhadap tindak pidana terdapat dua
asas yaitu asas legalitas, yaitu Penuntut Umum diwajibkan menuntut semua orang yang dianggap
cukup alasan bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran hukum dan asas oportunitas,
yaitu Penuntut Umum tidak diharuskan menuntut seseorang meskipun yang bersangkutan sudah jelas
melakukan tindak pidana yang dapat dihukum.

Selanjutnya menurut Gusmiliyansa menyatakan bahwa penuntutan adalah tindakan penuntut umum
untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di
sidang pengadilan.

1
Roeslan Saleh. 1991. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Angkasa, Jakarta, hlm. 126

6
Tuntutan pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Komariah Binti Tohir Hamidi
(Alm) sesuai dengan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl yaitu menyatakan Terdakwa Komariah
Binti Tohir Hamidi (Alm) telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana
penganiayaan yang melanggar 351 ayat (1) KUHPidana sebagaimana yang kami dakwakan dalam
dakwaan tunggal, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan,
menyatakan barang bukti berupa: 1 (satu) helai baju berkerah berwarna putih bermerk monkl, 1 (satu)
helai celana dasar bercorak bintik-bintik berwarna abu-abu bermerk shoeller (dikembalikan kepada
saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm)) dan menetapkan agar terdakwa supaya dibebani
untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dina Puspitasari selaku Hakim Pengadilan Negeri Menggala,
menyatakan bahwa terkait dengan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh perempuan yang
telah dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum, maka badan peradilan bertugas untuk menerima,
memeriksa, mengadili serta menyelenggarakan setiap perkara yang diajukan padanya. Untuk menjamin
terlaksananya maksud sampai mendapatkan hasil yang diharapkan perlu adanya penegakan hukum dan
keadilan selaku badan pelaksana, yang melakukan tugasnya seadil-adilnya dan tidak memihak sehingga
keadilan dapat dijalankan seobyektif mungkin.

Berkenaan pertanggungjawaban pidana dalam perkara ini, maka menurut Dina Puspitasari selaku
Hakim pada Pengadilan Negeri Menggala mengemukakan bahwa tindak pidana penganiayaan yang
dilakukan oleh perempuan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl, merupakan bentuk
penderitaan yang sengaja dibebankan oleh Negara kepada pelaku yang terbukti melakukan tindak
pidana dan dapat dipersalahkan atau dapat dicela. Sehingga dijalaninya pidana oleh pelaku tindak
pidana penganiayaan yang dilakukan oleh perempuan dalam Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl
yang bersalah karena telah melakukan tindak pidana merupakan wujud tanggung jawab pidana yang
harus diterima oleh pelaku.

Dina Puspitasari selaku Hakim pada Pengadilan Negeri Menggala, menambahkan bahwa karena
perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa harus dinyatakan bersalah
dan dijatuhi hukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Setelah mendengar tuntutan Jaksa Penuntut
Umum, maka memperhatikan, Pasal 14a ayat (1) KUHP, Pasal 351 ayat (1) KUHP dan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain
yang bersangkutan, mengadili: menyatakan Terdakwa Komariah Binti Tohir Hamidi (Alm) telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan, menjatuhkan
pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan, menetapkan pidana tersebut
tidak perlu dijalani oleh Terdakwa kecuali jika di kemudian hari ada perintah dalam putusan hakim
karena terpidana telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana lain sebelum berakhir masa
percobaan selama 6 (enam) bulan, menetapkan barang bukti berupa: 1 (satu) helai baju berkerah
berwarna putih bermerk monkl, 1 (satu) helai celana dasar bercorak bintik-bintik berwarna abu-abu
bermerk shoeller (dikembalikan kepada saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm)) dan
membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).

C. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Masa Percobaan Terhadap


Perempuan Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan Berdasarkan Putusan Nomor
484/Pid.B/2022/PN.Mgl

Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidah-kaidah hukum positif
dalam konkretisasi oleh hakim melalui putusan-putusannya. Bagaimanapun baiknya segala peraturan
perundang-undangan yang diciptakan dalam suatu Negara, dalam usaha menjamin keselamatan
masyarakat menuju kesejahteraan rakyat, peraturan-peraturan tersebut tidak ada artinya, apabila tidak
ada kekuasaan kehakiman yang bebas yang diwujudkan dalam bentuk peradilan yang bebas dan tidak
memihak, sebagai salah satu unsur negara hukum. Sebagai pelaksana dari kekuasaan kehakiman adalah

7
hakim, yang mempunyai kewenangan dalam peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan hal ini dilakukan oleh hakim melalui putusannya.

Hasil wawancara dengan Dina Puspitasari selaku Hakim Pengadilan Negeri Menggala menyatakan
bahwa pertimbangan hakim dalam perkara ini sudah tepat, hal ini terlihat bahwa hakim dalam
menjatuhkan putusan harus berdasarkan alat bukti yang sah, hal ini dijelaskan dalam Pasal 183
KUHAP, bahwa “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Melihat alat bukti yang dihadirkan di persidangan dan dinyatakan sah menurut ketentuan undang-
undang yang berlaku, maka terdakwa dapat dijatuhi pidana sesuai dengan perbuatan yang
dilakukannya. Selain alat bukti, maka Majelis Hakim harus mengaitkan runtutan peristiwa yang terjadi
dan membuktikannya berdasarkan keterangan saksi serta dikaitkan dengan unsur-unsur yang melekat
dan memenuhi dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Apabila semua unsur terpenuhi, maka tidak ada alasan
bagi Majelis Hakim untuk menuntut bebas terdakwa dari jeratan hukum. Adapun dasar pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan pidana masa percobaan terhadap perempuan pelaku tindak pidana
penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl antara lain didasarkan pada
dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum maupun putusan Majelis Hakim tingkat pertama.

Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut Umum didakwa berdasarkan surat dakwaan bahwa
Terdakwa Komariah Binti Tohir Hamidi (Alm) pada hari Minggu Tanggal 22 Mei 2022 sekitar jam
20:30 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Januari 2022 bertempat di Rumah
Saksi Samsi Wahyudi Bin Sua’ybun (Alm) yang beralamat di Astra Kasetra 001/003 Kelurahan Astra
Kasetra Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang
masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Menggala yang berwenang memeriksa dan
mengadili perkara ini, telah melakukan penganiayaan terhadap saksi korban Adi Samsul Arifin Bin
Sumejo (Alm), yang dilakukan Terdakwa dengan cara-cara dan dalam keadaan sebagai berikut:
a. Bahwa berawal pada Hari Minggu Tanggal 22 Mei 2022 sekitar jam 08:00 Wib saat itu sedang ada
hajatan di Rumah Saksi Samsi Wahyudi Bin Sua’ybun (Alm) yang beralamat di Astra Kasetra
001/003 Kelurahan Astra Kasetra Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang. Pada acara
hajatan tersebut saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm) sedang menjadi Pemandu Acara
(MC) sekaligus menjadi pemain musik (Ranger) dan juga pemilik sound system yang disewa oleh
Saksi Samsi Wahyudi Bin Sua’ybun (Alm).
b. Pada saat itu Saksi Samsi Wahyudi Bin Sua’ybun (Alm) hanya menyewa sound system, Pemandu
Acara (MC) sekaligus pemain musik (Ranger) hanya sampai dengan jam 21:00 Wib. Bahwa pada
jam 21:00 WIB saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm) berhenti menjadi Pemandu
Acara (MC) sekaligus pemain musik (Ranger) dan mematikan sound system dikarenakan acara
sudah selesai sesuai perjanjian dengan Saksi Samsi Wahyudi Bin Sua’ybun (Alm), ketika saksi
korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm) sedang menunggu pembayaran dari Saksi Samsi
Wahyudi Bin Sua’ybun (Alm) saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm) mendengar
teriakan bernada keras dari Saksi Siti Salmah Binti Soai’bun (Alm) dengan kata kata jangan dibayar
Samsul kalo gak sampe jam 11.
c. Tidak lama Terdakwa Komariah Binti Tohir Hamidi (Alm) dari arah belakang tempat kurang lebih
2 meter dari tempat saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm) duduk sambil berteriak dan
bernada keras mengatakan “jangan dibayar Samsul kalo gak sampe jam 11” lalu dibalas oleh saksi
korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm) “saya gak dibayar gak apa-apa, duit segitu gak buat
saya kaya, duit segitu gak buat saya melarat” mendengar kata-kata tersebut kemudian Terdakwa
mendekati saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm) dengan posisi Terdakwa disebelah
kiri saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm).
d. Pada saat itu Terdakwa langsung mencengkram/menggenggam kerah leher saksi korban Adi
Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm) menggunakan tangan kiri dan kemudian menampar/mencakar
wajah bagian pipi hingga mengenai mata saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm)

8
sebelah kiri sehingga mengalami luka lecet dan perih pada bagian yang ditampar/dicakar, setelah
itu Terdakwa menendang meja kemudian mengambil gelas yang berada didekatnya menggunakan
tangan kanannya hendak memukul saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm) pada
dibagian kepala tetapi ditahan oleh Efendi Bin Aliudin (Alm).
e. Kemudian saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm) dikerumuni oleh keluarga Terdakwa
(± 10 orang perempuan yang tidak saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm) kenal),
kemudian saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm) ditarik oleh Saksi Efendi Bin Aliudin
(Alm) untuk menghindari kejadian lebih lanjut dan mengamankannya di dalam mobil. Bahwa
akibat dari perbuatan Terdakwa berdasarkan Surat Visum Et Repertum Nomor
800/138/II.02.17//VER/TUBABA/2022 tanggal 22 Mei 2022 yang di keluarkan oleh Ulfa Hanif
Irmawan diketahui bahwa saksi korban Adi Samsul Arifin Bin Sumejo (Alm) ditemukan: Terdapat
luka lecet bergaris di pipi sebelah kiri di bawah mata kiri dengan ukuran kurang lebih luka di atas
panjang empat koma lima centimeter dan luka di bawah dengan panjang empat centimeter. Luka
lecet bergaris tersebut tepat di tujuh centimeter dari garis tengah tubuh dan lima centimeter dari
daun telinga kiri. Terdapat memar pada pinggir kelopak mata kiri berwarna biru kehijauan dengan
ukuran kurang lebih nol koma lima centimetet. Luka lecet bergaris dikarenakan benda tumpul agak
tajam.

Majelis hakim juga mempertimbangkan tuntutan Tuntutan pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut
Umum dengan Komariah Binti Tohir Hamidi (Alm) sesuai dengan Putusan Nomor
484/Pid.B/2022/PN.Mgl yaitu menyatakan Terdakwa Komariah Binti Tohir Hamidi (Alm) telah
terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana penganiayaan yang melanggar 351
ayat (1) KUHPidana sebagaimana yang kami dakwakan dalam dakwaan tunggal, menjatuhkan pidana
terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan, menyatakan barang bukti berupa: 1
(satu) helai baju berkerah berwarna putih bermerk monkl, 1 (satu) helai celana dasar bercorak bintik-
bintik berwarna abu-abu bermerk shoeller (dikembalikan kepada saksi korban Adi Samsul Arifin Bin
Sumejo (Alm)) dan menetapkan agar terdakwa supaya dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah).

Penuntut umum di persidangan membacakan bukti surat berupa Visum Et Repertum Nomor
800/138/II.02.17/VER/TUBABA/2022 Tanggal 22 Mei 2022 atas nama Adi Samsul Arifin Bin Sumejo
(Alm) dengan kesimpulan luka lecet bergaris di atas disebabkan karena benda tumpul agak tajam dan
Penuntut Umum mengajukan barang bukti yaitu 1 (satu) helai baju berkerah berwarna putih bermerk
monkl dan 1 (satu) helai celana dasar bercorak bintik-bintik berwarna abu-abu bermerk shoeller.

Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal sebagaimana diatur dalam
Pasal 351 ayat (1) KUHP, yang unsur-unsurnya adalah unsur barangsiapa dan unsur penganiayaan.
Oleh karena semua unsur dari Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terpenuhi,
maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak
pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal.

Terhadap pembelaan yang diajukan oleh Terdakwa yang pada pokoknya mengenai permohonan
keringanan hukuman dan bukan mengenai penyangkalan atau bantahan terhadap tuntutan Penuntut
Umum maka Majelis Hakim akan mempertimbangkannya dengan memperhatikan keadaan yang
memberatkan dan meringankan Terdakwa.

Untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya seseorang yang didakwa melakukan tindak


pidana tersebut menurut Ketentuan Pasal 44 ayat (1) KUHP adalah orang yang tidak dalam keadaan
sakit jiwanya atau akalnya, sehat jasmani dan rohani. Selama dalam pemeriksaan persidangan terdakwa
menjawab dengan lancar dan baik semua pertanyaan yang diajukan kepadanya dapat mengingat
kejadiannya mengenali barang bukti serta membenarkan keterangan saksi-saksi yang diajukan dalam
persidangan sehingga dianggap cakap dan dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana kepadanya.

9
Dilihat dari fakta-fakta yang diperoleh di persidangan tidak ditemukan hal-hal yang merupakan alasan
penghapus pidana baik alasan pemaaf maupun alasan pembenar pada diri Terdakwa, maka sudah
selayaknya dan seadilnya pada Terdakwa dipertanggungjawabkan secara hukum pidana sesuai dengan
kesalahannya dan oleh karena Terdakwa telah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana, maka sudah sepatutnya terhadapnya haruslah dijatuhi pidana yang setimpal
dengan kesalahannya.

Berdasarkan fakta hukum di persidangan dihubungkan dengan tingkat kesalahan Terdakwa dan
dihubungkan pula dengan tujuan pemidanaan yang tidak hanya semata memberikan balasan terhadap
perbuatan terdakwa, namun lebih kepada memberikan pelajaran dan pembinaan serta efek jera bagi
Terdakwa agar dikemudian hari lebih berhati-hati dalam bertindak agar tidak merugikan orang lain
serta dihubungkan dengan keadaan yang memberatkan dan meringankan maka Majelis Hakim
memandang tepat dan adil kepada Terdakwa diterapkan pidana percobaan sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 14 (a) KUHP.

Oleh karena Terdakwa tidak ditahan dan menurut pendapat Majelis Hakim tidak cukup alasan untuk
menahan, maka Terdakwa tidak ditahan dan untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa.
Keadaan yang memberatkan yaitu perbuatan terdakwa mengakibatkan saksi korban mengalami luka
lecet pada kelopak mata dan pipi, selanjutnya keadaan yang meringankan antara lain Terdakwa belum
pernah dihukum, suami Terdakwa sedang sakit, anak Terdakwa sedang menjalani perawatan gangguan
mental dan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.

Aspek yuridis dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana masa percobaan terhadap
perempuan pelaku tindak pidana penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl
yaitu alat bukti, keterangan saksi, keterangan ahli, Dakwaan dan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, serta
unsur-unsur dalam Dakwaan Jaksa. Selanjutnya, aspek non yuridis pertimbangan hakim yaitu terdiri
dari hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Keadaan yang memberatkan yaitu perbuatan
terdakwa mengakibatkan saksi korban mengalami luka lecet pada kelopak mata dan pipi, selanjutnya
keadaan yang meringankan antara lain Terdakwa belum pernah dihukum, suami Terdakwa sedang
sakit, anak Terdakwa sedang menjalani perawatan gangguan mental dan terdakwa merupakan tulang
punggung keluarga.

Dengan demikian, dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana masa percobaan terhadap
perempuan pelaku tindak pidana penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl
terdiri dari faktor yuridis dan faktor non yuridis. Faktor yuridis terkait dengan keterangan saksi adalah
apa yang diketahui, yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri dan alami sendiri, dan harus disampaikan
dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan terdakwa adalah apa yang
dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau yang
ia alami sendiri. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah dasar hukum acara pidana karena berdasarkan
itulah pemeriksaan di persidangan yang berisi identitas terdakwa juga memuat uraian tindak pidana
serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal yang dilanggar, barang bukti adalah benda
seluruhnya atau sebagian diduga atau diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana
dan pasal-pasal dalam undang-undang tindak pidana adalah adalah pasal-pasal yang dikenakan untuk
menjatuhkan pidana kepada terdakwa.

III. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Faktor penyebab pelaku melakukan tindak pidana penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor
484/Pid.B/2022/PN.Mgl antara lain faktor keluarga, rasa sakit hati, lingkungan pergaulan,
pendidikan, dan ekonomi.

10
2. Pertanggungjawaban pelaku tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh perempuan
berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl yaitu terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana diancam dalam 351 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana dan menghukum terdakwa oleh karena itu dengan menjatuhkan
pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan, menetapkan pidana tersebut
tidak perlu dijalani oleh Terdakwa kecuali jika di kemudian hari ada perintah dalam putusan hakim
karena terpidana telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana lain sebelum berakhir masa
percobaan selama 6 (enam) bulan.
3. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana masa percobaan terhadap perempuan pelaku
tindak pidana penganiayaan berdasarkan Putusan Nomor 484/Pid.B/2022/PN.Mgl antara lain
berupa alat bukti, keterangan saksi, keterangan ahli, dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum,
unsur-unsur yang memenuhi dalam Dakwaan Jaksa, serta hal-hal yang memberatkan dan
meringankan dalam diri terdakwa. Kesemua aspek yang dipertimbangkan oleh Majelis Hakim
tersebut pada dasarnya merupakan fakta hukum yang terungkap di persidangan, baik aspek yuridis
maupun aspek non yuridis.

Atas dasar kesimpulan di atas, maka disarankan yaitu:


1. Bagi masyarakat yang menjadi korban tindak pidana yang berkaitan dengan kekerasan fisik atau
penganiayaan hendaknya melakukan visum pada rumah sakit, hal ini dimaksudkan untuk
kepentingan penyidik dalam mendapatkan kebenaran materiil suatu perkara yang ditanganinya
merupakan bagian dari ketentuan hukum acara pidana, sedangkan pembuatan visum et repertum
yang dilakukan oleh dokter sangat berperan dan membantu penyidik dalam tugasnya menemukan
kebenaran materil tersebut.
2. Pidana yang dijatuhkan oleh Hakim bukan saja ditujukan bagi diri si pelaku tindak pidana, tetapi
juga ditujukan dan diharapakan berdampak pada masyarakat pada umumnya, maka dalam
menjatuhkan pidana Majelis Hakim diharapkan memperhatikan tujuan pemidanaan, sehingga
masyarakat akan menyadari dan tahu bahwa melakukan tindak pidana akan dikenakan sanksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang ada serta Majelis Hakim dalam penjatuhan putusan
lebih mengutamakan pemberian efek jera dengan pidana penjara tanpa adanya masa percobaan bagi
pelaku tindak pidana penganiayaan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku
Ahmad Rifai. 2010. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif. Sinar Grafika,
Jakarta.

Andi Hamzah. 2001. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta.

---------. 2003. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Lilik Mulyadi. 2006. Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Moeljatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta.

P.A.F. Lamintang. 1989. Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Sinar
Baru, Bandung.

Roeslan Saleh. 1991. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Angkasa, Jakarta.

11
B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hasil Amandemen Keempat.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

12

Anda mungkin juga menyukai