Abstrak
Penelitian ini mengkaji tentang ranah Hukum Acara Pidana dengan mengacu pada putusan
bebas Pengadilan Negeri dalam perkara yang melibatkan tindak pidana penganiayaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pertimbangan Hakim dalam Memutus Lepas
Terdakwa dalam Perkara Tindak Pidana Penganiayaan dalam putusan NO:
32/PID.B/2021/PN DGL). Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif, penelitian
kualitatif merupakan metodologi penelitian yang digunakan untuk mengetahui kejadian
secara langsung melalui literatur dan sumber hukum putusan dan juga undang-undang.
Penelitian ini bersifat terapan dan preskriptif. Bahan hukum primer dan sekunder digunakan
dalam pengumpulan bahan hukum yang dilengkapi dengan bacaan literatur. Temuan
penelitian mendukung kesimpulan bahwa majelis hakim yang menjatuhkan putusan
pemberhentian perkara dalam putusan NO: 32/PID.B/2021/PN DGL telah mengambil
keputusan yang tepat. majelis hakim menyimpulkan bahwa penganiayaan yang dilakukan
terdakwa disebabkan oleh pembelaan yang dipaksakan (Noodweer), sehingga tidak dapat
dinyatakan bersalah. Alhasil, terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan sesuai Pasal
191 ayat (2) KUHAP.
Kata Kunci: Noodweer, Penganiayaan, Pertimbangan Hakim
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tingginya angka kekerasan dalam kehidupan bermasyarakat ditunjukkan dengan
semakin banyaknya kasus yang terjadi. Tindakan penganiayaan terkadang dilakukan
oleh seseorang karena paksaan untuk mempertahankan diri dari ancaman yang
dihadapinya; ini bukanlah sesuatu yang mereka lakukan dengan sengaja; Sebaliknya,
mereka melakukannya untuk menjaga diri mereka sendiri dan orang lain aman dari
bahaya. Selain itu, tindakan biasanya timbul dari perasaan pengkhianatan atau
kebencian, perasaan bahwa orang lain telah merendahkan harga dirinya, ancaman atau
intimidasi, dan motivasi lain yang mungkin dilakukan secara bersamaan atau sendiri-
sendiri dan yang mungkin mendorong korban untuk mengambil tindakan. menyakiti
pelaku secara pribadi. Biasanya, orang yang merugikan orang lain atau melakukan
kejahatan disebut sebagai pelaku karena kesalahannya dianggap telah menimbulkan
kerugian badan terhadap orang atau pihak lain. Namun, jika seseorang berada dalam
keadaan terpuruk, ia dapat mempertahankan diri dengan cara bertarung menggunakan
tangan kosong atau dengan bantuan alat.
Penganiayaan diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja untuk menimbulkan kesakitan fisik pada orang lain, menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan orang tersebut, mengakibatkan luka-luka mulai dari ringan
hingga berat, atau bahkan menimbulkan korban jiwa. Menurut KUHP, setiap
perbuatan yang memenuhi syarat suatu delik dapat digolongkan sebagai tindak
pidana. 1. Mengenai hal yang akan diperiksa, KUHP memuat dalil-dalil yang dapat
menyangkal kesalahan pelaku dan menghilangkan kemungkinan hukuman. Alasan
pengampunan dalam KUHP terdapat pada Pasal 44 yang menunjukkan bahwa pelaku
tidak mampu menerima tanggung jawab, pada Pasal 49 ayat (1) yang mengatur
pembelaan paksa (Noodweer), dan pada Pasal 51 ayat (1). 2), yang berkaitan dengan
itikad baik pelaku pelaksanaan suatu perintah jabatan yang melanggar hukum.
Dalam penerapannya, tentu ada batasan bagaimana suatu perbuatan dapat
dikategorikan sebagai pembelaan terpaksa. Sehingga, tidak semua perbuatan
pembelaan diri yang dilakukan seseorang dapat dijustifikasi oleh pasal ini sebagai
perbuatan pembelaan diri. Pasal ini digunakan sebagai alasan pemaaf, namun bukan
alasan yang membenarkan perbuatan yang melanggar hukum, melainkan seseorang
yang terpaksa melakukan tindak pidana dapat dimaafkan karena terjadi pelanggaran
hukum yang mendahului perbuatan itu. Salah satu kasus yang membahas mengenai
pembelaan terpaksa sebagaimana dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri
donggala NO: 32/PID.B/2021/PN DGL yang mana menyangkut mengenai Tindak
Pidana Penganiayaan.
Pada kasus ini, terdakwa yakni Khofifa telah melukai seseorang hingga
menyebabkan lebam lebam dibagian pipi dan perut dinyatakan terbukti oleh Majelis
atas tindak pidana penganiayaan yang telah menyebabkan luka pada orang lain
berdasarkan Pasal 351 ayat (1) KUHP namun, perbuatannya tidak dapat
dipertanggungjawabkan sehingga Majelis memberikan putusan yang melepaskan
Terdakwa dari segala tuntutan berdasarkan Pasal 191 ayat (2) KUHAP dikarenakan
alasan pembelaan terpaksa (Noodweer). Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin
mengetahui Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Memutus Lepas Terdakwa
dalam Perkara NO: 32/PID.B/2021/PN DGL trntang Tindak Pidana Penganiayaan
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Memutus Lepas Terdakwa dalam Perkara
Tindak Pidana Penganiayaan dalam putusan NO: 32/PID.B/2021/PN DGL?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui Pertimbangan
Hakim dalam Memutus Lepas Terdakwa dalam Perkara Tindak Pidana Penganiayaan
dalam putusan NO: 32/PID.B/2021/PN DGL
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian iadalah:
1. berkontribusi dari segi pemikiran untuk kalangan akademisi hokum berkaitan
dengan pembelaan terpaksa dalam kerangka tindak pidana penganiayaan
2. memberikan pandangan dan wawasan kepada masyarakat luas berkaitan
pertimbangan hakim seperti apa yang bisa membebaskan terdakwa dari hukuman
pidana penganiayaan mengacu pada studi dalam putusan no: 32/pid.b/2021/pn dgl
METODE PENELITIAN
Selain itu kajian kepustakaan akan digunakan untuk penelitian ini. Dalam
kajian kepustakaan penulis dapat mempelajari pemikiran dan/atau sudut pandang
literatur dari para profesional yang telah melakukan penelitian atau mempublikasikan
di masa lalu tentang tindak pidan penganiayaan dan analisi dalam studi putusan
pengadilan.Kemudian, dengan menggunakan buku-buku dan sumber perpustakaan
lainnya yang terkait dengan topik, pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan
pengumpulan data. Untuk mendapatkan landasan teoretis terhadap topik-topik yang
menjadi pokok penulisan, seperti peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KERANGKA TEORI
a. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan).
Secara umum kita mengenal pengertian tindak pidana terhadap tubuh manusia
dalam KUHP disebut penganiayaan. Dari segi bahasa, penganiayaan merupakan kata
sifat yang memiliki kata dasar ”aniaya” dan mendapatkan awalan “pe” serta akhiran
“an” selanjutnya penganiayaan sendiri berasal dari kata benda aniaya yang
menunjukkan subyek atau orang yang melakukan penganiayaan itu. Akan tetapi tidak
semua perbuatan yang mengakibatkan sakit serta luka terhadap orang lain merupakan
suatu tindakan penganiayaan, seperti untuk menjaga keselamatan diri atau orang lain.
Untuk mengatana bahwa seseorang sudah melakukan tindakan penganiayaan, maka
orang yang dituduh tersebut harus memiliki niat untuk sengaja untuk membuat rasa
sakit atau luka pada tubuh orang lain atau pun pelaku dalam memiliki niat untuk
merusak kesehatan orang lain.
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian.
3. Kehilangan salah satu panca indera.
4. Mendapat cacat berat.
5. Menderita sakit lumpuh.
6. Terganggu daya pikir selama empat minggu atau lebih.
7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Tindak pidana penganiayaan dapat terjadi secara sengaja dan terkadang karena
kesalahan. Penganiayaan yang disengaja mengindikasikan kesengajaan yang
dilakukan oleh pelaku dengan sikap permusuhan. Ada enam jenis-jenis bentuk tindak
pidana penganiayaan, yaitu:
1. Penganiayaan biasa dalam Pasal 351 KUHP mendefinisikan penganiayaan biasa
pada hakekatnya adalah kompilasi yang tidak ringan dan berat.
2. Penganiayaan ringan
i. Penganiayaan ringan diatur dalam Pasal 352 KUHP, penganiayaan ringan
berupa bukan penganiayaan berencana, bukan penganiayaan yang dilakukan
terhadap ibu/bapak/anak/istri, pegawai yang bertugas, memasukkan bahan
berbahaya bagi nyawa, serta tidak menimbulkan penyakit maupun halangan
untuk menjalankan pekerjaan, dan pencaharian.
ii. Penganiayaan ringan diancam maksimum hukuman penjara tiga bulan atau
denda tiga ratus rupiah apabila tidak masuk dalam rumusan Pasal 353 dan
Pasal 356 KUHP, dan tidak menyebabkan sakit atau halangan untuk
menajalankan pekerjaan.
3. Penganiayaan berencana
i. Ada tiga macam penganiayaan berencana yang tertuang di dalam Pasal 353
KUHP, yaitu penganiayaan berencana yang tidak berakibat luka berat atau
kematian dan dihukum penjara paling lama 4 tahun, lalu penganiayaan
berencana yang berakibat luka berat dan dihukum penjara selama-lamanya 4
tahun, serta penganiayaan berencana yang berakibat kematian yang dapat
dihukum penjara selama-lamanya 9 tahun.
ii. Seseorang yang melakukan penganiayaan berencana melakukannya dengan
kehendak dan suasana batin yang tenang.
4. Penganiayaan berat
i. Penganiayaan berat diatur dalam Pasal 354 KUHP yaitu barang siapa sengaja
melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat
dengan pidana penjara paling lama 8 tahun.
ii. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama 10 tahun. Perbuatan penganiayaan berat
dilakukan dengan sengaja oleh orang yang melakukannya.
5. Penganiayaan berat berencana
i. Penganiayaan berat berencana tertuang dalam gabungan Pasal 354 ayat 1
KUHP tentang penganiayaan berat dan Pasal 353 ayat 2 KUHP tentang
penganiayaan berencana. Dalam pidana ini harus memenuhi unsur
penganiayaan berat maupun penganiayaan berencana.
6. Penganiayaan terhadap orang
PEMBAHASAN
A. Pertimbangan Hakim dalam Memutus Lepas Terdakwa dalam Perkara Tindak Pidana
Penganiayaan dalam putusan NO: 32/PID.B/2021/PN DGL
Seseorang yang diserang secara tiba-tiba dan dalam keadaan terdesak tidak
sempat meminta bantuan, sehingga Pasal 49 ayat 1 KUHP memberikan kewenangan
untuk melakukan tindakan menghentikan penyerangan itu sendiri tanpa bantuan pihak
lain. . Serangan melanggar hukum yang terjadi tanpa peringatan mengarah pada
undang-undang atau peraturan yang mengizinkan siapa pun mengambil tindakan apa
pun untuk melindungi kepentingannya sendiri atau orang lain.
a. Barang siapa
bahwa yang dimaksud dengan “barangsiapa” adalah orang-perorangan
sebagai subjek hukum (natuurlijke person) yang kepadanya dapat dimintakan
pertanggungjawaban hukum atas perbuatan yang telah di lakukannya. Dalam
hal ini, telah dihadapkan di muka persidangan, Terdakwa atas nama
KHOFIFA ALIAS FIFA yang telah membenarkan identitasnya sebagaimana
dimaksud oleh Penuntut Umum dalam surat dakwaannya, sehingga Hakim
berpendapat bahwa terhadap dakwaan tersebut adalah benar ditujukan kepada
Terdakwa atas nama KHOFIFA ALIAS FIFA dan tidak terdapat “error in
persona” atau salah dalam mengadili seseorang; Menimbang, bahwa
berdasarkan keterangan Saksi-Saksi dan ditegaskan pula oleh pengakuan
Terdakwa, ternyata identitas Terdakwa adalah sama dengan berkas perkara
maupun surat dakwaan; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana tersebut di atas, maka Hakim berpendirian bahwa unsur
“Barangsiapa” telah terpenuhi
b. Yang dengan sengaja melakukan penganiayaan
Bahwa pengertian “dengan sengaja” adalah kesengajaan dalam arti
sempit, yaitu kesengajaan sebagai maksud, yakni pelaku harus menghendaki
perbuatan tersebut dan juga harus mengerti akan akibat dari perbuatannya;
menurut P.A.F. Lamintang S.H. dalam Buku Dasar-Dasar Hukum
Pidana Indonesia, bahwa untuk menyebut seseorang itu telah melakukan
penganiayaan terhadap orang lain maka orang tersebut harus mempunyai suatu
kesengajaan untuk:
1. menimbulkan rasa sakit pada orang lain;
2. menimbulkan luka pada tubuh orang lain; atau
3. merugikan kesehatan orang lain;
Atas dasar hal-hal tersebut di atas, penulis beranggapan bahwa benar bahwa
Terdakwa melakukan Tindak Pidana Penganiayaan, namun sepakat dengan Majelis
Hakim jika perbuatan tersebut tidak dapat dipidana dikarenakan didahului oleh
adanya perbuatan melawan hukum sebelumnya. Oleh karena itu sudah sepatutnya
apabila Terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan sebagaimana dalam Pasal 191 ayat
(2) KUHAP atas dakwaan Tindak Pidana Penganiayaan yang diatur dalam Pasal 351
ayat (1) KUHP, dikarenakan perbuatan yang dilakukan Terdakwa merupakan
tindakan yang dibenarkan atau dilepaskan karena alasan pembenar yakni pembelaan
(Noodweer) sebagaimana diatur dalam Pasal 49 KUHP.
KESIMPULAN
SARAN
Perlindungan yang dilakukan oleh individu Ketika diancam oleh pihak luar
yang mengancam keselamatan dirinya telah diatur dalam KUHPidana dengan Istilah
Noodweer Excess. Sehingga saran yang bisa penulis berikan berkaitan dengan karil
ini yaitu Masyarakat harus sdadar hukum jangan ampai mau dibodohi berkaitan
dengan sesuatu yang seakan akan benar padahal dalam hal penerapanya jelas-jelas
salah.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Jimly Asshiddiqie, 2014, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Konstutusi Press
(konpres).
Marzuki, Peter Mahmud. 2013. Penelitian Hukum (edisi revisi). Jakarta: Prenada Media
Group
Syaruddin Nawi, 2013, Penelitian Hukum Normatif versus Empiris, PT Umi Toha
Ukhuwa Grafika, Makassa
Witanto, D. Y., & Dkk. (2013). Diskresi Hakim Sebuah Instrumen Menegakkan
Keadilan Substantif dalam Perkaraperkara Pidana. Bandung: Alfabeta
JURNAL
Dewa Agung Ari Aprillya Devita Cahyani Anak Agung Sagung Laksmi Dewi dan I
Made Minggu Widyantara (2019). “Analisis Pembuktian Alasan Pembelaan
Terpaksa Yang Melampaui Batas Dalam Tindak Pidana Yang Menyebabkan
Kematian”. Jurnal Analogi Hukum, 1 (2)